• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PEMISAHAN (SPIN OFF) PERSERON DAN RESTRUKTURISAS

B. Pemisahaan Perseroan ( Spin Off )

3. Tujuan Spin Off

Pemisahan adalah wahana atau instrumen hukum baru yang diatur dalam pasal 135 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) diamankan oleh ketentuan dalam pasal 136 UUPT akan diatur dalam peraturan pemerintah.80

79

Ibid,hal.77.

Tentang pemisahan sebagaimana itu diatur dalam titel 7 buku 2 BW Belanda (baru) yang mulai diatur dalam titel 1 Maret 1998 dan merupakan pengaturan pelaksanaan dari Zesde EG-Richtlijn (Sixth European Community Directive) tentang pemisahan perseroan UUPT No 40 Tahun 2007 dalam pasal 1 butir 12 memberi defenisi tentang pemisahan sebagai berikut: “Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) perseroan atau lebih”.

80

Henry R, Cheeseman, Business Law: Ethical, International and E-Commerce Environment. Fourth Edition, (New Jersey : Prentice Hall, 2001), hal.35.

Memperhatikan bahwa pemisahan mengakibatkan terjadinya peralihan karena hukum dari aktiva dan pasiva perseroan maka pemisahan mirip sekali dengan penggabungan dan peleburan. Adapun perbedaan mencolok antara pemisahan disatu pihak dan penggabungan serta peleburan di lain pihak, adalah bahwa dalam hal pemisahan tidak selalu (i) aktiva dan pasiva perseroan yang melakukan pemisahan beralih kepada 1 (satu) perseroan saja dan (ii) perseroan yang melakukan pemisahan karena hukum.81

Sehubungan dengan peralihan karena hukum dari aktiva dan pasiva perseroan yang melakukan pemisahan perlu diperhatikan bahwa peralihan aktiva dan pasiva milik perseroan yang terletak di luar Indonesia tunduk kepada hukum negara dimana aktiva dan pasiva tersebut berada, khususnya bila menyangkut barang tidak bergerak maka berlaku droi de suite. Inilah berarti bahwa peralihan karena hukum dan aktiva dan pasiva tersebut mungkin sekali tidak diakui dan tidak berlaku di negara yang bersangkutan.

Apabila hanya melihat tujuan, terlihat bahwa spin off yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas sebenarnya lebih ditujukan untuk mengakomodasi kepentingan pengembangan perseroan dalam hal ini melalui pemisahan perseroan dari perseroan induk menjadi anak perseroan. Sebenarnya pengertian spin off dalam UU perseroan tersebut memberikan fleksibilitas yang lebih luas kepada perseroan untuk melakukan penguatan restruktur usahanya.

Dalam penguatan struktur usahanya, mekanisme spin off dapat dimanfaatkan oleh perseroan sebagai sarana untuk lebih mempertajam segmentasi pasar, khususnya melalui penguatan lini bisnis yang lebih fokus dan spesialis. Dalam hal ini, mekanisme spin off digunakan untuk mempertajam salah satu nilai bisnis yang dianggap penting bagi perseroan

81

untuk dikembangkan (demerger) menjadi sebuah perseroan baru yang merupakan perseroan anak dari induk perseroan. Selain itu dengan mekanisme spin off ini sebuah perseroan dapat juga melakukan pemisahan aset bermasalahnya (bad assets)menjadi badan usaha baru yang bukan merupakan perseroan (menjadi semacam perseroan pengelola aset). Dalam hal ini maka keuntungan bagi perseroan adalah selain memiliki perseroan baru yang menjadi kendaraan pengelola aset bermasalahnya (special purpose vehicle) yang tetap dapat dikontrolnya, juga menjadi sarana yang efektif bagi perseroan dalam melakukan pembersihan aset bermasalahnya (cleaning assets).82

Berkenaan dengan status kepemilikan saham perseroan hasil pemisahan, sebagaimana di kemukakan sebelumnya, bahwa pada dasarnya kaidah pokok dalam hal pemisahan adalah bahwa para pemegang saham perseroan yang melakukan pemisahan karena hukum menjadi pemegang saham dari perseroan baru hasil pemisahan. Namun demikian kaidah pokok ini, apabila dikaitkan dengan tujuan restrukturisasi perseroan akan timbul permasalahan karena sebenarnya tujuan dari pemisahan tersebut justru untuk mengembangkan dan memperbesar perseroan awal dengan cara melakukan focusing usaha melalui pemisahan perseroan. Sesuai dengan tujuan spin off, maka perseroan awal tersebut seharusnya dapat memiliki dan mengontrol perseroan baru hasil pemisahan. Hal ini juga yang mungkin ingin dituju dalam restrukturisai perbankan yaitu bank konvensional yang melakukan pemisahan UUS, diharapkan dapat lebih memfokuskan usaha bank konvesionalnya tanpa kehilangan pangsa bisnis di pasar perbankan syariah yang kini bidang usaha tersebut dijalankan oleh sebuah entity yang terpisah, maka bank syariah yang

82

merupakan wujud baru dari UUS, kini dapat bergerak lebih bebas dan secara bisnis tidak lagi terikat dengan ketentuan perseroan induknya.83

Namun demikian mengingat dalam pemisahan hibrida ini seluruh aktiva dan pasiva yang melakukan pemisahan akan beralih kepada perseroan baru yag didirikan dalam rangka pemisahan, maka untuk restrukturisasi perseroan perlu dilakukan penyesuaian format, yakni menggabungkan antara kontruksi hukum pemisahan tidak murni (partial division with a hive-off) dengan pemisahan hibrida untuk hal-hal yang terkait dengan kepemilikan saham perseroan hasil pemisahan.84

Sehubungan dengan hal tersebut, maka peraturan pelaksanaan dari UUPT harus memberikan guidelines yang jelas bagi perseroan yang akan melakukan pemisahan (spin off), terutama materi yang terkait dengan status kepemilikan saham dari perseroan hasil pemisahan, apakah mengikuti kaidah pokok yang berlaku yaitu otomatis menjadi bagian dari kepemilikan pemegang saham perseroan awal (induk) atau saham perseroan hasil pemisahan tersebut menjadi milik perseroan awalnya (induk).

Kontruksi hukum spin off, meskipun telah cukup lama dikenal sebagai salah satu mekanisme restrukturisasi Perseroan namun baru mendapatkan pengakuan dalam bentuk legislasi dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.85

83

Ibid,hal.59.

Konstruksi hukum spin off dapat dimanfaatkan sabagai sarana yang efektif bagi perseroan untuk melakukan penguatan struktur usahanya, disamping konstruksi

84 Munir, Fuady,

Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, (Bandung : CV Utomo, 2005), hal.98.

85

hukum lainnya seperti merger, akuisisi dan konsolidasi. Peraturan perundang-undangan yang akan mengatur pelaksanaan lebih lanjut dari UU PT dan UU Perbankan Syariah harus dapat memberikan guidelines bagi perseroan yang akan melakukan proses pemisahan usahanya (spin off).

Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa dalam pemisahan perseroan yang menjadi obyeknya adalah pemisahan usahanya. Sebuah perseroan ada yang memiliki satu usaha saja dan ada yang memiliki berbagai macam usaha. Usaha perseroan dapat dipisahkan atau dijual perseroan lain. Dengan pemisahan itu maka harta perseroan tersebut berakibat berpindah kepemilikannya.

Kemudian disyaratkan dalam pemisahan, pihak yang menerima pemisahan usaha (pembeli) adalah dua perseroan atau lebih. Syarat minimal dua perseroan tidak harus demikian, karena tergantung dari pemisahan usahanya. Apabila sebuah perseroan hanya menjual sebagian usahanya, maka dibolehkan satu perseroan saja sebagian pembelinya, karena perseroan yang melakukan perbuatan pemisahan masih tetap ada atau tidak bubar.86

86

CFG Sunaryati, Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, (Bandung : Bina Cipta, 1998), hal.99

Dokumen terkait