TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SPIN OFF DALAM
RESTRUKTURISASI PERSEROAN
TESIS
OLEH:
JESE YUDISTRA MARPAUNG
097005098
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SPIN OFF DALAM
RESTRUKTURISASI PERSEROAN
TESIS
Untuk Memperoleh Magister Hukum
Dalam Progrm Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
JESE YUDISTRA MARPAUNG
097005098
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : Tinjauan Yuridis Terhadap Spin Off Dalam
Restrukturisasi Perseroan
Nama Mahasiswa : Jese Yudistra Marpaung
Nomor Pokok : 097005098
Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, MLI
Ketua
)
(Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH)
Anggota Anggota
(Dr. Mahmul Siregar, SH, M. Hum)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH) (Prof. Dr. Runtung, SH, M. Hum)
Telah diuji pada
Tanggal 13 Januari 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, MLI
Anggota : 1. Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH
2. Dr. Mahmul Siregar, SH, M. Hum
3. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum
ABSTRAK
Mengingat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas khususnya dalam Bab VIII pada pasal 126, pasal 127, pasal 128, telah diatur mengenai pemisahan perseroan. Selanjutnya pada pasal 135, pemisahan dibedakan atas pemisahan murni dan pemisahan tidak murni (spin off) maka dengan adanya Undang-Undang Perseroan Terbatas ini dapat memberikan manfaat bagi pengelolahan perseroan guna meningkatkan kinerjanya, sehingga spin off perlu dilakukan dalam restrukturisasi perseroan dan melalui proses pelaksanaannya dalam restrukturisasi perseroan mampu menghasilkan peran pranata spin off yang berguna untuk mencapai tujuan dari restrukturisasi perseroan di Indonesia.
Rumusan permasalahan dalam penelitian ini penulis merumuskan 3 (tiga) permasalahan yang diteliti yakni sebagai berikut:Mengapa spin off perlu dilakukan dalam restrukturisasi perseroan. Bagaimana proses pelaksanaan spin off dalam suatu perseroan. Bagaimana akibat hukum dari spin off terhadap perseroan yang dipisahkan dan Perseroan yang merupakan hasil pemisahan.
Penelitian ini mengunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan yang bersifat kualitatif, yakni mengacup ada nilai dan norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Sebagai bahan hukum primer digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan Spin off perlu dilakukan di dalam restrukturisasi perseroan, karena ada beberapa alasan penting bagi perseroan untuk melakukan restrukturisasi antara lain karena persaingan, fleksibilitas dan biaya awal yang begitu tinggi. Proses pelaksanaan spin off dalam suatu perseroan pre-spin off dalam hal ini merupakan keadaan sebelum spin off dimana dalam tahap ini, tugas dari seluruh jajaran direksi maupun manajemen kedua atau lebih perseroan untuk mengumpulkan informasi yang kompeten dan signifikan untuk kepentingan proses spin off perseroan-perseroan tersebut. Akibat hukum dari spin off terhadap perseroan yang dipisahkan dari perseroan yang merupakan hasil pemisahan. Latar belakang terbentuknya spin off adalah adanya rencana perubahan holding company (induk perusahaan) dari bentuk operating holding menjadi non operating holding dengan alasan agar lebih fokus dalam pengelolahan sinergi korporasi antara sesama perseroan yang kelak menjadi anak perseroan.
Saran dalam penelitian ini bahwa dalam pemisahan (spin off) perseroan dan restrukturisasi perlu mencermati dasar hukum, jenis restrukturisasi dan tujuan restrukturisasi perseroan. Dalam proses pelaksanan spin off perseroan harus memperhatikan kepentingan perseroan, karyawan, pemegang saham minoritas dan kreditor. Pentingnya spin off terhadap perseroan yang menyebabkan akibat hukum tehadap perseroan yang dipisahkan (induk perseroan) dan terhadap perseroan hasil pemisahan (anak perseroan) harus memperhatikan asas-asas perundang-undangan di Indonesia.
ABSTRACT
Given the Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company, especially in Chapter VIII in Article 126, Article 127, Article 128, have been set regarding the separation of the company. Later in the article 135, distinguished on the separation separation separation of pure and impure (spin off) then the presence of a Limited Liability Company Act can provide benefits to the processing company to improve its performance, so the spin offs need to be done in restructuring the company and through its implementation process in restructuring of the company is capable of producing spin off the role of institutions that are useful to achieve the goal of restructuring the company inIndonesia.
The formulation of the problem in this study the authors formulate the 3 (three) who studied the issue as follows: Why spin offs need to be made in restructuring the company. How does the implementation process in a spin off company. How does the legal consequences of the spin off of the company separated, and the Company which is a result of separation.
This study uses normative research method with qualitative approach, which includes the existing values and norms of law contained in the legislation. As the primary legal materials used in this study is the Act No.40 Year 2007 regarding Limited Liability Company.
The conclusion from this study indicate Spin offs need to be done in the restructuring of the company, because there are several important reasons for the company to restructure partly because of competition, flexibility and initial cost of implementing such high. Procces spin off in a pre-spin off the company in this is a state before the spin off which in this stage, the task of the entire board of directors and management company for two or more competent and collect significant information for the benefit of the spin off these corporations. Due to the law of the spin off company that is separated from the company which is a result of separation. The background of the formation of a spin off is a planned change in the holding company (parent company) of the form of a non-operating holding company operating a holding on the grounds that more focus in processing corporate synergies among the company that would become the companyofchildren.
Suggestions in this study that the separation (spin off) and restructuring the company must be careful about the legal basis, type of restructuring and corporate restructuring purposes. In the process of executing a spin off company must consider the interests of the company, employees, minority shareholders and since reditor. The importance of spin off of the company that caused due to company law which separated (parent company) and the separation of the company (a subsidiary company) should pay attention to the principles of legislation in Indonesia.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasih karuniaNya
sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Magister
Hukum pada Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
Medan. Adapun judul tesis adalah “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SPIN OFF DALAM
RESTRUKTURISASI PERSEROAN”.
Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa bimbingan,
pengajaran, nasihat maupun semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan dengan segala kerendahan hati dan ketulusan hati, rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya secara khusus yang saya sampaikan kepada yang terhormat komisi
pembimbing yaitu Ibu Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH. MLI, Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH,
MH, Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, yang telah berkenan meluangkan dan
memberikan waktu dan perhatian untuk memberikan bimbingan, masukan, arahan dan koreksi
untuk penyelesaian tesis ini.
Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & MSc
(CTM), SpA(K) yang berkenaan memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengikuti
2. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, selaku Ketua Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Komisi Pembimbing II.
4. Dr. Mahmul Siregar, SH. M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Universitas
Sumatera Utara dan juga selaku Komisi Pembimbing III.
5. Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, MLI, selaku Komisi Pembimbing I.
6. Dr. T. Keizerina Devi A. SH, CN, M.Hum, selaku Penguji yang telah berkenan meluangkan
waktunya memberikan arahan demi kesempurnaan tesis ini.
7. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M. Hum, selaku Penguji yang telah berkenan meluangkan
waktunya memberikan arahan demi kesempurnaan tesis ini.
8. Seluruh Dosen Di lingkungan Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
9. Seluruh Pegawai Seketariat Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
10. Seluruh Teman-Teman Stanbuk 2009 Kelas Reguler B, Kelas Hukum Bisnis di Program
Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis juga menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Prof. Dr.
Harlem Marpaung dan Ibunda Armince Br Siahaan, juga kepada abangda Rodo Marpaung, SE,
Ak beserta kakanda drg. Maria Sitanggang serta keponakanku Naomi Marpaung, dan abangda
Aron Marpaung, ST dan calon pendamping hidupku Herawati Br Nainggolan, SE, atas semua
Penulis berharap bahwa Tesis ini dapat memberikan konstribusi pemikiran bagi semua
pihak yang berkepentingan, namun penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
sempurna, karena itu penulis mengharapkan masukan yang sifatnya membangun guna
menyempurnakan tulisan ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkah, karunia dan kekuatan lahir dan
bathin kepada kita semua.
Medan, Maret 2012
Penulis
DAFTAR ISTILAH ASING
1. Trade off adalah alasan adanya posisi tawar menawar atau menentukan suatu pilihan
diantara dua hal yang sama-sama penting dengan konsekuensi atau resiko kehilangan
salah satu hal penting lainnya.
2. Ineffecieny adalah kurang atau tidak efesien.
3. Non-perfoming (distress) enterprises adalah perusahaan yang dikategorikan
bermasalah atau keadaan perusahaan yang sedang mengalami kesulitan dalam bidang
keuangan.
4. Assets adalah kumpulan dari harta (aktiva) perusahaan yang berwujud.
5. Liabilities adalah tanggung jawab atau kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan.
6. Cash flow adalah aliran dana atau uang yang diperoleh dari hasil penjualan barang
dan jasa.
7. Undervalued adalah keadaan atau kondisi perusahaan yang sedang jatuh (merugi)
8. Turn around adalah mengganti atau menutup unit usaha yang tidak produktif.
9. Join Operation yaitu mengundang manajemen yang sudah berpengalaman untuk
diajak bekerjasama.
10. Strategic Alliancies adalah suatu bentuk kerjasama antara dua perusahaan untuk
meningkatkan efesiensi dan kinerjanya.
11. Non core business adalah kegiatan usaha penunjang yang dilakukan oleh suatu
perusahaan.
12. Liquidation adalah membubarkan, menutup, atau membekukan unit usaha tertentu
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang ...1
B. Perumusan Masalah ...13
C. Tujuan Penelitian ...13
D. Manfaat Penelitian ...14
E. Keaslian Penelitian ...15
F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ...16
1 Kerangka Teori ...16
2 Landasan Konsepsional ...21
G. Metode Penelitian ...23
1. Jenis dan Sifat Penelitian ...23
2. Sumber Data ...25
3. Teknik Pengumpulan Data...25
4. Analisis Data ...26
BAB II PEMISAHAN (SPIN OFF) PERSERON DAN RESTRUKTURISASI PERSEROAN ...28
A. Restrukturisasi Perseroan..………..…...28
1. Pengertian dan Dasar Hukum...28
2. Jenis Restrukturisasi Perseroan………...29
3. Tujuan Restrukturisasi Perseroan...35
B. Pemisahaan Perseroan (Spin Off)...47
1. Pengertian Dan Dasar Hukum...47
3. Tujuan Spin Off...59
BAB III PROSES PELAKSANAAN SPIN OFF PERSEROAN………64
A. Proses Pelaksaan Spin Off……….……64
B. Kepentingan Yang Harus Di Perhatikan Dalam Pelaksanaan Spin Off…...65
1. Kepentingan Perseroan...66
2. Kepentingan Karyawan...66
3. Kepentingan Pemegang Saham Minoritas...70
4. Kepentingan Kreditur...78
BAB IV AKIBAT HUKUM DARI SPIN OFF TERHADAP PERUSAHAAN YANG DIPISAHKAN DARI PERUSAHAAN YANG MERUPAKAN HASIL PEMISAHAN………..81
A. Pentingnya Spin Off...81
B. Akibat Hukum Spin Off Terhadap Perusahaan Yang Dipisahkan (Induk) ..…82
C. Akibat Hukum Spin Off Terhadap Perusahaan Hasil Pemisahan (Anak Perusahaan)………104
D. Analisa Holding dan SpinOff PT.Pupuk Sriwidjaya (Pusri)...111
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN………...116
A. Kesimpulan………116
B. Saran………..118
ABSTRAK
Mengingat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas khususnya dalam Bab VIII pada pasal 126, pasal 127, pasal 128, telah diatur mengenai pemisahan perseroan. Selanjutnya pada pasal 135, pemisahan dibedakan atas pemisahan murni dan pemisahan tidak murni (spin off) maka dengan adanya Undang-Undang Perseroan Terbatas ini dapat memberikan manfaat bagi pengelolahan perseroan guna meningkatkan kinerjanya, sehingga spin off perlu dilakukan dalam restrukturisasi perseroan dan melalui proses pelaksanaannya dalam restrukturisasi perseroan mampu menghasilkan peran pranata spin off yang berguna untuk mencapai tujuan dari restrukturisasi perseroan di Indonesia.
Rumusan permasalahan dalam penelitian ini penulis merumuskan 3 (tiga) permasalahan yang diteliti yakni sebagai berikut:Mengapa spin off perlu dilakukan dalam restrukturisasi perseroan. Bagaimana proses pelaksanaan spin off dalam suatu perseroan. Bagaimana akibat hukum dari spin off terhadap perseroan yang dipisahkan dan Perseroan yang merupakan hasil pemisahan.
Penelitian ini mengunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan yang bersifat kualitatif, yakni mengacup ada nilai dan norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Sebagai bahan hukum primer digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan Spin off perlu dilakukan di dalam restrukturisasi perseroan, karena ada beberapa alasan penting bagi perseroan untuk melakukan restrukturisasi antara lain karena persaingan, fleksibilitas dan biaya awal yang begitu tinggi. Proses pelaksanaan spin off dalam suatu perseroan pre-spin off dalam hal ini merupakan keadaan sebelum spin off dimana dalam tahap ini, tugas dari seluruh jajaran direksi maupun manajemen kedua atau lebih perseroan untuk mengumpulkan informasi yang kompeten dan signifikan untuk kepentingan proses spin off perseroan-perseroan tersebut. Akibat hukum dari spin off terhadap perseroan yang dipisahkan dari perseroan yang merupakan hasil pemisahan. Latar belakang terbentuknya spin off adalah adanya rencana perubahan holding company (induk perusahaan) dari bentuk operating holding menjadi non operating holding dengan alasan agar lebih fokus dalam pengelolahan sinergi korporasi antara sesama perseroan yang kelak menjadi anak perseroan.
Saran dalam penelitian ini bahwa dalam pemisahan (spin off) perseroan dan restrukturisasi perlu mencermati dasar hukum, jenis restrukturisasi dan tujuan restrukturisasi perseroan. Dalam proses pelaksanan spin off perseroan harus memperhatikan kepentingan perseroan, karyawan, pemegang saham minoritas dan kreditor. Pentingnya spin off terhadap perseroan yang menyebabkan akibat hukum tehadap perseroan yang dipisahkan (induk perseroan) dan terhadap perseroan hasil pemisahan (anak perseroan) harus memperhatikan asas-asas perundang-undangan di Indonesia.
ABSTRACT
Given the Law Number 40 Year 2007 regarding Limited Liability Company, especially in Chapter VIII in Article 126, Article 127, Article 128, have been set regarding the separation of the company. Later in the article 135, distinguished on the separation separation separation of pure and impure (spin off) then the presence of a Limited Liability Company Act can provide benefits to the processing company to improve its performance, so the spin offs need to be done in restructuring the company and through its implementation process in restructuring of the company is capable of producing spin off the role of institutions that are useful to achieve the goal of restructuring the company inIndonesia.
The formulation of the problem in this study the authors formulate the 3 (three) who studied the issue as follows: Why spin offs need to be made in restructuring the company. How does the implementation process in a spin off company. How does the legal consequences of the spin off of the company separated, and the Company which is a result of separation.
This study uses normative research method with qualitative approach, which includes the existing values and norms of law contained in the legislation. As the primary legal materials used in this study is the Act No.40 Year 2007 regarding Limited Liability Company.
The conclusion from this study indicate Spin offs need to be done in the restructuring of the company, because there are several important reasons for the company to restructure partly because of competition, flexibility and initial cost of implementing such high. Procces spin off in a pre-spin off the company in this is a state before the spin off which in this stage, the task of the entire board of directors and management company for two or more competent and collect significant information for the benefit of the spin off these corporations. Due to the law of the spin off company that is separated from the company which is a result of separation. The background of the formation of a spin off is a planned change in the holding company (parent company) of the form of a non-operating holding company operating a holding on the grounds that more focus in processing corporate synergies among the company that would become the companyofchildren.
Suggestions in this study that the separation (spin off) and restructuring the company must be careful about the legal basis, type of restructuring and corporate restructuring purposes. In the process of executing a spin off company must consider the interests of the company, employees, minority shareholders and since reditor. The importance of spin off of the company that caused due to company law which separated (parent company) and the separation of the company (a subsidiary company) should pay attention to the principles of legislation in Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara logis dapat dijelaskan bahwa semakin formal media ekonomi yang digunakan
sebagai alat pemenuhan kebutuhan dari aspek ekonomi maka akan semakin kompleks pula
instrumen yang terkait dalam pola usaha tersebut di mata hukum. Kekompleksitasan itu
disebabkan karena banyaknya instrumen baik dari sisi hukum maupun dari sisi ekonomi yang
terlibat didalamnya yang memerlukan perlakuan dan perhatian lebih serius lagi. Dikatakan harus
lebih serius lagi bila dibandingkan dengan menjalankan aktifitas ekonomi tanpa wadah yang
formal dari mata hukum, karena apabila ada sedikit saja unsur yang salah dalam satu wadah yang
formal di bidang ekonomi yang telah dijadikan tempat untuk pelaksanaan tujuan ekonomi
tentunya akan mengakibatkan gangguan atau bahkan kehancuran bagi sistem atau wadah
ekonomi tersebut. Wadah ekonomi yang dimaksud dalam hal ini adalah badan usaha baik yang
berstatus badan hukum dan yang berstatus bukan badan hukum.1
Perseroan terbatas merupakan bentuk usaha yang sangat ideal, karena bentuk usaha ini
merupakan konsentrasi modal, tidak mempertimbangkan lagi latar belakang dari pemegang
sahamnya terutama pada jenis perseroan terbatas terbuka. Hubungan antar pribadi para
pemegang saham bukan lagi menjadi pertimbangan utama, karena yang diutamakan adalah besar
dana yang ditanam dalam saham perseroan terbatas. Faktor kelaziman tersebut merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memilih pembentukan perseroan terbatas.
1
Perlu diingat kembali bila memperhatikan subjek hukum atau rechtspersoon, maka
terdapat pembagian secara umum yakni sebagai berikut:2
1. Rechtspersoon yang berstatus badan hukum
Untuk Rechtspersoon yang berstatus badan hukum, bila memperhatikan hukum perdata di
Indonesia khususnya dilapangan hukum perseroan dikenal beberapa bentuk yaitu koperasi,
yayasan dan perseroan terbatas.
2. Rechtspersoon yang berstatus bukan badan hukum
Sedangkan untuk Rechtspersoon yang berstatus bukan badan hukum terdiri dari
perkumpulan, paguyuban sosial kemanusian, persekutuan perdata yang bergerak di bidang
agama dan pendidikan (misalnya kelompok belajar, bermain atau olahraga), persekutuan perdata
di bidang ekonomi misalnya comanditaire venootschaap (CV), firma, usaha dagang (UD), dan
bentuk lain yang serupa dengan itu yang berada di luar status badan hukum sebagaimana telah
disebutkan diatas.
Dalam tulisan ini penelitian membatasi pembahasan hanya pada Rechtspersoon yang
berstatus badan hukum terutama bergerak di bidang ekonomi murni yaitu Perseroan Terbatas.
Perseroan Terbatas menurut hukum positif di Indonesia yaitu Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 diartikan sebagai berikut:
“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang ini serta peraturan pelaksananya”.3
2
Ibid, hal. 9.
3
Perlu dicermati bahwa negara Indonesia merupakan penganut ekonomi Pancasila dimana
dalam hal penguasaan aspek ekonomi oleh negara tidak mutlak berada dalam tangan
penyelenggara negara atau seperti layaknya sistem ekonomi komunis, sekaligus bukan pula
membiarkan secara liar bagi warga negara untuk melaksanakan aktifitas ekonomi guna
pencapaian tujuan ekonominya masing-masing dengan cara menghalalkan segala cara atau
seperti halnya sistem ekonomi liberal atau kapitalis. Namun sistem ekonomi yang dianut di
Indonesia ini merupakan jalan tengah dari kedua sistem ekonomi yang mayoritas dianut oleh
negara-negara lain di dunia.4
Hal ini dapat dibuktikan melalui pengaturan tentang Perseroan Terbatas dimana secara
tegas negara memberikan kebebasan dari sisi materiil bagi para pihak pembentuk perseroan
tersebut dengan ikatan hukum berupa janji, namun disisi lain negara juga menunjukkan
otoritasnya sebagai pembuat hukum dengan mengadakan unifikasi hukum di bidang hukum
formal yaitu dalam hal prosedur kelembagaan dan pembuatan/pendirian Perseroan Terbatas (PT).
Negara telah merancang sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan kedudukan antara
warga negara dengan negara.
Dewasa ini terdapat banyak badan usaha yang berstatus badan hukum terutama Perseroan
atau Perseroan Terbatas (PT) yang telah berkembang menjadi perseroan yang mempunyai
banyak unit-unit kegiatan usaha. Unit-unit kegiatan usaha tersebut merupakan suatu divisi yang
relatif independen, tetapi dapat juga merupakan suatu bagian yang hanya sebagai pelaksana
keputusan dari kantor pusat suatu Perseroan Terbatas (PT).Ketika perseroan memberikan adanya
tingkat kebebasan (degree of independence) kepada unit-unitnya tersebut, tanpa didasari hal itu
dapat membawa dampak negatif bagi perseroan yakni sewaktu-waktu perseroan akan
4
menghadapi kesulitan dalam mengendalikan unit-unit tersebut. Kesulitan tersebut juga dapat
timbul karena berkaitan dengan jenis usaha yang beraneka ragam, dapat juga karena masalah
trade off antara kecepatan pengambilan keputusan dan pengendalian terhadap jenis usaha yang
berlangsung pada suatu perseroan.5
Di samping hal-hal di atas, dalam kegiatan operasionalnya perseroan juga tidak selalu
mampu berkembang dengan baik. Kadang-kadang perseroan terpaksa melakukan downsizing
dapat mempertahankan kelangsungan usahanya, bahkan Perseroan terpaksa membubarkan diri
karena kerugian terus-menerus yang dialaminya. Perseroan dapat menghadapi kesulitan baik
karena alasan operasional maupun dapat juga karena alasan keuangan. Alasan yang pertama
berarti perseroan menanggung biaya operasi yang lebih besar dari penghasilan operasinya.
Sebab yang kedua, Perseroan menghadapi kesulitan keuangan karena beban keuangan tetap yang
terlalu besar. Mungkin dari sisi operasional masih menghasilkan keuntungan operasi, tetapi laba
operasi tersebut tidak mampu untuk memenuhi kewajiban finansialnya. Masalah-masalah ini
menyebabkan perseroan melakukan restrukturisasi. Restrukturisasi merupakan suatu strategi
bisnis yang tetap untuk diimplementasikan pada perseroan-perseroan terkategori under
perfoming. Istilah restrukturisasi perseroan menjadi populer di Indonesia sejak awal krisis
moneter dan krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 yang lalu. Kendatipun demikian, krisis
ekonomi hanyalah salah satu faktor penyumbang yang mengakibatkan hancurnya dunia bisnis
nasional. Faktor penyumbang lain yang tidak kalah signifikannya dalam memicu terpuruknya
kinerja perseroan-perseroan nasional pada umumnya adalah kurang sehatnya iklim usaha dan
budaya bisnis yang diterapkan oleh para pelaku ekonomi nasional.6
5
Ibid, hal.58.
6
Kondisi ini justru terungkap secara jelas setelah krisis ekonomi melanda Indonesia,
ternyata struktur ekonomi Indonesia tergolong sebagai biaya tinggi yang diwarnai oleh
praktik-praktik manipulasi dan berbagai bentuk inefficieny pengelolahan usaha. Dibalik fenomena itu
terbukti pula bahwa sesungguhnya faktor-faktor fundamental perekonomian Indonesia selama
beberapa dasawarsa terakhir ini sangat rapuh dan rentan terhadap krisis. Hal ini terefleksi para
realitas kehancuran dunia usaha nasional sejak awal krisis terjadi. Realitas ini terungkap oleh
banyaknya perseroan nasional baik swasta maupun BUMN, yang dilanda kesulitan likuiditas
akibat terpicu oleh teralaminya kerugian secara periodik dan beban utang yang melebihi nilai riil
aktiva mereka sehingga tidak mengherankan jika banyak mereka yang tergolong dalam kategori
non-performing (distress) enterprises.7
Dalam kondisi yang demikian, restrukturisasi perseroan menjadi satu-satunya alternatif
strategi pemulihan dan peningkatan kerja perseroan.Restrukturisasi perseroan juga merupakan
bagian penting dari program reformasi ekonomi. Restrukturisasi perseroan melibatkan
restrukturisasi assets dan liabities perseroan termasuk struktur perbandingan hutang dan modal
sendiri perseroan tersebut, yang sejalan dengan kebutuhan cash flow untuk meningkatkan
efisiensi, memperbaiki pertumbuhan dan meminimalkan biaya pajak.8
Strategi restrukturisasi digunakan untuk mencari jalan keluar bagi perseroan yang tidak
berkembang, sakit atau adanya ancaman bagi organisasi atau industri diambang pintu perubahan
yang signifikan. Pemilik umumnya melakukan perubahan dalam tim unit manajemen, perubahan
strategi, atau masuknya teknologi baru dalam perseroan. Selanjutnya sering diikuti oleh akuisisi
untuk membangun bagian yang kritis, menjual bagian yang tidak perlu, guna mengurangi biaya
7
Ibid, hal. 178.
8
akuisisi secara efektif. Hasilnya adalah perseroan yang kuat, atau merupakan transformasi
industri. Strategi restrukturisasi memerlukan tim manajemen yang mempunyai wawasan untuk
melihat ke depan, kapan perseroan berada pada titik undervalued atau industri pada posisi yang
matang untuk transformasi. Wawasan yang sama diperlukan untuk melakukan turn around pada
unit usaha, bahkan pada bisnis yang tidak familiar.9
Restrukturisasi perseroan bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan atau
memaksimalisasi kinerja suatu perseroan padahal setiap kali perseroan melakukan perbaikan
baik dalam skala kecil maupun skala besar, tujuannya adalah untuk memperbaiki kinerja
perseroan. Tentu saja perseroan tidak perlu menunggu terlebih dahulu terjadinya penurunan baru
dilakukan perbaikan, sehingga perbaikan atau pembenahan jenis usaha pada suatu perseroan
perlu dilakukan secara terus-menerus. Pada umumnya istilah restrukturisasi digunakan jika
perseroan ingin melakukan perbaikan secara menyeluruh, dan tujuannya adalah untuk
memperbaiki dan memaksimalkan kinerja perseroan.
Restrukturisasi dalam perseroan dapat dibedakan menjadi :
1. Restrukturisasi Bisnis yaitu penataan kembali rantai bisnis dengan tujuan untuk
meningkatkan keunggulan dan daya saing (competitive advantage) perseroan.
Restrukturisasi bisnis dapat ditempuh melalui berbagai alternatif, yaitu:
a) Regrouping dan konsolidasi.
b) Join Operation.
c) Strategic Alliancies.
d) Strategic Business Unit (SBU).
9
Dean Novel, Analisis Restrukturisasi Perseroan (Jakarta : Universitas Pancasila, 2002),
e) Divestasi.
f) Likuidasi.
2. Restrukturisasi keuangan yaitu penataan kembali struktur keuangan perseroan untuk
meningkatkan kinerja keuangan perseroan restrukturisasi keuangan dapat dilakukan dengan
beberapa alternatif yaitu :
a) Menjadwalkan kembali pembayaran bunga dan pokok pinjaman.
b) Penjadwalan kembali pembayaran pokok pinjaman.
c) Mengubah utang menjadi modal sendiri (debt equity swap).
d) Menjual non-care business melalui spin off, sell of ,atau liquidation
e) Mengundang karyawan dan manajemen untuk membeli saham perseroan.
f) Penjualan saham kepada publik (go public)
3. Restrukturisasi Manajemen yaitu penataan manajemen dapat dipenuhi dengan melalui
beberapa cara yaitu :
a) Business processreengincering adalah proses penataan ulang secara radikal manajemen
dan bisnis perseroan.
b) Delaying dan right sizing adalah pengurangan lapisan-lapisan dalam struktur organisasi
perseroan, yang bertujuan untuk mengurangi destorsi informasi akibat terlalu banyaknya
jenjang organisasi.
c) Downsizing yaitu pengurangan jumlah dari karyawan atau lembaga kerja dalam
perseroan.
d) Downscoping adalah pengecilan bisnis melalui pengurangan unit-unit yang tidak penting
dan mempertahankan core business saja.10
10
4. Restrukturisasi Organisasi yaitu penataan ulang organisasi dapat dilakukan dengan
pergantian komisaris, struktur manajemen atau menyangkut status perseroan. Pada umumnya
restrukturisasi organisasi ditempuh melalui konsolidasi internal, hal ini dilakukan melalui
penciutan jumlah cabang, kantor wilayah atau jaringan distribusi pada suatu perseroan.11
Restrukturisasi juga dibutuhkan dalam industri perbankan dimana secara nyata ditemukan
praktek bank yang menjalankan 2 (dua) sistem dalam hal prinsip ekonominya, yakni terdapat
bank yang menjalani prinsip kerjanya dengan berbasis bunga (interest) dalam kegiatan usaha
yang berbasis ekonomi Islam atau bahkan memiliki anak usaha yang basis sistem ekonominya
berbeda atau bertolak belakang dengan perseroan induknya. Sehingga kenyataan ini
mengakibatkan industri perbankan melakukan spin off dalam merestrukturisasi usahanya.
Mencermati hal itu negara yang secara hukum memiliki otoritas untuk memecahkan
masalah yang terdapat di masyarakat mengambil sikap tegas dalam bidang Perseroan Terbatas
dimana dikenalkan pranata hukum pemisahan (spin off) dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 yang mengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995. Adapun dalam keseharian, pranata
hukum yaitu spin offtidak atau belum lazim digunakan baik dalam ruang lingkup perseroan
maupun dalam dunia usaha, walaupun demikian spin off secara materiil telah dilakukan jauh
sebelum berlakunya Undang Nomor 40 Tahun 2007. Dalam pasal 1 angka 12
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, istilah spin off disebut dengan
pemisahan. Selanjutnya dalam Pasal 135, Pemisahan dibedakan antara Pemisahan Murni dan
Pemisahan Tidak Murni.12
11
Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta :Djambatan, 2009), hal.364
12
Pemisahan murni mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena
hukum kepada 2 (dua) Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang
melakukan pemisahan usaha tersebut berakhir karena hukum. Sedangkan Pemisahan tidak murni
mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva beralih karena hukum kepada satu Perseroan lain atau
lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada.
Bagi industri perbankan kontruksi hukum ini baru dilegislasikan dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, meskipun sebelumnya sudah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam Pasal 1 angka 32
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Spin off (pemisahan) adalah
pemisahan usaha dari satu bank menjadi dua badan usaha atau lebih, sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Pengatur spin off dalam perbankan syariah ini secara spesifik ditujukan untuk
menerapkan substansi UU Perbankan Syariah atau untuk menjamin terpenuhinya prinsip-prinsip
syariah, khususnya terhadap Unit Usaha Syariah (UUS) yang secara korporasi masih berada
dalam satu entitas dengan Bank Umum Konvensional. Namun konstruksi hukum spin off ini
dapat digunakan oleh industri perbankan dalam merestrukturisasi usahanya.13
Dari penjelasan mengenai spin off di atas, jelas bahwa pemisahan aset dan kewajiban dari
suatu perseroan menjadi perseroan baru yang independen (entitas yang terpisah) merupakan
unsur yang paling penting dalam proses hukum spin off. Dalam prakteknya, pemisahan aset dan
kewajiban tersebut umumnya adalah beberapa pemisahan unit usaha (divisi) tertentu menjadi
suatu perseroan baru yang kegiatan usahanya bisa sama atau berbeda dengan perseroan
awalnya.14
13
Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perseroan (Jakarta :Kencana, 2010), hal. 125.
14
Berkenaan dengan pemegang saham atas perseroan baru hasil pemisahan, baik dalam
UUPT maupun UU Perbankan Syariah tidak ada disebutkan secara tegas pihak yang menjadi
pemegang saham atas perseroan yang baru tersebut. Terhadap hal ini, Fred B.G. Tumbuan
mengemukkan bahwa kaedah pokok dalam hal pemisahan adalah bahwa para pemegang saham
yang melakukan pemisahan karena hukum menjadi pemegang saham dari perseroan yang
menerima peralihan aktiva dan pasiva.15
Aspek hukum lainnya yang juga penting dalam Spin off ini adalah terkait dengan status
karyawan. Dalam perpektif Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(UU Ketenagakerjaan), pemisahan (spin off atau split off) adalah merupakan salah satu bentuk
perubahan status perseroan sebagaimana dimaksud pasal 163 UU Ketenagakerjaan. Sebagaimana
disebutkan, bahwa pada spinoff, sebagian aktiva dan pasiva suatu perseroan beralih karena
hukum kepada suatu perseroan baru (perseroan yang memisahkan diri), maka oleh karena itu
entitas (entity) dan pemegang saham (owners) pada perseroan yang melakukan pemisahan
tersebut adalah juga menjadi entity dan owners di perseroan yang memisahkan diri.
Dengan demikian, hubungan hukum di perseroan yang memisahkan diri merupakan
lanjutan dari perseroan yang melakukan pemisahan. Begitu juga dengan hubungan kerja pada
perseroan yang melakukan pemisahan, artinya hubungan kerja karyawan di perseroan yang
melakukan pemisahan berlanjut perseroan yang memisahkan diri.16
Selain hal di atas, dari sisi pengenaan pajak terhadap perseroan apabila spin off
dilaksanakan maka akan ada pertambahan subjek pajak sebagai konsekuensinya yakni berupa
berdirinya sebuah perseroan yang baru atau badan usaha yang juga berstatus badan hukum.
15
Ibid, hal. 82.
16
Seperti hal penetapan pajak perseroan pada umumnya, perseroan yang merupakan hasil
pemisahan dikenakan antara lain pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, HTNB. Mengenai
perpajakan ini, perseroan awal atau induk perseroan menjadi semakin terbebani akibat penetapan
pajak ganda oleh pemerintah. Namun bagi pemerintah, dengan bertambahnya perseroan akibat
dari aktifitas pranata hukum spin off maka akan meningkatkan volume pendapatan negara dari
sektor pajak dan retribusi.
Dalam khazanah hukum, sebenarnya terdapat kontruksi hukum yang lain dimana sudah
sangat dikenal dan mirip dengan mekanisme spin off yaitu penggabungan perseroan (merger).
Karena kemiripan ini maka dalam beberapa istilah, spin off seringkali juga disebut dengan
demerger. Bentuk kemiripannya terutama adalah dengan menyebabkan beralihan secara hukum
seluruhnya hak dan kewajiban bank yang melakukan pemisahan, sebagaimana halnya dengan
konstruksi hukum penggabungan(merger).17
Kontruksi hukum merger sendiri telah mendapat pengaturan yang cukup lama dalam
perundang-undangan di Indonesia, dan dalam prakteknya merger dalam telah dilakukan sejak
tahun 1971-1972 yaitu sejal terjadinya merger pertama kali dari beberapa bank nasional yang
kemudian menjadi PT. PAN Indonesia Bank (Bank Panin). Sedangkan kontruksi hukum spin off
di industri perbankan baru mengemuka setelah timbulnya wacana pemisahan fungsi unit syariah
dari beberapa bank nasional akhir-akhir ini.18
Mengingat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas khususnya
dalam Bab VIII pada pasal 126, pasal 127, pasal 128, telah diatur mengenai pemisahan
17
DS, Meilala, Itikad baik dalam KUH Perdata, (Bandung:Penerbit Bina Cipta, 1987),hal.61.
18
perseroan. Selanjutnya pada pasal 135, pemisahan dibedakan atas pemisahan murni dan
pemisahan tidak murni (spin off) maka dengan adanya Undang-Undang Perseroan Terbatas ini
dapat memberikan manfaat bagi pengelolahan perseroan guna meningkatkan kinerjanya,
sehingga spin off perlu dilakukan dalam restrukturisasi perseroan dan melalui proses
pelaksanaannya dalam restrukturisasi perseroan mampu menghasilkan peran pranata spin off
yang berguna untuk mencapai tujuan dari restrukturisasi perseroan di Indonesia.19
Berdasarkan uraian yang telah dikemukan di atas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dalam bentuk karya ilmiah dengan fokus judul adalah “Tinjauan Yuridis Terhadap
Spin Off Dalam Restrukturisasi Perseroan”.
B. Permasalahan
Sesuai dengan latar belakang di atas, maka beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan
dalam penelitian tesis ini adalah sebagai berikut :
1. Mengapa spin off perlu dilakukan dalam restrukturisasi perseroan?
2. Bagaimana proses pelaksanaan spin off dalam suatu perseroan?
3. Bagaimana akibat hukum dari spin off terhadap perseroan yang dipisahkan dan Perseroan
yang merupakan hasil pemisahan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian tesis ini adalah sebagai berikut:
19
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan perlukan dilakukan spin off dalam
restrukturisasi perseroan.
2. Untuk mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi dan cara yang digunakan dalam
proses pelaksanaan spin off dalam suatu perseroan.
3. Untuk mengetahui akibat dari spin off terhadap perseroan yang dipisahkan dan perseroan
yang merupakan hasil pemisahan.
D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yaitu baik
secara teoritis maupun secara praktis, yakni tentang :
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut dan sebagai bahan
pertimbangan yang penting dalam mengambil suatu kebijakan dalam pengelolahan
perseroan serta diharapkan dapat memberi manfaat bagi bidang hukum bisnis
terutama dalam perkembangan hukum Perseroan Terbatas.
2. Secara praktis
a. Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah dalam upaya pembaharuan dan
pengembangan hukum nasional ke arah pengaturan kebijakan dalam pengelolaan
perseroan milik negara (BUMN).
b. Sebagai informasi bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk mengetahui pengaturan
c. Sebagai bahan referensi atau rujukan untuk dikaji kembali bagi para peneliti lebih
lanjut untuk menambah wawasan hukum bisnis terutama yang membahas tentang
perseroan dengan mengambil poin-poin tertentu.
d. Sebagai informasi untuk membuka inspirasi bagi pelaku bisnis atau pihak-pihak yang
memiliki kedudukan sebagai organ-organ dalam suatu perseroan (pemegang saham,
direktur, dan komisaris) bahkan investor agar mampu memahami ruang lingkup spin
off dalam restrukturisasi perseroan.
E. Keaslian Penelitian
Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama dalam
penelitian ini, maka peneliti melakukan pemeriksaan data tentang “ Tinjauan Yuridis Terhadap
Spin Off Dalam Restrukturisasi Perseroan”, kemudian menurut data yang diperoleh berkenaan
dengan judul yang persis sama dengan judul di dalam penelitian ini, baik menurut perpustakan
program studi ilmu hukum maupun perpustakaan pusat Universitas Sumatera Utara serta di
perpustakaan di luar dari kampus Universitas Sumatera Utara dan pada institusi lain berkenaan
dengan judul diatas, ternyata penelitian belum pernah dilakukan peneliti yang lain ( terdahulu)
mengenai topik dan permasalahan yang sama meskipun dalam bentuk makalah dan bentuk
seminar maupun dalam diskusi panel sudah pernah dilakukan pembahasan atau diskusi, juga
tidak sama dengan judul dalam penelitian ini.
Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan peneliti, bahwa
penelitian ini memiliki keaslian dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung
proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsional
1. Kerangka Teori
Didalam penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis sebagaimana yang dikemukakan
oleh Ronny H. Soemitro bahwa untuk memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap
penelitian haruslah selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Teori menempati
kedudukan yang penting untuk merangkum dan memahami masalah secara lebih baik. Hal-hal
yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu
sama lain secara bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan
mensistematiskan masalah yang dibicarakannya.
Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis,
sipenulis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem)yang bagi sipembaca menjadi bahan
perbandingkan, pasangan teoritis, yang mungkin ia setujui atau pun yang tidak disetujuinya dan
ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca. Menurut Kaelan M.S, landasan teori dalam
suatu penelitian adalah merupakan dasar-dasar operasional dari suatu penelitian. Landasan teori
dalam suatu penelitian adalah bersifat strategi yang artinya memberikan realisasi pelaksanaan
penelitian.
Untuk mengkaji mengenai tujuan yuridis dalam konteks spin off dalam restrukturisasi
hukum diantaranya yaitu teori harta kekayaan bertujuan, teori organ, teori Leer van het amblelijk
vermogen.20
Menurut Teori Harta Kekayaan bertujuan bertujuan dari Brinz, yang menyatakan bahwa
terdapat kekayaan yang tidak ada pemiliknya tetapi terikat pada tujuan tertentu kemudian diberi
nama badan hukum.21
Menurut Teori organ dari Otto van Gierke, menyatakan bahwa badan hukum itu adalah
suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada di dalam pergaulan
hukum. Dimana badan hukum itu mempunyai kehendak dan kemauan sendiri yang dibentuk
melalui alat-alat perlengkapannya yaitu pengurus dan anggota-anggotanya.
Teori selanjunya yaitu Leer van het ambtelijk vermogen atau ajaran tentang harta kekayaan
yang dimiliki seseorang dalam jabatannya yang dipelopori oleh Holder dan Bilder. Penganut
ajaran ini menyatakan bahwa tidak mungkin mempunyai hak jika dapat melakukan hak itu.
Dengan lain perkataan, tanpa daya berkehendakmakatidak ada kedudukan sebagai subjek hukum.
Untuk badan hukum yang berkendak ialah para pengurus, maka pada badan hukum semua hak
itu diliputi oleh pengurus. Dalam kapasitasnya sebagai pengurus mereka adalah berhak, maka
disebut ambtelijk vermogen.22
Sebagaimana telah disinggung diatas, beberapa teori mengenai badan hukum sangatlah
penting dalam penulisan tesis ini karena melihat spin off dalam restrukturisasi perseroan
berdampak pada berdirinya suatu perseroan yang baru sebagai hasil pemisahan dari perseroan
20
R. Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta : Penerbit Pradnya Paramita, 1977), hal. 59.
21
Ronny H. Soemitro, Metedologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerti Ghalia, 1982), hal. 37.
22
yang telah ada sebelumnya. Mengingat bahwa perseroan yang baru berdiri tersebut juga
merupakan badan usaha yang berstatus badan hukum sama halnya seperti induk Perseroannya.
Berdasarkan UUPT bahwa badan usaha yang berbentuk perseroan merupakan badan
hukum, namun bukan berarti setiap badan hukum adalah perseroan. Di sini UUPT secara tegas
menyatakan bahwa Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum, yaitu suatu badan yang
dapat bertindak dalam lalu-lintas hukum sebagai subyek hukum dan memiliki kekayaan yang
dipisahkan dari kekayaan pribadi pengurusnya. Karena itu, Perseroan juga merupakan subjek
hukum, yaitu subjek hukum mandiri atau personastandi in judicio. Dia bisa mempunyai hak dan
kewajiban dalam hubungan hukum sama seperti manusia biasa atau natural person atau
natuurlijke person, dia bisa menggugat ataupun digugat, bisa membuat keputusan dan bisa
mempunyai hak dan kewajiban, utang-piutang mempunyai kekayaan seperti layaknya manusia.
Dalam pasal 1 ayat(1) Undang-Undang Perseroan Tebatas (UUPT) menegaskan bahwa
perseroan merupakan badan hukum yang terjadi karena undang-undang. Hal ini berbeda dengan
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang tidak tegas menyebutkan suatu perseroan
merupakan badan hukum. Dimana suatu badan hukum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Adanya harta kekayaan yang terpisah
Hal ini mengandung pengertian bahwa perseroan mempunyai harta kekayaan yang
terpisah dari harta para pemegang sahamnya. Dan didapat dari pemasukan para
pemegang saham yang berupa modal dasar, modal yang di tempatkan dan modal yang
disetor. Kekayaan yang terpisah itu membawa akibat sebagai berikut:
a) Kreditur pribadi dari para perseroan dan atau para pengurusnya tidak mempunyai hak
b) Persero dan juga para pengurusnya secara pribadi tidak dapat menagih piutang badan
hukum dari pihak ketiga;
c) Kompensasi antara hutang pribadi dan hutang badan hukum tidak diperkenalkan;23
d) Hubungan hukum, baik perikatan maupun proses-proses antara para persero dan atau
para pengurusnya dengan badan hukum dapat saja terjadi seperti halnya antara badan
hukum dengan pihak ketiga;
e) Pada kepailitan, hanya para kreditur badan hukum itu saja yang dapat menuntut harta
kekayaan yang terpisah itu.24
2) Mempunyai tujuan tertentu.
Tujuan tertentu dari suatu perseroan dapat diketahui dalam anggaran dasarnya
sebagaimana dalam pasal 12 huruf b UUPT menyebutkan bahwa Anggaran Dasar
memuat sekurang-kurangnya maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.25
3) Mempunyai kepentingan sendiri.
Maksudnya adalah hak-hak subyektif sebagai akibat dari peristiwa hukum yang dialami
yang merupakan kepentingan yang dilindungan hukum dan dapat menuntut serta
mempertahankan kepentingannya terhadap pihak ketiga
23
R. Soemitro, Op.Cit, hal. 28.
24
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perseroan Perseroan Terbatas, Bandung : Alumni, 2004, hal. 50.
25
4) Ada organisasi yang teratur.
Ciri yang keempat dari perseroan adalah badan hukum mempunyai organisasi yang
teratur, demikian pula dengan perseroan mempunyai anggaran dasar yang terdapat dalam
akta pendiriannya yang menandakan adanya organisasi yang teratur.26
Salah satu perbedaan yang cukup menonjol antara UUPT Nomor 40 Tahun 2007 ini
dengan peraturan yang digantikannya (UU Nomor 1 Tahun 1995) adalah adanya ketentuan
mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) dalam UUPT dan spin off atau
pemisahan atau pemekaran perseroan. Sistematika UUPT Nomor 40 Tahun 2007
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ini, diundangkan
pada tanggal 16 Agustus 2007, terdiri dari XIV BAB, 161 Pasal.
Memperhatikan keadaan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa keputusan-keputusan yang
menyangkut perubahan UUPT juga membawa beberapa perubahan mengenai Organ Perseroan
sebagaimana diatur dalam perundangan sebelumnya, yaitu mengenai :
a. Kedudukan RUPS bukan lagi sebagai organ tertinggi dalam suatu perseroan.
b. Adanya Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
c. Adanya direksi Independence.
d. Komisaris tidak boleh bertindak sendiri-sendiri, melainkan harus bersama-sama.
f. Konsep pemisahan menurut UUPT. 27
Spin Off terjadi ketika sebuah perseroan mendistribusikan seluruh saham biasa yang
dimiliki pada sebuah anak cabang yang dikuasainya untuk pemegang saham aslinya.
26 Agus Budiarto,
Seri Hukum Perseroan Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan
Terbatas, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002), hal.30.
27
2. Kerangka konsepsional
Kerangka konsepsional atau kontruksi secara internal pada pembaca berguna untuk
mendapat stimulasi atau dorongan konseptual dari bacaan dan tinjauan kepustakaan. Kerangka
konsepsional dibuat untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang keliru dan memberikan
arahan dalam penelitian, maka dengan ini dirasa perlu untuk memberikan beberapa konsep yang
berhubungan dengan judul dalam penelitian sebagai berikut :
1. Pemisahan (Spin Off) adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk
memisahkan usaha yang mengakibatkan sebagaian aktiva dan pasiva perseroan beralih
karena hukum kepada satu perseroan atau lebih.28
2. Spin off murni adalah pemisahan yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha
yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada
2 (dua) Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena
hukum kepada satu (1) perseroan atau lebih.29
3. Spin off tidak murni adalah pemisahan yang mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva
perseroan beralih karena hukum kepada satu perseroan lain atau lebih yang menerima
peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada.
4. Restrukturisasi diartikan sebagai penataan kembali struktur badan/lembaga sehigga
kinerja badan/lembaga tersebut dapat lebih efektif dan efisien. Kata efesien sering
dianalogikan dengan penghematan, yakni usaha–usaha untuk meningkatkan hasil kerja
28
Ibid, hal. 37.
29
lembaga badan/lembaga sehingga dengan penggunaan sumber daya sekecil mungkin
mendapatkan hasil kerja yang besar mungkin.30
5. Perseroan Terbatas adalah suatu perseroan atau badan usaha yang didirikan oleh 2 (dua)
orang atau lebih untuk menjalankan usaha dan memiliki badan hukum, dimana besar
modalnya tercantum dalam anggaran dasar yang terdiri atas saham-saham yang
pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham dimilikinya, serta kekayaannya terpisah dari
kekayaan pribadi pemiliknya sehingga memiliki harta kekayaan sendiri.
6. Aktiva adalah harta atau aset perseroan yang berwujud sebagai salah satu sumber
ekonomi perseroan yang diharapkan dapat memberikan manfaat usaha bagi perseroan
tersebut.31
7. Pasiva adalah kewajiban perseroan yang harus dibayar kepada pihak ketiga (kreditur)
atau pengorbanan ekonomis yang harus dilakukan oleh suatu perseroan pada masa yang
akan datang akibat kegiatan usaha perseroan.32
G. Metode Penelitian
Kata metode berasal dari kata Yunani “methods” yang berarti cara atau jalan. Sehubungan
dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja. yaitu cara kerja untuk dapat
memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Dalam bahasa Indonesia kata
metode berarti cara sistematis dan cara terpikir secara baik untuk mencapai tujuan. Oleh karena
itu sebagai sebuah penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian mulai dari
30
Ibid, hal. 39.
31
Ibid, hal. 40.
32
pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaedah-kaedah
penelitian sebagai berikut:33
1. Jenis dan Sifat Penelitian.
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan tesis ini adalah metode penelitian
hukum normatif. Metode penelitan hukum normatif adalah penelitian yang mengacu kepada
norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan
pengadilan. Ronald Dworkin menyebutkan metode penelitian tersebut juga sebagian penelitian
doctrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law
as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it is decided by the judge through
judicial process.34
Tiga alasan penggunaan penelitian hukum normatif yang bersifat kualitatif. Pertama,
analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan dinamis antara teori, konsep-konsep dan
data yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang
didasarkan pada data yang dikumpulkan35. Kedua, data yang akan dianalisis beraneka ragam,
memiliki sifat dasar yang berbeda antara yang satu dengan lainnya, serta tidak mudah untuk
dikuantifsir. Ketiga, sifat dasar data yang akan dianalisis dalam penelitian adalah bersifat
menyeluruh dan merupakan suatu kesatuan yang integral, dimana hal itu menunjukkan adanya
keanekaragaman data serta memerlukan informasi yang mendalam (indepth information).36
33
http://id.wikipedia.org/wiki/Perseroan_Terbatas
34
Agus Budiarto, Op.Cit, hal. 89.
35
William J. Filstead, Qualitative Methods : A Needed Perspective in Evaluation Reseaarch, dalam
Thomas D. Cook dan Charles S. Reichardt, ed, Qualitative and Quantitative Methods in Evalution Research,
(London : Sage Publications, 1979), hal. 38.
36
Ketiga kriteria penelitian kualitatif tersebut terdapat dalam penelitian tesis ini, sehingga
sangat beralasan menggunakan metode kualitatif dalam analisis data. Penelitian ini bersifat
menyeluruh karena berupaya mendalami keseluruhan aspek dari spin off dalam restrukturisasi
perseroan baik aspek etika bisnis maupun aspek hukum, yang keseluruhan dikonstruksikan
dalam uraian-uraian yang sistematis.
Penelitian ini juga berupaya mencari hubungan yang harmonis dari konsep-konsep yang
ditemukan dalam bahan-bahan hukum primer dan skunder dengan menggunakan teori atau
doktrin-doktrin hukum terkait tinjauan yuridis terhadap spin off dalam restrukturisasi
perseroan.37
2. Sumber Data
Sumber data digunakan dalam penelitian ini adalah terbagi atas:
a. Bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti, baik dalam bentuk perundang-undangan ataupun peraturan
perundang-undangan lainnya dalam hal ini antara lain UU No. 40 Tahun 2004 tentang
Perseroan terbatas, UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, KUHD, dan
KUHPerdata.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer
berupa buku-buku, makalah-makalah seminar, majalah, surat kabar dan bahan-bahan
tertulis lainnya yang berisikan pendapatt praktisi hukum dalam hal ini yang berhubungan
dengan permasalahan yang diteliti dan juga putusan pengadilan tentang masalah yang
diteliti.
37
c. Bahan hukum tertier, yaitu hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus hukum, ensiklopedia dan
berbagai kamus lain yang relevan.38
3. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Seluruh data
sekunder dikumpulkan dengan mempergunakan studi dokumen atau studi pustaka (library
reseach) untuk mendapatkan data sekunder berupa buku-buku pustaka, jurnal-jurnal,
tulisan-tulisan yang ada didalam media cetak dan dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini
di perpustakaan. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan
dipilah-pilah guna memperoleh asas-asas, kaedah dan doktrin hukum (di dalam UU PT dan UU
Perbankan Syariah) yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang sedang dihadapi
dan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan
dalam penelitian ini. Selanjutnya data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara induktif
kualitatif untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam
penelitian ini dapat dijawab.39
4. Analisis Data
Analisa data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam rangka
memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti, sebelum analisis data dilakukan terlebih
dahulu diadakan pengumuman data, kemudian dianalisis secara kualitatif dan ditafsirkan secar
logis dan sistematis, kerangka berpikir deduktif dan induktif akan membantu penelitian ini
38
Ronal Dworkin sebagaimana dikutip Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan
Perbandingan Hukum, Makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan
Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, 18 Febuari 2003, hal. 1.
39
khususnya dalam taraf konsistensi, serta konseptual dengan produser dan tata cara sebagaimana
yang telah ditetapkan oleh asas-asas yang berlaku umum dalam perundang-undangan.40
Pada penelitian hukum normatif, pengelolahan bahan-bahan hukum pada hakekat adalah
kegiatan untuk mengadakan sistematis terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematis berarti
membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan tertulis tersebut untuk memudahkan dalam penelitian,
kegiatan yang dimaksud dalam hal ini diantaranya memilih bahan hukum primer, sekunder, dan
tertier yang berisi peraturan perundang-undangan serta kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan
berkaitan dengan masalah spin off dalam restrukturisasi perseroan serta menemukan
prinsip-prinsip hukum lainnya secara sistematis sehingga menghasilkan klasifikasi tertentu yang terbagi
atasa penyebab terjadi spin off, proses pelaksanaan spin off dalam suatu Perseroan dan akibat
hukum dari spin off. Kemudian menemukan dan mengarahkan hubungan antara prinsip-prinsip
hukum dan klasifikasi dengan menggunakan kerangka teoritis yang ada sebagai analisis.
Selanjutnya menarik kesimpulan dari hasi penelitian yang diperoleh denga menggunakan logika
berpikir deduktif dan induktif.
40
BAB II
PEMISAHAN PERSEROAN (SPIN OFF) DAN RESTRUKTURISASI PERSEROAN
A. Restrukturisasi Perseroan
1. Pengertian dan Dasar Hukum
Adapun pengertian restrukturisasi menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti bahwa:
“restrukturisasi merupakan kegiatan untuk merubah struktur perseroan”. Sedangkan pengertian
dari restrukturisasi James C. Van Horne dan John M. Wachowicz, JR, yang diterjemahkan oleh
Dewi Fitriasari dan Denny Arnos Kwari, bahwa: “restrukturisasidiikuti dengan adanya
perubahan dalam struktur modal, operasi, atau kepemilikan perseroan yang merupakan rutinitas
usahanya”.41
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa restrukturisasiadalah tindakan atau kegiatan
merubah struktur perseroan melalui pertimbangan dan untuk tujuan tertentu, dimana semuanya
itu harus berdasarkan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Mengingat
restrukturisasi ini terjadi pada badan usaha, maka pihak pengambil keputusan dalan hal ini
adalah perseroan yang bertindak sebagai stakeholders. Restrukturisasi yang terjadi pada
perseroan meliputi restrukturisasi sumber daya manusia dan restrukturisasi keuangan. Dimana
hal ini diberlakukan agar pengelolaan perseroan sendiri dapat lebih optimal dalam meningkatkan
kinerja keuangan. 42
41
Ibid, hal. 76.
42
Dari kedua pengertian diatas pula, bahwa restrukturisasi dapat diartikan makin membesar
atau makin mengecilnya struktur organisasi suatu perseroan. Apabila diartikan dalam pengertian
pertama, maka kegiatan Spin Off juga merupakan upaya untuk melakukan restrukturisasi.
Dalam pengadaan restrukturisasi terhadap perseroan harus terdapat adanya prinsip
keterbukaan. Pelaksanaan prinsip keterbukaan ini sangat penting untuk dilakukan karena berguna
meningkatkan kepercayaan investor atau publik khususnya terhadap pasar modal, kemudian
dengan adanya prinsip keterbukaan dapat berfungsi juga untuk menciptakan mekanisme pasar
yang efisien. Filosofi ini di dasarkan pada konstruksi pemberian informasi secara penuh sehingga
menciptakan pasar modal yang efisien yaitu harga saham sepenuhnya merupakan refleksi dari
seluruh informasi yang tersedia.43
2.Jenis Restrukturisasi Perseroan
Akibat terjadinya krisis ekonomi atau ketidakpastian ekonomi global, banyak perseroan
yang tidak mampu lagi membayar hutangnya bahkan hanya untuk membayar bunga bank saja
tidak cukup. Oleh karena itu, banyak perseroan yang melaksanakan restrukturisasi, yaitu
penataan ulang sendi-sendi perseroan.
Adapun menurut Bramantyo Djohanputro, pada intinya bahwarestrukturisasi dapat
dikategorikan ke dalam 3(tiga) jenis sebagai berikut:44
a) Restrukturisasiaset (portofolio)
43
Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, ( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal.42
44
Restrukturisasi portofolio merupakan kegiatan penyusunan portofolio perseroan supaya
kinerja perseroan menjadi semakin baik. Yang termasuk kedalam portofolioperseroan adalah
setiap aset, lini bisnis, divisi, unit usaha atau SBU(strategic business unit), maupun anak
perseroan.45
b) Restrukturisasi keuangan (modal)
Restrukturisasi keuangan atau modal adalah penyusunan ulang komposisi modal perseroan
supaya kinerja keuangan menjadi lebih sehat. Kinerja keuangan dapat dievaluasi berdasarkan
laporan keuangan, yang terdiri dari neraca, laporan laba/rugi, laporan arus kas, dan posisi modal
perseroan. Berdasarkan data dalam laporan keuangan tersebut, analisis dapat diukur bedasarkan
rasio kesehatan,yang antara lain tingkat efesien (efficiency ratio), tingkat efektivitas
(effectiveness ratio), profitabilitas (profitabilitas ratio), tingkat likuiditas (liquidity ratio), tingkat
perputan aset (asset turnover), rasio ungkitan (leverage ratio), dan rasio pasar (market
ratio).46
c) Restrukturisasi manajemen/organisasi
Selain rasio-rasio diatas, tingkat kesehatan juga dapat diukur berdasarkan profil risiko
tingkat pengembalian (risk return profile).
Restrukturisasi manajemen/organisasi merupakan penyusunan ulang komposisi
manajemen, struktur organisasi, pembagian kerja, sistem operasional, dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan masalah manajerial keorganisasian. Tujuannya sama dengan kedua jenis
restrukturisasi diatas, yaitu supaya kinerja perseroan membaik. Dalam hal restrukturisasi
45
Ibid, hal. 80.
46
manajemen/organisasi, perbaikan kinerja diperoleh melalui beberapa cara, antara lain dengan
pelaksanaan yang lebih efesien dan efektif, pembagian wewenang yang lebih baik sehingga
keputusan tidak berbelit-belit, dan kompetensi staf yang lebih mampu menjawab permasalahan
di setiap unit kerja.47
Pada dasarnya, suatu perseroan dapat menerapkan salah satu jenis restrukturisasi pada satu
waktu. Tetapi hal yang banyak terjadi adalah suatu perseroan menerapkan dua atau lebih jenis
restrukturisasisekaligus karena aktivitas-aktivitas restrukturisasi tersebut saling terkait.Ketiga
jenis restrukturisasi tersebut dapat dilakukan dan dapat berorientasi jangka pendek maupun
panjang. Restrukturisasi jangka pendek berfungsi dalam rangka pembayaran utang perseroan
dalam batas waktu yang ditentukan dengan jatuh tempoh yang cepat, sedangkan restrukturisasi
jangka panjang berfungsi dalam rangka pembayaran utang perseroan dalam batas waktu yang
ditentukan dengan jatuh tempoh yang lama.
Selain itu, restrukturisasi dapat berdampak pada pengurangan, pengeccilan, atau
pemangkasan suatu aset, unit kerja, sistem atau modal dan dapat juga berdampak pada
penambahan, pembangunan, dan pengembangan baik aset, unit kerja, sistem, organisasi, maupun
permodalan.
MenurutBennett Silalahi,restrukturisasi pada perseroan atau organisasi dapat dibedakan
menjadi:48
47
Ibid, hal. 90.
48
Silalahi Bennett, Reorganisasi Perseroan Terbatas, (Bandung : Refika Aditama, 2001),
a) Restrukturisasi Keuangan
Yaitu penataan kembali struktur keuangan perseroan untuk meningkatkan kinerja keuangan
perseroan restrukturisasi keuangan dapat dilakukan dengan beberapa alternatif yaitu:
1) Menjadwal kembali pembayaran bunga.
2) Penjadwalan kembali pembayaran pokok pinjaman.
3) Mengubah hutang menjadi modal sendiri (debt equity swap). Hutang dikonversi dalam
bentuk saham.
4) Menjual non core business melalui spin off, sell of atau liquidation.
5) Mengundang investor individu yang potensial (privateplacement) ataupun karyawan dan
manajemen untuk membeli saham perseroan (managementbuyout).
6) Penjualan saham kepada public (go public). Manfaat utama dari go public adalah :
a. Mendapat tambahan fresh money atau fresh capital.
b. Memudahkan perseroan untuk melakukan diversifikasi.
c. Memudahkan dalam benchmarkingcompany value.
d. Melalui mekanisme pasar dapat meningkatkan pengawasan manajer perseroan.
e. Bagi BUMN, go public dapat mengurangi campur tangan birokrasi.
f. Akuntablitas pengelolaan perseroan akan menjadi lebih baik.
b) RestrukturisasiSumber Daya Manusia (SDM)
Restukturisasisumber daya manusia (SDM) pada perseroan dilakukan dengan adanya
pergantian jajaran direksi dan manajer serta pengurangan karyawan atau penambahan karyawan
yang dianggap lebih kompeten dan professional sesuai dengan kapasitas pada bidang