• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-Jenis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) yang Ditemukan di Lokasi Penelitian

MATERI TRANSPOR MEMBRAN Oleh:

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis-Jenis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) yang Ditemukan di Lokasi Penelitian

Jenis-jenis tumbuhan paku

(Pteridophyta) yang ditemukan di Kawasan

Hutan Nanga-Nanga Papalia Kelurahan

Anduonohu Kecamatan Poasia kota Kendari dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel Jenis-Jenis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) yang Ditemukan di Lokasi Penelitian. No.

Familia Genus Species

1 Cyatheaceae Cyathea Cyathea contaminans (Hook.) Copel.

2 Dryopteridaceae Tectaria 1. Tectaria branchiata

2. Tectaria sp.

3 Gleicheniaceae Gleichenia Gleichenia linearis (Burm.) Clarke.

4 Grammitidaceae Grammitis Grammitis sp.

5 Hymenophyllaceae Trichomanes 1. Trichomanes javanicum Blume.

2. Trichomanes sp. 7 Lomariopsidaceae Bolbitis Bolbitis sp.

8 Parkeriaceae Ceratopteris Ceratopteris thalictroides (L.) Borgn. 9 Polypodiaceae Adiantum Adiantum cuneatum Lungs. dan Fisch.

Anthrophyum Anthrophyum semicostatum Desv. Asplenium Asplenium polyodon G. Forster. Davallia Davallia denticulata (Brum.) Mett. Drynaria 1. Drynaria sparsisora (Desv.) Moore.

Elaphoglossum

2. Elaphoglossum angulatum (Blume).

Elaphoglossumrimbachii J.

Nephrolepis 1. Nephrolepis bisserata (Sw.) Schott.

2. Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr. Pteris 1. Pteris vittata L. Spec.

2. Pteris semipinnata L. Spec.

3. Pteris umbrossa L. Spec.

10 Thelypteridaceae Amphineuron Amphineuron terminans (Hook.) Holttum. Christella Christella dentata (Forssk) Browsey & Jermy 11 Selaginellaceae Selaginella Selaginella plana Hieron.

12 Schizaeaceae Lygodium Lygodium circinatum Sw.

PEMBAHASAN

Kawasan hutan Nanga-Nanga papalia memiliki kondisi lingkungan yang cukup lembab sehingga memungkinkan tumbuhan paku

(Pteridophyta) dapat tumbuh dengan baik, Tjitrosoepomo (1980) mengemukakan bahwa tumbuhan paku menyukai tempat-tempat yang teduh dan lembab.

Keberadaan tumbuhan paku di Hutan Nanga-Nanga disebabkan oleh kemampuan

adaptasi yang baik dari masing-masing spesies tumbuhan paku tersebut serta kemampuannya dalam berinteraksi dengan kondisi lingkungan dan tanah. Berdasarkan hasil penelitian faktor lingkungan yang diukur adalah suhu udara antara 25-28 0C, kondisi ini sesuai dengan suhu yang dibutuhkan oleh tumbuhan paku yang ditandai dengan banyaknya jenis tumbuhan paku yang dijumpai dilokasi penelitian. Kelembaban udara 47-58 %, suhu tanah 20-27 0C, pH tanah 6,2 - 6,8, intensitas cahaya 10.330-25.300 Lux dan ketinggian tempat 60-130 m dpl. Syafei (1994: 180) keasaman tanah sangat penting untuk menunjukkan kehadiran bahan-bahan mineral, pada pH tanah sekitar 6,5 bahan-bahan mineral yang terlarut dapat memenuhi kebutuhan tumbuhan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pH tanah yang terukur di Kawasan Hutan Nanga- Nanga Papalia sesuai untuk pertumbuhan tumbuhan paku (Pteridophyta). Selain itu Menurut Syafei (1994: 168) bertambah tingginya suatu tempat berasosiasi dengan meningkatnya keterbukaan, selain mengakibatkan penurunan suhu juga mempengaruhi kelembaban. Ketinggian mengakibatkan tumbuhan yang berada didaerah-daerah pegunungan menerima hujan lebih banyak daripada daerah rendah, sehingga memungkinkan tumbuhan paku (Pteridophyta) dapat tumbuh dengan baik.

Penyebaran habitat tumbuhan paku (Pteridophyta) yang ditemukan di Kawasan Hutan Nanga-Nanga papalia terdiri atas habitat terestrial, epifit dan paku air. Berdasarkan data yang diperoleh, tumbuhan paku (Pteridophyta) yang habitatnya terestrial yakni hidup di tanah ditemukan 18 jenis, yang habitatnya epifit 3 jenis, yang dapat hidup pada habitat terestrial dan epifit 5 jenis dan paku air 1 jenis. Dalam penelitian ini dilakukan 3 titik pengukuran parameter lingkungan untuk menandai keberadaan tumbuhan paku. Dari titik awal ketitik tengah sebelah kanan jalan setapak ditemukan 11 sampel yakni Amphineuron, Cyatheaceae, Chirtenssenia, Adiantum, Asplenium, Davallia, Drynaria, Grammitis, Elaphoglossum, dan Sellaginella. Selanjutnya dari titik tengah sampai akhir dijumpai 6 sampel yang termasuk dalam genus Nephrolepis, Pteris

dan Christella. Dari titik awal hingga tengah sebelah kiri jalan setapak dijumpai 4 sampel dari

genus Ceratopteris, Gleichenia, dan Lygodium, selanjutnya dari titik tengah sampai akhir dijumpai 6 sampel yang termasuk dalam genus

Tectaria, Trichomanes, Anthrophyum dan

Bolbitis.

Familia Cyathaceae merupakan tumbuhan paku yang berbentuk pohon. Spesies yang ditemukan adalah Cyathea contaminans

(Hook.) Copel. Menurut Sastrapradja (1980:77), jenis paku ini bentuknya khusus, hampir menyerupai bentuk kelapa sehingga mudah dibedakan dengan jenis paku yang lainnya. Paku ini tumbuhnya tidak menyendiri, melainkan bercampur dengan jenis-jenis lain. Kadang- kadang berkelompok dan dapat dijumpai pada lereng-lereng pegunungan baik yang terbuka maupun tempat-tempat yang terlindung. Tumbuhan ini ditemukan pada kondisi lingkungan dengan suhu 27 oC. Pada ketinggian tempat 90- 120 m dpl. Intensitas cahaya 25.300 lux. Kelembaban udara 50% dan pH tanah yang terukur 6,7. Sesuai dengan pernyataan Sastrapradja (1980) tumbuhan ini menyukai tempat yang tidak begitu kering, dekat dengan aliran sungai, tanah dengan nutrisi cukup, dan tumbuh baik di ketinggian 1- 2000 m dpl.

Familia Dryopteridacea yang ditemukan di lokasi penelitian 2 jenis tumbuhan yaitu

Tectaria branchiata dan Tectaria sp. Tumbuhan ini merupakan jenis tumbuhan paku yang hidup didaerah agak terbuka dan tidak terlalu kering. Jenis ini ditemukan di tepi aliran sungai pada kondisi lingkungan dengan suhu tanah 25-27 oC. Intensitas cahaya 10.330-10.800 Lux. Kelembaban udara 50-58 oC, dengan pH tanah yang terukur 6,2-6,4 pada ketinggian 60-90 m dpl. Menurut Holttum (1965), jenis ini dapat tumbuh berkelompok ditepi sungai hingga pegunungan, di ketinggian 40- 1500 m dpl.

Familia Gleicheniaceae yang ditemukan di lokasi penelitian yaitu Gleichenia linearis

(Burm.) Clarke. Jenis paku ini memiliki daun panjang yang setiap cabangnya akan bercabang lagi. Gleichenia merupakan tumbuhan paku yang tempat hidupnya meliputi daerah-daerah di tepi tebing, di pinggir-pinggir kali atau sungai. Tumbuhan ini ditemukan pada kondisi lingkungan dengan suhu berkisar antara 27- 28 o

C. Intensitas cahaya 10.440 - 25.300 lux. Kelembaban udara 50 – 58% pada pH tanah yang

terukur 6,2 - 6,8 dan ketinggian tempat 60 - 80 m dpl. Sesuai dengan pernyataan van Steenis (2005: 76), tumbuhan ini banyak dijumpai di daerah yang terkena cukup air seperti tepi sungai, terkena cahaya matahari dan tumbuh baik pada ketinggian 30 - 2.800 m dpl.

Familia Hymenophyllaceae yang ditemukan di lokasi penelitian sebanyak 2 jenis yaitu Trichomanes javanicum Blume dan

Trichomanes sp. Tumbuhan ini dijumpai di tanah yang lembab dan ternaung. Jenis tumbuhan ini ditemukan pada kondisi lingkungan dengan suhu udara 25 - 27 oC. Intensitas cahaya 10.330 - 25.300 Lux. Kelembaban udara 50 - 58 % dengan pH tanah yang terukur 6,2 - 6,7 pada ketinggian 60 - 120 m dpl. Menurut Sastrapradja (1980), tumbuhan ini hidupnya di tanah, terdapat di daerah terbuka maupun di daerah lembab, dapat dijumpai didataran rendah hingga pegunungan.

Familia Lomariopsidaceae merupakan tumbuhan paku terestrial yang banyak dijumpai di daerah ternaung dibawah pepohonan, dengan intensitas cahaya rendah, kelembaban tinggi dan berada di tepi sungai serta mengandung unsur hara yang cukup. Pada familia ini dijumpai 1 spesies yakni Bolbitis sp. Tumbuhan ini ditemukan pada kondisi lingkungan dengan suhu tanah 27 oC. Intensitas cahaya 10.330 lux. Kelembaban udara 58% dengan pH tanah yang terukur 6,4 pada ketinggian 90 m dpl. Menurut van Steenis & Holttum (1982) jenis tumbuhan dari suku Lomariopsidaceae ditemukan pada ketinggian 50 - 1200 m dpl, hanya beberapa spesies saja yang ditemukan pada ketinggian di atas 1500 m dpl. Sangat baik tumbuh pada daerah berbatu dan di tepi sungai.

Familia Marattiaceae yang ditemukan di lokasi penelitian adalah jenis Christensenia aescufolia (Bl) Maxon, merupakan jenis tumbuhan paku terestrial yang dapat berkembang di daerah terdedah maupun ternaung dan tanah agak kering. Tumbuhan ini di temukan pada kondisi lingkungan dengan suhu udara 27 - 28 o

C, kelembaban udara 47 - 50 %, suhu tanah 25 - 27 oC, intensitas cahaya 10.330 - 25.300 Lux dengan pH tanah yang terukur 6,2 - 6,8 pada ketinggian 90 - 130 m dpl. Menurut Tjitrosoepomo (1989), paku ini berupa paku

tanah, tumbuh diatas tanah yang agak kering dan terkena sinar matahari.

Familia Parkeriaceae yang ditemukan di lokasi penelitian adalah jenis Ceratopteris thalictroides (L) Borgn, merupakan tumbuhan paku air namun tetap mengambil zat makanan dari dalam tanah. Tumbuhan ini ditemukan di bagian tepi pada air yang tergenang, pada kondisi lingkungan dengan suhu udara 27 oC. Kelembaban udara 50 %. Intensitas cahaya 10.440 Lux pada ketinggian 60 m dpl. Menurut Sastrapradja (1980), jenis paku ini tumbuh di air yang tidak mengalir deras, di sawah, di rawa, di tepi-tepi sungai yang berlumpur dan menyukai daerah yang kena sinar matahari.

Familia Polypodiaceae merupakan kelompok tumbuhan paku yang paling banyak dijumpai jenisnya, karakteristik hidup dari beberapa jenisnya menempel pada tumbuhan yang ditumpanginya tetapi tidak bersifat merugikan, tetapi dapat pula tumbuh diatas tanah atau serasah. Banyaknya ditemukan jenis suku ini disebabkan oleh kondisi faktor lingkungan dilokasi penelitian sesuai bagi perkembangan tumbuhan suku ini. Familia Polypodiaceae

banyak ditemukan di lokasi penelitian secara terestrial maupun epifit. Menurut van Steenis (2005: 84) tumbuhan pada familia ini menyukai tempat ternaung dan terdedah. Selain itu familia ini cocok pada struktur tanah dengan topografi datar dan berbukit dapat dijumpai mulai ketinggian 0 -1. 300 m dpl, dari daerah mangrove sampai daerah gunung yang rendah. Selain itu Holttum (1967) menyatakan bahwa suku

Polypodiaceae mempunyai jumlah anggota terbesar di Kawasan Malesiana yang sebagian besar terdapat di kepulauan Indonesia, dan menyukai tempat ternaung maupun terdedah. Pada familia Polypodiaceae ditemukan 9 genus dan 12 spesies, yaitu genus Adiantum, Anthrophyum, Asplenium, Davallia, Drynaria, Elaphoglossum, Nephrolepis dan Pteris. Anthrophyum, Drynaria dan Elaphoglossum

tumbuh sebagai paku epifit yang menempel pada pohon, Nephrolepis, Asplenium, dan Davallia tumbuh pada tanah yang lembab, tetapi ada juga yang tumbuh sebagai epifit, sedangkan Adiantum

dan Pteris tumbuh pada tanah yang lembab, agak kering dan tanah gembur. Pernyataan ini didukung oleh Sastrapradja (1980: 44), bahwa

kelompok paku Polypodiaceae biasanya menumpang pada tumbuhan lain, tetapi dapat pula tumbuh di tanah cadas atau gembur berpasir. Tumbuhan ini ditemukan pada kondisi lingkungan dengan suhu berkisar antara 25– 28 o

C. Intensitas cahaya 10.330 - 13-980 lux. Kelembaban udara 47 - 50% pada pH tanah yang terukur 6,2 - 6,8 dan pada ketinggian 90 - 120 m dpl.

Familia Schizaceae yang ditemukan sebanyak 2 spesies yaitu Lygodium circinatum

Sw., dan Lygodium flexuosum (L.) Sw. Paku ini merupakan jenis paku yang tumbuh membelit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sastrapradja (1980:81), bahwa Lygodium merupakan tumbuhan paku yang menjalar dan merambat pada tumbuhan lain. Hidup di dataran rendah terutama pada tempat-tempat yang terbuka yang terkena cahaya matahari dan hujan yang cukup, dapat tumbuh pada ketinggian 1 - 1.200 m dpl. Di lokasi penelitian tumbuhan ini ditemukan pada kondisi lingkungan dengan suhu berkisar antara 25 – 27 oC. Intensitas cahaya 10.330 - 25.300 lux. Kelembaban udara 50 - 56% pada pH tanah yang terukur 6,2 - 6,8 dan ketinggian tempat 60 - 80 m dpl.

Familia Selaginellaceae merupakan tumbuhan paku terestrial yang tumbuh di lereng bukit yang ternaung dan lembab, jenis yang ditemukan adalah Selaginella plana Hieron. Tumbuhan ini ditemukan pada kondisis lingkungan dengan suhu tanah berkisar antara 20

– 27 oC. Intensitas cahaya 13..980 - 25-300 lux. Kelembaban udara 47 - 50% dengan pH tanah yang terukur 6,2 - 6,7 pada ketinggian 90 - 120 mdpl. Hal ini sesuai dengan (Sastrapradja, 1980:95) jenis Selaginella sering dijumpai tumbuh dilereng bukit yang lembab dan teduh di lereng-lereng bukit pada ketinggian 40 - 1.800 m dpl.

Familia Thelypteridaceae merupakan paku terestrial yang hidup pada lereng gunung (Holttum, 1991: 509) bahwa paku ini, hidupnya bercampur dengan jenis tumbuhan lain. Jenis yang ditemukan adalah Christella dentata

(Forst.) Brawsney dan Jermy dan Amphineuron terminans (Hook). Holttum familia ini ditemukan pada kondisi lingkungan dengan suhu berkisar antara 20 – 27 oC. Intensitas cahaya 10.330 - 25.300 lux. Kelembaban udara 47 –

50%, pH tanah yang terukur 6,2 - 6,8 pada ketinggian 90 - 130 m dpl.

Keberadaan tumbuhan paku di kawasan Hutan Nanga-Nanga didukung berbagai faktor lingkungan diantaranya adalah suhu udara, intensitas cahaya, kelembaban udara dan pH tanah. Menurut Syafei (1994;128) Semua faktor lingkungan tersebut bervariasi, organisme yang hidup bereaksi terhadap variasi lingkungan, sehingga hubungan yang nyata antara lingkungan dan organisme hidup akan membentuk komunitas dan ekosistem tertentu baik berdasarkan ruang dan waktu. Kandungan energi yang dibutuhkan tumbuhan di pengaruhi oleh faktor lingkungan tersebut. Energi cahaya dari lingkungan yang dapat ditangkap oleh tumbuhan akan dimanfaatkan untuk proses- proses metabolisme sedangkan yang tidak dapat diabsorbsi akan direfleksikan ke lingkungan sehingga ikut memanaskan lingkungan tersebut. Hal ini ikut mempengaruhi jenis-jenis tumbuhan apa saja yang dapat tumbuh pada komunitas hutan tersebut, salah satunya adalah tumbuhan paku (Pteridophyta).

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis tumbuhan paku (Pteridophyta) yang terdapat di Kawasan Hutan Nanga-Nanga Papalia Kelurahan Anduonohu Kecamatan Poasia Kota Kendari ditemukan 12 familia, 20 genus, 27 jenis. Tumbuhan paku (Pteridophyta) yang ditemukan tumbuh pada tanah (terestrial) sebanyak 18 jenis, tumbuh di air 1 jenis, menempel pada batang tumbuhan lain (epifit) sebanyak 3 jenis, dan dapat hidup pada keduanya (epifit maupun terestrial) sebanyak 5 jenis.

A. Saran

Perlu diadakan penelitian lanjutan tentang jenis-jenis tumbuhan paku (Pteridophyta) yang bermanfaat bagi kehidupan, terutama yang dapat dikonsumsi atau paku yang dapat dijadikan sebagai bahan obat-obatan, khususnya bagi masyarakat di sekitar lokasi penelitian dan masyarakat Sulawesi Tenggara pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Andrews, S. B., 1990. Ferns of Queensland Departement of Primary. Brisbane. BPS Kota Kendari, 2010. Kecamatan Poasia

dalam Angka 2009; Katalog BPS 1403.7471.020. Kendari.

Dinas Kehutanan Kota Kendari, 2011. Data Kawasan Hutan. Kendari.

Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2012. Peta Kawasan Hutan Nanga- Nanga. Kendari.

Hidayat, A., Jurnalitri. Keanekaragaman Tumbuhan Paku di Sulawesi Tenggara.12.80.2.

Holttum, R. E., 1965. Flora of Malaya Volume

II. Authority Government Printing

Office. Singapore.

Holttum, R. E., 1988. Ferns of Malaysia in

Colour. Tropical Press. Kuala Lumpur.

Holttum, R. E., 1991. Flora Malesiana Volume II. Leyden University The Netherlands. Amsterdams.

Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.

Loveless, A.R., 1989. Prisip-Prinsip Tumbuhan Untuk Daerah Tropik Jilid II. Gramedia. Jakarta.

Polunin, N., 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta.

Sastrapradja, 1980. Jenis Paku Indonesia. Balai Pustaka. Bogor.

Steenis van C.G.G.J., 2005. Flora Untuk Sekolah di Indonesia. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Syafei, E. S., 1994. Pengantar Ekologi

Tumbuhan. FMIPA. ITB. Bandung.

Yanney, J.E., 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Penerbit ITB. Bandung.

PETUNJUK BAGI PENULIS