• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. JURNAL GEMA PENDIDIKAN VOLUME 20 NOMOR 2, JULI 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "5. JURNAL GEMA PENDIDIKAN VOLUME 20 NOMOR 2, JULI 2013"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

i

Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan oleh media lain. Naskah diketik di atas kertas HVS kuwarto dengan persyaratan seperti yang tercantum pada halaman belakang (Petunjuk bagi penulis Gema Pendidikan). Naskah yang masuk dievaluasi dan

Gema Pendidikan diterbitkan sejak 01 Januari 1994 oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari

DAFTAR ISI Pengantar Redaksi Pengaruh Kompensasi, Motivasi, dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan Dinas Pendidikan Prov. DKI Jakarta. Izlan Sentryo……….. 1 Dampak Intervensi Model Penurunan Unmet Need KB dan Peningkatan KB Pria terhadap

Pencapaian Sasaran Program DHS-I pada Program KB di Prov. Sultra Kadir Tiya ... 12 Kualitas Pengajaran, Sikap :Positif, Self-Efficacy dan Kinerja Akademis Mahasiswa FKIP Unhalu

Muliha Halim ………..……… 21 Project-Based Learning for EFL Vocabulary Class

Nurnia ………….…..………..31 Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya Nilai UN Matapelajaran Ekonomi Koperasi SMA di Kabupaten Buton Tahun 2011

Abdullah Igo B.D ..………… 38 Pengujian Akurasi Alat Pengukur Suhu dan Kelembaban menggunakan Sensor SHT11 dan Mikrokontroler Atmega 8 Vivi Hastuti ………..…… 45 Analisis Nilai Ujian Nasional Kimia dan Identifikasi Faktor Penyebab Menurunnya Nilai UN Kimia di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2010 La Rudi……….………….55 Persepsi Mahasiswa Universitas Halu Oleo tentang Latar belakang Demonstrasi

Barlian & Muh. Abas .………..………….….65 Penerapan Metode Pemecahan Masalah dalam Penigkatan Hasil Belajar Matematika Nana Sumarna & Eric Roni Hasmudin...77

Penerapan Model Pembelajaran Search Solve Create and Share (SSCS) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Materi Gerak Lurus siswa Kelas X SMAN 1. Kabangka Tahun Ajaran 2012-2013.

La Harudu………..…………..….84 Identifikasi Miskonsepsi Siswa Kelas XII IA SMAN 6 Kendari pada Matapelajaran Biologi Materi Transport Membran

M. Sirih, Murni S. Martini ……….…. 91 Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Slide Show Animation

untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas X3 SMA Negeri 2 Kendari

La Sahara... 97

Jenis-Jenis Tumbuhan Paku

(Pteridophyta

) di Kawasan Hutan Nanga-Nanga

Papalia Kelurahan Anduonohu Kec. Poasia Kota Kendari

Asmawati Munir, Lili Darlian, Niluh Sri Buana ………… 105 Penanggung Jawab

Dekan FKIP Unhalu

Pemimpin Redaksi Pembantu Dekan I FKIP

Redaktur Pelaksana Kepala Perpustakaan FKIP

Penyunting Ahli H. Zalili Sailan (Unhalu) H. Barlian Usman (Unhalu) H. Hilaluddin Hanafi (Unhalu)

La Maronta Galib (Unhalu) Amiruddin (Unhalu)

Nurlansi (Unhalu) La Harudu (Unhalu) Moh. Salam (Unhalu)

Muh. Yuris (Unhalu) Albert (Unhalu) Darnawati (Unhalu)

La Sawali (Unhalu) Aris Munandar (UNM Makassar)

Ahmad Tolla (UNM Makassar) Hamsu Gani (UNM Makassar) H. Nurhadi (UNM Malang)

Sumadi (UNM Malang) Bambang Yulianto (Unesa)

Ratna Sayekti (UNJ)

Pelaksana Layout La Rudi Muh. Abas Pendais Haq

Rahmat

Gema Pendidikan

Volume 20 Nomor 2, JUli 2013

(2)

PENGANTAR REDAKSI

Gema Pendidikan Volume 20 Nomor 2, Juli 2013 menampilkan tiga belas artikel yang

merupakan hasil penelitian, yang membahas berbagai permasalahan aktual dan telah

disajikan pada pertemuan-pertemuan ilmiah seperti seminar dan semacamnya.

Para penulis adalah dosen Universitas Haluoleo yang menampilkan karya tulis dengan

bekerja sama Lembaga Penelitian Universitas Haluoleo dan lembaga-lembaga ilmiah

lainnya. Permasalahan-permasalahan berfokus pada aktualisasi bidang pendidikan

pengajaran dan sains.

Pada terbitan-

terbitan selanjutnya “Gema Pendidikan” berusaha tetap tampil dengan

berbagai karya tulis serta mempertahankan eksistensinya pada masalah-masalah yang

berkaitan dengan pendidikan pengajaran dan sains.

Usaha yang dimaksud tidak terlepas dari kesadaran bahwa hanyalah sebagian upaya

dalam rencana yang selalu disertai dengan keterbatasan pihak penyunting dan rekan para

penulis.

Oleh karena itu untuk memperbaiki segala kekurangan dan keterbatasan yang ada, pihak

penyunting mengharapkan kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak demi

kesempurnaan untuk terbitan berikutnya yang merupakan harapan kita semua.

Semoga pada terbitan-

terbitan selanjutnya “Gema Pendidikan” tampil lebih baik lagi

utamanya dari kualitas keilmuan dan relevansinya dengan pembangunan dalam dunia

pendidikan.

Kendari, Juli 2013

(3)

TERHADAP KINERJA KARYAWAN DINAS PENDIDIKAN

PROVINSI DKI JAKARTA

1

Oleh:

Izlan Sentryo

2

Abstract This research aims to discover the impacts of compensation, motivation, and the organization’s commitment on the performance of the employees of the Education Agency - the Province of Jakarta Special Capital Region. The population of this research are 285 employees of the Education Agency - the Province of Jakarta Special Capital Region in 2010. The population reached totals 110 people, namely the employees that belong to category III, college graduates, and have minimal service period of 5 years. Samples of the research are 70 people or 64 percent of the population reached. Sampling is conducted by means of simple random sampling technique. The research method employed is survey; the research instrument is questionnaire, and data analysis is performed by means of descriptive analysis and inferential analysis. The descriptive analysis is employed to describe the state of data on each variable in the form of average, median, modus, standard deviation, variance, frequency distribution, and histograms. Whereas the inferential analysis is employed to test the hypothesis through path analysis.

Based on the results of the hypothesis testing through Path Analysis, this research discovers that: (1) Compensation has a direct positive impact on performance, (2) Compensation has a direct positive impact on the organization’s commitment, (3) Motivation has a direct positive impact on performance, (4) Motivation has a direct positive impact on the organization’s commitment; and (5) the organization’s commitment has a direct positive impact on performance.

Keywords: performance, compensation, motivation, and the organization’s commitment.

1Ringkasan Disertasi di UNJ. Promotor: Prof. Dr. H. Djaali dan Prof. Dr. Muchlis R. Luddin, MA.

2

Dosen Luar Biasa Pada Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Halu Oleo

LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara, sebagaimana dijamin dalam UUD 1945. Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Hak warga negara atas pendidikan juga telah dipertegas dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional, yakni dengan penekanan pada pendidikan bermutu. Pasal 5 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

Mutu pendidikan diukur dari kompetensi lulusannya. Kompetensi lulusan ditentukan oleh kualitas proses pembelajaran di kelas dan proses pendidikan di lingkungan sekolah, dan dipengaruhi oleh kinerja pendidik dan tenaga

kependidikan, kualitas dan relevansi isi pendidikan, sistem penilaian, pengelolaan, sarana dan prasarana, serta pembiayaan (Djaali, 2011: 1). Dengan demikian, tugas tenaga kependidikan (karyawan Dinas Pendidikan) cukup strategis dan merupakan salah satu variabel yang ikut menentukan tinggi rendahnya mutu pendidikan nasional. Kementerian Pendidikan Nasional mempertegas bahwa tenaga kependidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan (Rencara Strategis Kemdiknas 2010-2014: 95).

(4)

Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan). Sebagai bagian dari tenaga kependidikan, karyawan Dinas Pendidikan harus ditingkatkan kinerjanya agar semakin optimal dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta merupakan perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pendidikan. Tugas utamanya adalah menyelenggarakan pendidikan secara bermutu. Selain itu, lembaga ini berfungsi: (1) Menyusun dan melaksanakan rencana kerja dan anggaran Dinas Pendidikan; (2) Merumuskan kebijakan teknis pelaksanaan urusan pendidikan; (3) Memberikan pelayanan, pembinaan, pengembangan, pengawasan, dan pengendalian pendidikan; serta (4) Melakukan pembinaan dan pengembangan terhadap tenaga kependidikan (Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 8 Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan Provinsi DKI Jakarta).

Untuk melaksanakan tugas dan fungsi Dinas Pendidikan yang sangat urgen tersebut di atas, maka berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja karyawan harus terus dilakukan. Kinerja karyawan Dinas Pendidikan harus ditingkatkan, karena mereka merupakan bagian dari penyelenggara pendidikan dan berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung terhadap peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah. Artinya, untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah selain harus menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, guru yang profesional, dan biaya pendidikan yang cukup, juga harus menyediakan karyawan Dinas Pendidikan yang berkinerja tinggi. Tentu saja, kinerja karyawan Dinas Pendidikan ini dipengaruhi banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal, di antaranya adalah kompensasi, motivasi, dan komitmen organisasi.

Sehubungan dengan uraian di atas, permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) Apakah kompensasi berpengaruh langsung terhadap kinerja?; (2) Apakah kompensasi berpengaruh langsung terhadap komitmen organisasi?; (3) Apakah motivasi berpengaruh langsung terhadap kinerja?; (4) Apakah motivasi berpengaruh langsung terhadap komitmen organisasi?; (5) Apakah komitmen

kinerja?

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh langsung kompensasi terhadap kinerja; (2) pengaruh langsung kompensasi terhadap komitmen organisasi; (3) pengaruh langsung motivasi terhadap kinerja; (4) pengaruh langsung motivasi terhadap komitmen organisasi; dan (5) pengaruh langsung komitmen organisasi terhadap kinerja.

TINJAUAN PUSTAKA

Kinerja

Konsep kinerja didefinisikan sebagai nilai dari seperangkat perilaku karyawan yang berkontribusi, baik secara positif atau negatif terhadap pemenuhan tujuan organisasi (Colquitt, LePine, dan Wesson, 2009: 37). Mathis dan Jackson (2006: 114) mengemukakan tiga faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu dalam organisasi, yaitu kemampuan individu untuk melakukan pekerjaan, tingkat usaha yang dicurahkan, dan dukungan organisasi.

Kinerja merupakan terjemahan dari

performance, yang berarti: (1) perbuatan, prestasi kerja, pelaksanaan pekerjaan yang berdaya guna; (2) pencapaian atau prestasi seseorang berkenan dengan tugas yang diberikan kepadanya; (3) hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, di mana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan); (4) cacatan mengenai

out-come yang dihasilkan dari suatu aktivitas tertentu selama kurun waktu tertentu pula; (5) hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Sedarmayanti, 2009: 259-260).

(5)

kinerja dalam organisasi bertujuan untuk keputusan sumber daya manusia, promosi, transfer, dan pemutusan hubungan kerja. Sedangkan Stoner dan Freeman (1992: 392) berpendapat bahwa penilaian kinerja bertujuan untuk: (1) memberi tahu karyawan secara formal bagaimana nilai kinerjanya, (2) menentukan karyawan yang berhak mendapatkan kenaikan gaji, (3) menentukan karyawan yang memerlukan pelatihan tambahan, dan (4) menentukan calon karyawan yang dapat dipromosikan.

Ada lima tahapan dalam proses penilaian kinerja, yaitu: (1) mengidentifikasi sasaran-saranan kinerja, (2) menetapkan kriteria kinerja dan mengkomunikasikannya dengan bawahan; (3) memeriksa pekerjaan yang dilakukan; (4) menilai kinerja; dan (5) mendiskusikan penilaian bersama karyawan (Mondy, 2008: 260). Selain itu, Dessler (2010: 327) mengemukakan tiga tahapan dalam proses penilaian kinerja, yaitu (1) mendefinisikan pekerjaan (memastikan bahwa atasan dan bawahan setuju dengan kewajiban dan standar pekerjaannya); (2) menilai kinerja (membandingkan kinerja bawahan dengan standar yang telah ditetapkan); dan (3) memberikan umpan balik (atasan dan bawahan mendiskusikan kinerja dan kemajuan bawahan, serta membuat rencana untuk pengembangan yang dibutuhkan).

Berdasarkan kajian teori di atas, yang dimaksud dengan kinerja dalam penelitian ini adalah unjuk kerja karyawan dalam organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan organisasi, dengan indikator: (1) kuantitas pekerjaan, (2) kualitas hasil kerja, (3) kemampuan menyelesaikan pekerjaan, (4) usaha dalam menyelesaikan pekerjaan, (5) inisiatif, dan (6) kehadiran di kantor.

Kompensasi

Kompensasi merupakan salah satu fungsi yang penting dalam manajemen sumber daya manusia, karena kompensasi merupakan salah satu aspek yang paling sensitif di dalam hubungan kerja. Sistem kompensasi yang baik akan membantu memberikan penguatan terhadap

tujuan organisasi.

Kompensasi merupakan bentuk

penghargaan (berupa uang dan bukan uang) yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusinya kepada organisasi. Menurut Luthans (2008: 94), organisasi memberi penghargaan kepada karyawan untuk mencoba memotivasi kinerja mereka dan mendorong loyalitas. Penghargaan organisasi memiliki sejumlah bentuk yang berbeda, meliputi uang (gaji, bonus, insentif), penghargaan, dan benefit. Jika sistem gaji dirancang secara tepat untuk memenuhi strategi, ia dapat memiliki dampak positif terhadap kinerja individu, tim, dan organisasi.

Robbins dan Coulter (2007: 369) mengemukakan bahwa tujuan organisasi merancang sebuah sistem kompensasi yang efektif adalah untuk menarik dan mempertahankan orang-orang yang kompeten dan berbakat yang dapat membantu organisasi mencapai misi maupun sasaran-sasarannya. Selain itu, sistem kompensasi sebuah organisasi telah terbukti mempunyai dampak terhadap kinerja. Oleh karena itu, pimpinan organisasi harus mengembangkan sistem kompensasi yang mencerminkan sifat pekerjaan dan tempat kerja agar supaya menjaga karyawan tetap termotivasi.

Kompensasi mencakup semua imbalan yang diberikan kepada karyawan sebagai timbal balik atas jasa mereka terhadap organisasi. Imbalan tersebut dapat berupa salah satu atau kombinasi dari: (1) kompensasi finansial langsung, yaitu bayaran yang diterima seseorang dalam bentuk upah, gaji, komisi, dan bonus; (2) kompensasi finansial tidak langsung (tunjangan), yaitu semua imbalan finansial yang tidak termasuk dalam kompensasi langsung, seperti cuti dibayar, absen karena sakit, liburan, dan asuransi pengobatan; serta (3) kompensasi nonfinansial, yaitu kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri (Mondy, 2008: 6).

(6)

berlaku; (2) efektivitas biaya bagi organisasi; (3) keadilan internal, eksternal, dan individual bagi para karyawan, dan (4) peningkatan kinerja bagi organisasi (Mathis dan Jackson, 2006: 419).

Salah satu tujuan dari sistem kompensasi dalam organisasi adalah memberikan penghargaan yang memadai dan adil bagi karyawan agar mereka tetap bertahan bekerja dalam organisasi, meningkatkan motivasi kerja dan kinerjanya. Menurut Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2007: 226), tujuan utama dari program penghargaan adalah: (1) menarik orang yang memiliki kualifikasi untuk bergabung dengan organisasi; (2) mempertahankan karyawan agar terus datang untuk bekerja; dan (3) memotivasi karyawan untuk mencapai tingkat kinerja yang tinggi.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan kompensasi dalam penelitian ini adalah penghargaan berupa finansial tidak langsung yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi mereka terhadap organisasi, dengan indikator: (1) promosi, (2) kendaraan dinas, (3) tunjangan perumahan, (4) jaminan pelayanan kesehatan, (5) dana pensiun, dan (6) bantuan biaya pendidikan tugas belajar.

Motivasi

Motivasi adalah kekuatan dorongan untuk melakukan suatu tindakan (Davis dan Newstrom, 1998: 91). Greenberg dan Baron (1993: 114) mengemukakan bahwa motivasi adalah seperangkat proses yang menggerakkan, mengatur, dan memelihara perilaku manusia untuk mencapai suatu tujuan. Robbins dan Judge (2009: 209) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seseorang untuk mencapai tujuannya. Sedangkan Mondy dan Premeaux (1993: 294) mendefinisikan motivasi sebagai keinginan menumbuhkan usaha terus-menerus di dalam pencapaian tujuan organisasi. Dari beberapa definisi motivasi tersebut, terlihat dengan jelas bahwa ada tiga unsur utama dalam motivasi, yaitu upaya, tujuan organisasi, dan kebutuhan. Ketiga unsur tersebut merupakan

manusia untuk melakukan tindakan.

Para ahli perilaku organsiasi telah mengemukakan sejumlah teori motivasi yang berkaitan dengan kebutuhan individu, di antaranya adalah teori hierarki kebutuhan Maslow, teori harapan (expectancy theory), dan teori keadilan (equity theory). Masing-masing teori tersebut memiliki dampak terhadap organisasi.

Teori Maslow mengatakan bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu: (1) kebutuhan fisiologis, meliputi rasa lapar, haus, berlindung, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya; (2) kebutuhan rasa aman, meliputi rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional; (3) kebutuhan sosial, meliputi rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan; (4) kebutuhan penghargaan, meliputi faktor-faktor penghargaan internal seperti hormat diri, otonomi, dan pencapaian, dan faktor-faktor penghargaan eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian; dan (5) kebutuhan aktualisasi diri, yaitu dorongan untuk menjadi seseorang sesuai kecakapannya, meliputi pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuah diri sendiri (Bateman dan Snell, 1999: 446-447). Teori harapan (expectancy theory) yang dikembangkan oleh Victor Vroom, mengatakan bahwa motivasi adalah hasil dari tiga faktor, yaitu seberapa besar seseorang menginginkan imbalan (valensi), perkiraan orang itu tentang kemungkinan bahwa upaya yang dilakukan akan menimbulkan prestasi yang berhasil (harapan), dan perkiraan bahwa prestasi itu akan

menghasilkan perolehan imbalan

(instrumentalitas). Hubungan ini dinyatakan dalam rumus: Motivation = Expectancy (E) x Valence (V) x Instrumentality (I) (Davis dan Newtrom, 2003: 90).

(7)

input yang serupa (Stoner, Freeman, dan Gilbert, 1996: 145).

Newstrom dan Davis (1998: 117-120) mengemukakan empat pola motivasi yang sangat penting, yaitu (1) motivasi prestasi (achievement motivation), yaitu dorongan dalam diri orang-orang untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan; (2) motivasi afiliasi (affiliation motivation), yaitu dorongan untuk berhubungan dengan orang lain atas dasar sosial; (3) motivasi kompetensi

(competence motivation), yaitu dorongan untuk mencapai keunggulan kerja, meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dan berusaha keras untuk inovatif; dan (4) motivasi kekuasaan

(power motivation, yaitu dorongan untuk mempengaruhi orang lain dan mengubah situasi organisasi.

Berdasarkan analisis dari beberapa teori di atas, maka yang dimaksud dengan motivasi dalam penelitian ini adalah kekuatan yang mendorong karyawan dalam melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan organisasi, dengan indikator: (1) motivasi berprestasi, (2) motivasi afiliasi, (3) motivasi kompetensi, (4) tanggung jawab terhadap pekerjaan, (5) pengakuan hasil kerja, dan (6) kondisi kerja.

Komitmen Organisasi

Komitmen adalah sebuah rasa yang diekspresikan karyawan mengenai indentifikasi, loyalitas, dan keterlibatan melalui organisasi (Gibson, 2009: 183). Komitmen menjelaskan hasil di mana seorang karyawan secara internal menyetujui keputusan dan memberikan dukungan penuh untuk melaksanakan keputusan secara efektif (Yukl, 2002: 43). Komitmen organisasi didefinikan sebagai keinginan sebagian karyawan untuk tetap menjadi anggota organisasi (Colquitt, LePine, dan Wesson (2009: 67)

Robbins dan Judge (2009: 113-114) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak pada tujuan organisasi serta keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organsiasi. Robbins dan Judge membagi komitmen organisasi menjadi

commitment), yakni perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya; (2) komitmen berkelanjutan (continuance commitment), yakni nilai ekonomi yang dirasa jika bertahan dalam organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut; dan (3) komitmen normatif (normative commitment), yakni kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral dan etis. Selanjutnya, Robbins dan Judge mengemukakan pula bahwa ada hubungan positif antara komitmen organisasi dengan produktivitas kerja dan kinerja.

Menurut Mathis dan Jackson (2006: 122), komitmen organisasi adalah tingkat di mana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasi, serta berkeinginan untuk tetap tinggal bersama organisasi. Sejalan dengan itu, Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2008: 234) mengemukakan bahwa komitmen terhadap suatu organisasi melibatkan tiga sikap, yaitu (1) rasa identifikasi dengan tujuan organisasi; (2) perasaan terlibat dalam tugas-tugas organisasi; dan (3) perasaan setia terhadap organisasi. Dengan demikian, salah satu faktor penting mengenai komitmen organisasi adalah keterlibatan karyawan dalam tugas-tugas organisasi.

Komitmen organisasi sering didefinisikan juga sebagai (1) keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi; (2) keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan (3) keyakinan tertentu, penerimaan nilai, dan tujuan organisasi (Luthans, 2008: 147).

Sters berpendapat bahwa komitmen organsiasi dapat dilihat dari tiga faktor: (1) kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organsiasi; (2) kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi; dan (3) keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Sejalan dengan itu, Lincoln dan Bashav mengemukakan komitmen organisasi memiliki tiga indikator: (1) kemauan karyawan; (2) kesetiaan karyawan; dan (3) kebanggaan karyawan pada organisasi (Sopiah, 2008: 156).

(8)

mendukung tujuan dan nilai-nilai organisasi, berpihak pada organisasi, dan mempertahankan keanggotaannya dalam organsiasi, dengan indikator (1) keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi, (2) keberpihakan pada organisasi; (3) dukungan terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, (4) keinginan untuk bertahan sebagai anggota organisasi, (5) kebanggaan pada organisasi, dan (6) kesetiaan pada organisasi.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) Kompensasi berpengaruh langsung positif terhadap kinerja; (2) Kompensasi berpengaruh langsung positif terhadap komitmen organisasi; (3) Motivasi berpengaruh langsung positif terhadap kinerja; (4) Motivasi berpengaruh langsung positif terhadap komitmen organsiasi; (5) Komitmen organisasi berpengaruh langsung positif terhadap kinerja.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta. Dihitung sejak penyusunan proposal, disain instrumen, uji coba instrumen, pengumpulan data, pengolahan data, sampai pada penyusunan Disertasi, penelitian ini dilaksanakan selama 1 tahun (Maret 2010 sampai Maret 2011).

Populasi penelitian adalah karyawan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta tahun 2010 sebanyak 285 orang. Populasi terjangkau sebanyak 110 orang, yaitu karyawan golongan III, berpendidikan sarjana, dan masa kerja minimal 5 tahun. Sampel penelitian sebanyak 70 orang atau 64 persen dari populasi terjangkau. Penarikan sampel menggunakan teknik acak sederhana (simple random sampling) dengan cara undian.

Metode penelitian adalah survey. Pengumpulan data penelitian menggunakan

instrumen uji coba menggunakan rumus korelasi Product Moment (Djaali dan Pudji Muljono, 2008: 49), dan pengujian reliabilitas instrumen menggunakan rumus Alpha Cronbach (Sugiyono, 2009: 365).

Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan analisis inferensial. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan data masing-masing variabel dalam bentuk rata-rata, median, modus, standar deviasi, simpangan baku, distribusi frekuensi, dan histogram. Sedangkan analisis inferensial digunakan untuk pengujian hipotesis penelitian melalui Analisis Jalur (Path Analysis).

HASIL PENELITIAN

Sebelum pengujian hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian model. Pengujian model persamaan struktural dalam penelitian ini menggambarkan hubungan yang bersifat kausalitas, yang berarti adanya hubungan sebab akibat antara variabel eksogen dengan variabel endogen, yang terdiri dari variabel kompensasi (X1), motivasi (X2), komitmen organisasi (X3) dan kinerja (X4). Penyusunan model persamaan struktural yang dibentuk didasarkan atas matriks koefisien korelasi

Product Moment (r).

Berdasarkan hasil perhitungan koefisien korelasi dengan rumus Product Moment, diperoleh nilai-nilai koefisien korelasi antar variabel, yaitu r14 = 0,738; r13 = 0,563; r24 = 0,604; r23 = 0,616; dan r34 = 0,711.

Selanjutnya, dengan menggunakan program LISREL 8.80 for Windows, dilakukan perhitungan untuk mendapatkan besarnya koefisien jalur (p) dan thitung yang menyatakan hubungan kausal antar variabel. Besarnya koefisien jalur (p) dan thitung tersebut dirangkum pada Tabel 1, yang menunjukkan bahwa semua koefisien jalur (p) dan thitung pada model yang

dihipotesiskan adalah sangat signifikan pada α =

0,01.

(9)

No. Jalur Koefisien thitung

ttabel

(α = 0,05) (α = 0,01)ttabel Keterangan

1 ρ41 0,40 5,33

**

1,67 2,39 Sangat signifikan

2 ρ42 0,14 2,54

**

1,67 2,39 Sangat signifikan

3 ρ43 0,38 3,91

**

1,67 2,39 Sangat signifikan

4 ρ31 0,28 3,16** 1,67 2,39 Sangat signifikan

5 ρ32 0,43 4,22

**

1,67 2,39 Sangat signifikan

Keterangan: ** Koefisien jalur sangat signifikan pada α = 0,01

Selanjutnya, hasil pengujian hipotesis penelitian ini secara rinci diuraikan sebagai berikut:

Hipotesis pertama:

Kompensasi (X1) berpengaruh langsung

positif terhadap kinerja (X4)

Untuk membuktikan bahwa kompensasi (X1) berpengaruh langsung positif terhadap kinerja (X4), maka dilakukan pengujian hipotesis. Adapun hipotesis yang diuji adalah: H0: ρ41 ≤ 0; H1: ρ41 > 0. Berdasakan hasil

perhitungan koefisien jalur diperoleh nilai ρ41 = 0,40, nilai thitung = 5,33, dan nilai ttabel = 2,39

(α = 0,01). Karena nilai thitung > nilai ttabel, maka H0 ditolak, yang berarti bahwa kompensasi (X1) berpengaruh langsung positif terhadap kinerja (X4). Artinya, jika kompensasi ditingkatkan, maka akan mengakibatkan meningkatnya kinerja.

Hipotesis kedua:

Kompensasi (X1) berpengaruh langsung

positif terhadap komitmen organisasi (X3)

Untuk membuktikan bahwa kompensasi (X1) berpengaruh langsung positif terhadap komitmen organisasi (X3), maka dilakukan pengujian hipotesis. Adapun hipotesis yang diuji adalah: H0: ρ31 ≤ 0; H1: ρ31 > 0. Berdasakan hasil perhitungan koefisien jalur

diperoleh nilai ρ31 = 0,28, nilai thitung = 3,16 dan nilai ttabel = 2,39 (α = 0,01). Karena nilai thitung > nilai ttabel, maka H0 ditolak, yang berarti bahwa kompensasi (X1) berpengaruh langsung positif terhadap komitmen organisasi (X3). Artinya, jika kompensasi ditingkatkan, maka akan mengakibatkan meningkatnya komitmen organisasi.

Hipotesis ketiga:

Motivasi (X2) berpengaruh langsung positif

terhadap kinerja (X4)

Untuk membuktikan bahwa motivasi (X2) berpengaruh langsung positif terhadap kinerja (X4), maka dilakukan pengujian hipotesis. Adapun hipotesis yang diuji adalah: H0: ρ42 ≤ 0; H1: ρ42 > 0. Berdasakan hasil perhitungan

koefisien jalur diperoleh nilai ρ42 = 0,14, nilai thitung = 2,54 dan nilai ttabel = 2,39 (α = 0,01). Karena nilai thitung > nilai ttabel, maka H0 ditolak, yang berarti bahwa motivasi (X2) berpengaruh langsung positif terhadap kinerja (X4). Artinya, jika motivasi ditingkatkan, maka akan mengakibatkan meningkatnya kinerja.

Hipotesis keempat:

Motivasi (X2) berpengaruh langsung positif

terhadap komitmen organisasi (X3)

Untuk membuktikan bahwa motivasi (X2) berpengaruh langsung positif terhadap komitmen organisasi (X3), maka dilakukan pengujian hipotesis. Adapun hipotesis yang diuji adalah: H0: ρ32 ≤ 0; H1: ρ32 > 0. Berdasakan hasil

perhitungan koefisien jalur diperoleh nilai ρ32 = 0,40, nilai thitung = 4,22, dan nilai ttabel = 2,39

(α = 0,01). Karena nilai thitung > nilai ttabel, maka H0 ditolak, yang berarti bahwa motivasi (X2) berpengaruh langsung positif terhadap komitmen organisasi (X3). Artinya, jika motivasi ditingkatkan, maka akan mengakibatkan meningkatnya komitmen organisasi.

Hipotesis kelima:

Komitmen organisasi (X3) berpengaruh

langsung positif terhadap kinerja (X4)

(10)

H0: ρ43 ≤ 0; H1: ρ43 > 0. Berdasakan hasil

perhitungan koefisien jalur diperoleh nilai ρ43 = 0,38, nilai thitung = 3,91, dan nilai ttabel = 2,39

(α = 0,01). Karena nilai thitung > nilai ttabel, maka H0 ditolak, yang berarti bahwa komitmen organisasi (X3) berpengaruh langsung positif

organisasi ditingkatkan, maka akan mengakibatkan meningkatnya kinerja.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis di atas, maka model hubungan kausal antar variabel ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Model Hubungan Kausal Antar Variabel

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini menemukan bahwa kompensasi berpengaruh langsung positif terhadap kinerja, yang ditunjukkan oleh nilai

koefisien jalur ρ41 = 0,40 dan nilai thitung = 5,33 > ttabel = 2,39 (α = 0,01). Besarnya pengaruh positif kompensasi terhadap kinerja adalah 16,00 %. Hal ini berarti bahwa kompensasi merupakan salah satu variabel yang harus diperhatikan dalam upaya meningkatkan kinerja. Dengan demikian, indikator-indikator kompensasi dalam penelitian ini, yaitu promosi, kendaraan dinas, tunjangan perumahan, jaminan pelayanan kesehatan, dana pensiun, dan bantuan biaya pendidikan tugas belajar, merupakan faktor-faktor yang harus mendapat perhatian pimpinan organisasi dalam upaya meningkatkan kinerja karyawan. Untuk itu, harus ada upaya melakukan perbaikan sistem kompensasi serta memperhatikan unsur keadilan dalam pemberian kompensasi kepada karyawan agar dapat mendorong peningkatan kinerja karyawan maupun kinerja organsiasi. Temuan tersebut didukung oleh beberapa teori dari para ahli

perilaku organisasi. Luthans (2008: 179) mengatakan bahwa penghargaan yang sesuai dengan kebutuhan karyawan pada akhirnya akan mengaitkan penghargaan tersebut dengan peningkatan kinerja karyawan maupun organisasi. Ivancevich, Konopaske dan Matteson (2007: 226) mengatakan bahwa salah satu tujuan utama dari program penghargaan dalah memotivasi karyawan untuk mencapai tingkat kinerja yang tinggi.

Selain berpengaruh langsung positif terhadap kinerja, kompensasi juga berpengaruh langsung positif terhadap komitmen organisasi.

Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien jalur ρ31 = 0,28 dan nilai thitung = 3,16 > ttabel= 2,39 (α = 0,01). Besarnya pengaruh kompensasi terhadap komitmen organsiasi adalah 7,84 %. Dengan demikian, indikator-indikator kompensasi tersebut di atas juga mendapat perhatian dalam upaya meningkatkan komitmen karyawan terhadap organsiasi. Temuan ini diperkuat oleh pendapat Robbins dan Coulter (2007: 369), yang menyatakan bahwa tujuan merancang sebuah sistem kompensasi yang efektif adalah

X1

X2

X3 X4

r23= 0,62

ρ32 = 0,43

r34 = 0,71

ρ43 = 0,38

r24 = 0,60

ρ42= 0,14

r14 = 0,74

ρ41 = 0,40

r13 = 0,56

(11)

kompeten dan berbakat yang dapat membantu organisasi mencapai misi maupun sasarannya. Selain itu, Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2007: 226) mengatakan bahwa salah satu tujuan utama dari program penghargaan (kompensasi) adalah menarik orang yang memiliki kualifikasi untuk bergabung dengan organisasi, dan mempertahankan karyawan agar terus datang untuk bekerja. Kedua hal ini merupakan indikator-indikator dari komitmen organisasi.

Selanjutnya, penelitian ini menemukan bahwa motivasi berpengaruh langsung positif terhadap kinerja. Hal ini ditunjukkan oleh nilai

koefisien jalur ρ42 = 0,14 dan nilai thitung = 2,54 > dari ttabel= 2,39 (α = 0,01). Besarnya pengaruh motivasi terhadap kinerja adalah 1,96 %. Dengan demikian, indikator-indikator motivasi dalam penelitian ini, yaitu motivasi berprestasi, motivasi afiliasi, motivasi kompetensi, tanggung jawab terhadap pekerjaan, pengakuan hasil kerja, dan kondisi kerja harus ditingkatkan dalam upaya meningkatkan kinerja. Salah satu teori yang mendukung temuan penelitian ini adalah model teori harapan (expectancy theory)

dari Victor Vroom. Teori ini menyatakan bahwa karyawan lebih mungkin termotivasi ketika mereka mempersepsikan usaha mereka akan menghasilkan kinerja yang berhasil dan pada akhirnya menghasilkan penghargaan dan hasil yang diinginkan (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson, 2007: 156). Sedangkan model penghargaan individu dari Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2005: 227), menyatakan bahwa motivasi untuk melakukan usaha berpengaruh langsung terhadap hasil kinerja individu.

Selain berpengaruh langsung positif terhadap kinerja, penelitian ini juga menemukan bahwa motivasi berpengaruh langsung positif terhadap komitmen organisasi. Hal ini

ditunjukkan oleh nilai koefisien jalur ρ32 = 0,43 dan nilai thitung = 4,22 > ttabel = 2,39 (α = 0,01). Besarnya pengaruh motivasi terhadap komitmen organisasi adalah 16,00 %. Dengan demikian, indikator-indikator motivasi tersebut di atas juga harus diperhatikan dalam upaya meningkatkan komitmen karyawan terhadap organisasi. Adanya pengaruh motivasi terhadap komitmen

merupakan faktor yang harus ditingkatkan dalam meningkatkan komitmen karyawan terhadap organisasi. Temuan ini diperkuat oleh Model Integratif Perilaku Organisasi dari Colquitt, LePine, dan Wesson (2009: 8), yang menggambarkan bahwa mekanisme individu (di antaranya adalah motivasi, kepuasan kerja, stres, dan pengambilan keputusan) berpengaruh langsung terhadap komitmen organisasi.

Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa komitmen organisasi berpengaruh langsung positif terhadap kinerja. Hal ini

ditunjukkan oleh nilai koefisien jalur ρ43 = 0,38 dan nilai thitung = 3,91 > ttabel= 2,39 (α = 0,01). Besarnya pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja adalah 14,44%. Dengan demikian, komitmen organisasi dengan indikator keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi, keberpihakan pada organisasi, dukungan terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, keinginan untuk bertahan sebagai anggota organisasi, kebanggaan pada organisasi, dan kesetiaan pada organisasi merupakan factor-faktor yang harus diperhatikan dalam upaya meningkatkan kinerja. Temuan ini didukung oleh teori Robbins dan Judge (2009: 114), yang mengatakan bahwa ada hubungan positif antara komitmen organisasi dengan produktivitas kerja dan kinerja. Selain itu, temuan penelitian ini juga didukung oleh teori Luthans (2008: 149), yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara komitmen organsiasi dan hasil yang diinginkan seperti kinerja tinggi, tingkat pergantian karyawan yang rendah, dan tingkat ketidakhadiran yang rendah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, maka kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kompensasi berpengaruh langsung positif terhadap kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kompensasi akan mengakibatkan peningkatan kinerja.

(12)

organisasi.

3. Motivasi berpengaruh langsung positif terhadap kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan motivasi akan mengakibatkan peningkatan kinerja.

4. Motivasi berpengaruh langsung positif terhadap komitmen organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan motivasi akan mengakibatkan peningkatan komitmen organisasi.

5. Komitmen organisasi berpengaruh langsung positif terhadap kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan komitmen organisasi akan mengakibatkan peningkatan kinerja.

Saran

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan kesimpulan penelitian ini, maka sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan, penulis mengajukan saran sebagai berikut:

1. Dinas Pendidikan diharapkan melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja karyawannya. Kinerja karyawan dapat ditingkatkan dengan cara: (1) mengerjakan seluruh tugas-tugas pokok dengan penuh tanggung jawab dan tepat waktu, (2) memperbaiki kualitas hasil kerja dengan tekun dan teliti, (3) sering belajar (membaca) untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaan, (4) berusaha

dengan sungguh-sungguh dalam

menyelesaikan pekerjaan, (5) berinisiatif dalam melaksanakan pekerjaan, dan (6) hadir di kantor dan pulang tepat waktu (disiplin).

2. Dinas Pendidikan diharapkan memperbaiki kebijakan dan sistem kompensasi agar lebih dirasakan layak dan adil bagi karyawan, mendorong karyawan untuk meningkatkan motivasinya dalam menjalankan tugas, serta meningkatkan komitmen karyawan terhadap organisasi, sehingga kinerja dapat ditingkatkan. Caranya dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Kompensasi dapat ditingkatkan dengan cara: (i) memperbaiki sistem promosi, (ii) menyediakan kendaraan dinas bagi karyawan sesuai dengan aturan yang

perumahan, terutama bagi karyawan golongan rendah, (iv) memperbaiki sistem pelayanan jaminan kesehatan dan askes di rumah sakit dan puskesmas, (v) meningkatkan dana pensiun untuk menunjang kebutuhan karyawan di masa tua, dan (vi) menyediakan bantuan biaya kepada karyawan yang mengikuti pendidikan tugas belajar.

b. Motivasi dapat ditingkatkan dengan cara: (i) berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meningkatkan prestasi kerja dengan mempelajari berbagai sumber bacaan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, (ii) membina hubungan sosial dan kerja sama yang lebih baik dengan atasan dan karyawan lain; (iii) berusaha meningkatkan keahlian dan kemampuan memecahkan masalah, (iv) menyelesaikan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab, (v) tidak menunda pekerjaan, (vi) memperbaiki hasil kerja agar mendapatkan pengakuan dari atasan dan karyawan lain, (vii) memberikan insentif dan penghargaan bagi karyawan yang berprestasi, dan (viii) membangun kondisi kerja yang kondusif.

c. Komitmen organisasi ditingkatkan dengan cara: (i) terlibat dalam penyusunan, pembahasan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program kerja organisasi, (ii) berpihak pada organisasi, (iii) memberikan dukungan terhadap tujuan dan nilai-nilai yang berlaku dalam organisasi

DAFTAR PUSTAKA

Colquitt, Jason A, Jeffery A. Lepine, and Michael J. Wesson, Organizational Behavior: Improving Performance and Commitment in the Workplace, New York: McGraw-Hill Companies, 2009.

(13)

Manusia, Alih Bahasa Paramita Rahayu, Jakarta: Indeks, 2009.

Djaali, Implementasi Standar Nasional Pendidikan, Makalah Ilmiah yang Disampaikan pada Seminar Nasional

“Telaah Kritis Pelaksanaan Pendidikan Nasional”, yang diselenggarakan oleh

Forum Mahasiswa Pascasarjana UNJ, di Jakarta, 5 April 2011.

Gibson, James L., Organization: Behavior, Structure, Processes, Singapore: McGraw-Hill International, 2009.

Ivancevich, John M., Robert Konopaske, and Michael T. Matteson, Organizational Behavior Management, New York: McGraw-Hill, 2008.

Ivancevich, John M., James H. Donnelly, and James L. Gibson, Management: Principles and Foundation, India: Richard D. Irwin Inc., 2004.

Luthans, Fred, Organizational Behavior, New York: McGraw Hill, 2008.

Mathis, Robert L. Dan John H. Jackson, Human Resource Management, Terjemahan Diana Angelica, Jakarta: Salemba Empat, 2006.

Mondy, R. Wayne and Shane R. Premeaux.

Management: Concepts, Practices and Skills. New York: A.Division of Simon & Schuster, 1993.

Mondy, R. Wayne, Manajemen Sumber Daya Manusia, Alih Bahasa Bayu Airlangga, Jakarta: Erlangga, 2008.

Neal, James E., Panduan Evaluasi Kinerja Karyawan, Alih Bahasa Wawan Setiawan, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Newstrom, John W. and Keith Davis. Organizational Behavior: Human

McGraw-Hill, Inc., 1993.

Peraturan Pemerintan No. 17 Tahun 2010

tentang Pengelolaan dan

Penyelenggaraan Pendidikan.

Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang

Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014.

Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 8 Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan Provinsi DKI Jakarta.

Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional 2010-2014

Robbins, Stephen P. and Timothy A. Judge,

Organizational Behavior, New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2009.

Robbins, Stephen P. and Mary Coulter,

Management, New Jersey: Pearson Pretince Hall, 2007.

Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya Manusia: Reformasi Birokrasi dan Manejemen Pegawai Negeri Sipil, Bandung: PT. Refika Aditama, 2009.

Sopiah, Perilaku Organisasional, Yogyakarta: ANDI, 2008.

Stoner, James A.F., R. Edward Freeman dan Daniel R. Gilbert JR, Manajemen, Alih Bahasa Alexander Sindoro, Jakarta: PT. Prenhallindo, 1996.

Sutrisno, Edy, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Kencana, 2009.

Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia 1945.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Yukl, Gary, Leadership in Organiz, New Jersey:

(14)

KB PRIA TERHADAP PENCAPAIAN SASARAN PROGRAM DHS-I PADA PROGRAM

KB DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

1

Oleh :

Kadir Tiya

2

Abstrak : Studi dalam penelitian ini adalah Cross Sectional dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif untuk memperoleh data PUS dan kesertaan KB pria yang diperoleh dari data sekunder laporan pencapaian PA. Sedang pendekatan kualitatif untuk menggali informasi tentang mekanisme operasional intervensi. Kesimpulan yang dapat dikemukakan, antara lain : PUS Unmet Need memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap user/penggunanya, terlihat dari tingginya kesadaran bagi pengelola program dalam memberikan pelayanan maupun peserta KB, sehingga berdampak pada menurunnya angka PUS Unmet Need secara bertahap. Disamping itu, dukungan yang diberikan oleh stakeholder, cukup memberikan andil dalam mengadvokasi program PUS Unmet Need terhadap publik. Alat kontrasepsi pria memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap user, inipun terlihat dari tingginya kesadaran bagi pengelola program dalam memberikan layanan terhadap user. Dengan kondisi ini tentunya memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada tingginya angka penggunaan alat kontrasepsi pria, khususnya vasektomi dan kondom. Juga dukungan yang diberikan oleh stakeholder dan media massa secara bertahap cukup antusias dalam mengadvokasi program KB pria. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari kedua program pada tahap evaluasi program, memberikan kontribusi yang cukup besar dalam menurunkan angka PUS Unmet Need maupun peningkatan penggunaan KB Pria. Dengan demikian maka, program tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan melalui proyek DHS. Rekomendasi yang dapat dikemukakan berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, yaitu : Frekuensi penyuluhan kepada publik akan PUS Unmet Need dan penggunaan alat kontrasepsi pria masih perlu ditingkatkan. Alat kontrasepsi seyogyanya diberikan secara gratis kepada masyarakat luas, pengelola program diberikan bimbingan/pelatihan secara kontinu, agar pemberian pelayanan kepada masyarakat lebih optimal,

Kata Kunci : Model penurunan Unmet Need, KB Pria dan program DHS-1

1 Ringkasan hasil Penelitian

2 Dosen Tetap Pendidikan Matematika FKIP Universitas Halu Oleo PENDAHULUAN

Pelaksanaan program KB secara nasional membuahkan hasil yang sangat menggembirakan, karena bangsa Indonesia telah mampu mengendalikan jumlah penduduk secara signifikan. Keberhasilan ini tidak terlepas dari peran serta BKKBN baik ditingkat pusat maupun daerah, serta antusiasme masyarakat dalam ber-KB. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak seperti yang diharapkan, karena banyak peserta KB yang selama ini setia menggunakan alat kontrasepsi terpaksa harus drop out (DO) karena berbagai hal. Angka DO di Sultra tercatat sebanyak 45.594 atau 18,04 %. Angka Pasangan Usia Subur (PUS) Unmet Need pun sangat tinggi

sebesar 67.125 atau 22,21 %, angka ini berada jauh di atas rata-rata nasional sebesar 14,06 %.

Peserta Program Keluarga Berencana Nasional di Indonesia selama ini lebih didominasi oleh kaum perempuan (istri). Kesertaan ber-KB bagi kaum pria masih sangat rendah, ini terlihat dari hasil temuan Lembaga Demografi Indonesia dimana peserta vasektomi hanya 4,4 %, kondom 0,4 %. Sedangkan data peserta KB pria Provinsi Sulawesi Tenggara sampai dengan tahun 2002 berada di bawah skala nasional, yaitu 0,56 % (BKKBN Prov. Sultra, 2004).

(15)

melaksanakan penelitian Operasional Research (OR) pada tahap identifikasi hingga tahap intervensi, baik penelitian PUS Unmet Need maupun penggunaan alkon pria dalam ber-KB. Beberapa kesimpulan yang diperoleh, diantaranya kualitas pelayanan perlu ditingkatkan, mekanisme operasional pendistribusian alkon masih perlu diperbaiki dan pemenuhan alkon secara gratis bagi PUS unmet need miskin perlu ditingkatkan. Sedangkan untuk OR penggunaan alkon pria disimpulkan bahwa, terdapat 34 % pria tidak memahami alat kontrasepsi, pengetahuan pria tentang alat kontrasepsi kondom 67 %, sedangkan vasektomi dan senggama terputus relatif masih rendah (masing-masing 5 % dan 3 %), secara umum suami/pria masih menghendaki istrinya ber-KB, alat kontrasepsi pria dianggap kurang nyaman dan merepotkan serta mengganggu hubungan seksual.

Dari hasil temuan di Kabupaten Buton dan Kolaka, diperoleh angka sebanyak 1.766 PUS yang merupakan perwujudan kegiatan intervensi hasil OR peningkatan pelayanan PUS Unmet Need tahun 2002. Sehingga total di Provinsi Sulawesi Tenggara yang berhasil diturunkan/dikurangi sebanyak 9.965 PUS (15 %) dari jumlah PUS Unmet Need tahun 2002 dari total 67.125. Dari kedua hasil penelitian tersebut baik pada tahap identifikasi maupun pada tahap intervensi, ternyata belum dapat menekan angka PUS unmet need maupun meningkatkan penggunaan alkon KB pria. Oleh karena itu, dengan berakhirnya program DHS-I, diharapkan akan dapat memberikan kontribusi positif bagi lembaga dalam perencanaan program pada DHS-II dan seterusnya, maupun kepentingan masyarakat dalam arti luas baik melalui sosialisasi maupun advokasi.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini akan melihat sejauhmana dampak Penurunan Unmet Need dan Peningkatan Peserta KB Pria sebagai variabel yang berkontribusi terhadap peningkatan Current Users (CU). Program KB yang dikelola oleh berbagai sektor terkait, ikut memberikan peranan terhadap pencapaian CU. Oleh karena itu, perlu digali informasi sejauhmana peran pengelola program pelaksana mass media dan stakeholder

dalam peningkatan Current Users (CU)/peserta KB aktif di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan adanya dukungan proyek ADB DHS-I.

TINJAUAN PUSTAKA

Unmet Need KB

Pengertian unmet need meliputi keinginan wanita untuk ber KB yang tidak terpenuhi. Dalam perhitungan PUS unmet need melibatkan wanita yang sedang ber KB maupun yang berkeinginan untuk ber KB yang dirinci menurut tujuannya, yaitu untuk menjarangkan ataupun membatasi kelahiran. Keinginan ber KB yang tidak terpenuhi termasuk kehamilan yang waktunya tidak diinginkan, wanita yang belum haid sejak melahirkan anak terakhir dan tidak memakai alat kontrasepsi tetapi ingin menunngu 2 tahun atau lebih sebelum kelahiran anak berikutnya, wanita tidak dapat hamil lagi atau tidak dapat haid, dan wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi tetapi ingin menunggu 2 atau 3 tahun lagi untuk kelahiran anak berikutnya. Tujuan membatasi kelahiran termasuk kehamilan yang tidak diinginkan, wanita yang tidak dapat hamil atau tidak dapat haid dan wanita yang tidak menggunakan alat kontrasepsi dan yang tidak ingin anak lagi. Kategori keinginan ber KB yang tidak terpenuhi tidak termasuk wanita hamil dan wanita tidak haid, tetapi menjadi hamil ketika memakai suatu alat/cara KB (wanita tersebut ingin memilih alat kontrasepsi yang lebih baik), juga tidak termasuk wanita yang menopause atau mati haid dan wanita yang tidak subur.

Unmet Need KB terbagi dua menurut Rohadi Haryanto, Djarot Santoso dan James Palmore (1992), yaitu : Manifest Unmet Need KB dan Latent Unmet Need KB terdiri dari :

a. Manifest Unmet Need KB dikategorikan, sebagai berikut :

1. Wanita kawin usia subur, tidak hamil, menyatakan tidak ingin punya anak lagi dan tidak memakai kontrasepsi modern seperti IUD, PIL, suntik, implant, obat vaginal dan kontrasepsi mantap untuk suami atau dirinya sendiri.

(16)

3. Mereka yang sedang hamil tetapi kehamilan tersebut tidak dikehendaki lagi pada saat itu dan pada waktu sebelum hamil tidak memakai alat kontrasepsi.

4. Mereka yang sedang hamil tetapi saat terjadinya kehamilan itu belum sesuai dengan waktu yang dikehendaki dan sebelumnya tidak memakai alat kontrasepsi.

b. Latent Unmet Need, yaitu mereka yang tidak memakai alat kontrasepsi di luar kelompok manifest Unmet Need KB tersebut, yaitu :

1. Mereka yang ingin masih tambah anak lagi, tetapi jumlah anak yang diinginkan lebih dari dua orang.

2. Mereka yang menunda untuk anak berikutnya (anak kedua), tetapi lama waktu penundaan kurang dari tiga tahun.

3. Mereka yang sedang hamil atau menopause setelah kelahiran anak kedua, tetapi jarak antara kehamilan kedua dengan kelahiran anak pertama kurang dari dua tahun.

Disamping pengertian di atas, terdapat pembagian unmet need, yaitu : unmet need for spacing (untuk menjarangkan) dan ” unmet

need for limiting ” (untuk membatasi atau

mengakhiri kesuburan). Unmet need for spacing, yaitu mereka yang tidak memakai alat kontrasepsi, tetapi masih menginginkan tambahan anak pada masa yang akan datang (bukan saat ini).

Partisipasi Pria dalam Kesertaan Ber - KB

Dalam rangka mewujudkan keluarga berkualitas pada tahun 2015, maka salah satu upaya untuk mewujudkan paradigma tersebut, adalah melaksanakan program peningkatan partisipasi pria dalam program KB dan Kesehatan Reproduksi yang merupakan program baru dan strategis pada pelayanan keluarga berencana dimasa yang akan datang. Program keluarga berencana adalah program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi mereka, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insiden kehamilan beresiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan, meningkatkan mutu nasehat, komunikasi, informasi, edukasi, konseling dan

pelayanan, meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam ber KB dan meningkatkan pemberian ASI untuk penjarangan kehamilan ( ICPD dalam Petunjuk Teknis BKKBN Prov. Sultra Tahun 2002 ).

Rendahnya penggunaan alat kontrasepsi oleh pria terutama, karena keterbatasan macam dan jenis alat kontrasepsi serta rendahnya pengetahuan dan pemahaman tentang hak-hak dan kesehatan reproduksi. Faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi rendahnya penggunaan alat kontrasepsi bagi pria, yaitu : (a) Kondisi lingkungan sosial, budaya masyarakat dan keluarga yang masih menganggap kesertaan pria ber-KB belum atau tidak perlu dilakukan, (b) Pengetahuan dan kesadaran pria dan keluarganya dalam ber-KB masih rendah dan (c) Keterbatasan penerimaan aksesibilitas pelayanan kontrasepsi.

Bentuk partisipasi pria/suami dalam KB dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, antara lain :

a. Partisipasi pria/suami secara langsung dengan menggunakan salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan, yaitu :

1. Kontrasepsi kondom 2. Vasektomi ( kontap pria )

3. Metode Senggama Terputus/ azal

4. Metode Pantang Berkala/ sistem kalender

b. Partisipasi pria/suami secara tidak langsung, yaitu :

Mendukung dalam Ber – KB

Jika istri ber KB, maka peran suami adalah mendukung dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan salah satu cara/metode kontrasepsi. Dukungan yang dimaksudkan meliputi :

1. Memilih kontrasepsi yang cocok, yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya.

2. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti mengingatkan saat minum pil KB dan mengingatkan istri untuk.

3. Mengantar istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan.

(17)

5. Membantu menghitung waktu subur, bila menggunakan metode pantang berkala 6. Menggantikan pemakaian kontrasepsi bila

keadaan kesehatan istri tidak Memungkinkan. (Anonim, 2004 : 10-11).

Pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi

Pelayanan kontrasepsi dan kesehatan reproduksi khusus pria dimaksudkan agar kesertaan pria dalam ber KB dapat ditingkatkan, serta upaya peningkatan mutu pelayanan KB dan kesehatan reproduksi. Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi mencakup pelayanan medis dan non medis. Adapun metode/alat yang dapat dipilih oleh pria/suami dalam meningkatkan kesertaan dalam program KB dan Kesehatan Reproduksi, antara lain :

a. Vasektomi

Vasektomi merupakan cara ber KB yang mantap melalui operasi kecil pada saluran sel mani dengan mempergunakan pisau operasi atau tanpa pisau operasi. Pada pelaksanaan vasektomi, saluran kelamin mani yang berfungsi menyalurkan sperma ( sel mani ) keluar, diikat atau dipotong sehingga spermatozoa tidak dikeluarkan dan tidak dapat bertemu dengan sel telur, sehingga tidak akan terjadi kehamilan yang disebabkan karena tidak terjadi pertemuan antara sperma suami dengan sel telur pada istri.

b. Kondom

Kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi yang paling mudah dipakai dan diperoleh. Kondom terbuat dari karet/ lateks, berbentuk tabung dan tidak tembus cairan, dimana salah satu ujungnya tertutup rapat dan dilengkapi kantong untuk menampung sperma. Kondom mempunyai tiga fungsi, yaitu selain sebagai alat KB juga dapat digunakan untuk mencegah penyakit menular seksual termasuk HIV/ AIDS serta dapat membantu pria/ suami yang mengalami ejakulasi dini.

c. Senggama Terputus

Senggama terputus merupakan metode pencegahan terjadinya kehamilan yang dilakukan

dengan cara menarik penis dari liang senggama sebelum ejakulasi, sehingga sperma dikeluarkan diluar liang senggama. Metode ini akan sangat efektif, jika dilaksanakan dengan baik dan benar.

METODE PENELITIAN

Desain Studi

Studi dalam penelitian ini adalah

cross-sectional dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah untuk memperoleh data PUS dan kesertaan KB pria yang diperoleh dari data sekunder laporan pencapaian PA. Sedang pendekatan kualitatif untuk menggali informasi tentang mekanisme operasional intervensi. Data kualitatif diperoleh dari wawancara mendalam kepada pengelola dan pelaksana program KB (Widodo JP, 1993 : 14).

Sasaran Penelitian

Adapun yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah, responden dilokasi tempat pelaksanaan penelitian pada tahap identifikasi dan tahap intervensi program, dengan harapan untuk mendapatkan informasi menyangkut dampak dari realisasi pelaksanaan program DHS-I selama 5 (lima) tahun terakhir.

Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian

Lokasi yang dijadikan sebagai area penelitian tersebar di empat kabupaten, yaitu : Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka dan Kabupaten Muna di Prov. Sulawesi Tenggara. Sedang waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Februari s/d Juni 2008. Distribusi responden menurut wilayah penelitian Operational Research di 4 (empat) Kabupaten berjumlah 400 responden.

Teknik Pengumpulan Data

(18)

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden ( PUS Unmet Need )

Tabel-1. Umur Responden dan Jumlah Anak

Umur

( Tahun ) Frekuensi (F)

Persentase (%)

Jumlah Anak

( Orang ) Frekuensi (F)

Persentase (%)

21 – 30 31 – 40 41 – 50 > 50

53 78 33 2

31,93 46,99 19,88 1,20

1 2 – 3 4 – 5 > 5

15 96 50 5

9,04 57,83 30,12 3,01

Jumlah 166 100 Jumlah 166 100

Sumber : Data Lapangan Tahun 2008.

Dari data tersebut diperoleh bahwa usia termuda responden yang mengikuti program KB berumur 21-30 tahun sebanyak 31,93% , sedaangkan yang tertua berumur > 50 tahun sebanyak 1,20%. Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa sebahagian besar responden menyatakan bahwa, istri ber KB 119 (71,7 %) dan rata-rata lamanya ber KB berada pada interval 1-2 tahun (25,9 %) dan di atas 5 tahun terdapat 17 (10,24 %).

2. Kesertaan PUS Unmet Need

Terdapat 164 responden (98,8 %) menyatakan ada petugas PLKB di wilayah yang menjadi sasaran dalam penelitian serta petugas KB tersebut aktif melakukan penyuluhan di daerah dimana mereka berdomisili. Hal ini juga terlihat dari besarnya persentase yang mengikuti penyuluhan, diantaranya 96,39 % mendapatkan informasi dari petugas KB maupun dari dokter/bidan/perawat kesehatan dan selebihnya dari sumber yang lain. Tempat pelaksanaan penyuluhan masing-masing dilakukan di Balai Desa dengan 65,66 %, Puskesmas/Klinik 26,51

% dan di Posyandu sebesar 13,25 %. Persentase responden menyatakan rencana ber KB, bilamana diberikan pelayanan secara gratis dengan 88 ( 53,01 % ), setelah mendapatkan anak sebesar 31,33 % dan baru ikut ber KB sebesar 0,06 %. Selanjutnya alasan responden tidak/belum ber KB, karena masih menginginkan anak lagi dengan persentase sebesar 28,92 %, tidak ada alat kontrasepsi sebesar 1,81 % serta tidak mempunyai uang untuk membeli alat kontrasepsi dengan persentase sebesar 6,63 %.

Alat kontrasepsi yang banyak dipergunakan oleh responden adalah PIL dengan persentase 32,91 %, suntik sebesar 29,75 %, implant/susuk sebesar 26,58 % sedang MOW/Tubektomi hanya sebesar 0,63 %. Responden PUS Unmet Need menyatakan mau ber KB sebesar 62,5 % dan sebahagian menyatakan tidak ber KB karena sedang hamil, ingin menambah anak, suami tidak setuju dan anak sudah cukup. Stock alat kontrasepsi selalu tersedia di klinik dengan jumlah yang cukup tersedia dan pernah mendroping ke PPKBD.

3. Karakteristik Responden ( KB Pria )

Tabel-2. DeskripsiRentangUmur Responden dan Jumlah Anak

Umur

( Tahun ) Frek

Persentase (%)

Jumlah Anak

( Orang ) Frek

Persentase (%)

21 – 30 31 – 40 41 – 50 > 50

19 74 70 7

11,18 43,53 41,18 4,12

1 2 – 3 4 – 5 > 5

6 80 75 9

3,53 47,06 44,12 5,29

Jumlah 170 100 Jumlah 170 100

(19)

21-30 tahun sebesar 11,18 %, 41-50 tahun sebesar 41,18 % dan persentase terkecil berada pada usia di atas 50 tahun, yaitu sebesar 4,12 %. Kemudian responden yang memiliki jumlah 1 orang anak sebesar 3,53 %, 2-3 orang anak sebesar 47,06 %, 4-5 orang anak sebesar 44,12 % dan di atas 5 orang anak sebesar 5,29 %. Responden memiliki jenjang pendidikan tamat SLTA/Sederajat dengan 50,60 %, tamat SD 25,30 %, tamat SLTP/Sederajat 22,89 % dan terendah adalah S1 sebesar 1,81 %.

Sebahagian besar responden menyatakan bahwa, istri ber KB 165 ( 97,06 % ) dan lamanya ber KB pada interval 1-2 tahun ( 45,40 % ), 3-5

4. Kesertaan KB Pria

Sebahagian besar responden sangat setuju bila pria yang ber KB, hal ini terlihat dari besarnya persentase yang menyatakan setuju sebesar 64,50 %. Responden sangat setuju bilamana menggunakan vasektomi/kondom dengan persentase sebesar 94,19 % dan tidak setuju memiliki persentase sebesar 3,49 %. Istri sangat memberikan dukungan bila suami menggunakan vasektomi/kondom, dengan dukungan sebesar 94,12 %. Kemudian alasan tidak memberikan dukungan, karena istri sudah ber KB, suami sudah menggunakan kondom dan takut karena efek samping.

Tabel-3. Alasan Pria Ber KB dan Alat Kontrasepsi yang lebih Cocok/Aman

No. Alasan ber KB Jumlah Persen

(%) Alkon Jumlah

Persen (%)

1. 2. 3. 4. 5.

Sayang istri Anak sdh cukup Pria lebih cocok Bany. anak repot Istri tdk ada yg cocok

78 26 5 8 36

50,98 16,99 3,27 5,23 23,53

Kondom Vasektomi Sengg. Terputus Sistem Kalender

-

42 128 7 10 -

22,46 68,45 3,74 5,35 -

Jumlah 153 100 Jumlah 187 100

Sumber : Data Lapangan Tahun 2008

Alasan pria ber KB karena menyayangi istri dengan persentase sebesar 50,98 %, istri tidak ada yang cocok dengan salah satu alkon yang tersedia. Secara umum KB pria yang lebih aman adalah vasektomi dengan persentase 68,45 %, kondom sebesar 22,46 %, sistem kalender sebesar 5,35 % dan senggama terputus sebesar 3,74 %. Umumnya responden menyatakan vasektomi/kondom lebih aman bila dibandingkan dengan KB pria yang lain serta tidak mengganggu hubungan seksual suami/istri. Kalaupun ada keluhan yang terkait disaat berhubungan, maka keluhan itu disampaikan kepada petugas ( melalui : dokter, mantri dan konselor ). Bagi pria yang menggunakan vasektomi/kondom sering diberikan konseling oleh petugas KB, dengan pemberian konseling yang sangat signifikan, yaitu sebesar 98,64 %. Responden yang menyatakan perlu dilakukan sosialisasi terdapat 166 atau sebesar 98,81 % dan

penyuluhan sebaiknya dilaksanakan semaksimal mungkin.

(20)

suami untuk ber KB dengan persentase sebesar 92,16 %. Suami tidak ber KB karena ingin cari anak dan istri sedang hamil sedang kondom selalu tersedia dalam jumlah yang cukup di klinik KB/PPKBD/Sub PPKBD dengan persentase sebesar 87,04 %, tidak dipungut bayaran dari petugas KB/PPKBD serta KB Pria yang sudah terlayani di wilayah masing-masing adalah sejumlah 50 responden.

PEMBAHASAN

1. PUS Unmet Need

Pada umumnya umur responden berada pada usia produktif, yaitu 31-40 tahun dengan persentase sebesar 46,99 % dan pada usia tidak produktif sebesar 1,20 %, lebih dari separuhnya atau 57,83 % jumlah anak responden antara 2-3 orang anak.Sebahagian besar responden menyatakan bahwa, istri ber KB dengan 71,7 % dan rata-rata lamanya ber KB pada interval 1-2 tahun sebesar 25,9 % dan di atas 5 tahun sebesar 10,24 %. Terdapat 98,8 % menyatakan ada petugas PLKB di wilayah yang menjadi sasaran dalam penelitian dan petugas KB tersebut aktif melakukan penyuluhan di daerah dimana mereka berdomisili. Hal ini terlihat dari besarnya persentase responden yang mengikuti penyuluhan, diantaranya 96,39 % mendapatkan informasi dari petugas KB maupun dari dokter/bidan/perawat kesehatan. Sedang pelaksanaan penyuluhan masing-masing dilakukan di Balai Desa, Puskesmas/Klinik dan di Posyandu. Responden yang menyatakan rencana ber KB, bilamana diberikan pelayanan secara gratis dengan persentase 53,01 % dan setelah mendapatkan anak. Kemudian responden tidak/belum ber KB, karena masih menginginkan anak dan tidak mempunyai uang untuk membeli alat kontrasepsi.

Alat kontrasepsi yang banyak dipergunakan adalah PIL dengan 32,91 %, suntik 29,75 %, implant/susuk sebesar 26,58 % sedang MOW/Tubektomi sebesar 0,63 %. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh peserta KB sangat beragam, tergantung alat kontrasepsi yang dipergunakan. Pendistribusian alkon yang diberikan secara gratis kepada masyarakat cukup besar, dengan 81,33 % dan selebihnya 16,87 % membayar. Responden yang mempunyai rentang

umur 31-40 tahun adalah 43,53 %, direntang umur ini merupakan usia produktif. Responden yang memiliki jumlah 1 orang anak hanya 3,53 % dan pada rentang 2-3 orang anak dengan persentase sebesar 47,06 %. Sebahagian besar responden menyatakan bahwa, istri ber KB sebesar 97,06 % dan lamanya ber KB pada interval 1-2 tahun adalah 45,40 % dan selebihnya tidak memberikan komentar. Sehingga kesimpulan yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil analisis di atas, bahwa kesertaan ber KB bagi peserta KB sangat signifikan.

2. Alat Kontrasepsi Pria

Separuhnya responden yang memiliki jenjang pendidikan tamat SLTA/Sederajat dengan 50,60 % dan pekerjaan responden masih dominan petani, yaitu 51,81 %. Responden sangat setuju bila pria yang ber KB, hal ini terlihat dari besarnya persentase yang menyatakan setuju sebesar 64,50 %. Responden yang menyatakan setuju, bilamana menggunakan vasektomi/kondom dengan persentase cukup signifikan, yaitu 94,19 % dan istri sangat memberikan dukungan bila suami menggunakan vasektomi/kondom, dengan %tase dukungan sebesar 94,12 %. Kemudian alasan tidak memberikan dukungan, karena istri sudah ber KB, suami sudah menggunakan kondom dan takut karena efek samping.

(21)

dengan 76,70 %, Dinas Kesehatan sebesar 18,45 % dan selebihnya Departemen Agama, LSM dan Penyuluhan Terpadu masih relatif rendah.

Secara umum responden menyatakan bahwa, penggunaan alat kontrasepsi kondom/vasektomi tidak mempunyai kelemahan, hal ini ditunjukkan dari besarnya persentase, yaitu 61,58 % dan selebihnya menyatakan bahwa, kondom mudah bocor, kurang nyaman dan repot, sedangkan vasektomi tidak akan mempunyai anak lagi. Adapun kelebihan dari kondom/vasektomi masing-masing adalah aman/praktis, tidak repot, tidak ada perasaan khawatir, frekuensi senggama meningkat dan dapat mencegah kehamilan. Disamping itu ada beberapa kesan responden tentang penggunaan KB Pria, diantaranya : frekuensi penyuluhan/sosialisasi masih perlu ditingkatkan, tidak adanya efek samping, praktis/tidak repot, pelayanan sebaiknya diberikan secara gratis dan frekuensi senggama menjadi lebih meningkat.

3. PUS Unmet Need dan KB Pria

Persentase petugas yang berdomosili di daerah masing-masing diantaranya, dokter/bidan 21,05 %, Lurah/Desa 21,05 % dan Camat 21,05 %. Lamanya bertugas bagi petugas KB dan stakeholder untuk waktu 5-6 tahun sebesar 42,11 %, di atas 6 tahun sebesar 31,58 %, sedang 1-2 tahun dan 3-4 tahun mempunyai persentase masih rendah. Responden yang menyatakan bahwa, PUS Unmet Need adalah tidak ber KB dengan 43,75 %, ingin dilayani dan selebihnya menyatakan tidak tahu. Responden PUS Unmet Need menyatakan mau ber KB cukup besar dan sebahagian menyatakan tidak ber KB karena sedang hamil, ingin menambah anak, suami tidak setuju dan anak sudah cukup.

Responden yang menyatakan bahwa, vasektomi/kondom adalah KB Pria cukup signifikan. Memotivasi suami untuk ber KB sangat tinggi dengan persentase 92,16 %. Suami tidak ber KB karena, alasan ingin cari anak dan istri sedang hamil sedang kondom selalu tersedia dalam jumlah yang cukup di klinik KB/PPKBD/Sub PPKBD dengan 87,04 %, tidak dipungut bayaran dari petugas KB/PPKBD serta KB Pria yang sudah terlayani di wilayah masing-masing adalah

Gambar

Table 1.  Descriptive Analysis on the Students’ Receptive Vocabulary Size
Table 2.  Descriptive Analysis on the Students’ Productive Vocabulary Size
Tabel 1.  Sebaran nilai terendah dan persentase nilai < 6,00 pada   mata pelajaran  ekonomiyang UN kan  di kabupaten Buton  3 tahun  terakhir
Tabel 2: Pemetaan nilai UN SMA Kabupaten Buton  tahun   2009/2010 materi ekonomi   ≤ 60,00
+7

Referensi

Dokumen terkait

Justeru itu, kajian yang dijalankan di Sungai Chini, Pahang bertujuan untuk melihat secara spesifik tentang taburan saiz butiran sedimen yang dihasilkan pada dua

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pemeriksaan karakteristik simplisia kulit buah manggis, skrining fitokimia dan efek ekstrak

Karena dari hasil pelaksaan kegiatan percobaan percobaan air mengalir dari dataran tinggi ke dataran rendah dapat dilihat dari penelitian yang mengalami peningkatan setelah

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa aljabar adalah ilmu logika yang menggunakan simbol-simbol untuk menentukan hubungan dari suatu yang tidak diketahui

Hanandjoeddin dilakukan beberapa pendekatan, yaitu analisis kesesuaian antara kondisi terminal penumpang saat ini dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 69

Petani dapat meningkatkan efisiensi teknis usaha tani padi sawah dengan menerapkan komponen PTT secara tepat meliputi penggunaan benih VUB dan bermutu (benih

Rancangan Episode : Tema kopi Indonesia akan memiliki beberapa episode yang membahas tentang industri kopi, seperti Secangkir Jawa lebih membahas tentang potensi

pelaksanaan evalusasi dan pelaporan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan PKRT serta sumber