• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Mutu Pendidikan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA NILAI UN MATA PELAJARAN EKONOMI SMA DI KABUPATEN BUTON

TINJAUAN PUSTAKA Mutu Pendidikan

Dalam dunia pendidikan, mutu adalah agenda utama dan senantiasa menjadi tugas yang paling penting. Para pakar pendidikan memiliki kesimpulan yang berbeda tentang bagaimana cara menciptakan lembaga pendidikan yang bermutu dengan baik. Menurut Depdiknas, (2002) Mutu secara umum di definisikan sebagai gambaran dan karakteristik menyeluruh dari

barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang di harapkan. Dalam defenisi yang absolut, sesuatu yang bermutu merupakan bagian dari istandar yang sangat tinggi dan tidak dapat diungguli. Sedangkan mutu yang relatif dipandang sebagai sesuatu yang melekat pada sebuah produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Untuk itu dalam defenisi relatif ini produk atau layanan akan dianggap bermutu, bukan karena ia mahal dan eksklusif, tetapi ia memiliki nilai misalnya keaslian produk, wajar dan familiar.

Mutu dalam konteks "hasil pendidikan" mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta atau Ebtanas). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olahraga, seni atau keterampilan tambahan tertentu, misalnya: komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang

(intangible), seperti: suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb.

Antara proses dan hasil pendidikanyang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi, agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah dalam school based quality improvement

bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai. Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau "kognitif" dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan standar, misalnya: NEM oleh PKG atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah, baik yang sudah ada patokannya (benchmarking) maupun yang lain (kegiatan ekstrakurikuler) dilakukan oleh individu sekolah sebagai evaluasi diri dan

dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya.

Sedangkan dalam konteks pendidikan sebagai suatu sistem, maka pencapaian standar proses untuk meningkatkan mutu pendidikan dimulai dari menganalisis setiap komponen yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses pendidikan tersebut. Terdapat banyak faktor penentu mutu pendidikan yang dikemukakan oleh Sanjaya (2006) meliputi:

a) Tujuan

Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Kepastian dari perjalanan proses belajar mengajar berpangkal tolak dari jelas tidaknya perumusan tujuan pengajaran.

b) Guru

Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan metode, teknik dan strategi

pembelajaran. Dunkin (1974)

mengemukakan beberapa aspek yang dapat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru diantaranya: (1) Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka; (2) Teacher training experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru misalnya pengalaman latihan profesional, tingkatan pendidikan, pengalaman jabatan; dan (3) Teacher properties, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru misalnya, kemampuan atau intelegensi guru, motivasi dan kemampuan dalam penguasaan materi.

c) Anak Didik (siswa)

Menurut Dunkin (1974), faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi : (1) Latar belakang siswa (pupil formative experience);

dan (2) Sifat yang dimiliki siswa (pupil properties).

d) Sarana dan prasarana

Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam menyelenggarakan proses pembelajaran.

e) Kegiatan pembelajaran

Pola umum kegiatan pembelajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dan anak didik dengan bahan sebagai perantaranya. f) Lingkungan

Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran yaitu: (1) Faktor organisasi kelas, yang di dalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran dan (2) Faktor iklim sosial– psikologis meliputi keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran.

g) Bahan dan alat evaluasi

Bahan dan alat evaluasi adalah suatu bahan dan alat yang terdapat di dalam kurikulum yang sudah dipelajari oleh anak didik guna kepentingan ulangan.

h) Suasana evaluasi

Pelaksanaan evaluasi biasanya dilaksanakan di dalam kelas. Semua anak didik dibagi menurut kelas masing-masing dan tingkatan masing-masing. Besar kecilnya jumlah anak didik yang dikumpulkan di dalam kelas akan mempengaruhi suasana kelas sekaligus mempengaruhi suasana evaluasi yang dilaksanakan.

Lebih lanjut, komitmen pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan telah dituangkan dalam Permendiknas Nomor 63 tahun 2009 berupa suatu model sistem penjaminan mutu pendidikan (SPMP). Dalam implementasinya model ini terdiri dari 3 (tiga)

kegiatan inti yang meliputi: pengkajian mutu, analisis dan pelaporan, serta peningkatan mutu. Sebagai acuan atau tolok ukur mutu pendidikan adalah Standar Nasional Pendidikan meliputi: (1) Standar Isi; (2) Standar Kompetensi Lulusan; (3) Standar Penilaian; (4) Standar Proses; (5) Standar Pengelolaan; (6) Standar Sarana dan Prasarana; (7) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan; dan (8) Standar Pembiayaan. Sehingga diharapkan dokumen delapan standar nasional pendidikan ini menjadi dokumen wajib bagi setiap sekolah untuk dimiliki, dikaji, dianalisis dan diimplementasikan di sekolah masing-masing.

Kompetensi siswa

Kompetensi adalah kemampuan yang harus dikuasai seseorang. Becker, (1977) dan Gordon, (1988) mengemukakan bahwa kompetensi meliputi pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, sikap dan minat. Dalam dokumen kurikulum (Boediono, 2000:4) mengemukakan bahwa kemampuan dasar diartikan sebagai uraian kemampuan atas bahan dan lingkup ajar secara maju dan berkelanjutan seiring dengan perjalanan siswa untuk menjadi mahir dalam bahan dan lingkup ajar yang bersangkutan. Bahan ajar itu sendiri dapat berupa : lahan ajar, gugus isi, proses, dan

pengertian konsep”. Kemudian, dokumen

Kurikulum Berbasis Kompetensi yang diterbitkan bulan Agustus 2001, Balitbang mengganti istilah kemampuan dasar dengan kompetensi. Kompetensi dirumuskan sebagai berikut: “kompetensi dasar merupakan uraian kemampuan yang memadai atas pengetahuan, keterampilan, dan sikap mengenai materi pokok. Kemampuan itu harus dikembangkan secara maju dan berkelanjutan seiring dengan

perkembangan siswa”. Selanjutnya dikemukakan “dalam kurikulum berbasis kompetensi, metode, penilaian, sarana dan alokasi waktu yang digunakan tidak dicantumkan agar guru dapat mengembangkan kurikulum secara optimal berdasarkan kompetensi yang harus diicapai dan

disesuaikan dengan kondisi setempat.”

(Balitbang, 2001).

Pengertian kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang harus dikuasai seorang peserta didik. Dalam pengertian ini berbagai definisi

telah dikemukakan orang. Selanjutnya, Tucker dan Coding, (1998) standar dirumuskan sebagai pernyataan mengenai kualitas yang harus dikuasai dan dapat dilakukan siswa dalam suatu pelajaran, yang ditentukan sejak awal, disetujui oleh para akhli pendidikan dan masyarakat, terukur, dan digunakan untuk mengembangkan materi, proses belajar serta evaluasi hasil belajar. Sehubungan dengan kompetensi seorang siswa, pemerintah telah menyatakan merumuskan standar kompetensi lulusan (SKL) yang merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap pengetahuan dan keterampilan (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Bab I Pasal 1 butir 4).

Komponen SKL terdiri atas SKL Satuan Pendidikan, SKL Kelompok Mata Pelajaran' dan SKL Mata Pelajaran (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006). Sedangkan SKL Ujian merupakan representasi dari keseluruhan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran; Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006' pasal 1 ayat 1).

Dalam proses memberikan analisis SKL dijelaskan sebagai berikut:

Analisis substansi SKL dan hubungannya dengan Standar Isi untuk pengembangan KTSP' Silabus dan RPP; Analisis Pemetaan Pencapaian SKL untuk membandingkan antara kondisi ideal dan kondisi riil SMA dalam mencapai pemenuhan Standar Kompetensi Lulusan' dilanjutkan dengan identifikasi kesenjangan dan perumusan rencana tindak lanjut yang harus dilakukan oleh sekolah. Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan dalam penyusunan rencana jangka menengah (RKJM - 4 tahunan) dan rencana kerja dan anggaran sekolah (RKAS - tahunan).

METODE PENELITIAN