• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

G. Faktor- Faktor Penyebab Kelelahan

1. Jenis Kelamin (Bridger,2003) (Suma’mur, 1999)

Penggolongan jenis kelamin terbagi menjadi pria dan wanita. Secara umum wanita hanya mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik atau kekuatan otot laki-laki (Suma’mur, 1999). Walaupun dengan umur, berat badan dan kondisi fisik yang sama, dapat dipastikan bahwa wanita memiliki kekuatan yang lebih rendah dari pria (Lehto dan Buck, 2008).

Tenaga kerja wanita mengalami siklus biologis (menstruasi) setiap bulan sehingga mempengaruhi kondisi fisik maupun psikisnya dan hal ini menyebabkan tingkat kelelahan wanita akan lebih besar dari pada tingkat

kelelahan pria (Suma’mur, 2009). Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan Virgy (2011) disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kelelahan pada karyawan di instalasi gizi RSUD Pasar Rebo, Jakarta.

2. Umur (bridger,2003) (Suma’mur, 1999)

Semakin tua umur seseorang maka akan semakin besar tingkat kelelahan yang dirasakan (Ihsan dan Salami, 2010). Davis (2001) menyatakan bahwa pekerja yang berumur diatas 35 tahun memiliki kelemahan pada saat melakukan pekerjaan dengan temperatur panas dibandingkan dengan pekerja yang lebih muda. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa semakin tua umur seseorang, maka akan semakin besar tingkat kelelahan yang dirasakan.

Pemikiran terkini menekankan bahwa fenomena dasar adanya penuaan adalah hilangnya fungsi otot, terjadinya penurunan curah jantung, dan hilangnya kapasitas aerobik sehingga hal tersebut menurunkan kapasitas kerja seseorang (Bridger, 2003). Suma’mur (1999) juga menyatakan bahwa

kelelahan yang terjadi sejalan dengan meningkatnya umur seseoraang disebabkan oleh adanya perubahan fungsi faal pada tubuh yang kemudian mempengaruhi ketahanan tubuh dan kapasitas kerja seseorang. Hal ini juga sebanding dengan peneltian yang dilakukan Puspita (2009) yang menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan pada pekerja yang berumur > 25 tahun dan umur 25 tahun.

3. Status Gizi (OHS, 2003) (Suma’mur, 1999) (Lehto, 2008) (bridger,2003) (Kroemer dan Grandjean Status gizi adalah ukuran keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2009). Status gizi seseorang dapat diketahui dari perhitungan Indeks Masa Tubuh (IMT). Adapun cara perhitungan IMT adalah sebagai berikut:

���= BB (Dalam kg )

TB² (Dalam m )

Hasil perhitungan IMT tesebut akan dibandingkan dengan standar yang diterapkan oleh Departemen Kesehatan RI (Depkes RI) Tahun 2004. Adapun standar IMT yang ditetapkan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1. Indeks Masa Tubuh (IMT)

Keadaan gizi merupakan salah satu faktor individu yang menyebabkan kelelahan pada pekerja (Kroemer dan Grandjean, 1997). Seorang pekerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu juga sebaliknya (Budiono dkk, 2003). Pada keadaan gizi buruk, dengan beban kerja berat akan mengganggu kerja dan

Berat IMT (kg/ m 2)

Sangat Kurus < 17

Kurus 76.0 – 18.4

Normal 18.5 – 24.9

Kelebihan Berat Badan 25.0 – 26.9

Gemuk 27.0 – 28.9

menurunkan efisiensi dan ketahanan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit dan mempercepat timbulnya kelelahan. Wiegand (2009) juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan status gizi berlebih atau dengan IMT obesitas dengan kelelahan. Seseorang dengan IMT obesitas akan merasakan kelelahan yang lebih berat dibandingkan dengan IMT non-obesitas. Seseorang dengan IMT obesitas akan mudah merasakan gangguan tidur dan terjangkit penyakit degeneratif seperti diabetes yang kemudian berdampak pada kejadian kelelahan.

Keadaan kurang atau kelebihan gizi pada orang dewasa atau usia 18 tahun ke atas juga merupakan masalah penting. Kekurangan dan kelebihan gizi dapat menimbulkan suatu penyakit tertentu dan mempengaruhi produktivitas kerja. Dalam kondisi kekurangan gizi, maka simpanan zat gizi pada tubuh akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Bila keadaan ini berlangsung lama, maka simpanan zat gizi akan habis dan dapat terjadi kemerosotan jaringan sehingga menyebabkan perubahan biokimia dan rendahnya zat gizi dalam darah berupa rendahnya Hb, serum vitamin A dan Karoten. Selain itu, akan terjadi peningkatan beberapa hasil metabolisme seperti asam laktat dan piruvat pada kekurangan tiamin. Bila keadaan ini berlangsung secara terus-menerus akan mengakibatkan terjadinya perubahan fungsi tubuh dengan gejala seperti lemah, pusing, kelelahan, nafas pendek dan lain-lain (Supriasa dkk, 2002).

4. Status Kesehatan(OSS, (Suma’mur Lehto 2008 (bridger,2003) (WORKCOVER, 2008) (Kroemer dan Kroemer dan Grandjean (1997) menyatakan bahwa kelelahan secara fisiologis dan psikologis dapat terjadi jika tubuh dalam kondisi tidak fit/sakit atau seseorang mempunyai keluhan terhadap penyakit tertentu. Beberapa penyakit memiliki kontribusi besar terhadap terjadinya kelelahan. Adapun penyakit yang berkontribusi besar terhadap terjadinya kelelahan adalah:

a. Penyakit Jantung: Seseorang yang mengalami nyeri jantung jika kekurangan darah, kebanyakan menyerang bilik kiri jantung sehingga paru-paru akan mengalami bendungan dan penderita akan mengalami sesak napas sehingga akan mengalami kelelahan.Penderita penyakit jantung cenderung mengalami kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen jika terus menerus, maka terjadi akumulasi yang selanjutnya terjadi metabolisme anaerobik dimana akan menghasilkan asam laktat yang mempercepat kelelahan (Santoso, 2004).

b. Penyakit Gangguan Ginjal: Pada penderita gangguan ginjal, sistem pengeluaran sisa metabolisme akan terganggu sehingga tertimbun dalam darah (uremi). Pada penderita gangguan ginjal, pengeluaran asupan makanan dan cairan/elektrolit ataupun keringan sulit untuk dikendalikan, sehingga meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung meningkat dan kelelahan akan mudah terjadi (Suma’mur, 1999).

c. Penyakit Asma: Pada penderita penyakit asma terjadi gangguan saluran udara bronkus kecil bronkiolus. Proses transportasi oksigen dan

karbondioksida terganggu sehingga terjadi akumulasi karbondioksida dalam tubuh yang menyebabkan kelelahan. Terganggunya proses tersebut karena jaringan otot paru-paru terkena radang.

d. Tekanan Darah Rendah: Pada penderita tekanan darah rendah, kerja jantung dalam memompa darah ke bagian tubuh yang membutuhkan kurang maksimal dan lambat sehingga kebutuhan oksigennya tidak terpenuhi, sehingga proses kerja terhambat karena kurangnya ketersediaan oksigen.

e. Tekanan Darah Tinggi: Tekanan darah tinggi menyebabkan kerja jantung menjadi lebih kuat sehingga jantung membesar dan tidak lagi mampu memompa darah untuk diedarkan keseluruh tubuh. Sehingga terjadi sesak nafas akibat pertukaran oksigen (O2) terhambat. Pada penderita hipertensi aliran darah pada otot (ketika berkontraksi) sangat terbatas, otot menekan pembuluh darah sehingga oksigen yang dibawa berkurang dan memungkinkan terjadinya kelelahan (Santoso, 2004). f. Penyakit Paru: Pada penyakit paru, oksigen (O2) dan karbondioksida

(CO2) terganggu sehingga banyak yang tertimbun yang akhinya akan menyebabkan seseorang cepat mengalami kelelahan.

g. Masalah Psikologis: Tenaga kerja yang sehat adalah tenaga kerja yang produktif, sehingga kesehatan psikis perlu diperhatikan untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Tenaga kerja yang mempunyai masalah psikologis amatlah mudah mengidap suatu bentuk kelelahan kronis

(Budiono dkk, 2003). Stres yang timbul saat pekerjaan, maka akan dapat menimbulkan kelelahan saat bekerja (Bridger, 2003).

5. Lama Tidur (WORKCOVER, 2008) (OSHS, 2003) (OHS, 2003) (Kroemer dan Grandjean, 1997). Menurut Occupational Safety and Health (2003) hal-hal yang dapat menghilangkan perasaan kelelahan seseorang diantaranya adalah waktu istirahat atau lama tidur. Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik. Rata-rata orang dewasa sehat membutuhkan lama tidur sekitar 7-8 jam tiap malam (Kozier et al, 2008). Tidur dimalam hari ataupun waktu bebas disiang hari memberikan kontibusi bagi istirahat psikis dan fisik sehingga kesehatan dan efisiensi tubuh terjaga dan kejadian kelelahan dapat dihilangkan (Budiono dkk, 2003).

Nadia (2009) menyatakan bahwa pencegahan kelelahan pada tenaga kerja yang paling baik dilakukan adalah dengan mengelola jam kerja, lama tidur dan mengelola bahaya yang terkait dengan kelelahan. Penelitian Nadia (2009) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan proporsi kelelahan antara responden yang memiliki jam tidur optimal dengan responden yang tidak memiliki lama tidur optimal. Responden yang tidak memiliki jam tidur yang optimal memiliki peluang 4 kali lebih besar untuk mengalami kelelahan dibandingkan dengan responden dengan lama tidur optimal.