• Tidak ada hasil yang ditemukan

Judul-judul Buku Swa-bantu Islami sebagai Fetis (Pembaca

A. Pembaca Judul-judul Buku Swa-bantu Islami: Identifikasi Simbolis

5. Judul-judul Buku Swa-bantu Islami sebagai Fetis (Pembaca

Subjek tidak melampaui fantasi dan kembali terikat pada lingkaran permintaan Liyan Simbolis karena ada suatu kenikmatan yang dia peroleh dengan kembali menjadi parasit makna yang tersedia dalam tatanan simbolis. Kenikmatan tersebut adalah kenikmatan yang diperoleh ketika subjek menjadi “mainan” permintaan Liyan.

Kondisi ini membuatnya berpindah dari satu objek ke objek lain sesuai permintaan Liyan Simbolis, tanpa mampu menghadapi objet petit a-nya sendiri. Jika dia dapat berfantasi dalam rangka menghadapi objet petit a dan kemudian melampauinya, maka dia berhasil melakukan separasi, pemisahan diri dari Liyan. Akan tetapi, jika dia gagal berfantasi dan tetap menghadapi objek-objek tersebut –artinya dia tidak mengalami separasi–, maka objek tersebut menjadi fetis baginya. Subjek yang memosisikan suatu objek sebagai fetis termasuk ke dalam

16 Meski penelitian ini tidak memfokuskan diri pada sampul buku swa-bantu Islami, namun di sini dapat

dinyatakan bahwa secara artistik, artinya jika sampul buku dijadikan salah satu media untuk kreasi seni, sampul-sampul tersebut telah gagal. Dikatakan gagal karena sampul-sampul itu tidak mendorong orang yang melihat untuk melampaui fantasi, melainkan terperangkap pada penanda-penanda visual yang dipajang. Penanda itu menjadi fetis karena tidak memungkinkan yang melihat melampaui fantasi. Penanda-penanda visual yang jadi fetis dan dipakai begitu saja oleh para perancang sampul sekali lagi membuktikan bahwa Liyan Simbolis tidak punya jaminan (kepastian) apa itu Islam? Lack pada Liyan Simbolis ini dihadapi para perancang dengan menempatkan arabesque, cadar, padang pasir, pedang Arab, onta, bahkan piramida Mesir dan sebagainya, sebagai penambal bagi lack itu. Kreativitas di sini hanya berarti soal kreatif (rajin) memilih stok penanda yang ada (tersedia di google). Konsekuensinya adalah inovasi yang terdapat dalam rancangan-rancangan sampul buku swa-bantu Islami hanya sebagai

kategori subjek perversif.17 Dalam psikoanalisis Lacanian, rumusan untuk posisi subjek perversif dituliskan jadi a ◊ $, kebalikan dari rumus fantasi.

Dalam rumusan ini objek (a) berada pada posisi menentukan, karena

objeklah yang dipakai subjek untuk menghilangkan kegelisahannya ketika menghadapi kenyataan bahwa Liyan Simbolis berkekurangan (lack).18 Fantasi sebagai strategi untuk mengatasi kenyataan bahwa Liyan berkekurangan (lack) tidak bisa dilampaui agar sampai pada apa yang disebut Nama-Sang-Ayah

(dirumuskan Lacan dengan S(Ǿ)). Nama-Sang-Ayah adalah “nama” bagi

kekurangan (lack) yang dialami Liyan. Karena gagal mengalami separasi dan

menemukan Nama-Sang-Ayah, subjek perversi akhirnya hanya berhadapan dengan permintaan Liyan dan tidak mampu mengalami kekurangan Liyan.

Idealnya, subjek pembaca buku-buku swa-bantu Islami harus mampu

menemukan Nama-Sang-Ayah ini sebagai nama bagi kekurangan (lack) Liyan,

yakni suatu being moslem (keislaman) yang tidak mampu dirumuskan Liyan

dengan penanda-penanda simbolis. Jika mayoritas pembaca buku-buku tersebut tidak berhasil menemukannya, maka mereka menjadikan penanda-penanda keislamian sebagai objek untuk menutupi kekurangan Liyan. Oleh sebab itu, mayoritas pembaca buku swa-bantu Islami adalah subjek fetisis yang memfetiskan – antara lain– penanda-penanda metonimik dalam judul-judul buku swa-bantu Islami.

17

One way to describe my essential thesis regarding perversion is to say that the pervert has undergone alienation —in other words, primal repression, a splitting into conscious and unconscious, an acceptance or admission of the Name-ofthe- Father that sets the stage for a true coming-to-be of the subject in language (unlike the psychotic)— but has not undergone separation. Lihat Bruce Fink, A Clinical Introduction to Lacanian Psychoanalysis: Theory and Practice, Cambridge: Harvard University Press, 1999, hlm. 175.

18

There are, of course, other possibilities of avoiding this hysterical deadlock: the perverse position, for example, in which the subject identifies himself immediately with the object and thus relieves himself of the burden of the question). Lihat Slavoj Zizek, The Sublime Object of Ideology, London: Verso, 2008, hlm 205.

Salah satu karakter subjek perversif adalah penyangkalan (disavowal).

Kekurangan (lack) di pihak Liyan bukannya tidak diketahui oleh subjek,

melainkan disangkal. Karena penyangkalan inilah subjek kemudian berpegang pada objek-objek yang dia gunakan untuk menutupi kekurangan tersebut. Dalam psikoanalisis Lacanian, objek yang dipakai untuk menambal kekurangan (lack) Liyan itu disebut falus maternal.

Di dalam judul-judul buku swa-bantu Islami, aneka rupa penanda yang menyifati figur seorang Muslim –lepas dari usia, gender, status dalam keluarga, dan lain sebagainya– adalah semacam patok yang harus diikuti, ego ideal yang jadi tempat dia melakukan identifikasi simbolis. Sebagai contoh, penanda “bahagia”, “kaya”, “sukses,” “sehat,” “sakinah” dan lain sebagainya adalah

permintaan yang harus dipatuhi. Alih-alih mengalami kekurangan (lack) dan

merasakan ketidakpuasan dengan penanda-penanda ini dan kemudian berfantasi supaya bisa melangkah lebih jauh untuk memperoleh suatu subjektivitas yang “otentik” –dalam arti subjektivitas yang tak lagi terikat pada lingkaran setan makna tatanan simbolis–, subjek justru dikendalikan oleh penanda-penanda ini. Subjek merasa bahwa penanda-penanda tersebut bisa mengatasi kekurangan (lack) pada pihak tatanan simbolis. Akhirnya dia malah dikendalikan oleh penanda-penanda itu. Dia jadi budak fetis.

Liyan Simbolis tidak memiliki jaminan kebenaran tentang apa yang

ditawarkannya (there is no other of the Other). Inilah yang membuatnya

berkekurangan (lack). Fetisisme penanda yang dialami subjek pembaca buku

swa-bantu Islami terjadi manakala dia menjadikan penanda-penanda itu sebagai

objek yang akan menanggulangi kekurangan (lack) Liyan Simbolis. Dalam

konteks kehidupan ekonomi, misalnya, kekurangan (lack) Liyan Simbolis adalah memberikan jaminan bahwa kesejahteraan ekonomi itu pasti tersedia bagi setiap

memosisikan penanda-penanda seperti “kaya”, “rezeki”, atau “hutang” dan “kemiskinan” seperti yang ada dalam dua tabel di bawah, sebagai fetis yang akan menambali apa yang kurang di Liyan Simbolik.

Tabel II.2: Judul-judul dengan kata “kaya” dan “rezeki”

5 Cara Jadi Orang Islam Kaya

 

Aku Menikah Maka Aku Kaya

 

Berdhuha Akan Membuatmu Benar2 Sukses & Kaya

 

Bacalah Surat Al Waaqiah Maka Engkau Akan Kaya

 

Bersyukur Membuatmu Makin Kaya

 

Istighfar Untuk Sukses Dan Kaya

 

Jika Ingin Cepat Kaya Shadaqah

 

Kaya Bukan Dosa

 

Menjadi Kaya dengan Tawakal

 

Meraih Kaya Cara Rasul

 

Menjadi Sehat Kaya dengan Shadaqah

 

Pakai Otak Kananmu, Dijamin Kaya

 

Amalan Inti Percepat Rezeki

 

Ampuhnya Ayat‐ayat 1000 Dinar agar Hidup Berlimpah Rezeki

 

Mendobrak Pintu Rezeki dengan 7 Jurus Sakti Warisan Nabi

 

Rahasia Amal Ibadah Pembuka Pintu Rezeki

 

Memanggil Rejeki Dengan Doa Umul Barokah

 

Membuka Pintu Rejeki dengan Sujud

 

Sedekah Kunci Pembuka Pintu Rejeki

 

Tabel II.3: Judul-judul tentang Hutang dan Kemiskinan

Doa Dan Dzikir Mustajab agar Rejeki Tidak Putus Dan Hutang Trbayar  Doa & Zikir Bebas Hutang 

Hidup Tenang Tanpa Hutang  Jangan Bertengkar karena Hutang 

Maha Mustajab Doa2 Pelunas Hutang Tolak Bala & Panjang Umur  Allah Maha Penolong: Maka Engkau Gampang Bayar Hutang  Rumah Tangga Tanpa Hutang 

Bila Engkau Miskin 

Doa2 Rahasia Cepat Kaya, Murah Rezeki & Anti Miskin  Resep Anti Miskin Yang Di Jamin Al‐Quran 

Shalat Tolak Miskin 

Subjek bukannya tidak tahu perlihal kekurangan (lack) ini, karena dia tahu persis bahwa “kekayaan”, “rezeki” tidak tersedia bagi setiap orang dan tidak setiap orang bisa lepas dari “hutang” dan “kemiskinan.” Subjek hanya mengingkari kenyataan ini dan tidak mau repot mempersoalkan mengapa orang harus kaya dan memburu rezeki, mengapa diharuskan tidak miskin dan berhutang. Lalu dia pun mengambil penanda-penanda tadi sebagai jalan pintas supaya tidak bersusah-susah mempertanyakan keadaan: bertanya pada dirinya sendiri apakah memang orang hidup harus kaya dalam arti yang umum dipakai, misalnya, atau apa salahnya jika seseorang punya hutang. Dan subjek pun berada pada posisi-subjek perversif.19

Penanda-penanda yang dijadikan fetis dalam judul-judul buku swa-bantu Islami bisa juga pola ungkapan (maksim) “jika-maka.” Dalam beberapa judul buku swa-bantu Islami, pola ini mengesankan kepada pembaca semacam instrumentalisasi ibadah untuk tujuan-tujuan yang konkret, keinstanan proses mencapai suatu tujuan, atau keluarbiasaan yang dijanjikan.

Judul-judul dengan pola “jika-maka” ini menjadi fetis bagi subjek yang mengingkari kenyataan bahwa Liyan Simbolis kehidupan beragama sebenarnya

tidak punya jaminan kebenaran (other of the Other) tentang apa gunanya

beribadah, beramal shaleh, atau berakhlak mulia. Tujuan-tujuan eskatologis seperti pahala dan keselamatan di kehidupan akhirat kelak tetap tidak bisa memberikan kepastian karena tetap harus diuraikan dan ditafsirkan secara simbolis menggunakan bahasa sehari-hari yang dipakai umat Islam. Penyederhanaan tafsiran dalam kosa kata keagamaan, semisal ritual membaca

19 Zizek menyebut subjek yang mempertanyakan keadaan ini sebagai subjek histeris. Sementara perversi

adalah alternatif lain untuk menghadapi kebuntuan keadaan akibat permintaan Liyan. “There are, of course, other possibilities of avoiding this hysterical deadlock: the perverse position, for example, in which the subject identifies himself immediately with the object and thus relieves himself of the burden of the

al-Quran akan melapangkan rezeki, shalat dapat membugarkan tubuh dan lain sebagainya, justru menjadi jalan pintas bagi subjek untuk tidak repot mempertanyakan “kebenaran” tujuan semua ritual itu. Maka judul-judul yang bentuk retorisnya berpola “jika-maka” ini akhirnya menjadi fetis sebagai penambal bagi Liyan Simbolis yang tak mampu memberikan kepastian bagi subjek yang bertanya-tanya tentang apa sesungguhnya “guna” ibadah bagi dirinya.

Tabel II.4: Judul-judul dengan Teknik Retorika Logika “Jika-Maka”

Ingin Bahagia? Tegakkanlah Shalat Malam 

Ingin Sehat? Berobatlah dengan Al‐Quran dan Madu  Ingin Cepat Kaya, Shadaqah! 

Amalan Amalan Ringan Pembuka Pintu Surga  Menolak Musibah Dengan Sedekah  

Sukses &Kaya Dengan Mengamalkan Asmaul Husna  Aku Menikah Maka Aku Kaya 

Aku Puasa Maka Aku Kaya  

Ingatlah Mati Maka Akn Sukses&Bahagia 

Kesalahan2 Berdhuha Yang Menyebabkan Tidak Bisa Kaya 

Tabel II.5: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Ketersingkapan

Mengungkap Hikmah Shalat Tasbih   Menyingkap Rahasia Shalat Khusyuk   Menyingkap Tabir Perempuan Islam   Mengungkap Keajaiban Sujud   Menyingkap Keajaiban Istighfar 

Mengungkap Hikmah Dan Dahsyatnya Syahadat  Misteri Dahsyatnya Gerakan Shalat 

Misteri Malam Jumat 

Mukjizat Penyembuhan Air Zamzam  Dahsyatnya Mukjizat Shalat Tahajud  Rahasia Muslimah Pintar Menyuapi Anak

Tabel II.6: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Keinstanan

10 Metode Efektif Agar Anak Mencintai Alquran  Agar Mudah Masuk Surga 

Allah Maha Pemberi Maka Engkau Gampang Naik Gaji  Cara Cepat Menarik Pertolongan Allah 

Cara Mudah Memahami Aqidah  Meraih Surga dalam Hitungan Detik 

Doa Doa Ampuh Cepat Dikaruniai Momongan  Quantum Doa Percepatan Rizqy 

Rahasia Agar Doa Cepat Terkabul 

Surah Yasin: Solusi Cepat Mengatasi 1001 Masalah 

Sebagai tambahan, fetisisme keinstanan dalam judul-judul buku swa-bantu Islami paling mencolok muncul dalam judul-judul yang membuat bilangan- bilangan untuk meringkas sesuatu yang sebenarnya kualitatif, semisal sekian- sekian cara untuk ini, sekian-sekian tips praktis untuk itu dan lain sebagainya. Berdasarkan data yang ada, judul-judul ini relatif banyak sekitar 556 judul (4,45%). Sebagai ilustrasi dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel II.7: Judul-judul dengan Bilangan Tertentu

10 Langkah Menjadi Muslim Kaya 

10 Metode Efektif Agar Anak Mencintai Alquran  100 Dosa Yang Diremehkan Wanita 

1000 Tips Keluarga Samara 

1001 Ayat Motivasi Penuntun Hidup Dunia&Akhirat 101 Ayat2 Motivasi Hidup Penuh Optimisme 

114 Kisah Nyata Doa‐Doa Terkabul   13 Cara Nyata Mengubah Takdir  16 Kunci Rahasia Menjemput Jodoh  17 Cara Mudah Rezeki Berlimpah 

25 Rahasia Terdahsyat Haji Hingga Mabrur  293 Kutipan Spiritual 

35 Langkah Islami Menghindari Stres 

40 Langkah Melestarikan Kemesraan Suami Istri  417 Kesalahan Shalat Yang Diremehkan 

52 Nasehat Agar Anak Tidak Durhaka  7 Amalan Penarik Rezeki  

8 Secrets. Delapan Rahasia Meraih Kebahagian  9 Kunci Pembuka Gembok Rezeki 

99 Tips Praktis Berpikir Positif 

Dari judul-judul dalam tabel di atas dapat dilihat bagaimana bilangan dari 0- 9 terdapat dalam judul-judul yang ingin memberi kesan sifat kuantitatif dari sesuatu yang pada hakikatnya kualitatif. Di sini yang jadi soal bukan apakah

sesuatu yang sebenarnya abstrak-kualitatif itu bisa disederhanakan (dikuantifikasi) menjadi beberapa poin atau tidak, akan tetap bagaimana subjek akhirnya terpaku pada jumlah bilangan tersebut sebagai pegangan baginya dalam menghadapi abstraknya usaha mencari rezeki misalnya. Bilangan- bilangan tersebut menjadi fetis bagi subjek yang tidak mau “berusaha” sendiri menemukan langkah atau cara-cara yang akan memuaskannya dalam menggapai apa yang dia inginkan.

Jika di atas yang dibicarakan adalah hal-ihwal subjek pembaca buku-buku swa- bantu Islami sebagai subjek perversif yang memosisikan penanda-penanda dalam judul-judul buku swa-bantu Islami sebagai fetis, maka selanjutnya akan membicarakan pengetahuan yang dijanjikan oleh buku-buku swa-bantu Islami. Ini dimaksudkan untuk menemukan apa yang jadi kekuatan dari judul-judul itu sehingga bisa menjadi semacam “berhala” bagi pembaca yang gelisah dengan subjektivitasnya, yang sedang mencari-cari identitasnya sebagai seorang Muslim.

B. Janji Pengetahuan dalam Buku Swa-bantu Islami: Judul sebagai Cermin