BAB II KAJIAN PUSTAKA
B. Kajian Teori
No. Penulis/ Tahun/ Judul
Penelitian Persamaan Perbedaan
Pabelan Magelang Tahun 2018
serta lokasi berbeda.
5 Indana Zulfa/ 2022/
Implementasi Lingkungan Pesantren Dalam
Mengembangkan Karakter Peduli Sosial Peserta Didik Sd TQ-T An-Najah (Studi Kasus Sd Tq-T An Najah Cindai Alus Martapura)
Fokus penelitian sama.
Metode dan konsep penerapan
Adapun maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini, yaitu untuk mengetahui dan mengukur seberapa besar tingkat keberhasilan yang di capai oleh Pondok Pesantren Baitul Hikmah dalam mengimplementasikan kepedulian para santri terhadap lingkungan pondok pesantren melalui program eco-pesantren yang dilaksanakan tersebut.
terciptanya suasana dan proses pembelajaran untuk peserta didik lebih aktif dalam pengembangan potensinya guna memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian terhadap dirinya, kecerdasan, akhlak yang terpuji, dan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa serta negara. (Oktarosada, 2017: 20)
b. Karakter
Secara etimologis, karakter (character) menurut Ryan and Bohlin yang berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave”. Menurut Echols dan Shadily kata “to engrave” itu dapat diterjemahkan dengan mengukir, melukis, memahatkan serta menggoreskan. Kata
“karakter” dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan dengan tabiat, sifat kejiwaan seseorang, akhlaq atau budi pkerti, watak dan perlakuan yang mengacu pada perbedaan seseorang dengan yang lainnya. Arti dari karakter dalam bahasa yakni huruf, angka, ruang serta simbol yang khusus kemudian dapat muncul pada layar dengan papan ketik. Seseorang yang memiliki karakter merupakan seseorang yang mempunyai kepribadian, perilaku, sikap, tabiat dan perwatakan yang tertentu, dan watak itulah yang membedakan dirinya dengan seseorang yang lain (Sajadi, 2010: 1).
Berdasarkan pengertian yang disebutkan di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwasanya karakter adalah nilai-nilai yang menyeluruh perilaku seseorang yang mencakup seluruh aktivitas di dalam hidupnya, baik yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, maupun dengan lingkungan yang telah terwujud dalam fikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasar atas norma-norma dalam agama, hukum, tata krama, kebudayaan, serta adat istiadat (Oktaviana, 2020: 25).
c. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah istilah yang semakin mendapat pengakuan dari banyak masyarakat Indonesia saat ini. Terlebih hal ini dirasakan oleh berbagai ketimpangan menurut hasil pendidikan yang dilihat dari lulusan pendidikan formal pada saat ini, semisal pada kasus korupsi, perkembangan seksual yang bebas pada kalangan remaja, narkoba, tawuran, pembunuhan, perampokan yang dilakukan oleh kaum pelajar, dan pengangguran sekolah menengah atas (Hasyim, 2015: 152).
Pendidikan Karakter menurut Thomas Lickona (1991) merupakan pendidikan guna terbentuknya kepribadian seseorang melalui pendidikan seperti budi pekerti, yang mana hasilnya dapat terlihat pada tindakan nyata seseorang, yakni
tingkah laku yang mulia, jujur dan bertanggung jawab, menghormati hak-hak orang lain, serta kerja keras. Dengan demikian, proses pendidikan karakter, ataupun pendidikan akhlak dan karakter bangsa sudah tentu harus dipandang sebagai usaha sadar dan terencana, bukan usaha yang sifatnya terjadi secara kebetulan. Bahkan kata lain, pendidikan karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk memahami, membentuk, memupuk nilai-nilai etika, baik untuk diri sendiri maupun untuk semua warga masyarakat atau warga negara secara keseluruhan. (Dalmeri, 2014: 272)
2. Pendidikan Karakter Peduli Lingkungan
Lingkungan bagi seseorang adalah salah satu unsur penting dalam proses hidupnya, karena lingkungan tidak hanya untuk tempat melakukan aktivitas, namun lingkungan juga berperan sekali untuk mendukung aktivitas-aktvitas seseorang. Semua kebutuhan yang diperlukan oleh seseorang telah tercakup semua dalam lingkungan sehingga adanya upaya yang dilakukan seseorang dalam mengeksploitasi lingkungannya demi kebutuhan hidupnya. Jadi, merupakan hal yang sangat di maklumi apabila interaksi seseorang dengan lingkungannya akan berlangsung secara terus menerus. Adanya interaksi maka dipastikan kondisi pada lingkungan akan dipengaruhi oleh perilaku seseorang. Sikap dan perilaku seseorang inilah yang dapat menentukan baik maupun
tidaknya suatu lingkungan. Sebagaimana seseorang itu dapat memperlakukan lingkungan maka dampaknya kepada kualitas kehidupan seseorang itu sendiri (Hamzah, 2013).
Memahami pendidikan karakter peduli lingkungan, kata
“peduli” yang di kutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia yakni mengindahkan, memperhatikan, menghiraukan. Draf Grand Design pendidikan karakter, karakter peduli lingkungan di lukiskan bahwa peduli merupakan perlakuan seseorang dengan sopan, bertindak santun, bersikap toleransi terhadap banyaknya perbedaan, tidak menyukai perbuatan yang dapat menyakiti orang lain, mendengarkan orang yang lainnya, ingin berbagi, tidak merendahkan yang lainnya, tidak mengambil keuntungan yang diperoleh dari orang lain, mampu dalam bekerja sama, terlibat dalam kegiatan mayarakat, menyayangi sesama manusia dan makhluk yang lainnya, setia, cinta akan kedamaian ketika menghadapi persoalan (Samani, 2012).
Membangun karakter peduli lingkungan terhadap peserta didik pada dasarnya merupakan bagian atas pendidikan sebuah lingkungan. Pendidikan lingkungan hidup diberikan melalui pendidikan bersifat formal pada tingkat sekolah dasar maupun sampai pada tingkat sekolah menengah atas berdasarkan tujuan yakni meningkatkan wawasan, keterampilan, serta kesadaran peserta didik mengenai nilai-nilai lingkungan, hingga pada
akhirnya akan mengarahkan dan menggerakkan siswa guna berperan aktif untuk upaya pelestarian dan keselamatan terhadap lingkungan.
Indikator peduli lingkungan antara lain sebagai berikut : (Fitri, 2015)
(1) Menjaga lingkungan kamar santri, asrama, serta area pondok pada umumnya.
(2) Merawat tanaman serta tumbuhan dengan perlakuan yang baik tanpa berniat merusak dan menginjaknya.
(3) Mendukung adanya program go green (penghijauan) di lingkungan pesantren.
(4) Tersedianya lokasi pembuangan sampah organik maupun anorganik.
(5) Menyediakan kamar mandi, air yang bersih, dan tempat untuk pencucian tangan.
Berdasarkan paparan yang telah disebutkan, sikap maupun karakter peduli lingkungan merupakan sebuah sikap yang perlu dikembangkan di pesantren. Pengembangan karakter terhadap kepedulian lingkungan, diharapkan dapat menyadarkan semangat santri maupun warga pondok lainnya dalam kepeduliannya terhadap alam maupun lingkungan sekitar.
3. Eco-Pesantren
Eco-pesantren, dari susunan katanya terdiri dari dua kata yang masin-masing mempunyai definisi berbeda. Eco diambil dari kata ecologi atau ekosistem yang merupakan terminologi yang erat kaitannya dengan lingkungan hidup. Sebagaimana definisi yang sudah umum dipahami adalah institusi pendidikan khas di Indonesia yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman. Masing-masing kata yang membentuknya, bisa dikatakan eco-pesantren berarti sebuah institusi pendidikan islam yang mempunyai penekanan pada aktivitas yang tanggap terhadap lingkungan hidup. (La Fua, 2013:
118)
Eco-Pesantren muncul pertama kali kurang lebih pada tahun 2005, yaitu ketika mulai digagas dan didirikannya Eco Pesantren Daarut Tauhiid oleh KH Abdullah Gymnastiar bersama timnya di kota Bandung Jawa Barat. Eco-Pesantren Daarut Tauhiid merupakan sebuah model pesantren desa (rural pesantren) yang desain fisik dan rencana aktivitasnya sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Program Eco-pesantren sebagai model pendidikan lingkungan hidup di lingkungan pondok pesantren ternyata manarik perhatian ulama dan ilmuan, serta secara nasional program ini diluncurkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup yang bekerjasama dengan Kementerian Agama pada tanggal 5-6 Maret
2008 di Asrama Haji Pondok Gede. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup Eco-pesantren memiliki beberapa tujuan di antaranya :
1. Meningkatkan kesadaran bahwa ajaran Islam menjadi pedoman yang sangat penting dalam berperilaku yang ramah lingkungan.
2. Penerapan ajaran Islam dalam kegiatan sehari-hari.
3. Sosialisasi materi lingkungan hidup dalam aktivitas pondok pesantren (Pengajian, Majelis Ta’lim, dan lain-lain).
4. Mewujudkan kawasan pondok pesantren yang baik, bersih, dan sehat.
5. Memberdayakan komunitas pondok pesantren untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang Islami, berdasarkan Al-Qur’an dan al-Sunnah.
6. Meningkatkan aktivitas yang mempunyai nilai tambah, baik nilai ekonomi, sosial, dan ekologi.
7. Menjadikan pondok pesantren sebagai pusat pembelajaran (central of excellence) yang berwawasan lingkungan bagi komunitas pesantren dan masyarakat sekitar. (La Fua, 2013:
119)
Program dan kegiatan yang dikembangkan dalam eco-pesantren berdasarkan Al-Qur’an, al-Sunnah, dan kitab-kitab salaf antara lain berupa: kemaslahatan, kebersamaan, keterbukaan,
kesetaraan, kejujuran, keadilan, dan kelestarian lingkungan hidup.
Keuntungan pondok pesantren dalam mengikuti program eco-pesantren menurut Kementerian Lingkungan Hidup RI 10 meliputi:
1. Meningkatkan efisiensi pelaksanaan kegiatan operasional pondok pesantren dan penggunaan berbagai sumberdaya.
2. Penghematan sumber dana melalui pengurangan konsumsi berbagai sumberdaya.
3. Meningkatkan kondisi belajar mengajar yang lebih nyaman dan kondusif bagi warga pondok pesantren.
4. Menciptakan kondisi kebersamaan bagi warga pondok pesantren, sekaligus meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
5. Menghindari berbagai resiko dampak lingkungan dengan meningkatkan aktivitas yang mempunyai nilai tambah bagi pondok pesantren.
6. Menjadi tempat pembelajaran bagi generasi muda tentang nilai-nilai pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan benar.
Indikator program eco-pesantren menurut Kementerian Lingkungan Hidup RI 11 meliputi :
1. Pengembangan kebijakan pondok pesantren ramah lingkungan.
2. Pengembangan kurikulum lingkungan berbasis alam.
3. Pengembangan kegiatan ekstrakurikuler berbasis tadabbur alam.
4. Pengembangan dan atau pengelolaan sarana dan prasarana pendukung pondok pesantren.
Gambar 2.1. Bunga di Dalam Polybag
Gambar 2.2. Tanaman Dalam Polybag
35