• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Penelitian Terdahulu

II TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Kajian Penelitian Terdahulu

Masruri (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Jamur Tiram Putih (Studi Kasus: Yayasan Paguyuban Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)" meneliti mengenai kelayakan usaha budidaya jamur tiram putih dari aspek non finansial dan aspek finansial dengan menggunakan dua skenario, yaitu skenario I Yayasan Paguyuban Ikhlas membeli log jamur dalam usahanya dan skenario II Yayasan Paguyuban Ikhlas memproduksi sendiri log jamur tiram putih. Selain itu, dalam penelitian ini dilakukan juga analisis switching value usaha budidaya jamur tiram putih jika terjadi penurunan harga jamur tiram putih dan peningkatan biaya variabel.

Penelitian ini memiliki persamaan dalam penggunaan skenario yaitu membeli log jamur untuk usaha budidaya jamur tiram putih dan skenario menghasilkan log jamur sendiri untuk budidaya. Namun, dalam penelitian ini tidak terdapat skenario mengenai usaha yang hanya menjual log jamur tiram putih

tanpa melakukan kegiatan budidaya. Penelitian ini juga berbeda dalam hal sumber modal yang diperoleh, yaitu melalui modal sendiri dan pinjaman, sehingga discount rate yang digunakan berbeda. Hasil penelitian menunjukan bahwa usaha jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas baik skenario I maupun skenario II layak untuk dilaksanakan secara non finansial maupun secara finansial, tetapi usaha jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas akan lebih layak jika menggunakan skenario I yaitu membeli log jamur untuk kegiatan usaha budidaya jamur tiram putih daripada memproduksi sendiri. Pada analisis switching value diketahui bahwa maksimum penurunan harga jamur tiram putih yang menghasilkan NPV=0 pada skenario I sebesar 12,25% dan pada skenario II sebesar 9,29%. Dapat diketahui juga bahwa maksimum peningkatan biaya variabel yang menghasilkan NPV=0 pada skenario I sebesar 20,08% dan pada skenario II sebesar 11,42%.

Nasution (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih (Kasus Perusahaan X di Desa Cibitung Kulon, Kecamatan Pamijahan, Bogor, Jawa Barat)" meneliti mengenai kelayakan usaha budidaya jamur tiram putih dari aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen serta aspek finansial dengan menggunakan tiga skenario, yaitu skenario I usaha mengunakan bahan bakar dari kayu bakar, skenario II usaha menggunakan bahan bakar dari gas alam, dan skenario III usaha akan melakukan peningkatan produksi dengan menggunakan modal yang berasal dari pinjaman. Selain itu, dalam penelitian ini dilakukan juga analisis sensitivitas usaha budidaya jamur tiram putih jika terjadi penurunan harga jamur tiram putih dan peningkatan harga input.

Penelitian ini berbeda dalam menganalisis aspek non finansial, dimana pada penelitian ini hanya terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen. Selain itu, skenario yang digunakan untuk menganalisis kelayakan finansial usaha jamur tiram putih juga berbeda. Hasil penelitian menunjukan bahwa usaha jamur tiram putih pada perusahaan baik skenario I, skenario II, dan skenario III layak untuk dilaksanakan secara non finansial dan secara finansial. Pada skenario I dan skenario II discount rate yang digunakan didasarkan pada suku bunga deposito BRI periode Juli-Desember 2009 sebesar 6,5%, sedangkan

pada skenario III discount rate didasarkan pada suku bunga pinjam sebesar 15%. Hasil analisis finansial skenario I maupun skenario II tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam kriteria kelayakan finansialnya. Dengan demikian usaha jamur tiram putih tersebut jika menggunakan bahan bakar kayu bakar ataupun gas alam tidak akan memberikan perbedaan yang besar terhadap hasil finansialnya. Sedangkan skenario III memiliki kriteria kelayakan yang tidak lebih baik daripada skenario I dan skenario II.

Putri (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kelayakan Usahatani Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Sistem Kemitraan (Studi Kasus: D’ Lup Farm, Desa Sudajaya Girang, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)" meneliti mengenai kelayakan usahatani jamur tiram putih dengan sistem kemitraan dari aspek non finansial dan aspek finansial serta kelayakan usahatani jamur tiram putih dengan sistem kemitraan dari aspek finansial jika terjadi risiko produksi. Selain itu, dalam penelitian ini dilakukan juga analisis switching value usahatani jamur tiram putih jika terjadi penurunan harga jual jamur tiram putih dan peningkatan harga bahan baku.

Penelitian ini memiliki perbedaan dalam menghitung risiko produksi yang terjadi, dimana pada penelitian ini menggunakan analisis risiko. Selain itu, discount rate yang digunakan berbeda. Pada penelitian ini discount rate didasarkan pada keuntungan atau pendapatan bersih yang diinginkan investor. Hasil penelitian menunjukan bahwa usaha jamur tiram putih D’ Lup Farm dengan sistem kemitraan tanpa perhitungan risiko produksi layak untuk dilaksanakan secara non finansial dan secara finansial. Namun, untuk kelayakan usaha D’ Lup Farm dengan adanya risiko produksi sebesar 33,3% secara finansial tidak layak. Besar risiko tersebut diperoleh dari nilai coef. variation dalam perhitungan risiko produksi. Pada analisis switching value diketahui bahwa maksimum penurunan harga jual jamur tiram putih yang menghasilkan NPV=0 sebesar 3,59% dan maksimum peningkatan harga bahan baku yang menghasilkan NPV=0 sebesar 17,75%.

Rahayu (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor, Provinsi Jawa Barat” meneliti mengenai saluran dan tingkat efisiensi margin pemasaran jamur tiram segar. Hasil

penelitian menunjukan bahwa sistem pemasaran jamur tiram segar di Bogor dilakukan melalui enam lembaga saluran pemasaran, yaitu produsen, pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, pengecer, dan supplier. Saluran pemasaran jamur tiram segar di Bogor terdiri dari delapan buah saluran pemasaran, yaitu (I) Produsen dan konsumen, (II) Produsen, pengumpul, dan konsumen, (III) Produsen, pedagang besar, dan konsumen, (IV) Produsen, pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, dan konsumen, (V) Produsen, pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, pengecer, dan konsumen, (VI) Produsen, pengecer, dan konsumen. Dua saluran lain yang tidak dapat diteliti secara lengkap adalah (VII) Produsen, supplier, supermarket, dan konsumen serta (VIII) Produsen, pengumpul, pedagang besar, supplier, supermarket, dan konsumen.

Saluran antara produsen langsung kepada konsumen akhir memiliki tingkat efisiensi terbaik dengan Farmer’s share sebesar 100 persen dan nilai margin pemasaran saluran sebesar 63,73 persen dari harga beli konsumen. Saluran pemasaran dengan tingkat efisiensi terendah adalah saluran pemasaran yang mencakup produsen, pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, pengecer, dan konsumen, yakni dengan nilai farmer’s share terkecil sebesar 52,38 persen dan margin pemasaran yang cukup besar, yaitu 65,87 persen dari harga beli konsumen. Perbedaan dalam penelitian ini menganalisis saluran pemasaran jamur tiram segar secara mendalam.

Nasution (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)” meneliti mengenai usahatani jamur tiram putih, biaya, dan pendapatan usahatani jamur tiram putih serta efisiensi usahatani jamur tiram putih.

Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem usahatani jamur tiram putih yang dilaksanakan di Komunitas Petani Jamur Ikhlas tersebut dimulai pada tahapan pemilihan lokasi, pembuatan kumbung, penyiraman, pengendalian hama, pengaturan suhu ruangan, dan panen, kemudian dijual ke Komunitas Petani Jamur Ikhlas. Komunitas Petani Jamur Ikhlas memiliki biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Komponen biaya tunai usaha jamur tiram putih di KPJI diantaranya baglog, upah pada saat panen, ongkos pengangkutan baglog, dan gaji

manajemen, sedangkan komponen biaya yang diperhitungkan yaitu penyusutan bangunan dan peralatan serta upah petani. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai pada petani sebesar Rp 44.928.000,00 dan pendapatan biaya total Rp 43.398.000,00, sedangkan pendapatan tunai pada KPJI sebesar Rp 117.404.544,00 dan pendapatan biaya total Rp 116.514.988.7,00. Usahatani jamur tiram putih yang dilakukan Komunitas Petani Jamur Ikhlas sudah efisien, dengan memiliki nilai R/C > 1. Persamaan dalam penelitian ini dalam proses budidaya jamur tiram putih yang dilakukan.

Ginting (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor” meneliti mengenai pengaruh risiko produksi dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih terhadap pendapatan yang diperoleh dan alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yang terjadi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya risiko produksi mengakibatkan hasil panen yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan, dalam arti mengalami penurunan. Dari hasil penilaian risiko yang menggunakan ukuran coefficient variation, diketahui bahwa budidaya jamur tiram putih pada Cempaka Baru menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Adapun sumber yang menjadi penyebab terjadinya risiko produksi tersebut yaitu; pertama, perubahan cuaca dan iklim yang semakin sulit diprediksi karena cuaca sudah tidak sesuai dengan siklus normalnya. Kedua, serangan hama dan penyakit yang sulit dikendalikan karena karakteristik jamur tiram putih rentan terhadap hama dan penyakit. Ketiga, ketersediaan tenaga kerja terampil pada Cempaka Baru masih kurang memadai, dimana tenaga kerja tersebut sangat berperan dalam setiap kegiatan usaha. Keempat, teknologi pengukusan yang digunakan memiliki tingkat kegagalan sebesar lima persen.

Strategi penanganan risiko produksi yang dapat dilakukan usaha Cempaka Baru adalah strategi preventif, yaitu strategi yang bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko. Adapun tindakan preventif yang dapat dilakukan yaitu, pertama meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani kondisi iklim dan cuaca yang sulit diprediksi yang dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas

penyiraman, dimana pada saat kondisi normal dilakukan penyiraman sebanyak dua kali dalam sehari maka dengan kondisi musim kemarau dilakukan penyiraman minimal empat kali dalam sehari. Kedua, membersihkan area yang dijadikan kumbung untuk mencegah datangnya rayap, tikus, dan mikroba serta memperbaiki dan merawat fasilitas fisik yang dilakukan dengan mengganti peralatan rusak atau tidak dapat dipakai lagi yang dapat mengganggu kegiatan produksi. Ketiga, melakukan perencanaan pembibitan yang dilakukan dengan memastikan semua bahan baku memiliki kualitas yang baik dengan cara melakukan penyortiran. Keempat, mengembangkan sumberdaya manusia dengan mengikuti pelatihan maupun penyuluhan mengenai jamur tiram putih dan yang kelima, menggunakan peralatan yang steril dalam melakukan penyuntikan bibit murni ke dalam media tanam.

Berdasarkan penelitian-penelitian di atas memperlihatkan bahwa pada umumnya usaha jamur tiram putih layak untuk dijalankan serta memiliki berbagai skenario kegiatan usaha yang dapat memberikan tingkat penerimaan yang berbeda. Penulis menggunakan beberapa komponen yang terdapat pada penelitian tersebut untuk digunakan pada penelitian ini. Pada penelitian yang dilakukan Nasution (2010), penulis menggunakan informasi mengenai usahatani jamur tiram putih. Sementara pada penelitian yang dilakukan oleh Masruri (2010), Nasution (2010), dan Putri (2010) peneliti menggunakan konsep dan informasi mengenai kelayakan usaha yang dianalisis secara finansial maupun non finansial serta skenario yang dilakukan. Pada penelitian Rahayu (2004), penulis memperoleh informasi bahwa Farmer’s share dari usaha jamur tiram putih cukup tinggi, sedangkan penelitian Ginting (2009), penulis memperoleh informasi mengenai sumber risiko pada usaha jamur tiram putih serta tindakan preventif yang dapat dilakukan. Semua hasil penelitian terdahulu akan digunakan sebagai pembanding penelitian ini. Dengan mengetahui kelayakan usaha jamur tiram putih pada berbagai skenario, diharapkan mampu menjadi input bagi para pengusaha dalam memulai maupun mengembangkan usahanya.

III KERANGKA PEMIKIRAN