• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA JAMUR TIRAM PUTIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA JAMUR TIRAM PUTIH"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA

JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

(Studi Kasus: Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

SKRIPSI

ABED NEGO HERBOWO H34070011

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RINGKASAN

ABED NEGO HERBOWO. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Jamur

Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) (Studi Kasus: Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Departemen

Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan TINTIN SARIANTI).

Jamur merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang dapat memberikan kontribusi yang besar sebagai penyumbang devisa negara. Pemasaran jamur tidak hanya dilakukan untuk pasar domestik melainkan juga pasar luar negeri atau ekspor. Permintaan jamur di pasar domestik dan pasar luar negeri sangat besar dan terus meningkat, namun tingginya permintaan akan jamur tersebut tidak diiringi dengan jumlah produksi yang mencukupi. Jamur tiram putih merupakan salah satu jamur yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat. Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu penghasil jamur tiram di Pulau Jawa. Wilayah Bogor memiliki kondisi alam yang cocok bagi pertumbuhan jamur tiram dan Kecamatan Cisarua merupakan daerah yang memiliki jumlah baglog dan produksi jamur tiram putih tertinggi serta produktivitas jamur tiram putih yang cukup tinggi di Kabupaten Bogor.

Prospek pasar yang tinggi tersebut akan merangsang pengusaha untuk menekuni atau meningkatkan produksi budidaya jamur tiram putih. Saat ini pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan menerima permintaan log jamur tiram putih dan jamur tiram putih segar yang cukup besar, namun permintaan tersebut belum dapat dipenuhi secara keseluruhan. Hal tersebut menyebabkan pelaku usaha akan melakukan pengembangan usaha dengan meningkatkan skala usahanya. Pengembangan usaha tersebut dilakukan dengan menggunakan modal sendiri. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari bagaimana kelayakan pengusahaan dalam usaha jamur tiram putih tersebut pada tiga skenario yang merupakan tiga kegiatan pengembangan usaha yang akan dilakukan pelaku usaha, yaitu skenario I (hanya menjual log jamur tiram putih), skenario II (membeli log untuk budidaya jamur tiram putih), dan skenario III (membuat log jamur tiram putih untuk dijual dan dibudidaya).

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial ekonomi budaya, dan aspek lingkungan, menganalisis kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dari aspek finansial pada ketiga skenario, dan menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan jika terjadi penurunan harga jual log jamur tiram putih, penurunan harga jual jamur tiram putih segar, dan peningkatan biaya variabel.

Data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan pengamatan secara langsung hanya pada tiga pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dikarenakan ketiga pelaku usaha tersebut telah menggambarkan ketiga skenario yang dilakukan dan memiliki informasi yang lengkap. Data sekunder didapatkan dari laporan yang telah dipublikasikan maupun laporan yang tidak dipublikasikan dari berbagai bersumber. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi langsung di

(3)

lokasi penelitian, yakni dengan melakukan wawancara dan pengamatan langsung serta melalui penelurusan pustaka ataupun literatur. Data dan informasi yang telah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif yang diolah dengan menggunakan bantuan komputer, yakni program Microsoft Excel 2010. Analisis kualitatif dilakukan dengan menganalisis aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk menilai kelayakan pengembangan usaha jamur tiram putih secara finansial. Penilaian kelayakan secara finansial dilakukan dengan melakukan perhitungan kriteria investasi yang terdiri dari NPV, IRR, Net B/C, dan payback period. Selain itu, dilakukan juga analisis switching value (nilai pengganti) untuk mencari perubahan maksimum yang dapat ditolerir agar usaha masih dapat dilaksanakan dan masih memberikan keuntungan normal.

Aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi budaya, dan aspek lingkungan menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan usaha jamur tiram putih ini memiliki peluang pasar yang tinggi, kondisi iklim lokasi yang cocok untuk usaha jamur tiram putih, sarana prasarana usaha yang memadai serta usaha jamur tiram putih ini memberikan dampak yang baik secara sosial ekonomi budaya dan lingkungan sekitar usaha.

Berdasarkan aspek finansial, kriteria kelayakan investasi usaha jamur tiram putih menunjukkan bahwa ketiga skenario yaitu skenario I (menjual log jamur tiram putih), skenario II (membeli log jamur tiram putih), dan skenario III (menjual log dan jamur tiram putih segar) layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan ketiga skenario memiliki nilai NPV lebih besar dari nol, nilai Net B/C lebih besar dari satu, IRR lebih besar dari discount rate yang digunakan dan payback period berada sebelum umur usaha berakhir. Skenario I menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp 708.104.697,01, nilai Net B/C sebesar 2,32, nilai IRR 45 persen, dan PP selama 3 tahun, 6 bulan, 29 hari. Skenario II menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp 403.502.827,98, nilai Net B/C sebesar 1,69, nilai IRR 27 persen, dan PP selama 4 tahun, 3 bulan, 11 hari. Skenario III menghasilkan kriteria investasi yaitu NPV sebesar Rp 2.095.013.894,70, nilai Net B/C sebesar 2,77, nilai IRR 59 persen, dan PP selama 2 tahun, 10 bulan, 6 hari.

Analisis switching value yang dilakukan pada ketiga skenario diperoleh dua parameter untuk skenario I dan skenario II dan tiga parameter untuk skenario III. Pada skenario I perubahan terhadap parameter penurunan harga jual log jamur tiram putih sebesar 22,97 persen lebih sensitif dibandingkan perubahan parameter peningkatan biaya variabel sebesar 35,41 persen. Pada skenario II perubahan terhadap parameter penurunan harga jual jamur tiram putih segar sebesar 14,14 persen lebih sensitif dibandingkan perubahan parameter peningkatan biaya variabel sebesar 20,32 persen. Pada skenario III perubahan terhadap parameter penurunan harga jual jamur tiram putih segar sebesar 53,28 persen lebih sensitif dibandingkan perubahan parameter peningkatan biaya variabel sebesar 68,14 persen dan perubahan parameter penurunan harga jual log jamur tiram putih sebesar 94,18 persen. Presentase terhadap parameter-parameter tersebut merupakan presentase maksimum yang dapat ditolerir pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan agar usaha tetap layak untuk dijalankan.

(4)

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA

JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

(Studi Kasus: Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

ABED NEGO HERBOWO H34070011

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) (Studi Kasus: Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Nama : Abed Nego Herbowo

NIM : H34070011 Menyetujui, Pembimbing Tintin Sarianti, SP, MM NIP. 19750316 200501 2 001 Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) (Studi Kasus: Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

Abed Nego Herbowo H34070011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 September 1989, sebagai anak keenam dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak R. Samuel Iswadi M. dan Ibu Endang Sulistyowati.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Swasta Angkasa 7 Jakarta pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTPN 109 Jakarta. Pendidikan menengah atas di SMUN 81 Jakarta yang diselesaikan pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dan pada tahun 2007 penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada Departemen Budaya, Olahraga, dan Seni periode tahun 2008-2009. Selain itu, penulis juga aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan baik di tingkat fakultas dan kampus serta aktif dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2009-2011.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) (Studi Kasus: Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan pengembangan usaha jamur tiram putih pada aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial ekonomi budaya, dan aspek lingkungan, menganalisis kelayakan pengembangan usaha jamur tiram putih pada aspek finansial dengan menggunakan empat kriteria investasi, yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP) pada tiga skenario yaitu skenario I (hanya menjual log jamur tiram putih), skenario II (membeli log untuk budidaya jamur tiram putih), dan skenario III (membuat log jamur tiram putih untuk dijual dan dibudidaya) serta menganalisis sensitivitas (switching value) pengembangan usaha untuk melihat dampak suatu perubahan keadaan pada hasil analisis kelayakan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Semoga skripsi ini dapat memberikan dukungan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, September 2011 Abed Nego Herbowo

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan, cinta kasih, dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

2. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Suprehatin, SP, MAB selaku dosen penguji dari wakil Departemen Agribisnis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

5. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis.

6. Arief Rahman Hakim selaku pembahas seminar, terima kasih atas masukan dan dukungan selama penulis menyelesaikan skripsi.

7. Aparat Desa Tugu Selatan, petani, karyawan, dan pedagang pengumpul jamur tiram putih, serta masyarakat Desa Tugu Selatan yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian skripsi.

8. Pihak Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Direktorat Jenderal Hortikultura, dan Badan Pusat Statistik atas informasi yang diberikan kepada penulis berkaitan dengan penyusunan skripsi ini.

9. Dosen koordinator dan teman-teman asisten Dasar-Dasar Komunikasi yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Masa-masa menyenangkan dalam kelompok asisten tidak akan penulis lupakan.

10. Teman-teman satu bimbingan skripsi Alwiyah, Shinta, dan Farhan atas kerjasama dan dukungan selama penyelesaian skripsi ini.

(10)

11. Tim Gladikarya Desa Tugu Selatan: Gita, Novia, Nuning, dan Dini Damayanti atas kebersamaan dan pengalaman berharga selama menjalankan kegiatan gladikarya.

12. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis 44 atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi serta pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas semangat dan bantuannya selama penulis menyelesaikan skripsi.

Bogor, September 2011 Abed Nego Herbowo

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I PENDAHULUAN ... ... 1 1.1. Latar Belakang …... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 7 1.3. Tujuan Penelitian ... 9 1.4. Manfaat Penelitian …... 10 II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Gambaran Umum Jamur …... 11

2.2. Karakteristik Jamur Tiram Putih ... 12

2.3. Budidaya Jamur Tiram Putih ... 13

2.4. Panen dan Pasca Panen Jamur Tiram Putih ... 15

2.5. Kajian Penelitian Terdahulu ... 15

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21

3.1.1. Investasi ………... 21

3.1.2. Studi Kelayakan Bisnis ………... 22

3.1.3. Teori Manfaat dan Biaya ... 23

3.1.4. Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis ... 25

3.1.4.1. Aspek Pasar ... 25

3.1.4.2. Aspek Teknis ... 26

3.1.4.3. Aspek Manajemen dan Hukum ... 27

3.1.4.4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya ... 28

3.1.4.5. Aspek Lingkungan ... 28

3.1.4.6. Aspek Finansial ... 29

3.1.5. Analisis Switching Value ... 30

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 31

IV METODE PENELITIAN ... 34

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

4.2. Data dan Instrumentasi ... 34

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 34

4.4. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data ... 35

4.4.1. Analisis Aspek Pasar ... 35

4.4.2. Analisis Aspek Teknis ... 35

4.4.3. Analisis Aspek Manajemen dan Hukum ... 36

4.4.4. Analisis Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya ... 36

4.4.5. Analisis Aspek Lingkungan ... 37

4.4.6. Analisis Aspek Finansial ... 37

4.4.6.1. Net Present Value ... 37

4.4.6.2. Internal Rate of Return ... 38

(12)

4.4.6.4. Payback Period ... 40

4.4.7. Analisis Switching Value ... 40

4.5. Asumsi Dasar yang Digunakan ... 41

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 43

5.1. Profil Kecamatan Cisarua ... 43

5.1.1. Letak dan Keadaan Geografis ... 43

5.1.2. Keadaan Alam ... 43

5.2. Profil Desa Tugu Selatan ... 43

5.2.1. Letak dan Keadaan Geografis ... 43

5.2.2. Keadaan Alam ... 44

5.2.3. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... 44

5.3. Gambaran Umum Usaha Jamur Tiram Putih ... 46

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

6.1. Analisis Aspek Non Finansial ... 48

6.1.1. Aspek Pasar ... 48

6.1.1.1. Potensi Pasar ... 48

6.1.1.2. Bauran Pemasaran ... 50

6.1.2. Aspek Teknis ... 53

6.1.2.1. Pemilihan Lokasi Usaha ... 53

6.1.2.2. Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan .. 56

6.1.2.3. Proses Produksi ………. 57

6.1.2.4. Tata Letak Usaha ... 62

6.1.3. Aspek Manajemen dan Hukum ... 63

6.1.4. Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya ... 65

6.1.5. Aspek Lingkungan ... 66

6.1.6. Hasil Analisis Aspek Non Finansial ... 67

6.2. Analisis Aspek Finansial ... 67

6.2.1. Arus Penerimaan (Inflow) ... 68

6.2.2. Nilai Sisa ... 72

6.2.3. Pengeluaran Perusahaan (Outflow) ... 74

6.2.3.1. Biaya Investasi ... 74

6.2.3.2. Biaya Operasional ……….. 79

6.2.4. Analisis Rugi Laba ... 85

6.2.5. Analisis Kelayakan Finansial ... 87

6.2.6. Analisis Switching Value ... 91

6.2.7. Hasil Analisis Aspek Finansial ... 94

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

7.1. Kesimpulan ... 96

7.2. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Konsumsi Per Kapita Sayuran di Indonesia Periode 2003-2009

(dalam kg per tahun) …... 1

2. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2005-2009 ... 2

3. Perbandingan Volume Ekspor dan Impor Jamur di Indonesia Tahun 2003-2009 ………... 3

4. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur dengan Bahan Makanan Lain ………... 4

5. Kandungan Asam Amino Esensial ... 5

6. Harga Jamur Merang, Jamur Tiram, dan Jamur Kuping pada Dua Minggu Pertama Bulan September 2007 ... 5

7. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jamur Tiram di Pulau Jawa Tahun 2009 ... 6

8. Jumlah, Produksi, dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor Tahun 2007 ... 7

9. Mata Pencaharian Penduduk Desa Tugu Selatan Tahun 2010 ... 45

10. Fasilitas Pendidikan di Desa Tugu Selatan Tahun 2010 ... 45

11. Perkembangan Produksi Jamur di Jawa Barat Tahun 2004-2009 . 49

12. Perhitungan Proyeksi Perkembangan Jamur di Jawa Barat ... 49

13. Kebutuhan Bahan Baku pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan ... 54

14. Penerimaan Log Jamur Tiram Putih Pelaku Usaha di Desa Tugu Selatan (Skenario I) ... 69

15. Penerimaan Jamur Tiram Putih Segar Pelaku Usaha di Desa Tugu Selatan (Skenario II) ... 70

16. Penerimaan Log Jamur Tiram Putih Pelaku Usaha di Desa Tugu Selatan (Skenario III) ... 71

17. Biaya Investasi, Nilai Sisa, dan Penyusutan (Skenario I) ... 75

18. Biaya Investasi, Nilai Sisa, dan Penyusutan (Skenario II) ... 77

19. Biaya Investasi, Nilai Sisa, dan Penyusutan (Skenario III) ... 78

20. Biaya Tetap Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan (Skenario I) ... 80

21. Biaya Tetap Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan (Skenario II) ... 81

(14)

22. Biaya Tetap Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu

Selatan (Skenario III) ... 82

23. Biaya Variabel Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan (Skenario I) ... 83

24. Biaya Variabel Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan (Skenario II) ... 84

25. Biaya Variabel Pelaku Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan (Skenario III) ... 85

26. Hasil Analisis Laporan Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih ... 86

27. Kriteria Kelayakan Investasi pada Skenario I ... 87

28. Kriteria Kelayakan Investasi pada Skenario II ... 89

29. Kriteria Kelayakan Investasi pada Skenario III ... 90

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Hubungan Antara NPV dan IRR ... 30

2. Hubungan Antara NPV dan IRR Saat Dilakukan Analisis Switching Value ... 31

3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 33

4. Baglog Jamur Tiram Putih ... 51

5. Jamur Tiram Putih Segar ... 51

6. Saluran Distribusi Baglog Jamur Tiram Putih di Desa tugu Selatan ... 52

7. Saluran Distribusi Jamur Tiram Putih Segar di Desa tugu Selatan ... 52

8. Oven Pengukusan Baglog ... 56

9. Stimer Penyiraman Baglog ... 56

10. Log Jamur Siap Budidaya ... 59

11. Log Jamur Gagal ... 59

12. Awal Pertumbuhan Tubuh Buah Jamur ... 59

13. Perangkap Plastik ... 60

14. Jamur Tiram Putih Siap Panen ... 61

15. Pemotongan Akar Jamur ... 61

16. Pengemasan Jamur Tiram ... 61

17. Proses Produksi Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan .. 61

18. Layout Kumbung Depan ... 63

19. Layout Kumbung Dalam ... 63

20. Struktur Organisasi Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan ... 65

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Tata Letak Usaha Jamur Tiram Putih ... 101 2. Siklus Tanam Log Jamur Tiram Putih Sebanyak 100.000

Log per Tiga Bulan (Skenario II) ... 102 3. Siklus Tanam Log Jamur Tiram Putih Sebanyak 47.757

Log per Bulan (Skenario III) ... 103 4. Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario I) ... 104 5. Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario II) ………... 105 6. Laba Rugi Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario III) ... 106 7. Cashflow Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario I) ... 107 8. Cashflow Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario II) ... 109 9. Cashflow Usaha Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Selatan

(Skenario III) ... 111 10. Switching Value Penurunan Harga Log Jamur Tiram Putih

22,97% (Skenario I) ... 113 11. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel 35,41%

(Skenario I) ... 115 12. Switching Value Penurunan Harga Jamur Tiram Putih Segar

14,14% (Skenario II) ... 117 13. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel 20,32%

(Skenario II) ... 119 14. Switching Value Penurunan Harga Jamur Tiram Putih Segar

53,28% (Skenario III) ... 121 15. Switching Value Penurunan Harga Log Jamur Tiram Putih

94,18% (Skenario III) ... 123 16. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel 68,14%

(17)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara agraris memiliki jenis komoditas pertanian yang beragam. Keberagaman tersebut merupakan aset yang mempunyai potensi untuk dikembangkan, salah satu subsektor yang memiliki potensi tersebut adalah subsektor hortikultura. Menurut Martawijaya dan Nurjayadi (2010), komoditas hortikultura cukup potensial dikembangkan secara agribisnis, karena memiliki nilai ekonomis dan nilai tambah cukup tinggi dibandingkan dengan komoditas lainnya. Salah satu yang masuk dalam jenis hortikultura adalah sayuran.

Sayuran dapat dibudidayakan dengan baik di Indonesia dan merupakan sumber pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat setiap hari. Kebutuhan manusia terhadap sayuran semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan kesadaran akan pola hidup dan pola makan yang sehat dimana sayuran mengandung banyak serat yang baik untuk kesehatan (Tabel 1).

Tabel 1. Konsumsi Per Kapita Sayuran di Indonesia Periode 2003-2009 (dalam

kg per tahun)

Komoditi 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sayur-sayuran 40,95 38,80 38,72 40,02 46,39 45,46 38,95

Sumber: BPS (2010)

Berdasarkan data produksi tanaman sayuran di Indonesia pada tahun 2005 sampai dengan 2009, dapat dilihat bahwa secara umum jumlah produksi sayuran mengalami kenaikkan (Tabel 2). Total produksi sayuran pada tahun 2005 sebesar 9.101.987 ton dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 16,03 persen menjadi 10.561.348 ton. Untuk komoditas jamur, total produksi pada tahun 2005 sebesar 30.854 ton dan mengalami peningkatan sekitar 24,67 persen pada tahun 2009 menjadi 38.465 ton. Peningkatan total produksi jamur tersebut memperlihakan bahwa jamur merupakan tanaman sayuran yang potensial untuk dikembangkan.

(18)

Tabel 2. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2005-2009

No Komoditas Produksi (Ton)

2005 2006 2007 2008 2009 1 Bawang merah 732.610 794.929 802.810 853.615 965.164 2 Bawang putih 20.733 21.052 17.312 12.339 15.419 3 Bawang daun 501.437 571.264 479.924 547.743 549.365 4 Kentang 1.009.619 1.011.911 1.003.732 1.071.543 1.176.304 5 Lobak 54.226 49.344 42.076 48.376 29.759 6 Kol/Kubis 1.292.984 1.267.745 1.288.738 1.323.702 1.358.113 7 Petsai/Sawi 548.453 590.400 564.912 565.636 562.838 8 Wortel 440.001 391.370 350.170 367.111 358.014 9 Kacang merah 132.218 125.251 112.271 115.817 110.051 10 Kembang kol 127.320 135.517 124.252 109.497 96.038 11 Cabe besar 661.730 736.019 676.828 695.707 787.433 12 Cabe rawit 396.293 449.040 451.965 457.353 591.294 13 Tomat 647.020 629.744 635.474 725.973 853.061 14 Terung 333.328 358.095 390.846 427.166 451.564 15 Buncis 283.649 269.533 266.790 266.551 290.993 16 Timun 552.891 598.892 581.205 540.122 583.139 17 Labu siam 180.029 212.697 254.056 394.386 321.023 18 Bayam 123.785 149.435 155.863 163.817 173.750 19 Kacang panjang 466.387 461.239 488.499 455.524 483.793 20 Jamur 30.854 23.559 48.247 43.047 38.465 21 Melinjo 210.836 239.209 205.728 230.654 221.097 22 Kangkung 229.997 292.950 335.086 323.757 360.992 23 Petai 125.587 148.268 178.680 213.536 183.679 Total 9.101.987 9.527.463 9.455.463 10.035.094 10.561.348 Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2009)

Jamur merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang disukai masyarakat dan dapat memberikan kontribusi yang besar sebagai penyumbang devisa negara. Pemasaran jamur tidak hanya dilakukan untuk pasar domestik melainkan juga pasar luar negeri atau ekspor. Negara tujuan ekspor jamur adalah Asia, Eropa, Amerika Serikat, Australia dan Uni Emirat Arab (Direktorat Jenderal Hortikultura 2009). Potensi mengenai pasar jamur tersebut dapat dilihat dari volume ekspor dan impor jamur Indonesia (Tabel 3).

(19)

Tabel 3. Perbandingan Volume Ekspor dan Impor Jamur di Indonesia Tahun

2003-2009

Tahun Volume Ekspor (Kg) Presentase (%) Volume Impor (Kg) Presentase (%) 2003 16.113.207 - 1.524.872 - 2004 3.333.723 -79,31 194.010 -87,28 2005 22.558.977 575,69 2.913.432 1401,69 2006 18.351.038 -18,65 3.594.073 22,89 2007 20.571.404 12,10 3.370.435 -6,22 2008 19.452.421 -5,44 3.431.709 1,82 2009 15.272.001 -21,49 4.081.488 18,94

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2010)

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa dalam jangka waktu 2003 sampai 2009 volume ekspor jamur lebih tinggi daripada impor jamur, sehingga jamur merupakan penghasil devisa bagi negara. Pada tahun 2004 ekspor dan impor jamur mengalami penurunan volume yang sangat drastis. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya kegagalan panen dan kondisi perekonomian yang tidak stabil sehingga mempengaruhi volume ekspor dan impor jamur (Direktorat Jenderal Hortikultura 2009). Setelah kondisi tersebut jamur mengalami peningkatan volume ekspor dan impor yang drastis. Volume ekspor jamur mengalami peningkatan sebesar 19.645.545 kg dan volume impor jamur meningkat sebesar 2.719.422 kg, sedangkan periode setelah tahun 2007 volume ekspor jamur terus mengalami penurunan namun volume impor terus mengalami kenaikkan. Hal tersebut diduga karena permintaan jamur di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan hal diatas menunjukkan bahwa permintaan jamur di pasar domestik dan pasar luar negeri sangat besar.

Tingginya permintaan akan jamur tidak diiringi dengan jumlah produksi yang mencukupi. Produksi jamur Indonesia hanya mampu memenuhi 50% dari permintaan pasar dalam negeri dan belum termasuk permintaan pasar luar negeri, seperti Asia, Eropa, Amerika Serikat, Australia dan Uni Emirat Arab. Indonesia dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi baru mampu memasok 0,9% dari pasar dunia. Presentase tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan China yang memasok 33,2% pasar jamur dunia (Martawijaya & Nurjayadi 2010).

Jamur tiram merupakan salah satu jamur yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat karena dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah dan segar,

(20)

dalam bentuk masakan maupun dalam bentuk olahan. Terdapat beberapa jenis jamur tiram yang dapat dikonsumsi, yaitu jamur tiram putih, jamur tiram merah jambu, jamur tiram abu-abu, jamur tiram coklat, jamur tiram hitam, dan jamur tiram kuning. Namun, jamur tiram yang sering dikonsumsi masyarakat dan dibudidayakan adalah jamur tiram putih karena memiliki tekstur daging yang lembut dan rasanya hampir menyerupai daging ayam serta memiliki kandungan gizi yang tinggi dan berbagai macam asam amino essensial, protein, lemak, mineral, dan vitamin (Martawijaya & Nurjayadi 2010). Jamur tiram memiliki nilai gizi paling tinggi dibandingkan dengan jenis jamur lainnya maupun hewani (Direktorat Jenderal Hortikultura 2006). Pada Tabel 4 terlihat bahwa jamur tiram memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang lebih tinggi daripada daging sapi, namun kandungan lemaknya jauh lebih rendah.

Tabel 4. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur dengan Bahan Makanan Lain

(dalam %)

Bahan Makanan Protein Lemak Karbohidrat

Jamur merang 1,8 0,3 4,0

Jamur tiram putih 27 1,6 58,0

Jamur kuping 8,4 0,5 82,8 Daging sapi 21 5,5 0,5 Bayam - 2,2 1,7 Kentang 2,0 - 20,9 Kubis 1,5 0,1 4,2 Seledri - 1,3 0,2 Buncis - 2,4 0,2

Sumber : Martawijaya dan Nurjayadi (2010)

Selain itu, kandungan asam amino pada jamur tiram hampir sama dengan kandungan asam amino pada telur ayam, namun lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan asam amino pada jamur kancing, shittake, dan merang (Tabel 5). Asam amino merupakan senyawa penyusun protein yang menjadi bahan pembentuk tubuh manusia dan hewan (Ardiansyah 2006, diacu dalam Martawijaya & Nurjayadi 2010). Asam amino pada jamur tiram yang tinggi

(21)

membuat jamur tiram menjadi salah satu sumber protein nabati yang dianjurkan. Kandungan lain yang dimiliki jamur tiram yaitu kandungan B kompleks.

Tabel 5. Kandungan Asam Amino Esensial (gram per 100 gram protein)

Asam Amino Jenis Jamur Telur ayam

Kancing Shiitake Tiram putih Merang

Leusin 7,5 7,9 7,5 4,5 8,8 Isoleusin 4,5 4,9 5,2 3,4 6,6 Valin 2,5 3,7 6,9 5,4 7,3 Triptopan 2,0 - 1,1 1,5 1,6 Lisin 9,1 3,9 9,9 7,1 6,4 Treanin 5,5 5,9 6,1 3,5 5,1 Fenilalanin 4,2 5,9 3,5 2,6 5,8 Metionin 0,9 1,9 3,0 1,1 3,1 Histidin 2,7 1,9 2,8 3,8 2,4 Total 38,9 36 46 32,9 47,1

Sumber : Chang dan Miles (2004), diacu dalam Martawijaya & Nurjayadi (2010)

Harga jamur dapat dikatakan lebih stabil dibandingkan dengan komoditas sayuran lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena jamur bukan suatu komoditas pokok seperti beras, cabai, maupun bawang merah (Masyarakat Agribisnis Jamur 2007). Pada Tabel 6 dapat dilihat harga jamur merang, jamur tiram, dan jamur kuping di Indonesia dalam dua minggu pertama bulan September 2007 menurut hasil survei yang dilakukan oleh Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia.

Tabel 6. Harga Jamur Merang, Jamur Tiram, dan Jamur Kuping Pada Dua

Minggu Pertama Bulan September 2007

No Jenis Jamur Harga di Petani (Rp/kg) Harga di Pasar(Rp/kg)

1 Jamur Merang 9.000-10.000 15.000-20.000

2 Jamur Tiram 5.300 6.000-10.000

3 Jamur Kuping 6.000 8.000

Sumber: Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia (2007)

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa harga jamur merang memiliki selisih harga di tingkat pengumpul yang lebih tinggi daripada di tingkat petani.

(22)

Hal ini disebabkan oleh rantai tataniaga yang cukup panjang, sehingga keuntungan dari bisnis jamur merang lebih banyak dinikmati para pengumpul. Berbeda halnya dengan jamur tiram, keuntungan lebih banyak dinikmati oleh petani dibandingkan dengan pengumpul. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa usahatani jamur tiram lebih menguntungkan bagi petani dan relatif lebih mudah dalam budidayanya. Masyarakat juga lebih menyukai jamur tiram karena harganya yang lebih murah dan rasanya yang lezat (Masyarakat Agribisnis Jamur 2007). Selain itu, ditinjau dari aspek biologisnya, jamur tiram relatif lebih mudah dibudidayakan. Pengembangan jamur tiram tidak memerlukan lahan yang luas. Masa produksi jamur tiram relatif lebih cepat sehingga periode dan waktu panen lebih singkat dan dapat berlanjut selama masa produktif jamur (Martawijaya & Nurjayadi 2010).

Budidaya jamur tiram putih tersebar pada berbagai daerah di wilayah Indonesia. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa ada empat provinsi di Pulau Jawa yang menjadi sentra produksi jamur tiram putih. Jawa Tengah merupakan provinsi dengan produktivitas tertinggi, sedangkan Provinsi Jawa Barat memiliki luas panen tertinggi kedua setelah Jawa Timur namun produktivitasnya terendah. Hal tersebut diduga disebabkan oleh kondisi para petani dalam melakukan usahatani jamur tiram putih yang pada umumnya masih bersifat tradisional dan tergolong usahatani kecil. Luas panen, produksi, dan produktivitas jamur tiram di pulau Jawa pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jamur Tiram di Pulau Jawa

Tahun 2009

Provinsi Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

Jawa Barat 291,79 7.306,75 25,04

Jawa Tengah 15,23 1.838,93 120,75

D.I. Yogyatakarta 5,86 651,32 111,23

Jawa Timur 385,09 28.557,05 74,16

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (2009)

Salah satu penghasil jamur tiram di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Wilayah Bogor memiliki kondisi alam yang cocok bagi pertumbuhan jamur tiram. Hal tersebut menjadi faktor pendorong utama bagi usaha budidaya

(23)

jamur tiram. Tabel 8 menyajikan data tentang jumlah, produksi, dan produktivitas jamur tiram putih di Kabupaten Bogor pada tahun 2007.

Tabel 8. Jumlah, Produksi, dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kabupaten

Bogor Tahun 2007

No Kecamatan Jumlah (log) Produksi (kg) Produktivitas (kg/log)

1 Pamijahan 61.700 8.638 0,18 2 Leuwi Sadeng 20.000 3.000 0,15 3 Rancabungur 34.000 4.420 0,13 4 Tamansari 191.500 38.300 0,20 5 Cijeruk 17.000 2.040 0,12 6 Cisarua 780.000 173.250 0,17 7 Sukaraja 10.000 1.200 0,12 Rata-rata 0,15

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2007)

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa Kecamatan Cisarua memiliki jumlah baglog dan produksi jamur tiram putih tertinggi serta produktivitas jamur tiram putih yang cukup tinggi di Kabupaten Bogor dengan besar secara berurutan 780.000 log, 173.250 kg, dan 0,17 kg/log. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengambil lokasi penelitian pada Desa Tugu Selatan yang merupakan bagian dari Kecamatan Cisarua.

1.2. Perumusan Masalah

Kenaikan permintaan jamur tiram putih sekitar 20 sampai 25 persen per tahun (Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia 2007) belum dapat dipenuhi oleh pengusaha, sehingga berapapun jumlah jamur tiram putih yang dibawa ke pasar selalu habis terjual. Kandungan gizi yang cukup baik juga menyebabkan permintaan jamur tiram terus meningkat. Saat ini masih sedikit pihak yang melakukan usaha di bidang jamur tiram putih. Hal tersebut pada umumnya disebabkan kurangnya modal dan pengetahuan untuk melakukan budidaya jamur tiram. Prospek pasar yang tinggi tersebut akan merangsang pengusaha untuk menekuni atau meningkatkan produksi budidaya jamur tiram putih.

(24)

Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra penghasil jamur tiram putih. Saat ini ada empat pelaku usaha yang melakukan usaha di bidang jamur tiram putih. Unit bisnis yang diusahakan para pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan, yaitu membeli log jamur tiram putih untuk dibudidaya, menjual log jamur tiram putih, dan membuat log jamur tiram putih untuk dijual dan dibudidaya. Tiga bentuk usaha dari jamur tiram putih tersebut memberikan tingkat pendapatan yang berbeda bagi setiap pelaku usaha.

Saat ini pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan menerima permintaan log jamur tiram putih dan jamur tiram putih segar yang cukup besar, namun permintaan tersebut belum dapat dipenuhi secara keseluruhan. Permintaan log jamur tiram putih dan jamur tiram putih segar yang diterima oleh pelaku usaha di Desa Tugu Selatan masing-masing mencapai sekitar 3167 log/hari dan 7,34 ku/hari. Namun, pada saat ini pelaku usaha baru mampu memenuhi permintaan log jamur tiram putih sebesar 1067 log/hari dan permintaan jamur tiram putih segar sebesar 6,66 ku/hari. Selisih antara permintaan dan penawaran tersebut menyebabkan pelaku usaha akan melakukan pengembangan usaha dengan meningkatkan skala usahanya. Pelaku usaha jamur tiram putih akan meningkatkan produksi log jamur yang akan dijual menjadi 1733 log/hari dan produksi jamur tiram putih segar menjadi 8,88 ku/hari. Selain pengembangan dalam skala usaha, pelaku usaha juga akan melakukan pengembangan dalam hal teknologi berupa mengganti drum pengukusan dengan oven dalam kegiatan sterilisasi baglog jamur. Oven digunakan karena memiliki kapasitas yang lebih besar dibandingkan dengan drum sehingga mendukung pengembangan skala usaha yang akan dilakukan serta dapat mensterilkan baglog dengan lebih baik.

Pengembangan usaha tersebut dilakukan dengan menggunakan modal sendiri. Untuk melakukan pengembangan kegiatan pembuatan log jamur tiram putih maupun budidaya jamur tiram putih membutuhkan biaya yang cukup besar. Pelaku usaha tentunya sangat memerlukan suatu informasi mengenai prospek dan kelayakan dari usahanya dengan melakukan pengembangan tersebut serta besarnya risiko yang mungkin terjadi sebagai pertimbangan dalam menanamkan modalnya mengingat bahwa harga input dan output produksi dapat mengalami

(25)

perubahan. Perubahan-perubahan tersebut dapat mempengaruhi keuntungan yang akan diperoleh, sehingga diperlukan suatu analisis kelayakan usaha untuk mengetahui apakah suatu usaha yang akan atau sedang dijalankan mendatangkan keuntungan atau kerugian dan sebagai informasi bagi pelaku usaha dalam melakukan investasi. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari bagaimana kelayakan pengusahaan dalam usaha jamur tiram putih tersebut pada tiga skenario yang merupakan tiga kegiatan pengembangan usaha yang akan dilakukan pelaku usaha, yaitu skenario I (hanya menjual log jamur tiram putih), skenario II (membeli log untuk budidaya jamur tiram putih), dan skenario III (membuat log jamur tiram putih untuk dijual dan dibudidaya). Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini:

1) Bagaimana kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dari aspek non finansial?

2) Bagaimana kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dari aspek finansial pada ketiga skenario?

3) Bagaimana tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan jika terjadi penurunan harga jual log jamur tiram putih, penurunan harga jual jamur tiram putih segar, dan peningkatan biaya variabel?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Menganalisis kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial ekonomi budaya, dan aspek lingkungan.

2) Menganalisis kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dari aspek finansial pada ketiga skenario.

3) Menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan jika terjadi penurunan harga jual log jamur tiram putih, penurunan harga jual jamur tiram putih segar, dan peningkatan biaya variabel.

(26)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi pemilik usaha pembuatan log jamur tiram putih dan budidaya jamur tiram putih mengenai kelayakan pengembangan usaha. Bagi penulis, untuk penerapan ilmu yang didapat selama masa perkuliahan serta melatih dan menambah kemampuan penulis dalam melakukan analisis kelayakan usaha. Bagi investor atau pembaca, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan referensi sebagai informasi pengusahaan jamur tiram putih, serta pertimbangan ketika ingin terjun ke dalam usaha jamur tiram putih. Bagi akademisi, penelitian ini sebagai informasi dan bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya.

(27)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Jamur

Jamur merupakan tumbuhan yang banyak dijumpai di alam. Jamur sudah dikenal oleh masyarakat sejak dulu dan tumbuh liar di hutan-hutan pada musim hujan dikarenakan kelembaban yang cukup tinggi menyebabkan jamur dapat tumbuh dengan baik (Direktorat Jenderal Hortikultura 2006). Saat ini masyarakat sudah mengenal jamur sebagai salah satu sumber bahan makanan nabati yang mengandung gizi tinggi maupun untuk pengobatan yang memiliki efek kesehatan. Selain mengandung protein, lemak tidak jenuh, serat, dan asam amino esensial, dalam jamur juga terkandung sejumlah penting vitamin, mineral, hormon, enzim serta senyawa aktif (Jaelani 2008). Namun, ada beberapa jenis jamur yang beracun apabila dikonsumsi, sehingga mengakibatkan keracunan pada manusia bahkan sampai pada kematian.

Sebagian jenis jamur telah dapat dibudidayakan secara komersial. Dengan berkembangnya teknologi dan pengetahuan mengenai budidaya, jamur dapat dibudidayakan dengan membuat rumah produksi (kumbung) yang suhunya dapat diatur sesuai dengan syarat bertumbuhnya jamur tersebut dengan baik. Jamur mulai menjadi salah satu sayuran primadona dan dalam beberapa tahun terakhir jamur memiliki peminat yang semakin banyak untuk dikonsumsi baik dari dalam negeri maupun mancanegara (Direktorat Jenderal Hortikultura 2006). Selain itu, jamur memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari harga jual jamur yang umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran lainnya.

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006), jamur dapat digolongkan berdasarkan jenis media tumbuhnya, yaitu jamur dengan media jerami, media serbuk kayu, dan media campuran. Jamur dengan media jerami yaitu jamur merang (Volvariella volvaceae). Jamur merang banyak tumbuh di daerah dataran rendah terutama daerah persawahan, sedangkan jamur tiram putih (Pleurotus sp.), jamur tiram abu-abu (Pleurotus sp.), jamur kuping (Auricularia sp.), dan jamur shiitake (Lentinus edodes) merupakan jamur dengan media serbuk kayu yang banyak dikembangkan di daerah dataran tinggi yang berhawa dingin. Jenis jamur dengan media campuran yaitu media dengan berbagai bahan dasar seperti serbuk

(28)

gergaji, kompos, dan lainnya diantaranya jamur kancing (Agaricus bisporus) dan ling zhi (Ganoderma lucidum).

2.2. Karakteristik Jamur Tiram Putih

Jamur tiram (Pleurotus sp.) merupakan jenis jamur kayu yang mudah dibudidayakan dan mulai banyak digemari oleh masyarakat. Jamur tiram dapat tumbuh pada berbagai macam jenis substrat dan memiliki kemampuan yang tinggi untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Di alam bebas, jamur tiram bisa dijumpai hampir sepanjang tahun di hutan pegunungan daerah yang sejuk. Tubuh buah terlihat saling bertumpuk di permukaan batang pohon yang sudah melapuk atau pokok batang pohon yang sudah ditebang karena jamur tiram adalah salah satu jenis jamur kayu. Bentuk tudung jamur tiram sedikit membulat, lonjong, dan menyerupai cangkang kerang atau tiram (Suharjo 2008). Menurut Cahyana (1997), jamur tiram digolongkan ke dalam:

 Kingdom : Mycetea  Divisio : Amastigomycotae  Phylum : Basidiomycotae  Kelas : Hymenomycetes  Ordo : Agaricales  Family : Pleurotaceae  Genus : Pleurotus

 Spesies : Pleurotus ostreatus

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006), jamur tiram merupakan jenis jamur yang paling banyak dibudidayakan karena memiliki produktivitas yang relatif tinggi. Dari seribu gram substrat kering, 50% sampai 70% jamur segar dapat dihasilkan bahkan saat ini sudah dapat ditingkatkan hingga 120% sampai 150%. Jamur tiram memiliki rasa yang lezat dan kandungan gizi yang cukup tinggi. Menurut Martawijaya dan Nurjayadi (2010), terdapat beberapa jenis jamur tiram yang dapat dikonsumsi yaitu diantaranya:

1) Jamur tiram putih (Pluerotus ostreatus)

2) Jamur tiram merah jambu (Pluerotus flabellatus) 3) Jamur tiram abu-abu (Pluerotus sajor caju) 4) Jamur tiram cokelat (Pluerotus cystidiosus)

(29)

5) Jamur tiram hitam (Pluerotus sapidus)

6) Jamur tiram kuning (Pluerotus citrinopileatus)

Hasil penelitian Departemen Sain, Kementerian Industri Thailand, jamur tiram mengandung protein 5,94%, karbohidrat 50,59%, serat 1,56%, lemak 0,17%, dan abu 1,14%. Setiap 100 gram jamur tiram segar mengandung 45,65 kalori, 8,9 miligram kalsium, 1,9 miligram besi, 17,0 miligram fosfor, 0,15 miligram vitamin B1, 0,75 miligram vitamin B2, dan 12,40 miligram vitamin C. Jamur tiram juga mengandung folic acid yang cukup tinggi dimana kandungan tersebut diduga mampu menyembuhkan anemia (Suharjo 2008).

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006), ada beberapa syarat agar jamur tiram dapat tumbuh dengan baik yaitu jamur tiram dapat tumbuh jika berada pada suhu berkisar 22°C-28°C untuk masa inkubasi atau pembentukan miselium dan 16°C-22°C untuk masa pembentukan tubuh buah. Selama masa pertumbuhan miselium kelembaban udara dipertahankan antara 60%-70%, sedangkan pada pertumbuhan badan buah kelembaban yang dipertahankan berkisar antara 80%-90%. Suhu dan kelembaban dapat diatur dengan melakukan penyemprotan air ke dalam kumbung. Selain itu, pertumbuhan jamur sangat peka terhadap cahaya secara langsung. Intensitas cahaya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sekitar 200 lux (10%), sedangkan pada pertumbuhan miselium tidak diperlukan cahaya. Miselium jamur akan tumbuh lebih cepat dalam keadaan gelap atau tanpa sinar daripada di tempat yang terang dengan cahaya matahari berlimpah, tetapi pada masa pertumbuhan badan buah memerlukan adanya rangsangan sinar. Pada tempat yang sama sekali tidak ada cahaya badan buah tidak dapat tumbuh, oleh karena itu pada masa terbentuknya badan buah pada permukaan media harus mulai mendapat sinar. Untuk kandungan air dalam substrat, diperlukan berkisar antara 60%-65%. Jika kondisi kering atau kekurangan air maka pertumbuhan jamur akan terganggu atau terhenti. Namun, jika kadar air terlalu tinggi maka miselium akan membusuk dan mati.

2.3. Budidaya Jamur Tiram Putih

Media tanam jamur tiram putih dibuat menyerupai kondisi tempat tumbuh jamur tiram di alam. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2010), bahan baku yang digunakan sebagai media dalam budidaya jamur tiram adalah serbuk gergaji,

(30)

kapur yang berfungsi sebagai penetral keasaman dengan mengontrol pH tetap stabil pada saat proses pengomposan atau pemeraman, gips yang berfungsi sebagai bahan penambah mineral dan menguatkan kepadatan media tanam, serta dedak yang mengandung karbohidrat, karbon, nitrogen, dan vitamin B yang dapat mempercepat pertumbuhan miselium jamur tiram.

Ada beberapa komposisi campuran media antara serbuk gergaji dengan bahan baku lainnya. Salah satu komposisi campuran media tanam jamur tiram putih adalah serbuk gergaji 86 persen, dedak 10 persen, kapur 3 persen, dan gips 1 persen (Direktorat Jenderal Hortikultura 2010).

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2010), ada beberapa hal dalam budidaya jamur tiram putih yang perlu diperhatikan meliputi pembuatan kumbung dan pemeliharaan log jamur tiram putih. Berikut adalah kegiatan yang perlu dilakukan dalam budidaya jamur tiram putih:

1) Pembuatan Kumbung

Kumbung adalah bangunan tempat tumbuhnya jamur tiram putih yang terbuat dari bilik bambu atau tembok permanen. Di dalamnya tersusun rak-rak tempat media tumbuh atau baglog jamur tiram putih. Baglog adalah kantong plastik transparan yang berisi campuran media tanam jamur. Ukuran kumbung bervariasi tergantung dari luas lahan yang dimiliki. Tujuan untuk pembuatan kumbung adalah untuk menyimpan baglog sesuai dengan persyaratan tumbuh yang dikehendaki jamur tersebut. Rak dalam kumbung disusun sedemikian rupa agar mudah dalam melakukan pemeliharaan dan menjaga sirkulasi udara.

2) Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan jamur tiram putih meliputi penyemprotan atau pengkabutan serta pengendalian hama dan penyakit. Penyemprotan dilakukan dengan menggunakan air bersih pada ruang kumbung dan media tumbuh jamur tiram putih. Penyiraman bertujuan untuk menjaga kelembaban kumbung. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan untuk mengkoordinasikan media tumbuh dan tubuh buah yang bebas dari organisme pengganggu dengan tujuan untuk menghindari kegagalan panen yang diakibatkan oleh serangan hama, penyakit, dan cendawan pengganggu.

(31)

Pengendalian hama dan penyakit tidak dianjurkan menggunakan pestisida tetapi menggunakan perangkap serangga serta menjaga kondisi dalam kumbung tetap bersih.

2.4. Panen dan Pasca Panen Jamur Tiram Putih

Kegiatan panen jamur tiram putih dapat dilakukan sebanyak empat hingga enam kali tergantung pada kandungan nutrisi dalam media tanam dan kegiatan pemeliharaan yang dilakukan. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2010), kegiatan panen dan pasca panen budidaya jamur tiram putih meliputi:

1) Panen

Panen merupakan kegiatan memetik badan buah jamur tiram putih yang telah cukup umur, yaitu tiga puluh hari sejak inokulasi atau seminggu setelah baglog dibuka atau dua sampai tiga hari setelah munculnya primordia (pin head). Jamur tiram putih yang siap panen memiliki warna tudung putih terang, tidak keriting, dan tidak pecah serta diusahakan tudung belum mekar penuh.

2) Pasca Panen

Pasca panen merupakan kegiatan sortasi, penimbangan, dan pengemasan jamur tiram putih hasil penen, sehingga siap untuk dijual kepada konsumen.

2.5. Kajian Penelitian Terdahulu

Masruri (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Jamur Tiram Putih (Studi Kasus: Yayasan Paguyuban Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)" meneliti mengenai kelayakan usaha budidaya jamur tiram putih dari aspek non finansial dan aspek finansial dengan menggunakan dua skenario, yaitu skenario I Yayasan Paguyuban Ikhlas membeli log jamur dalam usahanya dan skenario II Yayasan Paguyuban Ikhlas memproduksi sendiri log jamur tiram putih. Selain itu, dalam penelitian ini dilakukan juga analisis switching value usaha budidaya jamur tiram putih jika terjadi penurunan harga jamur tiram putih dan peningkatan biaya variabel.

Penelitian ini memiliki persamaan dalam penggunaan skenario yaitu membeli log jamur untuk usaha budidaya jamur tiram putih dan skenario menghasilkan log jamur sendiri untuk budidaya. Namun, dalam penelitian ini tidak terdapat skenario mengenai usaha yang hanya menjual log jamur tiram putih

(32)

tanpa melakukan kegiatan budidaya. Penelitian ini juga berbeda dalam hal sumber modal yang diperoleh, yaitu melalui modal sendiri dan pinjaman, sehingga discount rate yang digunakan berbeda. Hasil penelitian menunjukan bahwa usaha jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas baik skenario I maupun skenario II layak untuk dilaksanakan secara non finansial maupun secara finansial, tetapi usaha jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas akan lebih layak jika menggunakan skenario I yaitu membeli log jamur untuk kegiatan usaha budidaya jamur tiram putih daripada memproduksi sendiri. Pada analisis switching value diketahui bahwa maksimum penurunan harga jamur tiram putih yang menghasilkan NPV=0 pada skenario I sebesar 12,25% dan pada skenario II sebesar 9,29%. Dapat diketahui juga bahwa maksimum peningkatan biaya variabel yang menghasilkan NPV=0 pada skenario I sebesar 20,08% dan pada skenario II sebesar 11,42%.

Nasution (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih (Kasus Perusahaan X di Desa Cibitung Kulon, Kecamatan Pamijahan, Bogor, Jawa Barat)" meneliti mengenai kelayakan usaha budidaya jamur tiram putih dari aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen serta aspek finansial dengan menggunakan tiga skenario, yaitu skenario I usaha mengunakan bahan bakar dari kayu bakar, skenario II usaha menggunakan bahan bakar dari gas alam, dan skenario III usaha akan melakukan peningkatan produksi dengan menggunakan modal yang berasal dari pinjaman. Selain itu, dalam penelitian ini dilakukan juga analisis sensitivitas usaha budidaya jamur tiram putih jika terjadi penurunan harga jamur tiram putih dan peningkatan harga input.

Penelitian ini berbeda dalam menganalisis aspek non finansial, dimana pada penelitian ini hanya terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen. Selain itu, skenario yang digunakan untuk menganalisis kelayakan finansial usaha jamur tiram putih juga berbeda. Hasil penelitian menunjukan bahwa usaha jamur tiram putih pada perusahaan baik skenario I, skenario II, dan skenario III layak untuk dilaksanakan secara non finansial dan secara finansial. Pada skenario I dan skenario II discount rate yang digunakan didasarkan pada suku bunga deposito BRI periode Juli-Desember 2009 sebesar 6,5%, sedangkan

(33)

pada skenario III discount rate didasarkan pada suku bunga pinjam sebesar 15%. Hasil analisis finansial skenario I maupun skenario II tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam kriteria kelayakan finansialnya. Dengan demikian usaha jamur tiram putih tersebut jika menggunakan bahan bakar kayu bakar ataupun gas alam tidak akan memberikan perbedaan yang besar terhadap hasil finansialnya. Sedangkan skenario III memiliki kriteria kelayakan yang tidak lebih baik daripada skenario I dan skenario II.

Putri (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kelayakan Usahatani Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Sistem Kemitraan (Studi Kasus: D’ Lup Farm, Desa Sudajaya Girang, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)" meneliti mengenai kelayakan usahatani jamur tiram putih dengan sistem kemitraan dari aspek non finansial dan aspek finansial serta kelayakan usahatani jamur tiram putih dengan sistem kemitraan dari aspek finansial jika terjadi risiko produksi. Selain itu, dalam penelitian ini dilakukan juga analisis switching value usahatani jamur tiram putih jika terjadi penurunan harga jual jamur tiram putih dan peningkatan harga bahan baku.

Penelitian ini memiliki perbedaan dalam menghitung risiko produksi yang terjadi, dimana pada penelitian ini menggunakan analisis risiko. Selain itu, discount rate yang digunakan berbeda. Pada penelitian ini discount rate didasarkan pada keuntungan atau pendapatan bersih yang diinginkan investor. Hasil penelitian menunjukan bahwa usaha jamur tiram putih D’ Lup Farm dengan sistem kemitraan tanpa perhitungan risiko produksi layak untuk dilaksanakan secara non finansial dan secara finansial. Namun, untuk kelayakan usaha D’ Lup Farm dengan adanya risiko produksi sebesar 33,3% secara finansial tidak layak. Besar risiko tersebut diperoleh dari nilai coef. variation dalam perhitungan risiko produksi. Pada analisis switching value diketahui bahwa maksimum penurunan harga jual jamur tiram putih yang menghasilkan NPV=0 sebesar 3,59% dan maksimum peningkatan harga bahan baku yang menghasilkan NPV=0 sebesar 17,75%.

Rahayu (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Jamur Tiram Segar di Bogor, Provinsi Jawa Barat” meneliti mengenai saluran dan tingkat efisiensi margin pemasaran jamur tiram segar. Hasil

(34)

penelitian menunjukan bahwa sistem pemasaran jamur tiram segar di Bogor dilakukan melalui enam lembaga saluran pemasaran, yaitu produsen, pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, pengecer, dan supplier. Saluran pemasaran jamur tiram segar di Bogor terdiri dari delapan buah saluran pemasaran, yaitu (I) Produsen dan konsumen, (II) Produsen, pengumpul, dan konsumen, (III) Produsen, pedagang besar, dan konsumen, (IV) Produsen, pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, dan konsumen, (V) Produsen, pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, pengecer, dan konsumen, (VI) Produsen, pengecer, dan konsumen. Dua saluran lain yang tidak dapat diteliti secara lengkap adalah (VII) Produsen, supplier, supermarket, dan konsumen serta (VIII) Produsen, pengumpul, pedagang besar, supplier, supermarket, dan konsumen.

Saluran antara produsen langsung kepada konsumen akhir memiliki tingkat efisiensi terbaik dengan Farmer’s share sebesar 100 persen dan nilai margin pemasaran saluran sebesar 63,73 persen dari harga beli konsumen. Saluran pemasaran dengan tingkat efisiensi terendah adalah saluran pemasaran yang mencakup produsen, pengumpul, pedagang besar, pedagang menengah, pengecer, dan konsumen, yakni dengan nilai farmer’s share terkecil sebesar 52,38 persen dan margin pemasaran yang cukup besar, yaitu 65,87 persen dari harga beli konsumen. Perbedaan dalam penelitian ini menganalisis saluran pemasaran jamur tiram segar secara mendalam.

Nasution (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)” meneliti mengenai usahatani jamur tiram putih, biaya, dan pendapatan usahatani jamur tiram putih serta efisiensi usahatani jamur tiram putih.

Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem usahatani jamur tiram putih yang dilaksanakan di Komunitas Petani Jamur Ikhlas tersebut dimulai pada tahapan pemilihan lokasi, pembuatan kumbung, penyiraman, pengendalian hama, pengaturan suhu ruangan, dan panen, kemudian dijual ke Komunitas Petani Jamur Ikhlas. Komunitas Petani Jamur Ikhlas memiliki biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Komponen biaya tunai usaha jamur tiram putih di KPJI diantaranya baglog, upah pada saat panen, ongkos pengangkutan baglog, dan gaji

(35)

manajemen, sedangkan komponen biaya yang diperhitungkan yaitu penyusutan bangunan dan peralatan serta upah petani. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai pada petani sebesar Rp 44.928.000,00 dan pendapatan biaya total Rp 43.398.000,00, sedangkan pendapatan tunai pada KPJI sebesar Rp 117.404.544,00 dan pendapatan biaya total Rp 116.514.988.7,00. Usahatani jamur tiram putih yang dilakukan Komunitas Petani Jamur Ikhlas sudah efisien, dengan memiliki nilai R/C > 1. Persamaan dalam penelitian ini dalam proses budidaya jamur tiram putih yang dilakukan.

Ginting (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor” meneliti mengenai pengaruh risiko produksi dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih terhadap pendapatan yang diperoleh dan alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yang terjadi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya risiko produksi mengakibatkan hasil panen yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan, dalam arti mengalami penurunan. Dari hasil penilaian risiko yang menggunakan ukuran coefficient variation, diketahui bahwa budidaya jamur tiram putih pada Cempaka Baru menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Adapun sumber yang menjadi penyebab terjadinya risiko produksi tersebut yaitu; pertama, perubahan cuaca dan iklim yang semakin sulit diprediksi karena cuaca sudah tidak sesuai dengan siklus normalnya. Kedua, serangan hama dan penyakit yang sulit dikendalikan karena karakteristik jamur tiram putih rentan terhadap hama dan penyakit. Ketiga, ketersediaan tenaga kerja terampil pada Cempaka Baru masih kurang memadai, dimana tenaga kerja tersebut sangat berperan dalam setiap kegiatan usaha. Keempat, teknologi pengukusan yang digunakan memiliki tingkat kegagalan sebesar lima persen.

Strategi penanganan risiko produksi yang dapat dilakukan usaha Cempaka Baru adalah strategi preventif, yaitu strategi yang bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko. Adapun tindakan preventif yang dapat dilakukan yaitu, pertama meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani kondisi iklim dan cuaca yang sulit diprediksi yang dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas

(36)

penyiraman, dimana pada saat kondisi normal dilakukan penyiraman sebanyak dua kali dalam sehari maka dengan kondisi musim kemarau dilakukan penyiraman minimal empat kali dalam sehari. Kedua, membersihkan area yang dijadikan kumbung untuk mencegah datangnya rayap, tikus, dan mikroba serta memperbaiki dan merawat fasilitas fisik yang dilakukan dengan mengganti peralatan rusak atau tidak dapat dipakai lagi yang dapat mengganggu kegiatan produksi. Ketiga, melakukan perencanaan pembibitan yang dilakukan dengan memastikan semua bahan baku memiliki kualitas yang baik dengan cara melakukan penyortiran. Keempat, mengembangkan sumberdaya manusia dengan mengikuti pelatihan maupun penyuluhan mengenai jamur tiram putih dan yang kelima, menggunakan peralatan yang steril dalam melakukan penyuntikan bibit murni ke dalam media tanam.

Berdasarkan penelitian-penelitian di atas memperlihatkan bahwa pada umumnya usaha jamur tiram putih layak untuk dijalankan serta memiliki berbagai skenario kegiatan usaha yang dapat memberikan tingkat penerimaan yang berbeda. Penulis menggunakan beberapa komponen yang terdapat pada penelitian tersebut untuk digunakan pada penelitian ini. Pada penelitian yang dilakukan Nasution (2010), penulis menggunakan informasi mengenai usahatani jamur tiram putih. Sementara pada penelitian yang dilakukan oleh Masruri (2010), Nasution (2010), dan Putri (2010) peneliti menggunakan konsep dan informasi mengenai kelayakan usaha yang dianalisis secara finansial maupun non finansial serta skenario yang dilakukan. Pada penelitian Rahayu (2004), penulis memperoleh informasi bahwa Farmer’s share dari usaha jamur tiram putih cukup tinggi, sedangkan penelitian Ginting (2009), penulis memperoleh informasi mengenai sumber risiko pada usaha jamur tiram putih serta tindakan preventif yang dapat dilakukan. Semua hasil penelitian terdahulu akan digunakan sebagai pembanding penelitian ini. Dengan mengetahui kelayakan usaha jamur tiram putih pada berbagai skenario, diharapkan mampu menjadi input bagi para pengusaha dalam memulai maupun mengembangkan usahanya.

(37)

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu tujuan penelitian. Pengetahuan dapat diperoleh dari ilmu yang telah dipelajari yang berasal dari sumber bacaan baik dari buku teks, jurnal, dan logika peneliti yang telah terbangun dari pengalaman penelitian sebelumnya. Berikut ini beberapa teori yang mendasari kerangka pemikiran yang peneliti lakukan.

3.1.1. Investasi

Investasi di dalam perusahaan adalah penggunaan sumber-sumber yang diharapkan akan memberikan imbalan (pengembalian) yang menguntungkan di masa yang akan datang. Investasi pada prinsipnya adalah penggunaan sumber keuangan atau usaha dalam waktu tertentu dari setiap orang yang menginginkan keuntungan darinya. Dari sudut pandang jangka waktu penanamannya, investasi dibagi dalam dua tipe yaitu investasi jangka pendek biasanya kurang dari satu tahun yang bertujuan untuk mendayagunakan atau memanfaatkan dana yang sementara menganggur serta bersifat marketable (mudah untuk diperjualbelikan) dan investasi jangka panjang yang ukuran jangka waktunya lebih dari satu tahun serta tidak bersifat marketable karena investasi ini menyangkut kelangsungan hidup usaha di masa yang akan datang (Suratman 2002).

Menurut Suratman (2002), salah satu konsep investasi adalah penganggaran modal karena penganggaran modal merupakan suatu konsep penggunaan dana di masa yang akan datang yang diharapkan akan memberikan keuntungan. Investasi dalam usaha umumnya memiliki karakteristik berupa sebagian besar investasi mencakup aktiva yang dapat didepresiasi dan keuntungan atas sebagian besar investasi meluas di atas periode waktu yang panjang. Aktiva yang dapat didepresiasi menunjukkan bahwa aktiva tersebut umumnya mempunyai nilai jual kembali yang murah atau tidak mempunyai nilai jual kembali pada akhir masa manfaatnya, sedangkan keuntungan atas sebagian besar investasi meluas atas periode waktu yang panjang menunjukkan bahwa perlu penggunaan teknik-teknik penilaian investasi yang mengakui nilai waktu uang.

(38)

Investasi yang menjanjikan keuntungan lebih awal akan lebih disukai daripada yang menjanjikan keuntungan kemudian. Di dalam investasi banyak mengandung risiko dan ketidakpastian. Investasi menurut karakteristiknya dapat dibagi menjadi beberapa golongan antara lain (1) investasi yang tidak dapat diukur labanya; (2) investasi yang tidak menghasilkan laba; (3) investasi yang dapat diukur labanya. Untuk investasi yang dapat diukur labanya perlu dilakukan studi kelayakan yang melihat berbagai aspek. Namun, tidak berarti bahwa jenis investasi yang lain tidak memerlukan studi kelayakan. Studi kelayakan tetap diperlukan, namun dengan intensitas dan penekanan untuk masing-masing aspek berbeda (Suratman 2002).

Menurut Husnan dan Suwarsono (1994), ada beberapa faktor yang mempengaruhi intensitas studi kelayakan diantaranya adalah besar dana yang ditanamkan, tingkat ketidakpastian proyek, dan kompleksitas elemen-elemen yang mempengaruhi proyek. Semakin besar dana yang tertanam dalam proyek investasi, semakin tidak pasti estimasi yang dibuat, dan semakin kompleks faktor-faktor yang mempengaruhinya maka semakin intens atau mendalam penelitian yang dilakukan. Dengan demikian apapun bentuk investasi yang akan dilakukan diperlukan studi kelayakan meskipun intensitasnya berbeda. Hal ini dikarenakan masa mendatang mengandung penuh ketidakpastian.

3.1.2. Studi Kelayakan Bisnis

Bisnis adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan tujuan dan target yang telah ditetapkan dalam berbagai bidang, baik dalam jumlah maupun waktunya (Kasmir & Jakfar 2009). Secara umum bisnis merupakan suatu kegiatan yang membutuhkan biaya untuk digunakan dalam menghasilkan barang dan/atau jasa dengan harapan akan memperoleh hasil atau keuntungan di kemudian hari. Menurut Kasmir dan Jakfar (2009), agar tujuan suatu bisnis dapat dicapai hendaknya sebelum melakukan investasi didahului dengan suatu studi untuk menilai apakah investasi yang ditanamkan akan memberikan suatu manfaat atau tidak.

Studi kelayakan bisnis adalah suatu penelitian terhadap rencana bisnis dimana penelitian ini tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis yang akan didirikan, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka untuk

Gambar

Tabel  1.  Konsumsi  Per  Kapita  Sayuran  di  Indonesia  Periode  2003-2009  (dalam  kg per tahun)
Tabel 2.  Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2005-2009
Tabel  3.  Perbandingan  Volume  Ekspor  dan  Impor  Jamur  di  Indonesia  Tahun  2003-2009
Tabel  4.  Perbandingan  Kandungan  Gizi  Jamur  dengan  Bahan  Makanan  Lain  (dalam %)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

rRabnb.&,a'l!h!/gPiP!ru*.

Beribu manfaat tentang informasi dan teknologi di bidang pendidikan dan kebudayaan bisa didapatkan oleh masyarakat melalui kanal-kanal di laman http://kemdikbud.go.id sesuai dengan

gives sense of ownership; great er public involvem ent gives sense of ownership; great er public involvem ent & ensures sust ainabilit y of int ervent ions planned.

Salah satu penyewaan yang ada pada JN Photograph Kudus dalam bidang fotografi adalah penyewaan kamera dan jasa fotografi.Pelayanan penyewaan yang ada saat ini

Tegangan setiap bus dari hasil eksekusi dari program perhitungan analisis aliran daya pada penyulang Durian 3 ditampilkan ke dalam gambar dibawah ini :.

Nilai posisi (variabel kontrol) dari setiap search agent pada setiap iterasi dievaluasi untuk memperoleh nilai fungsi objektif ( fitness ), yakni rugi-rugi daya aktif dan

Format kelembagaan (Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap) UPTSA, difungsikan sebagai frontline dari dinas-dinas yang ada untuk menjadi satu-satunya lembaga yang berhubungan dengan