• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Persaingan Usaha Sektor Telekomunikasi

Dalam dokumen Reformasi Regulasi Persaingan Usaha (Halaman 55-58)

III. Saran dan Pertimbangan Kepada Pemerintah

1. Kajian Persaingan Usaha Sektor Telekomunikasi

Perkembangan sektor industri telekomunikasi selama ini begitu pesat karena cepatnya perubahan teknologi telekomunikasi yang bersimbiosis dengan teknologi informasi. Pemerintah sendiri tampaknya senantiasa berusaha untuk mengeluarkan kebijakan yang selaras dengan perkembangan teknologi tersebut. Tetapi perubahan yang cepat membuat proses perubahan pengelolaan menjadi kompetisi penuh sampai saat ini tampak tersendat-sendat. Dalam UU No 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi serta UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat, secara eksplisit dinyatakan bahwa pengelolaan industri telekomunikasi Indonesia akan diselenggarakan berdasarkan model kompetisi (multi operator). Kedua UU ini telah memberikan angin perubahan bagi industri telekomunikasi Indonesia yaitu dengan mulai mengalirnya arus persaingan sebagai mekanisme pengelolaan dalam industri telekomunikasi. Hal ini telah membuka peluang bagi pelaku usaha telekomunikasi untuk secara lebih serius mengelola usahanya.

Pada bagian awal kajian dipaparkan berbagai teknologi telekomunikasi, meliputi prinsip dasar telekomunikasi dan sistem jaringan telekomunikasi. Pembahasan dilanjutkan dengan pengenalan teknologi media transmisi, mulai dari kawat tembaga hingga penggunaan satelit. Aplikasi dan trend perkembangan teknologi kedepan juga dibahas serta kaitannya dengan dampaknya terhadap perubahan regulasi. Regulasi yang akan mengatur subsektor telekomunikasi, harus memperhatikan kemampuan teknologi IP yang menambah kompleksitas jaringan telekomunikasi, tapi sekaligus menawarkan efisiensi dalam pelayanan. Pengaturan yang akan diterapkan selain perlu memperhatikan perkembangan ke depan, harus juga melihat pemanfaatan teknologi pada jaringan yang sudah ada (network legacy). Berdasarkan analisis dalam bagian, ini maka akan diperoleh gambaran tentang sarana telekomunikasi yang dapat menciptakan kompleksitas persaingan. Berbagai operator telekomunikasi berbasis sarana ini akan saling bersaing satu sama lain dalam industri telekomunikasi, dari mulai operator berbasis kabel, frekuensi, satelit dan IP.

Bagian inti dari kajian ini adalah pemetaan struktur industri telekomunikasi di Indonesia. Pemetaan coba dilakukan berdasarkan segmen jasa/layanan yang disediakan operator yaitu telepon tetap (sambungan lokal, sambungan langsung jarak jauh, sambungan langsung internasional) dan seluler. Untuk seluler pembahasan meliputi profil pelaku usaha, perilaku, dan kinerja operator. secara umum struktur pasar pada industri telekomunikasi masih sangat terkonsentrasi, bahkan pada pasar SLI dan SLJJ memiliki struktur pasar duopoli dimana hanya terdapat Telkom dan Indosat. Struktur pasar seluler indonesia termasuk ke dalam struktur pasar oligopoli dengan nilai CR3 sebesar 98,9 % dan HHI sebesar 4450. Telkomsel merupakan perusahan dominan pada pasar telepon seluler dengan pangsa pasar sebesar 59,6 %. Sedangkan pada jasa satelit pada tahun 2006 terdapat 55 pelaku usaha yang sudah terdaftar dan penyelengara internet pada tahun 2005 sebanyak 232 pelaku usaha.

Selanjutnya dibahas mengenai regulasi mengenai telekomunikasi yang ada di Indonesia. Undang-Undang Telekomunikasi meliberalisasi hak monopoli Telkom dan Indosat sebagai badan penyelenggara dengan tanggung jawab menyelenggarakan masing-masing layanan telekominasi domestik dan internasional. Untuk meningkatkan persaingan, Undang-Undang telekomunikasi secara khusus melarang praktek monopoli dan persaingan tidak sehat diantara operator telekomunikasi. Untuk mencegah praktek monopoli dan persaingan bisnis yang tidak sehat, UU juga mengatur interkoneksi jaringan. Biaya interkoneksi harus disepakati oleh etiap penyedia jaringan dan dihitung secara transparan. Hal ini diatur lebih lanjut didalam Peraturan Menkominfo No 8/2006 yang mewajibkan pola interkoneksi berbasis biaya untuk seluruh operator jaringan dan jasa telekomunikasi. Selain itu juga disebutkan perturan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah yang mengatur pelaksanaan yang terkait dengan Undang-Undang Telekomunikasi.

Dalam kajian ini juga dilakukan studi komparasi kebijakan kompetisi di luar negeri terhadap berbagai negara yaitu Amerika Serikat, Denmark, Malaysia, dan Singapura. Tujuannya adalah untuk melakukan benchmark dengan negara-negara tersebut dalam hal pengawasan kompetisi, pengelolaan industri, lembaga regulator, serta aturan-aturan kompetisi. Dari hasil studi komparasi tersebut disimpulkan bahwa adanya paradigma baru dalam bisnis telekomunikasi. Teknologi tidak dianggap lagi sebagai "market driven industry" tetapi sebagai "public utility". Tiap

Negara (USA, Denmark, Malaysia, dan Singapura) memiliki satu perusahaan telekomunikasi yang berperan sebagai tulang punggung sistem telekomunikasi di negaranya. Perusahaan ini dikuasai oleh Negara melalui kepemilikan saham (tetapi bukan Perusahaan Negara) atau merupakan perusahaan nasional (bukan asing). Perusahaan lain secara bebas bersaing dengan perusahaan ini atas dasar persaingan jasa (service based competition) atau fasilitas (facility based

competition). Regulator yang ada di beberapa negara yang di-benchmark bersifat

IRS (Independent Regulatory Body).

Analisis persaingan usaha meliputi pengenalan konsep kebijakan persaingan di sektor telekomunikasi. Beberapa konsep penting yang dijabarkan antara lain adalah definisi pasar, market power, barriers to entry dan essential facilities. Pada perusahaan yang memiliki market power yang besar maka ada kecenderungan untuk melakukan perilaku anti persaingan seperti penyalahgunaan posisi dominan, penolakan untuk bekerjasama terkait dengan essential facilities,

Cross-Subsidization, Vertical Price Squeezing, Predatory Pricing, Misuse Of Information, "Locking-In" Customer, Tied Sales & Bundling, dan Restrictive Agreement.

Masing-masing bentuk perilaku anti persaingan tersebut sering terjadi di sektor telekomunikasi dan memerlukan tindakan perbaikan (remedies) yang berbeda-beda. Beberapa contoh kasus di dalam negeri disampaikan sebagai ilustrasi untuk melengkapai pembahasan tersebut. Salah satu contoh Bundling yang dilakukan PT Telkom dalam Telkomnet instan. PT TELKOM menjual layanan retail internet

telkomnet instant dengan harga 100 rupiah per menit, sementara perusahaan

pesaing melayani pelanggannya menggunakan fasilitas yang sama dengan harga jual terdiri dari dua komponen yang harus dibayar oleh pelanggannya yaitu waktu penggunaan jaringan PT TELKOM dan biaya waktu akses internet.

Historis perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia menunjukkan ciri-ciri struktur pasar oligopoli. Oligopoli tidak berarti buruk, karena hal ini terjadi secara ilmiah sebagaimana juga terjadi di negara-nagara lain. Faktor-faktor yang menyebabkan pasar oligopoli adalah karena keperluan investasi yang sangat besar, teknologi tinggi, sumber daya manusia dengan keahlian khusus dan yang terutama adalah karena kebijakan pemerintah sejak awal memang memberikan hak-hak monopoli kepada pelaku usaha.

Dalam kajian ini direkomendasikan beberapa hal antara lain mengenai pengaturan kompetisi penuh yang perlu dikembangkan perlu memenuhi prinsip bahwa peran pemerintah seminimal mungkin, tetapi memastikan bahwa para pemain memiliki peluang dan kesempatan yang sama. Perlu adanya regulasi yang mengatur kompetisi di sektor telekomunikasi yang bersifat implementatif dan mengatur praktek kompetisi.

Dalam dokumen Reformasi Regulasi Persaingan Usaha (Halaman 55-58)