PERKEMBANGAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN
3. Monitoring Pelaku Usaha
Salah satu upaya penegakan hukum persaingan usaha oleh KPPU adalah melalui kegiatan monitoring pelaku usaha. Inti dari kegiatan monitoring pelaku usaha adalah melakukan observasi dan analisa terhadap perilaku pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang memiliki pangsa pasar yang signifikan pada sektor industri tertentu, baik penguasaan terhadap barang atau jasa, atau bahkan keduanya. Secara struktur, penguasaan pangsa pasar telah ditentukan oleh UU No. 5/1999 yaitu apabila pelaku usaha tersebut secara sendiri memiliki penguasaan pasar terhadap barang dan atau jasa mencapai 50% atau lebih, atau apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar lebih dari 75%.
Tujuan utama dilakukannya monitoring terhadap pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang memiliki pangsa pasar sebagaimana diuraikan diatas adalah untuk mengawasi perilaku pelaku usaha tersebut agar tidak menyalahgunakan posisi dominannya sehingga tidak menimbulkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pada teorinya yang kemudian terbukti dalam prakteknya, pelaku usaha yang memiliki posisi dominan dan menjadi market
leader memiliki peluang dan kemampuan yang besar untuk menguasai pasar
dengan cara-cara yang tidak sehat dan pada akhirnya akan membawa dampak negatif kepada masyarakat, antara lain mengakibatkan masyarakat harus membayar lebih mahal daripada yang seharusnya terhadap suatu produk barang dan atau jasa.
Kegiatan monitoring pelaku usaha ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit karena KPPU harus melakukan beragam survey, baik kepada para pelaku usaha maupun kepada konsumen, survey tersebut sangat diperlukan sebagai suatu metode pengumpulan data primer dalam menentukan pasar dan pangsa pasar yang dikuasai oleh pelaku usaha tertentu. Setelah mengetahui pasar dan mengetahui setidaknya 4 pelaku usaha terbesar dalam suatu pasar atas produk barang atau jasa tertentu, maka KPPU dapat melakukan monitoring terhadap perilaku pelaku usaha. Dalam pasar yang monopolistik, kecenderungan yang umum terjadi adalah penciptaan entry barrier dari pelaku usaha monopoli, sementara dalam pasar oligopolistik, sering terjadi kesepakatan-kesepakatan
yang melanggar prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, misalnya kartel produksi, pembagian wilayah, maupun penetapan harga.
Selain survey, data-data, dan informasi baik yang masih berupa data mentah maupun yang telah diolah menjadi data primer juga sangat diperlukan untuk melaksanakan kegiatan monitoring pelaku usaha ini. Data sekunder dapat bersumber dari mana saja, sepanjang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan dan dibuktikan, misalnya dari data statistik yang dikeluarkan oleh badan pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat, data primer dari individu-individu, data lapangan yang diperoleh sendiri oleh KPPU yang kemudian dirangkai dan diolah menjadi sebuah data yang komprehensif juga merupakan sumber data bagi KPPU dalam meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan monitoring pelaku usaha.
Hasil dari monitoring pelaku usaha ini tidak berakhir pada sebuah laporan kegiatan saja, namun dapat ditindaklanjuti oleh KPPU. Terhadap hasil kegiatan monitoring pelaku usaha yang menemukan adanya indikasi awal terjadinya pelanggaran terhadap UU No. 5/1999, KPPU akan melaksanakan suatu kegiatan penanganan perkara berdasarkan inisiatif KPPU untuk menjaga persaingan usaha di Indonesia agar senantiasa dalam kondisi yang sehat.
3 . 1 . I M P L E M E N T A S I P E N E G A K A N H U K U M P E R S A I N G A N U S A H A
Selain mengatur mengenai materi dari hukum persaingan usaha, UU No. 5/1999 juga mengatur mengenai tata cara penanganannya atau hukum formil dari hukum persaingan.
Hukum formil yang diatur dalam UU No. 5/1999 hanyalah pokok-pokoknya saja, dan KPPU sebagai lembaga yang dibentuk berdasarkan undang-undang persaingan usaha bertugas mengawasi jalannya persaingan usaha di Indonesia serta menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang persaingan usaha ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 36 butir f UU No. 5/1999.
Para pendiri lembaga KPPU sangat menyadari bahwa tata cara penanganan perkara persaingan usaha sebagaimana diatur dalam Bab VII tentang Tata Cara Penanganan Perkara Pasal 38 sampai dengan Pasal 46 UU No. 5/1999, adalah merupakan pokok-pokok hukum formil dalam penanganan perkara persaingan yang masih harus dijabarkan untuk mengeliminir perbedaan-perbedaan penafsiran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Bab VII tersebut diatas.
Dalam perjalanannya, dirasakan bahwa SK 05 tidak lagi memadai untuk menangani perkara-perkara persaingan usaha di Indonesia. KPPU banyak menerima masukan-masukan yang membangun dari berbagai pihak, mulai dari para Terlapor yang terlibat dalam perkara-perkara persaingan usaha, para akademisi yang mengamati perkembangan persaingan usaha dan hukum yang mengaturnya, para advokat yang mengkritisi bahwa SK 05 kurang transparan dan kurang memenuhi proses hukum yang baik (due process of law), juga para penegak hukum lainnya seperti hakim yang melihat banyak celah dalam proses penanganan perkara persaingan usaha oleh KPPU.
KPPU memiliki kewenangan yang kuat untuk melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran terhadap UU No. 5/1999 sampai dengan mengeluarkan putusan beserta sanksi administratif apabila telah terjadi pelanggaran terhadap UU No. 5/1999, namun para Anggota KPPU berpendapat bahwa tujuan dari undang-undang persaingan usaha bukanlah menabur ancaman berupa penghukuman bagi para Terlapor dalam menjalankan usahanya, namun lebih kepada upaya adanya perubahan perilaku Terlapor sehingga dalam menjalankan usahanya telah terinternalisasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat.
Pada tahun 2006, KPPU mengeluarkan sebuah Peraturan Komisi No. 01 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Persaingan Usaha di KPPU (yang untuk selanjutnya disebut “Perkom No. 1 Tahun 2006”) yang mencabut keberlakuan SK 05 dan berlaku efektif sejak November 2006. Perkom tersebut diharapkan dapat lebih memperhatikan prinsip-prinsip beracara yang baik dan benar, dan sejauh ini keberadaaannya telah memberikan suatu perkembangan yang luar biasa dalam penanganan perkara persaingan usaha oleh KPPU, dimana salah satunya adalah memperkenalkan rezim “perubahan perilaku” dalam penegakan hukum persaingan usaha.
Tahun 2007, Perkom tersebut sedang dalam masa transisi dan mengalami uji implementasi. Penilaian yang dilakukan meliputi kapabilitas Perkom tersebut dalam memenuhi “rasa keadilan” bagi pihak-pihak yang dilaporkan kepada KPPU, sehingga di masa mendatang KPPU dapat memutuskan apakah akan segera melakukan penguatan terhadap hukum formil penanganan perkara persaingan usaha di KPPU, ataukah cukup menyusun peraturan-peraturan pelaksana lainnya.
3 . 2 . M O N I T O R I N G P E L A K U U S A H A
Kegiatan monitoring pelaku usaha KPPU selain untuk mengawasi pelaku usaha yang telah memiliki posisi dominan di dalam pasarnya juga dilakukan untuk memantau pelaku usaha yang diduga melakukan pelanggaran terhadap UU No. 5/1999. Selain upaya penegakan hukum, monitoring pelaku usaha dilakukan melaui pendekatan persuasif agar pelaku usaha secara sukarela bersedia melakukan perubahan perilaku terhadap kegiatan yang melanggar UU No. 5/1999. Sejauh ini, kegiatan tersebut telah menghasilkan sejumlah perkara inisiatif, yaitu:
1. Dugaan penetapan harga dalam jasa fumigasi barang ekspor yang dilakukan oleh Ikatan Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia (IPPHAMI).
2. Dugaan integrasi vertikal dan penguasaan pasar dalam distribusi kendaraan bermotor antar pulau oleh kelompok PT Astra International Tbk.
3. Dugaan persekongkolan dalam tender pengadaan kompor gas 1 tungku yang dilaksanakan oleh Kementrian Negara UKM.
4. Dugaan persekongkolan dalam tender pengadaan jasa kebersihan di PT Angkasa Pura I.
5. Dugaan monopoli, penetapan harga, dan pembagian wilayah dalam pengelolaan jasa taksi di wilayah Batam.
6. Monitoring Tender Jack Up Drilling di CNOOC.
7. Monitoring diskriminasi penunjukan distributor pupuk bersubsidi oleh PT Kujang. 8. Monitoring diskriminasi penunjukan distributor pupuk bersubsidi oleh PT
Petrokimia.
Beberapa kegiatan monitoring yang diupayakan melalui perubahan perilaku adalah dugaan monopoli, penetapan harga, dan pembagian wilayah dalam pengelolaan
jasa taksi di Bandara Hasanuddin (Makassar), Sepinggan (Balikpapan), dan Ngurah Rai (Bali).
Sementara kegiatan penelitian monitoring pelaku usaha dilakukan pada pelaku usaha dari berbagai bidang, antara lain:
1. Monitoring terhadap dugaan kartel oleh kelompok pelaku usaha tertentu yang menguasai pembelian gula lokal.
2. Monitoring terhadap dugaan integrasi vertikal yang dilakukan oleh PT Astra International Tbk dalam bidang pengangkutan kendaraan antar pulau dengan kapal laut.
3. Monitoring dugaan integrasi vertikal dalam industri peternakan unggas ayam broiler di Kalimantan Timur.
4. Monitoring dugaan monopoli jasa fumigasi terhadap barang impor di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta oleh Koperasi Usaha Kita.
5. Monitoring dugaan monopoli pengelolaan gas alam oleh PT Energy Equity Sengkang EPICS di Sulawesi Selatan.
6. Monitoring dugaan diskriminasi dan jual rugi yang dilakukan oleh Astra Honda Motor.
7. Monitoring penguasaan gudang CDC di Pelabuhan Tanjung Priok oleh PT Multi Terminal Indonesia.
8. Monitoring terhadap dugaan kartel yang yang dilakukan AKLI (Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia).
9. Monitoring dugaan monopoli pengelolaan jasa taksi bandara di Bandara Hang Nadim.
10. Monitoring dugaan diskriminasi oleh Angkasa Pura I dalam pengelolaan beberapa fasilitas ground handling dan fasilitas lain di Bandara Ngurah Rai, Bandara Juanda, dan Bandara Hasanuddin.
11. Monitoring dugaan kartel oleh pabrikan lampu penerangan jalan umum. 12. Monitoring dugaan kartel dibidang farmasi.
13. Monitoring dugaan hambatan masuk pasar melalui interkoneksi dalam industri telekomunikasi.
14. Monitoring tentang penetapan tarif standar pelayanan jasa barang dan peti kemas di lini II Pelabuhan Tanjung Priok.
16. Monitoring dugaan penguasaan pasar dan penyalahgunaan posisi dominan dalam distribusi pupuk.
17. Monitoring dugaan penguasaan pasar dalam penyediaan avtur di Bandara Juanda Surabaya.
18. Monitoring tender pengadaan peralatan kesehatan di RSUD Lumajang. 19. Monitoring penyediaan jasa taksi di bandara seluruh Indonesia.
20. Monitoring tender jasa kebersihan di PT Angkasa Pura I.
21. Monitoring tender PLN dalam pengadaan turbin pembangkit listrik Borang, Sumatera Selatan.
22. Monitoring tender pengadaan alat kontrasepsi di BKKBN.
23. Monitoring dugaan penyalahgunaan posisi dominan oleh PD Pasar Jaya dan Developer di Pasar Tanah Abang.
Kegiatan monitoring tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah perkara inisiatif dari KPPU, sehingga tidak perlu tergantung sepenuhnya kepada laporan dari masyarakat dan meningkatkan kinerja KPPU dalam mengawasi perilaku persaingan tidak sehat. Berikut adalah rincian terhadap kegiatan monitoring pelaku usaha yang dilakukan KPPU pada tahun 2007.