• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kemampuan Guru

Kemampuan guru sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari kemampuan guru menyampaikan materi, kemampuan menciptakan media ataupun metode pembelajaran, kemampuan berinteraksi dengan siswa, dan kemampuan menjadi seorang teladan yang baik. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI (2007: 199) mengatakan bahwa kemampuan guru, meliputi penguasaan materi ajar, penguasaan pedagogik, kemampuan menerjemahkan kurikulum dalam merancang pembelajaran, kemampuan melakukan assesmen, dan keterampilan mengajar. Beberapa kemampuan yang harus dimiliki guru menurut Khoiruddin Bashori, dkk (2015: 204), diantaranya:

1. Kemampuan guru mengembangkan alat penunjang pembelajaran yang relevan.

2. Kemampuan guru memfasilitasi seluruh siswa.

3. Kemampuan guru membantu murid memaksimalkan proses pembelajaran sesuai dengan tingkat kecepatan siswa.

4. Kemampuan guru mengikuti perkembangan setiap siswa.

5. Kemampuan guru menangani dan menjalani komunikasi dengan para murid.

6. Kemampuan guru mendorong partisipasi aktif siswa.

7. Kemampuan guru mengakses informasi dan teknologi untuk efektifitas pembelajaran.

Guru tidak hanya memiliki kemampuan dalam akademik saja, namun masih terdapat beberapa macam kemampuan yang harus dikuasai oleh guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Asep Jihad dan Suyanto (2013: 28)

14

menyatakan bahwa empat prasyarat agar seorang guru dapat dikatakan profesional, yaitu:

1. Kemampuan guru mengolah atau menyiasati kurikulum.

2. Kemampuan guru mengaitkan materi kurikulum dengan lingkungan.

3. Kemampuan guru memotivasi siswa untuk belajar sendiri.

4. Kemampuan guru untuk mengintegrasi berbagai bidang studi atau mata pelajaran menjadi kesatuan konsep yang utuh.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru sangat menunjang keberhasilan proses pembelajaran di kelas. Beberapa kemampuan yang telah dijelaskan oleh pendapat di atas dapat dikategorikan dalam penguasaan guru tentang mengelola kelas dengan baik. Kemampuan guru menurut pendapat ahli di atas dalam penelitian ini menjadi lingkup untuk menemukan cara mengelola kelas secara efektif.

B. Tinjauan Tentang Pengelolaan Kelas 1. Pengertian Pengelolaan Kelas

Pengelolaan kelas berasal dari kata management yang berarti mengelola, mengatur, maupun mengurus dan classroom yang berarti kelas. Hal ini ditegaskan oleh pendapat Asep Jihad dan Suyanto (2013: 102) yang mengatakan bahwa pengelolaan identik dengan manajemen. Djamarah Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2002: 194) menyatakan bahwa pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses pembelajaran. Sependapat dengan hal tersebut, Moh. Uzer Usman (2006: 97) mengemukakan bahwa pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara

15

kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.

Sejalan dengan pendapat Sardiman A.M (2011: 169), pengelolaan kelas diuraikan sebagai menyediakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya proses belajar mengajar. Oleh karena itu, kegiatan mengelola kelas akan menyangkut mengatur tata ruang kelas yang memadai untuk pengajaran dan menciptakan iklim belajar yang serasi. Kelas yang kondusif merupakan faktor pendukung yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses pembelajaran. Menurut Djauzak Ahmad (Haryanto, dkk, 2003: 81) berpendapat bahwa pengelolaan kelas adalah usaha menciptakan kelas agar terwujud suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai kemampuan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru untuk mengorganisasikan, menciptakan, dan memelihara kondisi belajar yang optimal. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan suasana belajar yang efektif, menyenangkan, dan kondusif. Dengan kata lain, pengelolaan kelas sangat diperlukan oleh guru untuk mengurangi gangguan belajar di kelas.

2. Tujuan Pengelolaan Kelas

Saifuddin (2014: 72) mengatakan bahwa tujuan pengelolaan kelas pada hakikatnya telah terkandung dalam tujuan pendidikan. Secara umum tujuan dari pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi

bermacam-16

macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas. Hal ini ditegaskan oleh Arikunto (Saifuddin: 2014: 73), tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan baik sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Selain itu, Hasibuan, dkk (Suwarna, 2005: 83-84) mengatakan bahwa pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya apabila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah sebagai upaya guru untuk mengendalikan tingkah laku siswa di dalam kelas dengan membina hubungan yang baik antara guru dengan siswa ataupun siswa dengan siswa. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kondisi kelas yang kondusif saat proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, tujuan pembelajaran yang dilakukan dapat berjalan dengan optimal.

3. Mengelola Kelas Secara Efektif

Cara yang dapat digunakan untuk mengelola kelas secara efektif agar suasana kelas menjadi kondusif dan tujuan pembelajaran dapat terpenuhi dengan baik. Novan Ardy Wiyani (2013: 73) mengatakan bahwa untuk dapat mengelola kelas secara efektif setidaknya ada enam prinsip yang harus dijalankan oleh guru. Selain itu, John W. Santrock (2009: 248) mengatakan bahwa untuk mencapai keberhasilan mengelola kelas dengan

17

baik, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu merancang lingkungan fisik kelas, menciptakan lingkungan positif untuk belajar, dan menjadi komunikator yang baik. Jadi, beberapa hal mengelola kelas secara efektif, yaitu menerapkan prnsip-prinsip pengelolaan kelas, merancang lingkungan fisik kelas, menciptakan lingkungan positif untuk belajar, dan menjadi komunikator yang baik.

a. Menerapkan Prinsip-Prinsip Dalam Pengelolaan Kelas

Untuk dapat mengelola kelas secara efektif, menurut Novan Ardy Wiyani (2013: 73) setidaknya ada enam prinsip yang harus diterapkan oleh guru dalam pelaksanaan kegiatan mengelola kelas yang efektif. Enam prinsip pengelolaan kelas, diantaranya hangat dan antusias, tantangan, bervariasi, keluwesan, penekanan pada hal-hal positif, dan penanaman disiplin.

1) Hangat dan Antusias

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa siswa akan senang mengikuti kegiatan belajar di kelas jika guru bersikap hangat dan antusias kepada mereka. Pelajaran yang dianggap sebagian orang sulit pun dapat menjadi lebih mudah bagi siswa apabila guru bersikap hangat dan antusias kepada siswa. Hal ini sejalan dengan Saifuddin (2014: 73), guru yang hangat dan akrab dengan anak didik selalu menunjukkan antusias pada tugas atau pada aktivitas akan berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas. Sikap hangat dan antusias dapat ditunjukkan melalui bersikap adil kepada

18

semua siswa sehingga siswa akan lebih menghargai guru. Guru harus bersikap adil dan fair pada para siswa bila ingin dihormati (Nurul Asror, 2014).

Hangat dalam konteks mengelola kelas adalah sikap penuh kegembiraan dan penuh kasih sayang kepada siswa. Sementara antusias dalam konteks mengelola kelas adalah sikap bersemangat dalam kegiatan mengajar. Sikap hangat dan antusias dapat dimunculkan apabila seorang guru mau dan mampu menjalin ikatan emosional dengan siswa. Lebih lanjut, Isman (2012) mengatakan bahwa sikap hangat dan antusias dalam mengajar merupakan awal dari munculnya keinginan siswa untuk belajar. Oleh karena itu, guru perlu memberikan sikap hangat dan antusias agar siswa memiliki semangat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.

2) Tantangan

Setiap siswa sangat menyukai beberapa tantangan yang mengusik rasa ingin tahu siswa. Berbagai tantangan dapat dilakukan oleh guru melalui penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja maupun bahan-bahan pelajaran yang memang dirancang untuk memberikan tantangan kepada siswa. Kemampuan guru untuk memberikan tantangan kepada siswa dapat meningkatkan semangat belajar dan rasa ingin tahu sehingga hal itu dapat mengurangi kemungkinan munculnya perilaku yang menyimpang.

19

Rasa ingin tahu merupakan alasan yang paling kuat bagi siswa dalam mempelajari sesuatu (Isman, 2012). Selain itu, tantangan yang berupa pertanyaan pun juga dapat membantu siswa untuk dapat berpikir lebih kritis lagi. Setiap pertanyaan yang dilontarkan kepada siswa perlu diperhatikan tingkat level pertanyaan agar pikiran siswa bisa lebih terasah. Hal ini sejalan dengan Hal ini sejalan dengan pendapat Thomas R. McDaniel (Asep Sapa’at, 2012: 192), salah satu prinsip bertanya di kelas, yaitu guru menggunakan beragam level jenis pertanyaan sehingga memfasilitasi kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Selain itu, secara tidak langsung dapat menciptakan lingkungan belajar yang menantang dapat menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa (Asep Sapa’at, 2012: 200). Oleh karena itu, peran guru dalam pemberian tantangan pada siswa merupakan hal penting yang dapat meningkatkan kinerja otak.

3) Bervariasi

Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, variasi gaya mengajar guru sangatlah dibutuhkan karena dapat menghindari kejenuhan dan kebosanan. Variasi gaya mengajar seperti variasi intonasi suara, gerak anggota badan, mimik wajah, posisi dalam mengajar di kelas, serta dalam hal penggunaan metode dan media pengajaran juga diperlukan. Hal ini sejalan dengan pendapat Djamarah dan Aswan (Saifuddin, 2014: 74) mengatakan bahwa

20

kevariasian dalam penggunaan media, gaya mengajar guru, pola interaksi guru dan anak didik merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan. Lebih lanjut, Isman (2012) mengatakan bahwa memvariasikan gaya mengajar guru dan penggunaan media dapat menarik perhatian siswa. Melalui variasi tersebut, siswa akan terhindar dari rasa jenuh selama mengikuti kegiatan pembelajaran.

4) Keluwesan

Keluwesan dalam konteks mengelola kelas merupakan keluwesan perilaku guru untuk mengubah metode mengajar sesuai dengan kebutuhan siswa dan kondisi kelas. Hal itu bertujuan untuk mencegah kemungkinan munculnya gangguan belajar pada siswa serta untuk menciptakan iklim belajar mengajar yang kondusif dan efektif. Hal ini sejalan dengan Saifuddin (2014: 74) mengatakan bahwa keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan, seperti keributan anak didik, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan sebagainya. Lebih lanjut, Fakhrizal (2016) menegaskan bahwa keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan siswa, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas, dan sebagainya.

5) Penekanan pada Hal-Hal yang Positif

Penekanan pada hal-hal yang positif yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap perilaku siswa yang positif. Penekanan

21

tersebut dapat dilakukan dengan memberikan penguatan positif dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran. Selain komentar positif, pandangan guru yang positif juga sangat penting untuk diperhatikan. Banyak siswa merasa percaya diri akan performa dan kemampuan mereka dengan komentar positif yang diberikan guru. Pandangan guru yang positif dapat diartikan sebagai sikap mempercayai terhadap siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Saifuddin (2014: 74) yang mengatakan bahwa penekanan pada hal-hal yang positif, yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku positif daripada mengomentari tingkah laku yang negatif. Nizwa Ayuni (2013) menegaskan bahwa cara memelihara suasana yang positif dengan memberikan penguatan terhadap tingkah laku siswa yang positif.

6) Penanaman Disiplin Diri

Tujuan akhir dari kegiatan pengelolaan kelas adalah menjadikan siswa dapat mengembangkan disiplin pada diri sendiri sehingga tercipta iklim belajar yang kondusif di dalam kelas. Itulah alasan guru diharapkan dapat memotivasi siswa untuk melaksanakan disiplin dan menjadi teladan dalam pengendalian diri serta pelaksanaan tanggung jawab. Guru harus bisa menjadi model bagi siswa dengan memberikan contoh perilaku yang positif, baik di kelas, di sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Djamarah dan

22

Aswan (Saifuddin, 2014: 75) mengatakan bahwa guru harus disiplin dalam segala hal bila ingin siswa ikut berdisiplin dalam segala hal. Misalnya guru datang ke kelas tepat waktu, berpakaian sopan, tidak memakai perhiasan yang berlebihan, berbicara dengan bahasa yang santun, berkendara sesuai dengan aturan lalu lintas, dan sebagainya.

Penanaman sikap disiplin pada siswa, guru setidaknya memberikan nasehat, peringatan, atau sanksi pada siswa agar lebih disiplin lagi. Hal ini bertujuan untuk membantu siswa mengerti akan arah tingkah laku yang sesuai dengan tata tertib kelas, dan melihat atau merasakan teguran guru sebagai suatu peringatan dan bukan kemarahan (Nizwa Ayuni, 2013).

Keenam prinsip yang telah dikemukakan di atas senada dengan pendapat Djamarah dan Aswan (Saifuddin, 2014: 73), prinsip-prinsip pengelolaan kelas yang dapat digunakan, yaitu hangat dan antusias, tantangan, bervariasi, keluwesan, penekanan pada hal-hal yang positif, dan penanaman disiplin diri. Sementara itu, Buchari Alma (2010: 84) mengungkapkan bahwa prinsip pengelolaan kelas meliputi:

a. Kehangatan dan keantusiasan dalam mengajar dapat menciptakan iklim kelas yang menyenangkan.

b. Dapat menggunakan kata-kata atau tindakan yang dapat menantang siswa untuk berpikir.

c. Guru dapat melakukan variasi.

d. Keluwesan guru dalam pelaksanaan tugas perlu ditingkatkan. e. Penanaman disiplin diri sendiri merupakan dasar modal guru f. Penekanan pada hal-hal yang bersifat positif perlu diperhatikan.

23

Berdasarkan beberapa pendpaat dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip yang perlu dilakukan dalam pengelolaan kelas diantaranya hangat dan antusias, tantangan, bervariasi, keluwesan, penekanan pada hal-hal positif, serta penanaman disiplin diri. Prinsip-prinsip tersebut mampu mendukung keberhasilan guru dalam mengelola kelas dengan baik. Selain itu, teori tentang prinsip-prinsip pengelolaan kelas dalam penelitian ini dijadikan sebagai pedoman wawancara, observasi, dan dokumentasi.

b. Merancang Lingkungan Fisik Kelas

Lingkungan fisik tempat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil pembelajaran yang dilakukan. Selain itu, lingkungan yang mendukung mempunyai pengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Martha Kaudfeldt (2008: 44-48) menegaskan bahwa untuk menciptakan lingkungan fisik kelas yang kondusif, maka beberapa pertimbangan pengaruh rangsangan lingkungan, yaitu pencahayaan, kebisingan, rangsangan visual, serta suhu dan kualitas udara. Sejalan dengan pendapat Sri Budyartati (2014: 55), masalah penting dalam manajemen kelas berkenaan dengan penataan lingkungan fisik tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran, kebersihan kelas, pengaturan tempat duduk, ventilasi, dan pengaturan cahaya. Hal tersebut merupakan beberapa hal kecil yang perlu diperhatikan guru untuk menata lingkungan fisik kelas yang kondusif.

24

Hal lain yang dapat menunjang terciptanya lingkungan fisik kelas yang kondusif, yaitu memperhatikan prinsip dasar yang bisa digunakan ketika menyusun kelas menurut Evertson, dkk (John W. Santrock, 2009: 259-260), yaitu:

1) Mengurangi hambatan di area macet

Pada area kerja kelompok, meja siswa, meja guru, rak buku, ruang komputer, dan lokasi penyimpanan sebaiknya dipisahkan agar area tersebut mudah didatangi.

2) Pastikan Anda bisa dengan mudah melihat semua siswa

Saat kegiatan pembelajaran dimulai, pastikan ada barisan kosong di antara meja lokasi pembelajaran, meja siswa, dan semua area kerja siswa agar dapat memantau aktivitas siswa.

3) Membuat materi pengajaran yang sering digunakan dan persediaan siswa menjadi mudah diakses

Hal ini dapat meminimalisasi waktu persiapan sebelum mengajar dan waktu pembersihan saat waktu istirahat tiba sehingga guru bisa lebih tepat waktu.

4) Memastikan bahwa siswa bisa dengan mudah mengobservasi presentasi seluruh siswa

Ketika siswa melakukan kegiatan presentasi, guru harus memastikan keberadaan semua siswa agar tidak mengalami kesulitan dalam hal mengamati.

25

Guru tidak hanya memperhatikan dari segi akademik saja, melainkan penataan fisik kelas juga diperlukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperhatikan penataan benda-benda di kelas, dekorasi kelas, dan jarak tempat duduk siswa diberi jarak secukupnya sehingga siswa dapat bergerak dengan bebas. Senada dengan Loisell (Winataputra, 2003: 22), prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menata lingkungan fisik kelas, yaitu:

1) Visibility (Keleluasaan Pandangan)

Visibility artinya penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas yang tidak mengganggu pandangan siswa. Hal ini memudahkan siswa secara leluasa dapat memandang guru, benda atau kegiatan yang sedang berlangsung. Selain itu, guru harus dapat memandang semua siswa saat kegiatan pembelajaran.

2) Accesibility (Mudah Dicapai)

Penataan ruang harus dapat memudahkan siswa untuk meraih atau mengambil barang-barang yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Jarak antar tempat duduk harus cukup untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja.

3) Fleksibilitas (Keluwesan)

Barang-benda di dalam kelas hendaknya mudah ditata dan dipindahkan dan disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Seperti

26

penataan tempat duduk yang perlu diubah, jika proses pembelajaran menggunakan metode diskusi dan kerja kelompok.

4) Kenyamanan

Kenyamanan di kelas berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas.

5) Keindahan

Prinsip keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan dapat berpengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

Perancangan lingkungan fisik kelas perlu pula memperhatikan gaya penyusunan tiap kelas yang dapat mempengaruhi tingkat perhatian siswa saat kegiatan pembelajaran dimulai. Penyusunan fisik kelas harus memperhatikan tiap jenis aktivitas yang sedang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Crane, dkk (John W. Santrock, 2009: 261) menegaskan bahwa harus mempertimbangkan susunan fisik yang paling mendukung jenis aktivitas siswa.

Abdul Majid (2007: 168) menjelaskan bahwa dalam mengatur tempat duduk yang penting memungkinkan terjadinya tatap muka sehingga guru dapat mengontrol tingkah laku siswa. Hal ini berarti bahwa pengaturan posisi tempat duduk siswa memberi dampak dalam proses pembelajaran (Radno Harsanto, 2007: 59). Berbagai jenis

27

penyusunan kelas standar menurut Renne (John W. Santrock, 2009: 261), yaitu gaya auditorium, berhadap-hadapan, off-set, seminar, dan kelompok.

1) Gaya auditorium

Gaya susunan kelas di mana semua siswa menghadap guru. Susunan ini mencegah kontak siswa secara berhadap-hadapan dan guru bebas untuk bergerak ke manapun di dalam ruangan. Hal tersebut membuat siswa bisa lebih fokus memperhatikan guru. 2) Gaya berhadap-hadapan

Siswa duduk menghadap satu sama lain. Gaya penyusunan ruang kelas ini, dapat menyebabkan banyak gangguan dari siswa lain dan akan membuat kelas menjadi kurang kondusif. Hal itu dikarenakan siswa langsung menghadap dengan siswa lain yang dapat diajak saling berbicara.

3) Gaya off-set

Siswa dalam jumlah kecil (dua atau tiga siswa) duduk di meja, namun tidak duduk berseberangan secara langsung.

4) Gaya seminar

Siswa dalam jumlah besar (sepuluh atau lebih) duduk dalam susunan empat persegi atau bentuk U. Gaya ini cocok apabila guru menginginkan siswa untuk berbicara satu dengan yang lain agar memudahkan siswa lain memperhatikan teman yang sedang berbicara.

28 5) Gaya kelompok

Siswa dalam jumlah kecil (empat hingga delapan) bekerja dalam kelompok kecil yang berdekatan.

Djamarah dan Aswan (Saifuddin, 2014: 76) menyatakan jika, pengajaran ditempuh dengan metode ceramah, maka tempat duduk sebaiknya berderet memanjang ke belakang. Sedangkan, menurut Ummu Hany Almasitoh (2012) gaya susunan lain, yaitu:

1) Kelompok untuk Kelompok

Susunan ini memungkinkan untuk menyusun permainan peran, berdebat atau observasi aktivitas kelompok. Cara menyusun posisi tempat duduk ini dengan meletakkan meja pertemuan di tengah-tengah dan dikelilingi oleh kursi-kursi pada sisi luar.

2) Workstation

Susunan ini tepat untuk lingkungan tipe laboratorium, aktif di mana setiap siswa duduk pada tempat untuk mengerjakan tugas (seperti mengoperasikan komputer, mesin, melakukan kerja laborat) tepat setelah didemonstrasikan. Tempat berhadapan mendorong

patner belajar untuk menempatkan dua siswa pada tempat yang sama.

Berdasarkan uraian di atas tentang cara merancang lingkungan fisik kelas dapat disimpulkan bahwa lingkungan fisik mempunyai pengaruh yang penting untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Menciptakan lingkungan fisik kelas yang kondusif

29

memerlukan beberapa pertimbangan diantaranya pencahayaan, kebisingan, rangsangan visual, serta suhu dan kualitas udara. Dari sisi lain, perlu memperhatikan prinsip penyusunan kelas dan gaya penyusunan. Prinsip penyusunan kelas dapat memperhatikan beberapa hal, yaitu visibility, accesbility, fleksibilitas, kenyamanan, dan keindahan. Prinsip-prinsip tersebut dapat menjadi pedoman guru untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif dan nyaman untuk kegiatan pembelajaran. Kemudian, untuk menciptakan lingkungan fisik kelas yang kondusif juga perlu memperhatikan gaya penyusunan kelas karena dapat berpengaruh pada semangat dan antusias siswa mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas.

c. Menciptakan Lingkungan yang Positif untuk Pembelajaran

Siswa membutuhkan lingkungan yang positf untuk mendukung proses pembelajaran. Ada berbagai cara yang dapat digunakan untuk menciptakan lingkungan yang positif, diantaranya strategi umum dalam pengelolaan kelas, cara-cara untuk menerapkan peraturan, dan strategi yang positif untuk membuat siswa bekerja sama (John W. Santrock, 2009: 264).

Pertama, strategi umum dalam menciptakan lingkungan positif untuk pembelajaran dapat dilihat dari gaya mengelola kelas. Berbagai macam gaya mengelola kelas yang bisa dilakukan oleh guru untuk menciptakan lingkungan positif untuk pembelajaran. John W. Santrock

30

(2013: 566-567) mengatakan bahwa gaya mengelola kelas yang dapat digunakan guru, yaitu ada gaya otoriter, permisif, dan demokratis. 1) Gaya Mengelola Kelas yang Demokratis

Strategi demokratis dalam mengelola kelas mendorong siswa untuk menjadi pemikir dan pelaku yang mandiri, tetapi masih melibatkan pemantauan yang efektif. Guru yang demokratis melibatkan siswa dalam banyak aktivitas verbal dan menunjukkan sikap perhatian kepada mereka. Tim Portal Informasi Pendidikan Sekolah Dasar (2009) mengatakan bahwa gaya manajemen guru yang demokratis lebih mungkin terbinanya sikap persahabatan guru dan siswa dengan dasar saling mempercayai.

2) Gaya Mengelola Kelas yang Otoriter

Gaya ini bersifat membatasi dan menghukum. Guru yang otoriter menempatkan batas dan kendali yang tegas terhadap siswa serta memiliki sedikit pertukaran verbal dengan siswa. Hal ini membuat siswa merasa tertekan saat mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas. Selain itu, penanaman sikap positif dari diri siswa juga akan terganggu.

Siswa di dalam kelas yang otoriter cenderung pasif, tidak bisa memulai aktivitas, mengungkapkan kecemasan tentang perbandingan sosial, dan memiliki keterampilan komunikasi yang buruk. Oleh karena itu, gaya manajemen kelas yang otoriter tidak harus diterapkan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran.

31 3) Gaya Megelola Kelas yang Permisif

Dokumen terkait