• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMAMPUAN GURU DALAM PENGELOLAAN KELAS DI SD NEGERI MINOMARTANI 2.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEMAMPUAN GURU DALAM PENGELOLAAN KELAS DI SD NEGERI MINOMARTANI 2."

Copied!
340
0
0

Teks penuh

(1)

KEMAMPUAN GURU DALAM PENGELOLAAN KELAS DI SD NEGERI MINOMARTANI 2

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Ervina Puspitaningrum NIM 12108241060

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

i

KEMAMPUAN GURU DALAM PENGELOLAAN KELAS DI SD NEGERI MINOMARTANI 2

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Ervina Puspitaningrum NIM 12108241060

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

v

MOTTO

Guru yang menganggap manajemen kelas sebagai proses dalam membangun dan mempertahankan lingkungan belajar yang efektif cenderung lebih berhasil daripada guru yang lebih menekankan peranan mereka sebagai figur otoritas atau

pendisiplin.

(Thomas L. Good dan Jere Brophy)

“Tugas kita bukanlan untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba karena di dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk

berhasil”

(7)

vi

PERSEMBAHAN

Teriring ucapan Alhamdulillah, Tugas Akhir Skripsi (TAS) ini, peneliti persembahkan untuk:

1. Orang tua tercinta.

(8)

vii

KEMAMPUAN GURU DALAM PENGELOLAAN KELAS DI SD NEGERI MINOMARTANI 2

Oleh

Ervina Puspitaningrum NIM 12108241060

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan berbagai cara yang dilakukan guru untuk mengelola kelas dengan baik dengan beberapa tahap, yaitu memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan kelas, merancang lingkungan fisik kelas, menciptakan iklim belajar yang efektif, dan menjadi komunikator yang baik dalam pembelajaran.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan subjek penelitian antara lain guru, siswa, dan kepala sekolah. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan komponen analisis data model interaktif Miles dan Huberman (reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan). Uji keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan teknik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan kelas guru di SD Negeri Minomartani 2 dilakukan dengan cara (1) penerapan prinsip-prinsip pengelolaan kelas, meliputi sikap hangat dan antusias, tantangan, bervariasi, keluwesan, penekanan pada hal-hal positif, dan penanaman disiplin; (2) merancang lingkungan fisik kelas dengan memperhatikan prinsip penyusunan kelas dan gaya penyusunan; (3) menciptakan iklim belajar yang efektif dengan melalui pemilihan gaya manajemen kelas, menerapkan peraturan, mengajak siswa saling bekerja sama, dan menghargai perilaku yang pantas; (4) menjadi komunikator yang baik meliputi keterampilan berbicara di mana guru telah memperhatikan beberapa strategi yang bagus untuk berbicara jelas di kelas dan mengembangkan keterampilan berbicara pada siswa, keterampilan mendengarkan di mana guru mengajarkan siswa untuk menghargai orang yang sedang berbicara dan mengerti maksud dari pembicaraan tersebut, serta penggunaan komunikasi nonverbal yang bertujuan untuk menekankan maksud melalui gerak tubuh tanpa kata-kata.

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Kemampuan Guru dalam Pengelolaan Kelas di SD Negeri Minomartani 2” dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini diajukan sebagai tugas akhir guna memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberi kesempatan menuntut ilmu di UNY.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin dalam penyusunan skripsi ini.

3. Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

4. Ketua Jurusan PSD (Pendidikan Sekolah Dasar) yang telah memberikan ijin penelitian.

5. Dr. E. Kus Eddy Sartono, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu Dosen PGSD FIP UNY yang telah membekali ilmu

pengetahuan, sehingga dapat penulis gunakan dalam penyusunan skripsi ini. 7. Kepala SD Negeri Minomartani 2 yang telah memberikan ijin untuk

melaksanakan penelitian.

8. Bapak dan Ibu guru, karyawan dan siswa SD Negeri Minomartani 2 yang telah membantu dan memberikan kerja sama selama penelitian.

(10)

ix

10. Teruntuk Dimas Budi Fathoni, terima kasih atas motivasi dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

11. Teruntuk Indra Ari Widodo dan Widya Luhur Wicaksono, terima kasih atas motivasi dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.

12. Teman-teman E-Class Family, terima kasih atas kebersamaan, motivasi dan dukungannya selama menempuh studi di UNY.

13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca sekalian.

Yogyakarta, 20 Oktober 2016

(11)

x

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Fokus Penelitian ... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Pengelolaan Kelas ... 13

1. Kemampuan Guru ... 13

2. Tinjauan Tentang Pengelolaan Kelas ... 14

3. Tujuan Pengelolaan Kelas ... 15

4. Mengelola Kelas Secara Efektif ... 16

a. Menerapkan Prinsip-Prinsip Dalam Pengelolaan Kelas ... 17

(12)

xi

c. Menciptakan Lingkungan yang Positif untuk Pembelajaran ... 29

d. Menjadi Seorang Komunikator yang Baik ... 43

4. Standar Pengelolaan Kelas ... 50

B. Tinjauan Siswa Sekolah Dasar ... 52

C. Kajian Penelitian yang Relevan ... 54

D. Kerangka Pikir ... 56

E. Pertanyaan Penelitian ... 57

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 59

B. Jenis Penelitian ... 60

C. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 61

D. Objek dan Subjek Penelitian ... 62

E. Teknik Pengumpulan Data ... 63

F. Instrumen Penelitian ... 65

G. Sumber Data ... 67

H. Teknik Analisis Data ... 68

I. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 70

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 73

B. Deskripsi Subjek dan Objek Penelitian ... 77

C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 78

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 123

E. Temuan Penelitian ... 160

F. Keterbatasan Peneltiian ... 161

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 162

B. Saran ... 165

DAFTAR PUSTAKA ... 166

(13)

xii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Pedoman Instrumen Penelitian ... 67

Tabel 2. Penggunaan Triangulasi Berdasarkan Pertanyaan Penelitian ... 72

Tabel 3. Jumlah Siswa SD N Minomartani 2 Tahun Ajaran 2015/2016 ... 75

Tabel 4. Fasilitas KBM dan Media SD N Minomartani 2 ... 76

Tabel 5. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Kelas di SD N Minomartani 2 ... 135

Tabel 6. Perancangan Lingkungan Fisik Kelas di SD N Minomartani 2 ... 142

Tabel 7. Menciptakan Lingkungan Positif di SD N Minomartani 2 ... 153

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ...172

Lampiran 2. Data Subjek Penelitian ...172

Lampiran 3. Instrumen Penelitian ...173

Lampiran 4. Reduksi, Penyajian Data, dan Kesimpulan Hasil Observasi ...178

Lampiran 5. Reduksi, Penyajian Data, dan Kesimpulan Hasil Wawancara Guru ...208

Lampiran 6. Reduksi, Penyajian Data, dan Kesimpulan Hasil Wawancara Kepala Sekolah ...243

Lampiran 7. Reduksi, Penyajian Data, dan Kesimpulan Hasil Wawancara Siswa ...259

Lampiran 8. Triangulasi Sumber dan Teknik ...302

Lampiran 9. Dokumentasi Foto Penelitian ...318

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan sebuah proses yang dengan sengaja dilaksanakan untuk mencerdaskan bangsa, menciptakan manusia yang mempunyai budi pekerti luhur dan produktif. Hal ini ditegaskan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan siswa, masyarakat dan bangsa. Pendidikan mempunyai peluang besar untuk meningkatkan kompetensi siswa.

(17)

2

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan tersebut merupakan salah satu bagian terpenting dari proses pendidikan.

Proses pendidikan akan membentuk sosok individu sebagai sumber daya manusia yang akan berperan besar dalam proses pembangunan bangsa dan negara. Peran pendidikan sangat penting, sebab pendidikan merupakan kunci utama untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, peningkatan mutu pendidikan dapat dicapai apabila proses belajar mengajar yang diselenggarakan di kelas benar-benar efektif dan efisien. Hal itu berguna untuk mencapai pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diharapkan.

(18)

3

mengelola kelas dengan baik agar kondisi kelas saat kegiatan pembelajaran dimulai dapat lebih kondusif. Dengan kata lain, kemampuan guru dalam pengelolaan kelas sangat diperlukan.

Pengelolaan kelas di sekolah dasar merupakan kegiatan yang terbilang tidak mudah. Selain membantu siswa memahami materi juga berusaha membuat kegiatan pembelajaran menjadi menyenangkan dan tidak membosankan. Guru seharusnya mampu berkreasi setiap waktu untuk menjadikan kegiatan pembelajaran menjadi mudah diterima serta menyenangkan. Guru tidak hanya duduk diam di depan atau meminta siswa mengerjakan soal tanpa bimbingan yang maksimal, untuk itulah diperlukan beragam inovasi yang kreatif dan menantang dalam proses pembelajaran.

Pengelolaan sebagai salah satu aspek penyelenggaraan sistem pembelajaran yang mendasar diantara sekian banyak tugas guru di dalam kelas. Pengelolaan kelas merupakan berbagai upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal dalam proses belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Djamarah Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2002: 194) menyatakan bahwa pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses pembelajaran.

(19)

4

mengorganisasikan segala sumber daya kelas bagi terciptanya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Sumber daya itu diorganisasikan untuk memecahkan aneka masalah yang menjadi kendala dalam proses pembelajaran sekaligus membangun suasana yang kondusif. Selain itu, fungsi pengelolaan kelas sangatlah penting dan mendasar karena guru dalam mengelola kelas meliputi kegiatan merancang kegiatan pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan kondusif. Oleh karena itu, melalui pengelolaan kelas yang baik akan mendukung tingkat kinerja guru tersebut dalam pelaksanaan proses pembelajaran di kelas.

(20)

5

Salah satu bentuk masalah yang dialami guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang baik, yaitu dalam hal pengelolaan kelas. Hal ini sejalan dengan pendapat Syaiful Bahri Djamarah (2005: 173) mengatakan bahwa masalah yang dihadapi guru, baik pemula maupun yang sudah berpengalaman adalah pengelolaan kelas. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Oregon (Vern Jones & Louise Jones, 2012: 6) yang menemukan bahwa guru pemula memandang isu-isu yang berhubungan dengan mengelola kelas sebagai tantangan terbesar mereka. Hal ini ditegaskan pula oleh Moh. Suardi (2015: 33), biasanya permasalahan guru yang dihadapi ketika berhadapan dengan sejumlah anak didik adalah masalah pengelolaan kelas.

(21)

6

Siswa terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar, mengkondisikan lingkungan kelas yang kondusif, membangun interaksi kelas yang positif, dan mendorong siswa bertanggung jawab atas perilaku yang dilakukan. Selain itu, mengembangkan keterampilan pengelolaan diri yang terkait dengan kebiasaan kerja yang baik, serta mengembangkan perilaku sosial yang positif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Suatu kondisi yang optimal dapat tercapai, jika guru mampu mengendalikan proses pembelajaran dalam suasana yang menyenangkan dan kondusif untuk mencapai tujuan pengajaran. Tugas guru yaitu menciptakan, memperbaiki, dan memelihara situasi kelas yang cerdas. Itulah yang mendukung siswa untuk mengukur, mengembangkan, dan memelihara stabilitas kemampuan, bakat, minat, dan energi yang dimiliki guru dalam kegiatan pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran dapat tercapai tujuan, baik secara intruksional ataupun non intruksional. Hal ini tak dapat dipungkiri karena keadaan di kelas yang seringkali tidak berjalan dengan apa yang diharapkan. Oleh karena itu, guru bertugas untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang kondusif sehingga tumbuhlah suatu iklim belajar yang berkualitas dalam upaya mencapai tujuan pendidikan.

(22)

7

observasi awal, masih terdapat delapan SD di Sleman di mana siswa belum mampu menaati peraturan di kelas. Hasil observasi awal tersebut diperkuat dengan hasil wawancara dari beberapa guru SD. Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa terdapat delapan SD masih banyak siswa dari keluarga dengan perekonomian rendah dan dari keluarga yang kurang harmonis. Lingkungan keluarga yang kurang harmonis dapat membentuk sifat anak menjadi kurang mampu menaati peraturan di kelas. Alasan itu yang membuat guru-guru selalu mengalami kesulitan dalam hal menciptakan kelas yang kondusif. Hal tersebut dikarenakan banyak siswa yang masih sulit menaati peraturan saat kegiatan pembelajaran dimulai. Selain itu, tujuan pembelajaran yang diharapkan pun sering kali tidak sesuai dengan harapan.

(23)

8

bersekolah di SD Negeri Minomartani mayoritas bersifat kurang menaati peraturan di kelas karena lingkungan keluarga kurang harmonis.

Peneliti juga melakukan observasi awal ketika kegiatan pembelajaran. Pembelajaran kelas I-V yang dilakukan oleh guru SD Negeri Minomartani 2 masih terbilang kurang variatif sehingga siswa kurang tertarik dan merasa bosan saat kegiatan pembelajaran dimulai serta menyebabkan kondisi kelas kurang kondusif. Banyak siswa yang masih jalan-jalan dan berbicara sendiri ketika guru sedang menjelaskan. Selain itu, terdapat pula siswa yang berani dengan guru. Contoh, saat guru memerintahkan untuk maju mengerjakan soal di papan tulis, siswa tidak mau menjalankan perintah guru, melainkan asyik bermain dengan teman dan mengacuhkan perintah dari guru. Hal tersebut juga dapat menganggu konsentrasi siswa lain yang memang benar-benar ingin mendapatkan ilmu dan dapat menghambat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah direncanakan oleh guru.

Beberapa guru juga masih menggunakan sikap mengancam, ketika siswa melanggar peraturan. Selain itu, ada pula guru yang masih termasuk kategori pemarah, sehingga siswa terkadang ada yang takut dan ada pula yang justru berani dengan guru. Guru yang masih memiliki sikap pemarah dapat menurunkan rasa ingin tahu siswa, keaktifan siswa di kelas, dan dapat mengganggu emosional siswa sehingga kegiatan pembelajaran yang dilakukan kurang optimal.

(24)

9

pembelajaran dimulai, suasana kelas terlihat kondusif. Guru kelas VI saat mengajar selalu memiliki variasi sehingga kelas tersebut selalu terlihat kondusif. Selain itu, guru kelas VI memiliki sikap tegas, hangat, luwes, menanamkan disiplin, variatif, dan mampu mengendalikan kelas dengan karakteristik siswa yang beragam. Selain itu, guru tersebut juga sudah pernah mengajar di kelas IV. Dengan beragam sifat yang dimiliki oleh siswa, dari yang pendiam hingga hiperaktif, guru tersebut mampu mengendalikan kelas agar tetap kondusif dan tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat terpenuhi. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru kelas VI mampu mengelola kelas dengan baik, meskipun siswa kelas VI kurang menaati peraturan di kelas.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengelolaan kelas di SD Negeri Minomartani 2. Alasan peneliti melakukan penelitian ini, yaitu ketika kegiatan pembelajaran dimulai, banyak kelas yang masih ramai dan terdapat guru yang bisa menciptakan suasana kelas menjadi tenang, meskipun dihadapkan dengan siswa melanggar aturan di kelas. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh bagaimana kemampuan guru di SD Negeri Minomartani 2 dalam mengelola kelas. Dengan demikian, peneliti ingin meneliti lebih jauh permasalahan di atas dengan mengangkat judul “Kemampuan Guru dalam Pengelolaan Kelas di SD Negeri Minomartani 2”.

B. Identifikasi Masalah

(25)

10

2. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan kurang variatif sehingga siswa kurang tertarik dan merasa bosan dengan pelajaran yang diterima.

3. Guru masih bersikap pemarah saat mengajar di kelas sehingga beberapa siswa menjadi ketakutan dan ada pula yang justru berani kepada guru. 4. Beberapa siswa di SD Negeri Minomartani 2 tidak mendengarkan

penjelasan dan perintah guru serta ada pula yang berani mengacuhkan perintah guru.

5. Belum ada kajian mendalam di SD Negeri Minomartani 2 mengenai kemampuan guru dalam pengelolaan kelas terkait suasana kelas yang masih ramai saat kegiatan pembelajaran dilakukan.

C. Fokus Penelitian

Melihat luasnya permasalahan yang diuraikan pada identifikasi masalah di atas, peneliti memilih satu masalah yang dijadikan fokus dalam penelitian ini. Fokus penelitian ini yaitu untuk meneliti tentang kemampuan guru dalam pengelolaan kelas di SD Negeri Minomartani 2.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus masalah penelitian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana cara guru menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan kelas? 2. Bagaimana guru merancang lingkungan fisik kelas agar tercipta suasana

kelas yang kondusif?

(26)

11

4. Bagaimana cara menjadi komunikator yang baik bagi guru maupun siswa?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan cara guru menciptakan suasana kondusif di kelas melalui prinsip-prinsip pengelolaan kelas.

2. Mendeskripsikan cara yang dilakukan guru untuk merancang lingkungan fisik kelas agar tercipta suasana kelas yang kondusif.

3. Mendeskripsikan cara guru menciptakan lingkungan yang positif untuk belajar di kelas.

4. Mendeskripsikan cara agar menjadi komunikator yang baik bagi guru maupun siswa?

F. Kegunaan Penelitian

Penelitian yang dilakukan di SD Negeri Minomartani 2 memiliki beberapa manfaat, seperti berikut.

1. Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian secara teoritis memberi kontribusi pengembangan pengetahuan tentang cara mengelola kelas dengan baik terhadap berbagai karakteristik siswa agar tercipta lingkungan belajar yang kondusif.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Kepala Sekolah

(27)

12

kemampuan guru dalam mengelola kelas dapat membuahkan hasil yang lebih maksimal.

b. Bagi Pendidik

1) Sebagai alat motivasi guru dalam meningkatkan profesionalisme mengajar.

2) Mampu memberikan masukan yang berharga sebagai upaya peningkatan guru dalam mengelola kelas yang efektif dan efisien guna mencapai tujuan pembelajaran.

3) Sebagai refleksi diri untuk lebih meningkatkan keterampilan dasar mengajar terkhusus mengelola kelas secara efektif sehingga guru mampu menciptakan suasana kelas yang kondusif.

4) Dapat dijadikan sebagai alat untuk mengoptimalkan kinerja guru serta menjadi tolak ukur dan bahan pertimbangan untuk melakukan pembenahan terhadap berbagai kekurangan bagi guru SD dalam melaksanakan tugas profesi, khususnya dalam mengelola kelas secara efektif.

c. Bagi Peneliti

(28)

13

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kemampuan Guru

Kemampuan guru sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari kemampuan guru menyampaikan materi, kemampuan menciptakan media ataupun metode pembelajaran, kemampuan berinteraksi dengan siswa, dan kemampuan menjadi seorang teladan yang baik. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI (2007: 199) mengatakan bahwa kemampuan guru, meliputi penguasaan materi ajar, penguasaan pedagogik, kemampuan menerjemahkan kurikulum dalam merancang pembelajaran, kemampuan melakukan assesmen, dan keterampilan mengajar. Beberapa kemampuan yang harus dimiliki guru menurut Khoiruddin Bashori, dkk (2015: 204), diantaranya:

1. Kemampuan guru mengembangkan alat penunjang pembelajaran yang relevan.

2. Kemampuan guru memfasilitasi seluruh siswa.

3. Kemampuan guru membantu murid memaksimalkan proses pembelajaran sesuai dengan tingkat kecepatan siswa.

4. Kemampuan guru mengikuti perkembangan setiap siswa.

5. Kemampuan guru menangani dan menjalani komunikasi dengan para murid.

6. Kemampuan guru mendorong partisipasi aktif siswa.

7. Kemampuan guru mengakses informasi dan teknologi untuk efektifitas pembelajaran.

(29)

14

menyatakan bahwa empat prasyarat agar seorang guru dapat dikatakan profesional, yaitu:

1. Kemampuan guru mengolah atau menyiasati kurikulum.

2. Kemampuan guru mengaitkan materi kurikulum dengan lingkungan.

3. Kemampuan guru memotivasi siswa untuk belajar sendiri.

4. Kemampuan guru untuk mengintegrasi berbagai bidang studi atau mata pelajaran menjadi kesatuan konsep yang utuh.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru sangat menunjang keberhasilan proses pembelajaran di kelas. Beberapa kemampuan yang telah dijelaskan oleh pendapat di atas dapat dikategorikan dalam penguasaan guru tentang mengelola kelas dengan baik. Kemampuan guru menurut pendapat ahli di atas dalam penelitian ini menjadi lingkup untuk menemukan cara mengelola kelas secara efektif.

B. Tinjauan Tentang Pengelolaan Kelas

1. Pengertian Pengelolaan Kelas

(30)

15

kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.

Sejalan dengan pendapat Sardiman A.M (2011: 169), pengelolaan kelas diuraikan sebagai menyediakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya proses belajar mengajar. Oleh karena itu, kegiatan mengelola kelas akan menyangkut mengatur tata ruang kelas yang memadai untuk pengajaran dan menciptakan iklim belajar yang serasi. Kelas yang kondusif merupakan faktor pendukung yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses pembelajaran. Menurut Djauzak Ahmad (Haryanto, dkk, 2003: 81) berpendapat bahwa pengelolaan kelas adalah usaha menciptakan kelas agar terwujud suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai kemampuan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru untuk mengorganisasikan, menciptakan, dan memelihara kondisi belajar yang optimal. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan suasana belajar yang efektif, menyenangkan, dan kondusif. Dengan kata lain, pengelolaan kelas sangat diperlukan oleh guru untuk mengurangi gangguan belajar di kelas.

2. Tujuan Pengelolaan Kelas

(31)

bermacam-16

macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas. Hal ini ditegaskan oleh Arikunto (Saifuddin: 2014: 73), tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan baik sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Selain itu, Hasibuan, dkk (Suwarna, 2005: 83-84) mengatakan bahwa pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya apabila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah sebagai upaya guru untuk mengendalikan tingkah laku siswa di dalam kelas dengan membina hubungan yang baik antara guru dengan siswa ataupun siswa dengan siswa. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kondisi kelas yang kondusif saat proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, tujuan pembelajaran yang dilakukan dapat berjalan dengan optimal.

3. Mengelola Kelas Secara Efektif

(32)

17

baik, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu merancang lingkungan fisik kelas, menciptakan lingkungan positif untuk belajar, dan menjadi komunikator yang baik. Jadi, beberapa hal mengelola kelas secara efektif, yaitu menerapkan prnsip-prinsip pengelolaan kelas, merancang lingkungan fisik kelas, menciptakan lingkungan positif untuk belajar, dan menjadi komunikator yang baik.

a. Menerapkan Prinsip-Prinsip Dalam Pengelolaan Kelas

Untuk dapat mengelola kelas secara efektif, menurut Novan Ardy Wiyani (2013: 73) setidaknya ada enam prinsip yang harus diterapkan oleh guru dalam pelaksanaan kegiatan mengelola kelas yang efektif. Enam prinsip pengelolaan kelas, diantaranya hangat dan antusias, tantangan, bervariasi, keluwesan, penekanan pada hal-hal positif, dan penanaman disiplin.

1) Hangat dan Antusias

(33)

18

semua siswa sehingga siswa akan lebih menghargai guru. Guru harus bersikap adil dan fair pada para siswa bila ingin dihormati (Nurul Asror, 2014).

Hangat dalam konteks mengelola kelas adalah sikap penuh kegembiraan dan penuh kasih sayang kepada siswa. Sementara antusias dalam konteks mengelola kelas adalah sikap bersemangat dalam kegiatan mengajar. Sikap hangat dan antusias dapat dimunculkan apabila seorang guru mau dan mampu menjalin ikatan emosional dengan siswa. Lebih lanjut, Isman (2012) mengatakan bahwa sikap hangat dan antusias dalam mengajar merupakan awal dari munculnya keinginan siswa untuk belajar. Oleh karena itu, guru perlu memberikan sikap hangat dan antusias agar siswa memiliki semangat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.

2) Tantangan

(34)

19

Rasa ingin tahu merupakan alasan yang paling kuat bagi siswa dalam mempelajari sesuatu (Isman, 2012). Selain itu, tantangan yang berupa pertanyaan pun juga dapat membantu siswa untuk dapat berpikir lebih kritis lagi. Setiap pertanyaan yang dilontarkan kepada siswa perlu diperhatikan tingkat level pertanyaan agar pikiran siswa bisa lebih terasah. Hal ini sejalan dengan Hal ini sejalan dengan pendapat Thomas R. McDaniel (Asep Sapa’at, 2012: 192), salah satu

prinsip bertanya di kelas, yaitu guru menggunakan beragam level jenis pertanyaan sehingga memfasilitasi kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Selain itu, secara tidak langsung dapat menciptakan lingkungan belajar yang menantang dapat menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa (Asep Sapa’at, 2012: 200). Oleh karena itu, peran guru dalam

pemberian tantangan pada siswa merupakan hal penting yang dapat meningkatkan kinerja otak.

3) Bervariasi

(35)

20

kevariasian dalam penggunaan media, gaya mengajar guru, pola interaksi guru dan anak didik merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan. Lebih lanjut, Isman (2012) mengatakan bahwa memvariasikan gaya mengajar guru dan penggunaan media dapat menarik perhatian siswa. Melalui variasi tersebut, siswa akan terhindar dari rasa jenuh selama mengikuti kegiatan pembelajaran.

4) Keluwesan

Keluwesan dalam konteks mengelola kelas merupakan keluwesan perilaku guru untuk mengubah metode mengajar sesuai dengan kebutuhan siswa dan kondisi kelas. Hal itu bertujuan untuk mencegah kemungkinan munculnya gangguan belajar pada siswa serta untuk menciptakan iklim belajar mengajar yang kondusif dan efektif. Hal ini sejalan dengan Saifuddin (2014: 74) mengatakan bahwa keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan, seperti keributan anak didik, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan sebagainya. Lebih lanjut, Fakhrizal (2016) menegaskan bahwa keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan siswa, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas, dan sebagainya.

5) Penekanan pada Hal-Hal yang Positif

(36)

21

tersebut dapat dilakukan dengan memberikan penguatan positif dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran. Selain komentar positif, pandangan guru yang positif juga sangat penting untuk diperhatikan. Banyak siswa merasa percaya diri akan performa dan kemampuan mereka dengan komentar positif yang diberikan guru. Pandangan guru yang positif dapat diartikan sebagai sikap mempercayai terhadap siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Saifuddin (2014: 74) yang mengatakan bahwa penekanan pada hal-hal yang positif, yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku positif daripada mengomentari tingkah laku yang negatif. Nizwa Ayuni (2013) menegaskan bahwa cara memelihara suasana yang positif dengan memberikan penguatan terhadap tingkah laku siswa yang positif.

6) Penanaman Disiplin Diri

(37)

22

Aswan (Saifuddin, 2014: 75) mengatakan bahwa guru harus disiplin dalam segala hal bila ingin siswa ikut berdisiplin dalam segala hal. Misalnya guru datang ke kelas tepat waktu, berpakaian sopan, tidak memakai perhiasan yang berlebihan, berbicara dengan bahasa yang santun, berkendara sesuai dengan aturan lalu lintas, dan sebagainya.

Penanaman sikap disiplin pada siswa, guru setidaknya memberikan nasehat, peringatan, atau sanksi pada siswa agar lebih disiplin lagi. Hal ini bertujuan untuk membantu siswa mengerti akan arah tingkah laku yang sesuai dengan tata tertib kelas, dan melihat atau merasakan teguran guru sebagai suatu peringatan dan bukan kemarahan (Nizwa Ayuni, 2013).

Keenam prinsip yang telah dikemukakan di atas senada dengan pendapat Djamarah dan Aswan (Saifuddin, 2014: 73), prinsip-prinsip pengelolaan kelas yang dapat digunakan, yaitu hangat dan antusias, tantangan, bervariasi, keluwesan, penekanan pada hal-hal yang positif, dan penanaman disiplin diri. Sementara itu, Buchari Alma (2010: 84) mengungkapkan bahwa prinsip pengelolaan kelas meliputi:

a. Kehangatan dan keantusiasan dalam mengajar dapat menciptakan iklim kelas yang menyenangkan.

b. Dapat menggunakan kata-kata atau tindakan yang dapat menantang siswa untuk berpikir.

c. Guru dapat melakukan variasi.

(38)

23

Berdasarkan beberapa pendpaat dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip yang perlu dilakukan dalam pengelolaan kelas diantaranya hangat dan antusias, tantangan, bervariasi, keluwesan, penekanan pada hal-hal positif, serta penanaman disiplin diri. Prinsip-prinsip tersebut mampu mendukung keberhasilan guru dalam mengelola kelas dengan baik. Selain itu, teori tentang prinsip-prinsip pengelolaan kelas dalam penelitian ini dijadikan sebagai pedoman wawancara, observasi, dan dokumentasi.

b. Merancang Lingkungan Fisik Kelas

(39)

24

Hal lain yang dapat menunjang terciptanya lingkungan fisik kelas yang kondusif, yaitu memperhatikan prinsip dasar yang bisa digunakan ketika menyusun kelas menurut Evertson, dkk (John W. Santrock, 2009: 259-260), yaitu:

1) Mengurangi hambatan di area macet

Pada area kerja kelompok, meja siswa, meja guru, rak buku, ruang komputer, dan lokasi penyimpanan sebaiknya dipisahkan agar area tersebut mudah didatangi.

2) Pastikan Anda bisa dengan mudah melihat semua siswa

Saat kegiatan pembelajaran dimulai, pastikan ada barisan kosong di antara meja lokasi pembelajaran, meja siswa, dan semua area kerja siswa agar dapat memantau aktivitas siswa.

3) Membuat materi pengajaran yang sering digunakan dan persediaan siswa menjadi mudah diakses

Hal ini dapat meminimalisasi waktu persiapan sebelum mengajar dan waktu pembersihan saat waktu istirahat tiba sehingga guru bisa lebih tepat waktu.

4) Memastikan bahwa siswa bisa dengan mudah mengobservasi presentasi seluruh siswa

(40)

25

Guru tidak hanya memperhatikan dari segi akademik saja, melainkan penataan fisik kelas juga diperlukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperhatikan penataan benda-benda di kelas, dekorasi kelas, dan jarak tempat duduk siswa diberi jarak secukupnya sehingga siswa dapat bergerak dengan bebas. Senada dengan Loisell (Winataputra, 2003: 22), prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menata lingkungan fisik kelas, yaitu:

1) Visibility (Keleluasaan Pandangan)

Visibility artinya penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas yang tidak mengganggu pandangan siswa. Hal ini memudahkan siswa secara leluasa dapat memandang guru, benda atau kegiatan yang sedang berlangsung. Selain itu, guru harus dapat memandang semua siswa saat kegiatan pembelajaran.

2) Accesibility (Mudah Dicapai)

Penataan ruang harus dapat memudahkan siswa untuk meraih atau mengambil barang-barang yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Jarak antar tempat duduk harus cukup untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja.

3) Fleksibilitas (Keluwesan)

(41)

26

penataan tempat duduk yang perlu diubah, jika proses pembelajaran menggunakan metode diskusi dan kerja kelompok.

4) Kenyamanan

Kenyamanan di kelas berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas.

5) Keindahan

Prinsip keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan dapat berpengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

Perancangan lingkungan fisik kelas perlu pula memperhatikan gaya penyusunan tiap kelas yang dapat mempengaruhi tingkat perhatian siswa saat kegiatan pembelajaran dimulai. Penyusunan fisik kelas harus memperhatikan tiap jenis aktivitas yang sedang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Crane, dkk (John W. Santrock, 2009: 261) menegaskan bahwa harus mempertimbangkan susunan fisik yang paling mendukung jenis aktivitas siswa.

(42)

27

penyusunan kelas standar menurut Renne (John W. Santrock, 2009: 261), yaitu gaya auditorium, berhadap-hadapan, off-set, seminar, dan kelompok.

1) Gaya auditorium

Gaya susunan kelas di mana semua siswa menghadap guru. Susunan ini mencegah kontak siswa secara berhadap-hadapan dan guru bebas untuk bergerak ke manapun di dalam ruangan. Hal tersebut membuat siswa bisa lebih fokus memperhatikan guru. 2) Gaya berhadap-hadapan

Siswa duduk menghadap satu sama lain. Gaya penyusunan ruang kelas ini, dapat menyebabkan banyak gangguan dari siswa lain dan akan membuat kelas menjadi kurang kondusif. Hal itu dikarenakan siswa langsung menghadap dengan siswa lain yang dapat diajak saling berbicara.

3) Gaya off-set

Siswa dalam jumlah kecil (dua atau tiga siswa) duduk di meja, namun tidak duduk berseberangan secara langsung.

4) Gaya seminar

(43)

28 5) Gaya kelompok

Siswa dalam jumlah kecil (empat hingga delapan) bekerja dalam kelompok kecil yang berdekatan.

Djamarah dan Aswan (Saifuddin, 2014: 76) menyatakan jika, pengajaran ditempuh dengan metode ceramah, maka tempat duduk sebaiknya berderet memanjang ke belakang. Sedangkan, menurut Ummu Hany Almasitoh (2012) gaya susunan lain, yaitu:

1) Kelompok untuk Kelompok

Susunan ini memungkinkan untuk menyusun permainan peran, berdebat atau observasi aktivitas kelompok. Cara menyusun posisi tempat duduk ini dengan meletakkan meja pertemuan di tengah-tengah dan dikelilingi oleh kursi-kursi pada sisi luar.

2) Workstation

Susunan ini tepat untuk lingkungan tipe laboratorium, aktif di mana setiap siswa duduk pada tempat untuk mengerjakan tugas (seperti mengoperasikan komputer, mesin, melakukan kerja laborat) tepat setelah didemonstrasikan. Tempat berhadapan mendorong

patner belajar untuk menempatkan dua siswa pada tempat yang sama.

(44)

29

memerlukan beberapa pertimbangan diantaranya pencahayaan, kebisingan, rangsangan visual, serta suhu dan kualitas udara. Dari sisi lain, perlu memperhatikan prinsip penyusunan kelas dan gaya penyusunan. Prinsip penyusunan kelas dapat memperhatikan beberapa hal, yaitu visibility, accesbility, fleksibilitas, kenyamanan, dan keindahan. Prinsip-prinsip tersebut dapat menjadi pedoman guru untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif dan nyaman untuk kegiatan pembelajaran. Kemudian, untuk menciptakan lingkungan fisik kelas yang kondusif juga perlu memperhatikan gaya penyusunan kelas karena dapat berpengaruh pada semangat dan antusias siswa mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas.

c. Menciptakan Lingkungan yang Positif untuk Pembelajaran

Siswa membutuhkan lingkungan yang positf untuk mendukung proses pembelajaran. Ada berbagai cara yang dapat digunakan untuk menciptakan lingkungan yang positif, diantaranya strategi umum dalam pengelolaan kelas, cara-cara untuk menerapkan peraturan, dan strategi yang positif untuk membuat siswa bekerja sama (John W. Santrock, 2009: 264).

(45)

30

(2013: 566-567) mengatakan bahwa gaya mengelola kelas yang dapat digunakan guru, yaitu ada gaya otoriter, permisif, dan demokratis. 1) Gaya Mengelola Kelas yang Demokratis

Strategi demokratis dalam mengelola kelas mendorong siswa untuk menjadi pemikir dan pelaku yang mandiri, tetapi masih melibatkan pemantauan yang efektif. Guru yang demokratis melibatkan siswa dalam banyak aktivitas verbal dan menunjukkan sikap perhatian kepada mereka. Tim Portal Informasi Pendidikan Sekolah Dasar (2009) mengatakan bahwa gaya manajemen guru yang demokratis lebih mungkin terbinanya sikap persahabatan guru dan siswa dengan dasar saling mempercayai.

2) Gaya Mengelola Kelas yang Otoriter

Gaya ini bersifat membatasi dan menghukum. Guru yang otoriter menempatkan batas dan kendali yang tegas terhadap siswa serta memiliki sedikit pertukaran verbal dengan siswa. Hal ini membuat siswa merasa tertekan saat mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas. Selain itu, penanaman sikap positif dari diri siswa juga akan terganggu.

(46)

31 3) Gaya Megelola Kelas yang Permisif

Gaya mengelola ini siswa diberi banyak kebebasan, tetapi memberi mereka sedikit dukungan untuk mengembangkan keterampilan belajar atau mengatur perilaku mereka. Siswa yang terdapat di kelas permisif cenderung memiliki keterampilan akademis yang tidak memadai dan pengendalian diri yang rendah.

Kedua, menerapkan peraturan di mana kelas tanpa panduan tentang perilaku yang tepat cenderung kacau dan tidak produktif. Menetapkan batasan-batasan perilaku di kelas dapat meningkatkan lingkungan belajar yang lebih produktif. John W. Santrock (2009: 220) mengatakan bahwa ada berbagai strategi yang dapat digunakan, yaitu meninjau secara periodik kegunaan peraturan dan prosedur yang ada dan mengakui perasaan siswa tentang persyaratan-persyaratan di kelas.

Senada dengan pendapat Asep Jihad dan Suyanto (2013: 97) menyatakan bahwa beberapa saran agar aturan yang dibuat dan disepakati bersama dapat diterapkan dengan cara:

1) Membuat aturan seminimal dan sejelas mungkin

Aturan yang hendak dibuat sebaiknya jelas dan langsung pada inti aturan.

2) Memberikan hadiah atau hukuman yang masuk akal

(47)

32

efisien bahwa mereka yang memegang kendali atas kemampuan dan perilaku masing-masing.

3) Banyaklah Berkomunikasi dengan Siswa

Selalu komunikasikan dengan siswa secara baik-baik segala hal yang diterapkan pada mereka. Melakukan komunikasi secara berulang akan menggerakkan siswa untuk melakukan kewajiban dengan kemauan sendiri.

4) Bekerja Sama dengan Siswa

Setelah aturan dibuat oleh guru dan siswa, maka aturan tersebut berlaku untuk keduanya.

Hal ini sejalan dengan Ummu Hany Almasitoh (2012), strategi dalam menerapkan batasan untuk siswa, yaitu:

1) Aturan dan prosedur harus masuk akal dan dibutuhkan

Aturan dan prosedur yang dibuat harus tepat untuk kelas tersebut dan mempunyai dasar yang kuat. Misalnya, seorang guru yang membuat aturan bahwa semua siswa harus datang tepat waktu dan bagi siswa yang terlambat akan dikenai sanksi, sebaiknya guru tersebut menjelaskan alasan aturan tersebut pada siswa.

(48)

33

2) Aturan dan prosedur harus jelas dan dapat dipahami

Aturan yang dibuat harus dijelaskan maksud dan dideskripsikan agar siswa benar-benar memahami materi. Sebaiknya, guru melibatkan siswa dalam membuat aturan sehingga dapat meningkatkan rasa tanggung jawab siswa untuk mematuhi aturan tersebut.

3) Aturan dan prosedur harus konsisten dengan tujuan pengajaran dan pembelajaran

Pastikan bahwa aturan dan prosedur yang dibuat tidak akan mengganggu proses pengajaran dan pembelajaran. Sebagian guru menginginkan kelas yang tenang, sehingga siswa dilarang untuk berinteraksi dengan teman lain, hal ini tentu tidak cocok diterapkan dalam pembelajaran dengan model kolaboratif.

Ketiga, mengajak siswa untuk bekerja sama di mana ada tiga strategi utama, yaitu mengembangkan hubungan positif dengan siswa, membuat siswa berbagi dan memikul tanggung jawab, serta menghargai perilaku yang pantas.

1) Mengembangkan Hubungan yang Positif dengan Siswa

(49)

34

nyaman didekat guru. Hal ini sejalan dengan John W. Santrock (2013: 571) menyatakan bahwa perhatian menyebabkan kelas dirasakan aman dan nyaman bagi siswa dan merasa diperlakukan secara adil. Dalam hal ini, ternyata kenyamanan kelas dapat melalui guru memberikan perhatian. Selain itu, Lilik Firdayati (2015) menjelaskan bahwa guru yang bisa menjadi sahabat siswa juga mampu menciptakan atmosfer belajar yang hangat, mengasyikkan, membangkitkan semangat, dan menancapkan kepercayaan diri bagi siswa.

Sebuah studi dari Emmer, dkk (John W. Santrock, 2009: 269) menemukan bahwa selain memiliki peraturan dan prosedur yang efektif, para pengelola kelas yang berhasil juga menunjukkan sikap perhatian terhadap siswa. Jeanne Ellis Ormrod (2009: 214-215), strategi-strategi ini harus menjadi inti dalam usaha guru untuk memiliki hubungan kerja yang produktif dengan siswa sehingga hubungan guru dan siswa menjadi dekat, yaitu:

a) Komunikasikan secara rutin kepedulian dan respek kepada siswa sebagai individu

(50)

35

guru. Diamond, dkk (Jeanne Ellis Ormrod, 2009: 214) mengatakan bahwa perilaku tersebut dapat bermanfaat bagi siswa yang kurang mengalami hubungan kasih sayang di rumah.

b) Ingatlah bahwa kepedulian dan respek melibatkan lebih dari sekedar menunjukkan afeksi

Sikap peduli yang dimiliki guru sangatlah penting untuk siswa karena mampu menciptakan rasa hangat dan lembut saat siswa di samping guru.

Sikap peduli yang ditunjukkan oleh guru dalam hal kecil dapat menjadi sesuatu hal spesial bagi siswa. Sejalan dengan pendapat Ummu Hany Almasitoh (2012), ada beberapa pedoman pengajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan hubungan yang positif dengan siswa, yaitu sebagai berikut:

a) beri siswa sapaan “selamat pagi” yang ramah,

b) luangkan waktu walaupun singkat untuk bertatap muka dan membicarakan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan siswa, c) tuliskan catatan ringkas yang bersisi dorongan bagi siswa, d) sering-seringlah memanggil siswa dengan namanya,

e) tunjukkan semangat pada siswa, bahkan ketika akan pulang sekolah, pada akhir pekan, ataupun akhir tahun pelajaran,

f) bersikap lebih terbuka sehingga siswa bisa lebih memandang guru sebagai individu. Tetapi juga jangan terlalu berlebihan dalam membuka diri,

g) menjadi pendengar aktif yang menyimak apa yang dikatakan siswa meskipun yang dikatakan tersebut hanya masalah sepele, h) biarkan siswa tahu bahwa guru akan selalu membantu, dan i) ingat bahwa membangun hubungan yang positif dan saling

(51)

36

2) Membuat Siswa Berbagi dan Memikul Tanggung Jawab

Beberapa ahli tentang mengelola kelas berpendapat bahwa berbagi tanggung jawab dengan siswa untuk membuat keputusan kelas meningkatkan komitmen siswa terhadap keputusan tersebut (John W. Santrock, 2009: 270). Selain itu, siswa juga akan belajar bahwa tanggung jawab yang mereka miliki, harus dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, pemberian sanksi saat siswa tidak menjalankan tanggung jawab juga diperlukan agar siswa menjadi lebih mengerti alasan harus bertanggung jawab. Eko Triyanto (2013) menyatakan bahwa:

siswa yang lalai dari tanggung jawabnya perlu diberi hukuman agar tidak mengulanginya lagi sekaligus memberikan peringatan kepada siswa lain agar tidak lalai dari tanggung jawab. Sebaliknya, mereka yang berhasil menunaikan tanggung jawab, patut mendapat apresiasi meskipun sederhana berupa pujian atau doa.

Ada beberapa pedoman menurut Ummu Hany Almasitoh (2012) yang dapat dilakukan untuk mengajak siswa berbagi dan mengemban tanggung jawab di kelas, yaitu sebagai berikut.

a) Libatkan siswa dalam perencanaan dan implementasi inisiatif sekolah dan kelas

(52)

37

b) Dorong siswa untuk menilai tindakan mereka sendiri

Daripada memberi penghakiman atas perilaku siswa, lebih baik ajukan pertanyaan yang dapat memotivasi siswa untuk mengevaluasi perilaku sendiri.

c) Jangan menerima alasan siswa melakukan kesalahan

Alasan biasanya dimaksudkan untuk menghindari tanggung jawab. Sebaiknya, guru tidak mendiskusikan alasan siswa melakukan kesalahan, namun guru menanyakan pada siswa tentang apa yang akan mereka lakukan, jika situasi yang sama terjadi.

d) Beri waktu agar siswa mau menerima tanggung jawab

siswa tidak akan berubah menjadi anak yang bertanggung jawab dalam sekejap saja. Banyak perilaku menyimpang siswa yang terbentuk sejak lama dan dibutuhkan waktu untuk mengubah.

3) Memberikan Penghargaan untuk Perilaku yang Pantas

(53)

38

laku negatif, maka gunakan peringatan atau berikan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sejalan dengan Les Parsons (2009: 50), konsekuensi harus sesuai dengan perilaku tersebut dan harus bertujuan untuk mendorong timbulnya perilaku yang patuh. John W. Santrock (2009: 270) mengatakan bahwa beberapa pedoman dalam menggunakan penghargaan mengelola kelas, sebagai berikut:

a) Memilih Penguat yang Efektif

Guru sebaiknya mencari penguat yang paling cocok untuk siswa dan sesuaikanlah penguatan tersebut dengan siswa yang mana. Untuk satu siswa, sebaiknya penghargaan paling efektif, yaitu dengan pujian. Melalui pujian, siswa menjadi lebih percaya diri dengan sikap yang dilakukan. Ingatlah bahwa aktivitas yang menyenangkan sering kali sangat berharga untuk mendapatkan kerja sama dari siswa.

(54)

39

Keempat, menciptakan iklim psikologis efektif di mana hubungan guru dan siswa saling terjaga merupakan hal penting bagi iklim kelas secara keseluruhan, yaitu lingkungan psikologis umum yang mewarnai interaksi kelas. Brand, dkk (Jeanne Ellis Ormrod, 2008: 216-217) menyatakan bahwa guru pasti menginginkan siswa merasa nyaman, membuat pelajaran menjadi prioritas yang tinggi serta bersedia mengambil resiko dan membuat kesalahan demi kesuksesan akademik jangka panjang. Asep Sapa’at (2012: 200) menjelaskan bahwa dalam upaya pemberdayaan potensi otak siswa dapat dengan cara menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan.

Untuk mewujudkan itu, maka guru juga perlu memperhatikan bagaimana iklim di kelas karena itu akan berpengaruh pada prestasi siswa. Hal ini sejalan dengan Tarmidi (2006) bahwa prestasi belajar siswa juga ditentukan oleh kualitas iklim psikologis di mana mereka belajar. Hal tersebut juga akan mempengaruhi psikologis siswa karena jika iklim psikologis mendukung, maka siswa akan merasa nyaman dan semangat dalam mengikuti pembelajaran.

Berikut ini beberapa strategi yang dapat dilakukan menurut Jeanne Ellis Ormrod (2008: 216-217):

1) Bangunlah suasana yang berorientasi tujuan, menyerupai bisnis, namun tidak menakutkan

(55)

40

Suasana kelas menyerupai bisnis, artinya tidak lupa dengan tujuan utama sekolah. Jadi, kegiatan pembelajaran yang dilakukan tetap menekankan pada tujuan utama sekolah, namun dengan menciptakan dan mempertahankan suasana kelas yang menarik dan menyenangkan. Hiburan juga tetap diperlukan, tetapi bukan menjadi tujuan utama sekolah.

2) Komunikasikan dan tunjukkan bahwa tugas sekolah dan pokok bahasan akademik itu berharga

Guru menyampaikan pesan kepada siswa tentang nilai dari pelajaran di sekolah bukan hanya sekedar ucapan melainkan juga dengan tindakan. Guru seharusnya menunjukkan bagaimana kaitan topik-topik di kelas dengan dunia luar. Jika guru menilai pembelajaran dengan cara-cara yang mensyaratkan pembelajaran bermakna dan elaborasi, dan berfokus pada seberapa baik performa tiap siswa berkembang, guru telah menunjukkan kepada siswa bahwa materi pelajaran dapat meningkatkan kualitas hidup siswa. Inilah yang akan membuat siswa sedikit demi sedikit dapat memahami pentingnya tiap pelajaran yang diterima.

3) Berilah siswa kesempatan untuk mengendalikan aktivitas-aktivitas kelas

(56)

41

4) Minimalkan persaingan di antara para siswa

Siswa akan lebih produktif melalui kerja sama, bukan saling bersaing. Selain dapat saling mendukung menguasai materi di kelas, tetapi juga dapat menjaga hubungan pertemanan yang penting bagi perkembangan sosial dan psikologis siswa.

5) Tingkatkan rasa kebersamaan dan keterjalinan

Sikap kebersamaan dan keterjalinan sangat diperlukan bagi siswa karena dapat membuat siswa memandang dirinya sebagai anggota kelas yang penting dan berharga. Guru dan siswa memiliki tujuan yang sama, saling menghargai dan mendukung usaha, serta percaya bahwa setiap orang dapat memberikan kontribusi yang penting bagi pembelajaran di kelas.

Hal ini sejalan dengan Lina Kato (2015) yang menyatakan bahwa untuk menciptakan iklim psikologis yang efektif, hal-hal yang dapat dilakukan oleh seorang guru antara lain:

a) mengkomunikasikan adanya penerimaan, penghargaan, dan perhatian terhadap siswa,

b) menciptakan lingkungan kelas yang berfokus pada pencapaian tujuan akhir,

c) mensosialisasikan materi pelajaran yang akan disampaikan, d) memberi kebebasan kepada siswa untuk mengontrol sendiri

aspek-aspek dalam kehidupan kelas, dan

e) menciptakan suasana yang saling menghargai, saling berbagi, dan saling mendukung satu sama lain.

(57)

42

satu sama lain. Hal tersebut yang dapat menunjang terciptanya lingkungan positif untuk pembelajaran di kelas.

Berdasarkan uraian di atas tentang menciptakan lingkungan yang positif untuk pembelajaran, yaitu dibagi menjadi empat cara, yaitu strategi umum dalam pengelolaan kelas, cara untuk menerapkan peraturan, strategi yang positif untuk membuat siswa bekerja sama, dan menciptakan iklim psikologis yang efektif. Strategi umum yang dapat dilakukan, yaitu dengan memperhatikan gaya mengelola yang dipilih. Gaya mengelola kelas, meliputi demokratis, otoriter, dan permisif.

Cara untuk menerapkan peraturan dapat dengan meninjau kembali peraturan yang ada, dibuat dengan jelas, dan adanya saling kerja sama antara guru dan siswa. Sedangkan, untuk mengembangkan hubungan positif dengan siswa dengan memberikan perhatian dan rasa peduli kepada siswa dimulai dari hal yang sederhana. Perhatian di atas menyebabkan kelas terasa aman dan nyaman bagi siswa dan mereka merasa diperlakukan secara adil.

(58)

43

maka guru mampu mengelola kelas dengan baik terhadap berbagai karakteristik siswa.

d. Menjadi Seorang Komunikator yang Baik

Berkomunikasi bagi guru berarti memiliki kemampuan dan keberanian menyampaikan kata-kata dengan lancar, jelas, dan intonasi yang tepat. Pada dasarnya seorang guru adalah seorang komunikator. Proses pembelajaran di dalam kelas merupakan proses komunikasi. Dalam konteks komunikasi pendidikan, guru seyogyanya memenuhi segala prasyarat komunikasi yang efektif dalam menyampaikan pelajaran. Dengan adanya komunikasi yang baik, tujuan pendidikan bisa tercapai secara efektif (Agus Wibowo, 2013: 60). Jika tidak, proses pembelajaran akan sulit mencapai hasil maksimal. Berbagai persoalan akan muncul manakala hubungan komunikatif antara guru dan siswa tidak berjalan dengan optimal (Ngainun Naim, 2011: 112).

Kemampuan berkomunikasi merupakan kunci keberhasilan dari berbagai profesi yang ada. Tanpa menguasai kemampuan berkomunikasi yang baik dapat membuat kita akan mengalami kesulitan dalam menyampaikan maksud atau pemikiran kita kepada orang lain. Mulyana (2010: 96) menjelaskan bahwa komunikasi tampaknya merupakan hal yang sederhana tetapi ternyata tidak semua orang dapat menguasai dengan baik.

(59)

44

dari komunikasi adalah keterampilan berbicara, keterampilan mendengarkan, dan komunikasi nonverbal (John W. Santrock, 2009: 273).

1) Keterampilan Berbicara

Guru harus memiliki keterampilan berbicara yang efektif agar dapat mengembangkan keterampilan berbicara siswa. Ketika berbicara di dalam kelas dan dengan siswa, satu hal terpenting yang harus diingat guru adalah mengomunikasikan informasi dengan jelas. Kejelasan dalam berbicara sangatlah penting dalam kegiatan pembelajaran. Florez (John W. Santrock, 2009: 273) mengatakan bahwa ada beberapa strategi yang bagus untuk berbicara secara jelas di kelas, meliputi hal-hal berikut ini:

a) menggunakan tata bahasa yang benar, b) memilih kosa kata yang bisa dimengerti,

c) menerapkan strategi guna meningkatkan kemampuan siswa untuk memahami apa yang guru jelaskan, dan d) berbicara pada kecepatan yang sesuai.

Hal ini sejalan dengan pendapat Thornburry (anonim: 2016) bahwa strategi kompetensi disebut juga dengan strategi komunikasi. Ada beberapa hal yang yang harus diperhatikan dalam strategi komunikasi yaitu:

a) menggunakan kata-kata yang tidak langsung (tidak to the point),

b) mengubah kata-kata baru agar lebih dikenal, c) menggunakan kata-kata yang umum,

d) menggunakan ekspresi, dan

(60)

45

Miyades, dkk (2014) mengatakan bahwa pemberian kesempatan kepada siswa untuk saling menyampaikan pendapat secara lisan dalam bentuk diskusi sangat besar artinya. Kesempatan ini juga dapat merupakan latihan untuk siswa mengemukakan kritik yang konstruktif. Ross dan Roe (Ahmad Rofi’udin dan Darmiyati Zuhdi, 2002: 13), guru menciptakan kegiatan untuk melatih keterampilan berbicara melalui menyampaikan informasi, partisipasi dalam diskusi, serta berbicara menghibur dan menyajikan pertunjukan. Sejalan dengan pendapat Yodhia Antariksa (2009), untuk mengembangkan keterampilan berbicara, yaitu:

1) memberikan perhatian penuh terhadap pembicara sebagai usaha yang sesungguhnya untuk memahami pokok-pokok penting dari pembicara. Termasuk memberikan perhatian penuh kepada mereka dan gunakan kata-kata pendorong seperti “ya”, “aha”, dan “mmm”. Hal ini juga termasuk pernyataan secara non-verbal seperti mengangguk, tersenyum, dan bahasa tubuh lainnya,

2) melihat ke arah pembicara untuk mengamati bahasa tubuh dan mengambil nuansa pembicaraan,

3) mengajukan pertanyaan, dan

(61)

46

manipulatif akan berusaha untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan cara membuat orang lain merasa bersalah. Orang-orang yang menggunakan gaya pasif merupakan Orang-orang yang tidak bersikap tegas atau pasrah. Namun, orang-orang yang menggunakan gaya tegas akan mengungkapan isi hati dan menolak sesuatu hal yang tidak mereka inginkan. Dalam hal menangani konflik, bersikap tegas merupakan pilihan yang terbaik.

Dari paparan di atas yang berkaitan dengan keterampilan berbicara dapat disimpulkan bahwa guru harus memiliki keterampilan berbicara yang efektif agar dapat mengembangkan keterampilan berbicara siswa. Strategi berbicara yang bagus untuk dapat dilakukan oleh guru, yaitu menggunakan tata bahasa yang benar, memilih kosakata yang bsia dimengerti, menerapkan strategi untuk meningkatkan siswa memahami apa yang sedang dijelaskan oleh guru, berbicara pada kecepatan yang sesuai, menggunakan kata-kata umum, menggunakan gerak tubuh atau mimik dan menggunakan ekspresi. Selanjutnya, untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa dapat melalui kebiasaan menyampaikan pendapat saat diskusi kelas dan memberikan perhatian pada pembicara.

(62)

47

yang dapat membantu guru untuk mengembangkan keterampilan berbicara kepada siswa agar siswa dapat memahami maksud dan tujuan dari apa yang disampaikan oleh guru.

2) Keterampilan Mendengarkan

Mengelola kelas secara efektif akan menjadi lebih mudah apabila guru dan siswa mempunyai keterampilan mendengarkan yang baik. Apabila siswa mampu menjadi pendengar yang baik, maka akan mendapatkan lebih banyak manfaat dari pelajaran yang dilalui dan akan memiliki hubungan sosial yang lebih baik. Pendengar yang baik akan mendengarkan secara aktif dan menyerap informasi yang diberikan. Mendengarkan secara aktif adalah memberikan perhatian penuh kepada pembicara, berfokus pada isi intelektual, dan emosional dari pesan (John W. Santrock, 2009: 278). Pendengar yang baik hanya fokus dengan apa yang sedang dibicarakan dan memahami isi dari pembicaraan tersebut. Seseorang tidak akan memahami isi yang dibicarakan bila tidak mendengarkan dengan fokus. Hal ini sejalan dengan Burhan (Nisa Alrochmah, 2013) menjelaskan bahwa pelajar yang tidak pandai mendengarkan pelajaran akan mendapat kesukaran dalam mengikuti pelajaran dan bahkan besar kemungkinan gagal.

(63)

48

guru dengan siswa dan bekerja sama untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan ini.

a) memperhatikan orang yang berbicara,

Hal ini menunjukkan bahwa topik yang sedang dibicarakan itu menarik. Pertahankanlah kontak mata yang baik dan condongkanlah badan ke depan ketika mendengarkan.

b) memparafrasekan, dan

Topik pembicaraan yang telah disampaikan, diuraikan kembali dengan bahasa sendiri.

c) memberikan umpan balik dengan cara yang kompeten,

Umpan balik verbal atau nonverbal memberi pembicara ide tentang seberapa banyak kemajuan yang dibuat pembicara dalam mengomunikasikan satu poin dengan jelas. Pendengar yang baik memberikan umpan balik dengan cepat, jelas, jujur, dan informatif.

3) Komunikasi Nonverbal

(64)

49

gerakan mata, karakteristik suara, dan penampilan pribadi adalah merupakan suatu bentuk komunikasi nonverbal. Sikap saat sedang berbicara juga perlu diperhatikan, seperti posisi tangan, melemparkan pandangan, menggerakan mulut, dan posisi kaki. Berikut adalah beberapa contoh perilaku umum yang menjadi jalan dalam komunikasi secara nonverbal antar-individu (John W Santrock, 2009: 278).

1) mengangkat alis dengan perasaan tidak percaya,

2) mendekap lengan untuk mengasingkan atau melindungi diri, 3) mengangkat bahu ketika merasa tidak tertarik,

4) mengedipkan mata untuk menunjukkan kehangatan, 5) mengetuk-ngetukkan jemari ketika merasa tidak sabar, dan 6) memukul dahi ketika lupa akan suatu hal.

Dari pendapat beberapa ahli di atas menyatakan bahwa komunikasi nonverbal merupakan cara berkomunikasi dengan gerakan tubuh yang bertujuan untuk mempertegas maksud yang sedang disampaikan. Komunikasi nonverbal dilakukan dengan tujuan agar siswa bisa memahami maksud dari apa yang disampaikan oleh guru kaitannya dengan meningkatkan pengetahuan siswa tersebut.

(65)

50

siswa mampu memahami maksud dan tujuan dari guru serta tidak membantah apa yang disampaikan oleh guru.

Dalam membantu siswa mengembangkan keterampilan mendengarkan dapat dilakukan dengan memperhatikan orang yang berbicara, memparafrasekan, dan memberikan umpan balik. Yang terakhir yaitu komunikasi nonverbal di mana sikap dan perilaku seseorang saat berkomunikasi ditunjukkan. Jadi, pesan yang akan disampaikan dikemas dengan gerakan tubuh. Misalnya, gerakan mata, ekspresi wajah, penampilan pribadi, atau karakteristik suara. Komunikasi nonverbal bertujuan untuk mempertegas apa yang sedang disampaikan agar mengerti apa yang disampaikan.

Berdasarkan uraian mengenai cara mengelola kelas secara efektif, dapat disimpulkan bahwa cara yang dapat digunakan untuk mengelola kelas secara efektif, yaitu dengan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan kelas, merancang lingkungan fisik kelas, menciptakan lingkungan yang positif untuk belajar, dan menjadi komunikator yang baik. Kajian tentang pengelolaan kelas dan cara mengelola kelas secara efektif akan dijadikan sebagai tambahan pengetahuan dalam penyusunan pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi dalam penelitian ini.

4. Standar Pengelolaan Kelas

(66)

51

Menurut Permen DIKNAS Nomor 41 Tahun 2007 standar pengelolaan kelas terdiri dari:

a. Guru mengatur tempat duduk sesuai dengan karakteristik siswa, dan mata pelajaran, serta aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan. b. Volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat

didengar baik oleh siswa.

c. Tutur kata guru santun dan dapat dimengerti siswa.

d. Guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatan dan kemampuan belajar siswa.

e. Guru menciptakan, ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan dan kepatuhan pada peraturan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran.

f. Guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respon dan hasil belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

g. Guru menghargai siswa tanpa memandang latar belakang agama, suku, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi.

h. Guru menghargai pendapat siswa.

i. Guru memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi.

j. Pada tiap awal semester, guru menyampaikan silabus mata pelajaran yang diampunya.

k. Guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai waktu yang dijadwalkan.

Untuk melihat keberhasilan pengelolaan kelas, selain melalui standar pengelolaan kelas, guru juga dapat melihat dari karakteristik. Menurut H.K Wong dan Wong, R.T (2005: 86) menyatakan bahwa karakteristik kelas yang dikelola dengan baik antara lain yaitu (a) siswa sangat terlibat dengan pekerjaan mereka terutama dengan akademik, guru yang dipimpin instruksi, (b) siswa tahu apa yang diharapkan dari mereka dan umumnya sukses, dan (c) iklim kelas adalah bekerja berorientasi, tapi santai dan menyenangkan.

(67)

52

seorang guru harus mampu menyesuaikan dengan lingkungan, kemampuan siswa dalam belajar, dan karakteristik setiap siswa. Begitu juga seorang siswa, jika pengelolaan kelas baik, maka dalam menjalankan proses belajar di kelas, siswa merasa nyaman dan tingkah laku siswa pun dapat dikendalikan dengan baik sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan kondusif.

C. Tinjauan Siswa Sekolah Dasar

(68)

53

tersebut akan mempengaruhi seluruh kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan guru (Andi Prastowo, 2014: 7).

Rita Eka Izzaty (2008: 116) membagi masa anak-anak di sekolah dasar menjadi dua fase, seperti berikut.

1. Masa kelas-kelas rendah Sekolah Dasar yang berlangsung antara usia 6/7– 9/10 tahun, biasanya mereka duduk di kelas 1, 2, dan 3 SD.

Adapun ciri-ciri anak masa kelas rendah, seperti berikut.

a. Ada hubungan yang kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah. b. Suka memuji diri sendiri.

c. Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan, tugas atau pekerjaan itu dianggapnya tidak penting.

d. Suka membandingkan dirinya dengan anak lain, jika hal itu menguntungkan dirinya.

e. Suka meremehkan orang lain.

Dari situlah anak masa kelas rendah masih masa bermain dan belum bisa berpikir secara logis. Jadi, apapun yang terjadi dengan dirinya pasti akan begitu saja cuek dan sifat iri terhadap teman juga akan tercermin. Sifat iri itu yang nantinya akan membuat anak menjadi ingin lebih dari teman. 2. Masa kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar, yang berlangsung antara usia

9/10-12/13 tahun, biasanya mereka duduk di kelas 4,5, dan 6 SD. Ciri-ciri khas anak masa kelas-kelas tinggi, seperti berikut.

(69)

54

c. timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus.

d. anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat atas prestasi belajar. e. anak-anak suka membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama,

mereka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.

Pada masa kelas tinggi sekolah dasar, anak sudah mampu berpikir secara operasional. Jadi, anak sudah bisa membedakan mana yang baik dilakukan dan mana yang tidak baik dilakukan. Selain itu, anak pada masa ini masih memilih teman untuk diajak bermain.

Berdasarkan paparan di atas, maka siswa Sekolah Dasar termasuk ke dalam perkembangan tahap operasional konkret yakni pada kisaran umur 6/7 tahun-11/12 tahun. Karakteristik siswa usia tersebut, antara lain memiliki kemampuan berpikir sistematis yang mengacu pada benda konkret dan mengacu pada kekinian. Pendidik dan orang tua sebagai orang yang berperan dalam perkembangan anak harus memberikan fasilitas untuk membentuk suatu sikap yang positif.

D. Kajian Penelitian yang Relevan

(70)

55

sudah baik (kategori tinggi). Hal itu dilihat dari aspek menciptakan iklim belajar yang tepat, mengatur ruangan be

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 2. Lokasi Penelitian
Tabel 1. Pedoman Instrumen Penelitian
gambar dan penjelasan dari masing-masing langkah.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Konsultasi dengan Guru Konsultasi meminta materi mengajar tebimbing untuk kelas VI yang akan dipelajari pada hari Rabu, 26 Agustus 2015. Penyusunan RPP Setelah melakukan

Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik pengelolaan supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah dan pengawas sekolah bagi guru kelas di SD Negeri 2 Sragen

Persiapan Mengajar Berkonsultasi dengan guru kelas terkait materi yang akan diajarkan untuk praktik mengajar dikelas II mata pelajaran Matematika. Belum mempunyai buku

Suasana yang menyenangkan dalam proses belajar mengajar di kelas menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh seorang guru, selain membangun suasana yang

Pengelolaan yang dilakukan oleh seorang guru di dalam kelas memiliki tujuan agar terciptanya suasana belajar yang kondusif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan

guru dalam mengajar belum mampu membuat suasana kondusif dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dari aspek penilaian, guru sudah melaksanakan baik secara daring

dalamyan.20 Dan keterampilan guru sebagai seorang leader sekaligus manajer dalam menciptakan iklim kelas yang kondusif untuk meraih keberhasilan kegiatan belajar mengajar dan Pengeloaan

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa untuk membangun kecerdasan emosional pada siswa kelas VI melalui komunikasi instruksional guru yang mengajar kelas VI SD Negeri 1 Petir