• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Hasil Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

D. Pembahasan Hasil Penelitian

Sesuai dengan deskripsi hasil penelitian di atas, pembahasan hasil penelitian kemampuan guru dalam pengelolaan kelas di SD N Minomartani 2 dijabarkan ke dalam beberapa aspek, yaitu menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan kelas, merancang lingkungan fisik kelas, menciptakan iklim pembelajaran yang efektif, dan menjadi komunikator yang baik.

1. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Kelas

Setelah dilakukan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi dari tanggal 14 Maret-12 Mei 2016, diketahui bahwa guru selalu berusaha untuk bisa mengelola kelas dengan baik dan efektif sehingga suasana kelas menjadi kondusif dan tujuan pembelajaran bisa tercapai.

a. Hangat dan Antusias

Dalam melaksanakan pengelolaan kelas, setiap guru yang berkomunikasi dengan siswa haruslah menunjukkan kehangatan. Walaupun kesan kehangatan ini sifatnya tidak diungkapkan secara langsung dengan kata-kata, akan tetapi cara guru bertutur dan bersikap kepada siswa akan memberikan kesan tertentu. Selain menunjukkan sifat hangat bersahabat, guru juga harus menunjukkan antusiasme. Antusiasme dapat terpancar dari cara guru bergerak, roman muka, dan kata-kata yang terlontar dari mulut. Hal itu dapat membuat siswa menjadi nyaman selama mengikuti kegiatan pembelajaran.

124

Rata-rata guru di SD Negeri Minomartani 2 telah menerapkan prinsip hangat dan antusias kepada siswa dengan cara masing-masing. Berbagai cara yang dilakukan oleh guru dalam mengelola kelas secara efektif dengan prinsip hangat dan antusias, diantaranya dapat melalui apersepsi, bersikap adil, dan berbicara hal-hal positif. Selain itu, guru selalu memberikan nasehat, membimbing siswa yang belum menguasai materi, memperhatikan tiap siswa, memberikan kenyamanan siswa melalui bernyanyi dan bermain tepuk, serta berpenampilan menarik dan ceria, serta selalu semangat saat mengajar. Melalui penampilan yang menarik, siswa akan lebih tertarik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, ternyata penampilan menarik menjadi salah satu faktor keberhasilan guru mengelola kelas. Sebagian guru sudah memperhatikan penampilan karena dengan berpenampilan menarik dapat menunjukkan semangat mengajar guru. Dengan semangat mengajar yang ditunjukkan dapat menunjang keberhasilan dalam mengelola kelas.

Lebih lanjut, bersikap adil pun juga diperlukan dalam menciptakan kegiatan pembelajaran yang kondusif karena siswa akan menghargai dan menghormati guru. Guru harus bersikap adil dan fair pada para siswa bila ingin dihormati (Nurul Asror, 2014). Untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif dan efektif, guru setidaknya bersikap hangat dan antusias pada siswa. Hal ini sejalan dengan Saifuddin (2014: 73), guru yang hangat dan akrab dengan anak didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada aktivitasnya akan berhasil dalam

125

mengimplementasikan pengelolaan kelas. Lebih lanjut, Isman (2012) mengatakan bahwa sikap hangat dan antusias dalam mengajar merupakan awal dari munculnya keinginan siswa untuk belajar. Hal ini dilakukan ketika guru memberikan apersepsi kepada siswa. Oleh karena itu, guru yang dapat memberikan sikap hangat dan antusias akan membuat siswa menjadi lebih semangat dan nyaman untuk mengikutik kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, guru kelas VI merupakan guru yang paling mampu memberikan rasa hangat dan antusias kepada siswa.

Berdasarkan apa yang telah dilakukan oleh guru di SD Negeri Minomartani 2 dapat disimpulkan bahwa rata-rata guru telah menerapkan prinsip hangat dan antusias ketika kegiatan pembelajaran dimulai. Hal tersebut dilakukan dengan bersikap adil, penggunaan apersepsi, dan mempunyai semangat mengajar.

Dalam penerapannya, kekhasan guru dalam menerapkan prinsip hangat dan antusias, meliputi berbicara hal-hal positif, selalu memberikan nasehat, membimbing siswa yang belum menguasai materi, memperhatikan tiap siswa, memberikan kenyamanan siswa melalui bernyanyi dan bermain tepuk, serta berpenampilan menarik dan ceria. Melalui beberapa cara yang dilakukan ini, guru dapat membuat siswa menjadi nyaman terhadap guru.

126

b. Tantangan

Guru dapat membuat siswa tertantang dengan cara-cara kreatif yang selalu hadir dengan sesuatu baru dan sifatnya tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sulit. Penting bagi guru untuk dapat melaksanakan prinsip ini, yaitu dengan mengetahui kemampuan atau pengetahuan awal yang telah dimiliki oleh siswa sehingga guru dapat merancang tugas belajar yang berada sedikit di atas kemampuan awal tersebut. Jika guru selalu mengajar dengan penuh tantangan kepada siswa, maka pengelolaan kelas akan lebih mudah dilakukan.

Prosentase rata-rata guru telah meningkatkan rasa ingin tahu siswa, yaitu 80%. Cara yang dilakukan guru untuk memberikan tantangan pada siswa berbeda-beda, yaitu memberikan berbagai pertanyaan bertingkat yang bersifat mendadak, menggunakan apersepsi, memberikan soal-soal latihan, permainan kuis dengan menggunakan reward, dan penggunaan metode Teams Games Tournaments (TGT).

Pemberian pertanyaan bertingkat bertujuan untuk menguji seberapa jauh kemampuan berpikir siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Thomas R. McDaniel (Asep Sapa’at, 2012: 192), salah satu prinsip bertanya di kelas, yaitu guru menggunakan beragam level jenis pertanyaan sehingga memfasilitasi kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Penggunaan apersepsi bisa melalui pancingan pertanyaan di dengan menghubungkan materi yang akan disampaikan. Pemberian soal-soal latihan bertujuan

127

untuk meningkatkan semangat belajar siswa agar lebih memahami materi yang telah disampaikan.

Permainan kuis dengan menggunakan reward, di mana siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok yang akan diminta untuk melawan tim lain dan yang mendapatkan poin banyak akan mendapatkan reward. Hal ini dapat membuat siswa menjadi lebih tertantang dengan materi yang diberikan. Secara tidak langsung, menciptakan lingkungan belajar yang menantang dapat menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa (Asep Sapa’at, 2012: 200). Selain itu, guru berhasil memberikan tantangan pada siswa dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa. Rasa ingin tahu merupakan alasan yang paling kuat bagi siswa dalam mempelajari sesuatu (Isman, 2012).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian guru telah mampu memberikan tantangan pada siswa. Hal tersebut dilakukan dengan cara memberikan beragam level jenis pertanyaan dan permainan kuis dengan menggunakan reward. Kekhasan guru dalam penerapannya dalam melakukan pemberian tantangan pada siswa, meliputi menggunakan apersepsi, memberikan soal-soal latihan dan penggunaan metode Teams Games Tournaments (TGT).

c. Bervariasi

Variasi yang harus dilakukan guru dalam proses pembelajaran di kelas merupakan hal yang mutlak. Jika guru ingin sukses mengelola kelas, maka variasi pembelajaran merupakan salah satu faktor penting

128

yang tidak dapat dianggap sepele. Melakukan variasi dalam hal-hal seperti metode mengajar, setting pembelajaran, materi dan bahan ajar, atau apapun dalam pembelajaran akan membuat siswa merasa selalu ada yang baru dalam pembelajaran guru. Dengan demikian, variasi mengajar menjadi salah satu hal penting yang dilakukan oleh guru untuk dapat mengelola kelas dengan baik.

Sebagian guru sudah variatif saat mengajar di kelas. Variasi mengajar tiap guru berbeda-beda cara, yaitu berupa memberikan penekanan pada kata-kata terpenting, Lebih lanjut, menyampaikan materi dengan santai dengan menggerakan anggota badan dan mengelola mimik wajah, posisi mengajar guru berpindah-pindah atau menguasai kelas, dan metode pembelajaran yang tidak monoton. Metode pembelajaran yang digunakan, yaitu berupa ceramah, diskusi, tanya jawab, pemberian tugas, pelajaran di luar kelas, permainan, TGT. Selain itu, menggunakan media pembelajaran yang variasi, yaitu bisa gambar, video, kertas lipat, dan mikrofon.

Variasi lain yang dilakukan saat pelajaran terdapat guru yang menyisipkan bernyanyi bersama, bermain tepuk, melakukan lelucon, menyindir anak, dan memberikan gambaran contoh perilaku baik maupun kurang baik. Dari beberapa cara yang dilakukan di atas dapat membantu mengendalikan siswa dan kelas sehingga tercipta kelas yang kondusif karena siswa merasa tidak bosan dengan pelajaran yang sedang diikuti. Hal tersebut mampu membantu guru untuk mengelola kelas

129

dengan efektif dan tujuan yang direncanakan dalam kegiatan pembelajaran dapat tercapai. Hal ini sejalan dengan pendapat Djamarah dan Aswan (Saifuddin, 2014: 74) mengatakan bahwa kevariasian dalam penggunaan media, gaya mengajar guru, pola interaksi guru dan anak didik merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan. Sejalan pula dengan Isman (2012) mengatakan bahwa memvariasikan gaya mengajar guru dan penggunaan media dapat menarik perhatian siswa. Melalui variasi tersebut, siswa akan menjadi lebih tertarik dengan pelajaran yang sedang disampaikan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian guru telah mampu menerapkan prinsip bervariasi ketika kegiatan pembelajaran. Hal itu dilakukan dengan cara melakukan variasi intonasi suara, gerak anggota badan, posisi mengajar, mimik wajah, serta penggunaan metode dan media. Kekhasan guru dalam menerapkan prinsip bervariasi, diantaranya menyisipkan bernyanyi bersama, bermain tepuk, melakukan lelucon, menyindir anak, dan memberikan gambaran contoh perilaku baik maupun kurang baik. Hal tersebut membuat suasana kelas menjadi menyenangkan dan kondusif.

d. Keluwesan

Begitu dinamis sebuah kelas dengan beragam siswa yang ada di dalam, membuat guru harus luwes dalam melakukan pengelolaan kelas. Pembelajaran dari waktu ke waktu membutuhkan guru yang cepat tanggap terhadap situasi-situasi yang akan ditemui. Guru harus luwes

130

dalam menentukan dan memilih alternatif-alternatif tindakan untuk mengelola kelas supaya tetap berjalan kondusif selama kegiatan pembelajaran.

Sebagian guru telah menerapkan prinsip keluwesan saat kegiatan pembelajaran. Hal tersebut dilihat dari bagaimana guru mengubah metode mengajar dengan kebutuhan siswa. Cara tiap guru berbeda-beda, yaitu menggunakan metode tanya jawab untuk mengetahui kemampuan siswa, permainan untuk membangkitkan semangat siswa, sarapan soal (breakfast) dan sebelum pulang diberi soal untuk memperdalam materi yang belum dimengerti siswa, serta perlombaan kuis (TGT) untuk melatih kerja sama tiap kelompok dan meningkatkan pengetahuan tiap siswa.

Beberapa cara yang dilakukan oleh guru di atas dapat mengurangi kejenuhan dan keributan di kelas. Hal tersebut dikarenakan sebagian guru telah menerapkan prinsip keluwesan yang selalu siap dengan berbagai kondisi siswa sehingga suasana kelas dapat menjadi kondusif. Hal ini sejalan dengan Saifuddin (2014: 74) mengatakan bahwa keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan, seperti keributan anak didik, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan sebagainya. Lebih lanjut, Fakhrizal (2016) menegaskan bahwa keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan siswa, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas, dan sebagainya.

131

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian guru telah mampu menerapkan prinsip keluwesan dalam kegiatan pembelajaran. Hal itu dilakukan dengan mengubah metode pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi kelas.

e. Penekanan pada Hal-Hal yang Positif

Pembelajaran yang dilakukan oleh guru tentu dimaksudkan juga untuk menanamkan nilai-nilai atau hal-hal yang bersifat positif. Contoh konkret dari prinsip penekanan pada hal-hal positif, misalnya penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku siswa yang positif daripada mengomeli tingkah laku yang negatif. Sebagian guru sudah memberikan penekanan hal-hal positif pada siswa dengan cara masing-masing, yaitu pemberian reward, nasehat, pesan, dan motivasi untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa dan menjaga jalannya kegiatan pembelajaran tetap kondusif.

Pemberian reward bisa berupa pujian, tepuk tangan, acungan jempol, ataupun hadiah berupa benda. Ketika siswa tidak percaya diri saat maju, guru bisa memberikan nasehat, pesan ataupun motivasi pada siswa agar dapat memunculkan rasa percaya diri siswa. Dalam hal ini, penekanan hal-hal positif pada perilaku yang positif lebih baik daripada mengomentari perilaku yang negatif. Hal ini sejalan dengan pendapat Saifuddin (2014: 74) yang mengatakan bahwa penekanan pada hal-hal yang positif, yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku positif daripada mengomentari tingkah laku yang negatif. Nizwa Ayuni

132

(2013) menegaskan bahwa cara memelihara suasana yang positif dengan memberikan penguatan terhadap tingkah laku siswa yang positif.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian guru telah menerapkan prinsip penekanan hal-hal positif pada siswa, yaitu dengan cara memberikan reward, seperti tepuk tangan, acungan jempol, dan pujian. Kekhasan guru dalam penerapannya, meliputi pemberian nasehat, pesan, dan motivasi sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa dan menjaga jalannya kegiatan pembelajaran tetap kondusif.

f. Penanaman Disiplin

Salah satu bagian terpenting dari pengelolaan kelas, yaitu penanaman disiplin. Cara termudah menanamkan disiplin kepada siswa adalah dengan menjadi teladan bagi siswa. Guru dapat menunjukkan secara tidak langsung bagaimana mengendalikan diri dan melaksanakan sebuah tanggung jawab. Seorang guru tidak akan berhasil mengelola kelas untuk berdisiplin, jika guru terlihat belum disiplin di mata siswa. Dalam hal ini, sebagian guru di SD Negeri Minomartani 2 sudah menerapkan disiplin pada diri sendiri. Sebagian guru sudah datang tepat waktu, berpakaian rapi dan sopan, dan tidak memakai perhiasan yang berlebihan. Djamarah dan Aswan (Saifuddin, 2014: 75) mengatakan bahwa guru harus disiplin, misalnya guru datang ke kelas tepat waktu, berpakaian sopan, dan tidak memakai perhiasan yang berlebihan.

Penanaman disiplin pada siswa, semua guru sudah melakukan dengan cara yang berbeda, yaitu melalui konsisten dengan waktu,

133

bersikap tegas pada siswa yang kurang disiplin dan memberikan contoh perilaku yang baik. Selain itu, memulai dan mengakhiri proses pembelajaran tepat waktu, membuat aturan dan sanksi bersama siswa, serta memberi nasehat dan hukuman yang mendidik juga dapat mengajarkan siswa untuk bersikap disiplin.

Guru yang konsisten dengan waktu yang diberikan dapat melatih siswa untuk tepat waktu dalam mengerjakan tugas. Guru yang tegas juga menjadi figur tepat agar siswa tidak berani menyelewengkan perintah guru sehingga bisa membantu menangani segala konflik. Hal ini sejalan dengan pendapat John W. Santrock (2009: 274), bersikap tegas merupakan pilihan terbaik untuk menangani konflik.

Guru juga menjadi contoh bagi siswa, misalnya berpakaian yang rapi dan sopan, datang tepat waktu, ataupun menggunakan bahasa yang santun. Oleh karena itu, guru yang disiplin pasti akan membuat siswa juga disiplin karena menjadi contoh bagi siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Djamarah dan Aswan dalam (Saifuddin, 2014: 75), guru harus disiplin dalam segala hal bila ingin siswa ikut berdisiplin dalam segala hal. Untuk menerapkan kedisiplinan siswa, guru bisa membuat peraturan bersama siswa. Selain itu, ketika ada siswa yang melanggar aturan, guru juga memberikan sanksi atau hukuman yang telah disepakati bersama dan nasehat agar siswa tidak mengulangi perilaku yang kurang disiplin. Hal ini bertujuan untuk membantu siswa mengerti akan arah tingkah laku yang sesuai dengan tata tertib kelas dan melihat atau merasakan teguran

134

guru sebagai suatu peringatan dan bukan kemarahan (Nizwa Ayuni, 2013).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian guru sudah dapat menerapkan disiplin pada diri sendiri, seperti datang tepat waktu, berpakaian rapi dan sopan, serta tidak memakai perhiasan yang berlebihan. Dalam hal menanamkan disiplin pada diri siswa, semua guru telah melakukan dengan cara yang berbeda, yaitu guru memberikan sanksi pada siswa yang melanggar aturan. Kekhasan guru dalam menanamkan disiplin pada siswa, yaitu konsisten dengan waktu, bersikap tegas pada siswa yang kurang disiplin dan memberikan contoh perilaku yang baik. Selain itu, memulai dan mengakhiri proses pembelajaran tepat waktu, serta membuat aturan dan sanksi bersama siswa juga merupakan cara menanamkan sikap disiplin pada siswa.

Dari pembahasan di atas, sebagian guru telah menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan kelas. Cara guru memberikan kenyamanan, mengajarkan sikap disiplin, memberikan penguatan positif, penampilan guru yang rapi dan sopan, serta memulai dan mengakhiri proses pembelajaran dengan tepat waktu merupakan salah satu standar pengelolaan kelas menurut Permen DIKNAS Nomor 41 Tahun 2007. Hal ini menandakan bahwa beberapa standar pengelolaan kelas menurut Permen terdapat dalam prinsip-prinsip pengelolaan kelas. Hal ini bisa dilihat pada tabel di bawah ini:

135

Tabel 5. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Kelas di SD N Minomartani 2

Aspek Cara yang Dilakukan Standar Pengelolaan Kelas yang

Baik Hangat dan

Antusias

Penggunaan apersepsi, bersikap adil, berbicara hal-hal positif, selalu memberikan nasehat, membimbing siswa yang belum menguasai materi, memperhatikan tiap siswa, memberikan kenyamanan siswa melalui bernyanyi dan bermain tepuk, serta berpenampilan menarik dan ceria.

Guru menciptakan kenyamanan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran

Tantangan Memberikan berbagai pertanyaan bertingkat

yang bersifat mendadak, menggunakan

apersepsi, memberikan soal-soal latihan,

permainan kuis dengan menggunakan reward,

dan penggunaan metode Teams Games

Tournaments (TGT).

-

Bervariasi Memberikan penekanan pada kata-kata

terpenting, menyampaikan materi dengan santai, mengelola mimik wajah, posisi mengajar guru berpindah-pindah, metode pembelajaran yang tidak monoton, media pembelajaran yang

variasi, menyisipkan bernyanyi bersama,

bermain tepuk, melakukan lelucon, menyindir anak, dan memberikan gambaran contoh perilaku baik maupun kurang baik.

-

Keluwesan Menggunakan metode tanya jawab untuk

mengetahui kemampuan siswa, permainan untuk membangkitkan semangat siswa, sarapan soal (breakfast) dan sebelum pulang diberi soal untuk memperdalam materi yang belum dimengerti siswa, serta perlombaan kuis (TGT) untuk melatih kerja sama tiap kelompok dan meningkatkan pengetahuan tiap siswa.

Guru menyesuaikan materi

pelajaran dengan kecepatan dan kemampuan belajar siswa.

Penekanan pada Hal-Hal Positif

Pemberian reward, nasehat, pesan, dan motivasi Guru memberikan penguatan dan

umpan balik terhadap respon dan hasil belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung; Penanaman

Disiplin

Konsisten dengan waktu, bersikap tegas pada siswa yang kurang disiplin, memberikan contoh perilaku yang baik, memulai dan mengakhiri proses pembelajaran tepat waktu, membuat aturan dan sanksi bersama siswa, berpakaian rapi dan sopan, serta memberi nasehat dan hukuman yang mendidik.

Guru menciptakan ketertiban,

kedisiplinan, keselamatan dan

kepatuhan pada peraturan

dalam menyelenggarakan

proses pembelajaran.

Guru memakai pakaian yang

sopan, bersih, dan rapi.

Guru memulai dan

mengakhiri proses

pembelajaran sesuai waktu yang dijadwalkan.

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dua prinsip pengelolaan kelas, yaitu tantangan dan bervariasi tidak terdapat pada standar pengelolaan kelas menurut Permen DIKNAS Nomor 41 Tahun 2007. Oleh karena itu,

136

sebaiknya dua prinsip pengelolaan kelas tersebut ditambahkan pada Permen DIKNAS Nomor 41 Tahun 2007 agar guru dapat mengelola kelas dengan lebih baik.

2. Merancang Lingkungan Fisik Kelas a. Prinsip Penyusunan Kelas

Guru menata dan menempatkan barang-barang di samping dan belakang meja siswa sehingga kelas terlihat rapi dan tidak mengganggu pandangan siswa. Dalam hal ini guru telah menerapkan prinsip visibility

yang dikemukakan oleh Loisell (Winataputra, 2003: 22), di mana penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas tidak mengganggu pandangan siswa sehingga siswa secara leluasa dapat memandang guru.

Penataan ruang tiap kelas sudah memudahkan siswa untuk mengambil barang-barang yang dibutuhkan karena kelas yang cukup luas dan jarak tempat duduk tiap siswa sudah cukup dilewati dengan bebas. Hal tersebut dikarenakan jumlah siswa di SD Negeri Minomartani tidak begitu banyak sehingga siswa bisa beraktivitas secara bebas. Dalam hal ini guru telah menerapkan prinsip accessibility yang dikemukakan oleh Loisell (Winataputra, 2003: 22), jarak antara tempat duduk harus cukup dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja.

Penataan tempat duduk tidak hanya monoton, misalnya diubah menjadi bentuk U, dua meja dijadikan satu dan kursi berhadapan atau

137

kursi berbentuk huruf L saat melakukan diskusi kelompok. Dalam hal ini, masih terdapat beberapa guru yang tidak menggunakan metode diskusi sehingga tempat duduk siswa hanya berderet ke belakang. Hal ini dikarenakan adanya dua faktor, yaitu faktor usia dan kreativitas guru.

Tiap ruangan kelas sudah termasuk kategori nyaman karena temperatur ruangan yang cukup sejuk, memiliki cukup cahaya, suara guru bisa didengar, dan jumlah siswa yang tidak begitu banyak. Hal ini membuat ruangan kelas menjadi nyaman untuk kegiatan pembelajaran. Selain itu, yang membuat kelas menjadi nyaman adalah kebersihan. Beberapa kelas sudah menjalankan piket kelas dengan tertib. Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, beberapa guru sudah menganjurkan siswa utnuk menjalankan piket terlebih dahulu. Namun, masih terdapat beberapa kelas yang belum menjaga kebersihan kelas, misalnya kelas II-V karena siswa tidak menjalankan jadwal piket dengan baik.

Keindahan tidak hanya dilihat dari fisik, namun dinilai dari cara guru menciptakan suasana kelas yang kondusif dan menyenangkan. Keindahan yang dilihat dari segi fisik, yaitu rata-rata kelas sudah cukup indah karena adanya hasil karya siswa yang dipajang dan berbagai macam materi yang ditempelkan, seperti peta, huruf-huruf, perkalian, nama-nama binatang, dan huruf tegak bersambung. Dilihat dari segi nonfisik, yaitu guru menggunakan cara pemberian reward agar siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, menggunakan permainan, mengubah posisi tempat duduk, banyak mengajak siswa berkomunikasi,

138

memberikan humor di sela kegiatan pembelajaran, permainan kuis, dan mengajak siswa bernyanyi.

Dalam upaya guru merancang lingkungan fisik kelas, sebagian guru sudah memperhatikan prinsip penyusunan kelas, diantaranya

visibility, accessibility, fleksibilitas, kenyamanan, dan keindahan yang dikemukakan oleh Loisell (Winataputra, 2003: 22). Dengan memperhatikan prinsip-prinsip penyusunan kelas, masalah penting dalam mengelola kelas dapat teratasi dengan baik. Adapun masalah penting dalam mengelola kelas, yaitu penataan lingkungan fisik tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran, kebersihan, tempat duduk,

Dokumen terkait