• Tidak ada hasil yang ditemukan

Letak dan Potensi Geografis

Kabupaten Aceh Timur merupakan salah satu kabupaten di pesisir timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan luas wilayah 604.060 Ha atau 6.040,60 km2. Secara geografis Kabupaten Aceh Timur terletak pada 04009’21,08”-05006’02,16” Lintang Utara dan 97015’22,07”–97034’47,22” Bujur Timur.

Batas-batas wilayah Kabupaten Aceh Timur secara administratif adalah : - Sebelah utara : Selat Malaka;

- Sebelah timur : Selat Malaka dan Kota Langsa; - Sebelah selatan : Kabupaten Aceh Tenggara;

- Sebelah barat : Kabupaten Aceh Utara & Kabupaten Aceh Tengah.

Sumber: Program Pengembangan Leuser.

Sejarah Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur

Sejarah pemerintahan Kabupaten Aceh Timur yang disampaikan di sini adalah pasca masa kesultanan Aceh, yaitu sejak masa kolonial Belanda hingga saat ini.

Masa Kolonial Belanda

Pada masa perang Aceh dari tahun 1873 sampai tahun 1918 seluruh daerah Aceh diduduki kolonial Belanda dengan menempatkan seorang kepala pemerintaha n dengan jabatan Civiel en Militair Gouvernour Van Atjeh en Onderhorighenden. Segala urusan pemerintahan berada pada kewenangan kepala pemerintahan tersebut. Setelah pemerintahan gubernur militer berakhir pada tahun 1918, sistem pemerintahan diubah menjadi gouvernourment schap atau provinsi yang berada di bawah pimpinan Gouvernour Van Sumatera. Daerah Aceh, sejak saat itu berubah statusnya dari suatu daerah provinsi menjadi residentill atau keresidenan.

Berdasarkan Staadblaad 1934 Nomor 539–RR–Ned. Indie 1938 blz 192

Keresidenan Aceh dibagi dalam 4 (empat) afdeling, yaitu : 1. Afdeling Aceh Besar (Groot Atjeh)

2. Afdeling Aceh Barat dan Selatan (Wes Zuid Atjeh)

3. Afdeling Aceh Utara (Noordkust Van Atjeh)

4. Afdeling Aceh Timur (Oestkust Van Atjeh)

Karesidenan Aceh di pimpin oleh seorang residen dan masing- masing afdeling di pimpin oleh seorang asisten residen. Setiap afdeling dibagi dalam beberapa onder afdeling yang dipimpin oleh seorang kepala wilayah onder afdeling yang disebut

controleur.

Daerah Aceh Timur merupakan satu afdeling yang dibagi dalam 5 (lima) onder afdeling, yaitu :

1. Onder Afdeling Tamiang, Ibukota Kuala Simpang 2. Onder Afdeling Langsa, Ibukota Langsa

3. Onder Afdeling Idi Rayeuk, Ibukota Idi

4. Onder Afdeling Tanah Alas, Ibukota Kuta Cane

Dalam Afdeling Aceh Timur terdapat Uleebalang yang memimpin landscape, pembagian wilayah landscape tersebut sebagai berikut :

1. Onder Afdeling Tamiang terdiri dari : 1. Landscape Kejuruan Muda 2. Landscape Seruway

3. Landscape Bendahara 4. Landscape Sungai Yu

2. Onder Afdeling Langsa terdiri dari : 1. Landscape Langsa

2. Landscape Sungai Raya 3. Landscape Peureulak

3. Onder Afdeling Idi Rayeuk terdiri dari : 1. Landscape Idi Rayeuk

2. Landscape Peudawa Rayeuk

3. Landscape Bagok en Bugeng

4. Landscape Tanjong Seumantok en Merbo 5. Landscape Julok Cut

6. Landscape Simpang Ulim

4. Onder Afdeling Alas terdiri dari : 1. Landscape Pulonas

2. Landscape Bambel

5. Onder Afdeling Gayo en Serbajadi terdiri dari : 1. Landscape Patiambang

2. Landscape Serbajadi- Lokop

Tingkat pemerintahan terendah di bawah landscape disebut gampong/ kedato’an

yang dipimpin oleh geuchik, kepala gampong, atau datok. Sementara itu, beberapa gampong/kedato’an digabungkan dalam satu wilayah yang disebut mukim yang dipimpin oleh uleebalang cut atau kepala mukim.

Pada masa pendudukan Jepang sistem pemerintahan kolonial Belanda tetap diteruskan, Jepang hanya menyesuaikan nama dan istilahnya saja menurut bahasa Jepang, seperti :

1. Asisten Residen disebut bun su cho.

2. Countrouler disebut gun cho.

3. Uleebalang disebut sun cho.

4. Uleebalang cut, dato` empat suku disebut ku cho. 5. Geuchik/kepala desa disebut kemi cho.

Masa Kemerdekaan RI

Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pada 3 Oktober 1945 Pemerintahan Negara RI membentuk Provinsi Sumatera. Wilayah Aceh merupakan bagian dari Provinsi Sumatera dengan status karesidenan, sedangkan wilayah Aceh Timur menjadi kabupaten yang dibagi dalam tiga kawedanaan, yaitu :

1. Kawedanaan Tamiang 2. Kawedanaan Langsa 3. Kawedanaan Idi Rayeuk

Masing- masing kawedanaan dibagi dalam beberapa wilayah kecamatan dan wilayah desa/gampong.

Pada tahun 2001 Kabupaten Aceh Timur dimekarkan menjadi satu kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Aceh Timur sebagai kabupaten induk dan Kota Langsa sebagai wilayah pemekaran dari kabupaten induk. Pemekaran Kabupaten Aceh Timur ini ditetapkan dengan berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Langsa.

Pada tahun 2002 melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Timur dimekarkan kembali menjadi Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang.

Pasca pemekaran Kabupaten Aceh Timur sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2002, luas wilayah Kabupaten Aceh Timur berkurang dari 8.242,73 km2 menjadi 6.040,60 km2. Jumlah kecamatan dari 29 kecamatan menjadi 21 kecamatan, dimana 11 kecamatan di antaranya, yaitu Sungai Raya, Peureulak Barat, Peureulak Timur, Banda Alam, Peudawa, Idi Tunong, Indra Makmur, Pante Bidari, Madat, Simpang Jernih, dan Darul Ichsan merupakan kecamatan baru yang dibentuk dalam periode tahun 2001 sampai tahun 2005. Ke-11 kecamatan tersebut adalah hasil

pemekaran dari 10 kecamatan yang tersisa setelah pembentukan Kota Langsa dan Kabupaten Aceh Tamiang. Sedangkan jumlah desa/kelurahan berkurang dari 745 desa/kelurahan menjadi 486 desa/kelurahan.

Tabel 4 Luas wilayah dan jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Aceh Timur menurut kecamatan tahun 2004

Luas Jumlah

No Nama Kecamatan Km2 % Desa Kelurahan

1 Birem Bayeun 253,66 4,20 26 - 2 Serbajadi 2.245,40 37,17 22 - 3 Rantau Selamat 159,80 2,65 14 - 4 Sungai Raya 189,00 3,13 13 - 5 Peureulak 318,02 5,26 33 - 6 Peureulak Timur 182,70 3,02 19 - 7 Peureulak Barat 92,30 1,53 11 - 8 Ranto Peureulak 129,00 2,14 22 - 9 Banda Alam 90,95 1,51 16 - 10 Peudawa 78,90 1,31 17 - 11 Idi Tunong 74,70 1,24 25 - 12 Idi Rayeuk 134,75 2,23 46 1 13 Darul Aman 131,50 2,18 45 - 14 Nurussalam 179,47 2,97 42 - 15 Indra Makmur 89,05 1,47 5 - 16 Julok 234,36 3,88 35 - 17 Simpang Ulim 123,80 2,05 22 - 18 Pante Bidari 233,25 3,86 23 - 19 Madat 200,84 3,32 16 - 20 Simpang Jernih 844,63 13,98 8 - 21 Darul Ihsan 54,50 0,90 16 - Jumlah 6.040,60 100,00 486 1

(Sumber : Kabupaten Aceh Timur dalam angka tahun 2004)

Geologi dan Jenis Tanah

Kondisi geologi Kabupaten Aceh Timur terdiri dari beberapa jenis batuan, sebagian besar batuan sedimen dengan lapisan horizontal seluas 490.882 ha yang

tersebar merata di beberapa kecamatan. Jenis-jenis batuan lain yang terdapat di Kabupaten Aceh Timur adalah:

1. Batuan endapan baru dan endapan zaman quarter, penyebarannya hampir di semua kecamatan, kecuali Kecamatan Serbajadi dan Kecamatan Ranto Peureulak.

2. Batuan resen, terdapat di Kecamatan Serbajadi.

3. Batuan vulkanik tersier dan quarter serta batuan beku dalam, terdapat di Kecamatan Serbajadi.

4. Batuan sedimen terlipat, terdapat di Kecamatan Serbajadi.

Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Aceh Timur di dominasi oleh jenis tanah alluvial/organosol dan gley humus seluas 266.656 ha. Jenis tanah yang lain adalah latosol, podsolik merah kuning, podsolik coklat kelabu, dan mediteran.

Topografi

Topografi wilayah Kabupaten Aceh Timur cukup bervariasi, mulai dari datar ke arah pesisir utara dan timur; berombak, bergelombang, berbukit, hingga pegunungan ke arah Pegunungan Bukit Barisan di bagian selatan dan barat.

Penyebaran morfologi yang terbentuk atas topografi sebagai berikut:

1. Dataran 0-15% dengan luas 371.496,90 ha, termasuk daerah pantai, rawa, dan dataran alluvial di pesisir utara dan timur.

2. Dataran bergelombang sampai berbukit 16-40% dengan luas 195.353 ha di wilayah barat dan selatan.

3. Daerah pegunungan dan terjal > 40% dengan luas 37.210 ha di bagian barat dan selatan.

Secara fisiografi, wilayah Kabupaten Aceh Timur dan sekitarnya merupakan sebuah dataran masif dengan lipatan dan patahan ke arah barat laut dan tenggara membentuk graben yang dapat terlihat dengan jelas. Lebar dataran rendah ini sekitar 20 km dan langsung berbatasan dengan daerah Pegunungan Bukit Barisan.

Klimatologi

Pengetahuan tentang klimatologi bermanfaat untuk mengenali tingkat pengaruh iklim terhadap fungsi ruang yang akan digunakan. Dalam analisis daya dukung lahan, klimatologi dijadikan kriteria penilaian tingkat kesesuaian lahan.

Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt Fergusson, wilayah Kabupaten Aceh Timur termasuk pada tipe iklim A dan B, dengan kondisi iklim seperti pada daerah tropis lain yang terdapat di Indonesia. Musim hujan terjadi pada bulan September sampai Pebruari dan musim kemarau jatuh dari bulan Maret sampai Agustus.

Wilayah Kabupaten Aceh Timur mempunyai 2 (dua) bagian temperatur, yakni bagian utara dan selatan. Pada bagian utara, temperatur rata-rata 27o_32o C, sedangkan di bagian selatan 22o–26o C. Hal ini kemungkinan disebabkan kondisi topografi wilayah yang berbeda antara bagian selatan yang didominasi pegunungan dan di bagian utara yang didominasi dataran rendah. Curah hujan rata-rata antara 1.500 dan 3000 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata antara 80 dan110 hari/tahun.

Hidrologi

Kabupaten Aceh Timur mempunyai beberapa sungai atau dalam Bahasa Aceh disebut krueng, di antaranya adalah: Krueng Arakundo, Krueng Simpang Ulim, Krueng Idi, Krueng Peureulak, dan Krueng Bayeun. Hulu sungai tersebut pada umumnya terdapat di bagian tengah dan selatan wilayah, yang merupakan wilayah dataran agak tinggi dan berhutan. Sungai-sungai tersebut bermuara ke utara di Selat Malaka.

Kependudukan

Penduduk merupakan faktor paling dominan yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah. Hal ini dimungkinkan karena penduduk merupakan objek dan subjek dari pembangunan yang dengan sendirinya turut menentukan arah atau kecenderungan pembangunan di masa akan datang.

Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Timur relatif sedikit. Berdasarkan data kependudukan tahun 1999 tercatat sebanyak 357.297 jiwa, tahun 2000 sebanyak 349.091 jiwa, tahun 2001 sebanyak 335.950 jiwa, tahun 2002 sebanyak 337.286 jiwa, tahun 2003 sebanyak 311.336 jiwa, dan tahun 2004 sebanyak 316.536 jiwa. Berdasarkan data tersebut, rata-rata pertumbuhan penduduk dari tahun 1999

sampai 2004 menunjukkan tingkat pertumbuhan negatif sebesar –2,34%. Kecamatan yang menunjukkan tingkat pertumbuhan positif sebanyak 8 kecamatan dengan tingkat pertumbuhan antara 0,07%-6,94%, sedangkan 12 kecamatan lainnya mengalami tingkat pertumbuhan negatif antara (–2,24%)-(10,57%). Pertumbuhan negatif tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi keamanan yang sangat rawan dalam masa- masa konflik di Aceh, sehingga banyak masyarakat memilih untuk mengungsi ke wilayah yang lebih aman.

Distribusi kepadatan penduduk antar kecamatan tidak merata, berdasarkan data pada tahun 2004, kepadatan penduduk terbesar di Kecamatan Idi Rayeuk sebesar 272 jiwa/km2, yang terkecil di Kecamatan Simpang Jernih sebesar 4 jiwa/km2.

Apabila ditinjau dari budaya, bahasa, dan adat istiadat, penduduk di Kabupaten Aceh Timur terdiri dari beragam etnis, yang terbesar adalah Etnis Aceh dan Gayo. Etnis Aceh adalah suku yang dominan yang mendiami kawasan utara Kabupaten Aceh Timur, sedangkan Etnis Gayo pada umumnya mendiami kawasan selatan Aceh Timur, seperti di Kecamatan Serbajadi dan Simpang Jernih.

Selain etnis tersebut, di Kabupaten Aceh Timur terdapat juga etnis pendatang dari luar Aceh, yaitu Jawa, Minang, Tapanuli dan etnis lainnya. Penduduk dari Etnis Jawa terbesar jumlahnya dibandingkan dengan etnis luar Aceh yang lain. Pada umumnya mereka telah berdomisili di sana sejak zaman Hindia Belanda, di samping yang datang kemudian melalui program transmigrasi.

Berdasarkan asal-usul kependudukan, maka penduduk Aceh Timur sebagian besar telah berbaur dalam berbagai segi kehidupan kemasyarakatan, sehingga bila ditinjau dari struktur telah menjadi heterogen.

Ditinjau dari segi mata pencaharian, profesi penduduk Kabupaten Aceh Timur terbagi dalam beberapa kelompok kegiatan ekonomi, yaitu :

1. Pertanian 68,89 %

2. Pertambangan dan Penggalian 0,88 %

3. Industri 3,47 %

4. Listrik, Gas dan Air 0,09 %

5. Kontruksi 3,25 %

6. Perdagangan 11,74 %

7. Angkutan dan Komunikasi 3,74 %

8. Keuangan 0,14 %

9. Jasa 7,69 %

Garis Besar Kebijakan Pembangunan

Pembangunan merupakan aspek yang sangat penting dalam mewujudkan kemajuan wilayah. Agar pelaksanaan pembangunan dapat berjalan dengan optimal dan dapat mencapai hasil yang diharapkan, maka perlu adanya perumusan kebijakan pembangunan yang jelas, terarah, logis, dan memperhatikan kharakteristik yang dimiliki oleh daerah. Dengan diberlakukannnya UU Nomor 22 Tahun 1999 juncto UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 25 Tahun 1999 juncto UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam merumuskan kebijakan pembangunan yang sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimilikinya.

Pelaksanaan otonomi daerah yang telah dimulai sejak tahun 2001, mengandung konsekuensi yang cukup menantang bagi daerah. Di satu sisi, kebebasan berkreasi membangun daerah benar-benar terbuka lebar bagi daerah. Namun demikian, di sisi lain telah menghadang setumpuk masalah yang harus diselesaikan. Masalah yang sangat mendasar adalah pola pengelolaan daerah dari sentralistik menjadi desentralisasi, termasuk di dalamnya sumber dana untuk membiayai pembangunan daerah.

Secara umum pola kebijakan pembangunan daerah di Kabupaten Aceh Timur telah dituangkan dalam berbagai peraturan daerah, antara lain:

1. Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Timur Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten (POLDAS) Aceh Timur Tahun 2001–2005.

2. Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Timur Nomor 22 Tahun 2001 tentang Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Kabupaten Aceh Timur Tahun 2001-2005.

3. Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Timur Nomor 1 Tahun 2002 tentang Rencana Strategis Pembangunan (RENSTRA) Kabupaten Aceh Timur Tahun 2001-2005.

4. Renstra Transisi Kabupaten Aceh Timur Tahun 2006-2007.

Sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka pola perencanaan pembangunan telah berubah

dengan dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP-D), Re ncana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) dan Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (RKPD). Perubahan pola kebijakan perencanaan tersebut terkait erat dengan perubahan sistem penyelengaraan pemerintahan, dimana pada saat ini kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat melalui mekanisme Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Sesuai UU tersebut maka dokumen RPJM-D merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kerja kepala daerah yang terpilih.

Visi pembangunan Kabupaten Aceh Timur adalah ”Terwujudnya Masyarakat Aceh Timur yang Damai, Makmur, Sejahtera, Mandiri, dan Berbudaya Islami dalam Menghadapi Persaingan Global”.Untuk mewujudkan visi tersebut, maka arah kebijakan pembangunan dilaksanakan dalam beberapa bidang, yakni hukum, ekonomi, politik, agama, pendidikan, sosial dan budaya, pembangunan wilayah dan perdesaan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta keamanan dan ketertiban masyarakat.

Misi Kabupaten Aceh Timur adalah:

1. Mewujudkan masyarakat yang patuh dan taat terhadap hukum yang berlaku, kehidupan sosial politik yang demokratis dan berkeadilan, serta menjamin kondisi aman, damai, tertib, dan tenteram.

2. Meningkatkan pembangunan prasarana dan sarana perhubungan, pertanian, kesehatan, pendidikan, agama, dan sektor lainnya.

3. Mengembangkan sektor agroindustri yang berdaya saing tinggi, perdagangan dan pariwisata, dengan meningkatkan arus transportasi darat, laut, dan sungai.

4. Menggali dan meningkatkan sumberdaya alam semaksimal mungkin di sektor pertanian, pertambangan dan energi, dengan konsep pembangunan berwawasan lingkungan.

5. Meningkatkan sumberdaya manusia aparatur dan masyarakat yang beriman dan bertaqwa, menguasai pengetahuan dan teknologi, sehat,

produktif, profesional, transparan, dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

6. Meningkatkan ketahanan budaya, saling hormat menghormati, saling asah, asih, dan asuh melalui peningkatan pendidikan formal dan informal yang islami dalam lingkungan keluarga dan masyarakat, memberdayakan fungsi keluarga sakinah, mawaddah warohmah, dan keluarga berencana.

7. Meningkatkan ketahanan pangan, diversifikasi pangan dan gizi dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyat.

8. Menciptakan kesempatan kerja dan modal usaha bagi masyarakat. Penandatanganan Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tanggal 15 Agustus 2005 di Finlandia, membuka harapan baru bagi masyarakat Aceh. Momen ini dijadikan modal awal untuk menata kembali seluruh tatanan kehidupan masyarakat.

Pemerintah Kabupaten Aceh Timur harus memanfaatkan peluang ini dalam menjalankan perannya sebagai pemegang mandat menejerial pelaksanaan wewenang pemerintahan di daerah. Salah satu tugas utamanya yang mendesak adalah menetapkan pusat pemerintahan yang strategis dan representatif, karena sampai saat ini Kabupaten Aceh Timur belum memiliki pusat pemerintahan yang definitif dan masih menumpang di Kota Langsa.

Jika masalah penentuan pusat pemerintahan sudah terselesaikan, maka implementasi dari visi, misi, dan pola kebijakan pembangunan daerah akan dapat dilaksanakan dengan optimal. Jika tidak, maka akan menghambat pembangunan daerah secara keseluruhan dan nama Aceh Timur sebagai Aceh yang “makmur” hanya tinggal kenangan dan slogan belaka.

Ikhtisar

Nama, sebutan, atau kata “Aceh Timur”, pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1918 ketika sistem pemerintahan gubernur militer kolonial Belanda berakhir dan dirubah dengan pembentukan gouvernourment schap atau provinsi, yang berada dibawah pimpinan seorang Gouvernour Van Sumatera. Sebutan “Aceh Timur” tetap digunakan sampai sekarang sebagai nama suatu wilayah

administratif pemerintahan dengan status struktural sesuai zamannya masing- masing. Status terakhir Aceh Timur adalah nama salah satu kabupaten di wilayah timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Sebelum otonomi dan pemekaran wilayah, sebutan Aceh Timur identik dengan sebuah wilayah di Aceh yang “makmur” dengan idiom “di atas minyak di bawah minyak”. Maksudnya, pada saat itu potensi paling besar adalah dari sektor perkebunan kelapa sawit dan minyak bumi. Namun setelah pemekaran wilayah, semua potensi tersebut masuk ke wilayah Kabupaten Aceh Tamiang dan Kota Langsa, yang tersisa adalah wilayah Aceh Timur yang marginal. Keadaan ini diperburuk oleh konflik yang berkepanjangan, yang puncaknya mulai tahun 1989 ketika penetapan status Daerah Operasi Militer (DOM) yang sangat represif sampai dengan penetapan status Darurat Militer yang berakhir pada tahun 2005. Pada masa- masa tersebut seluruh sendi-sendi perekonomian dan sosial kapital masyarakat hancur lebur seluruhnya. Saat ini, kondisi keamanan di Aceh sudah relatif aman, sehingga Pemerintah Kabupaten Aceh Timur dapat berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan seluruh visi dan misi pembangunan yang sudah dicanangkan sebelumnya.

Dokumen terkait