• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pusat Pemerintahan

Dalam kondisi apapun dan dimanapun, pemerintah mempunyai peranan yang besar dalam menentukan lokasi untuk pembangunan pusat pemerintahan dan pelayanan, karena pembangunan pusat pemerintahan dan pelayanan di suatu wilayah akan mendorong wilayah tersebut menjadi pusat pertumbuhan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2001 tentang pembentukan Kota Langsa dan Undang- undang Nomor 4 Tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Aceh Tamiang, maka Kabupaten Aceh Timur sebagai kabupaten induk dimekarkan menjadi 2 kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Tamiang dan Kota Langsa. Pemekaran wilayah secara administratif ini memberi konsekuensi kepada ketiga wilayah tersebut untuk menentukan pusat pemerintahan dan ibukota yang baru dan mengembangkan pusat-pusat pelayanan baru.

Pengertian ibukota adalah kota dari wilayah dimana pusat pemerintahan berkedudukan, sedangkan pusat pemerintahan adalah wilayah pusat seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pemerintahan. Pusat pemerintahan dapat meliputi seluruh wilayah administratif dimana kota tersebut berkedudukan atau melewati batas-batas fisik atau landmark kota. Dari segi morfologi, pengertian ibukota lebih cenderung pada pengertian fisik kota, sedangkan pusat pemerintahan memiliki pengertian fungsional, namun dalam penggunaan sehari- hari sering sekali pengertian tersebut saling dipertukarkan satu sama lain. Pertukaran istilah tersebut tidak membawa implikasi buruk, karena pada kenyataannya pusat pemerintahan dan ibukota sangat identik satu dengan lainnya.

Secara khusus, kebutuhan pusat pemerintahan bagi sebuah wilayah kabupaten berdasarkan fungsinya adalah :

1. Secara yuridis pusat pemerintahan kabupaten merupakan suatu pusat administrasi pemerintahan. Di lain pihak juga merupakan pusat seluruh kegiatan pemerintahan yang mencakup fungsi perencanaan pembangunan, pelaksana, pengontrol, dan pembuat keputusan;

2. Pusat pemerintahan kabupaten merupakan alat penghubung atau komunikator dari dan ke pemerintah provinsi, antar pemerintah kabupaten/kota di dalam suatu provinsi, serta menjaga kesatuan wilayah administrasinya;

3. Pusat pemerintahan kabupaten harus dapat berfungsi sebagai pusat pelayanan bagi kegiatan sosial budaya, sosial ekonomi, dan sosial politik suatu wilayah kabupaten.

Suatu kota yang dicalonkan untuk menjadi ibukota kabupaten harus memenuhi persyaratan minimal, yaitu:

1. Mampu mendukung fungsi suatu ibukota kabupaten sesuai dengan kebijaksanaan umum pembangunan daerah;

2. Memiliki potensi pertumbuhan dan perkembangan yang dapat mendukung kelangsungan kehidupan ibukota selanjutnya;

3. Terletak pada lokasi yang strategis (aman dan sentris terhadap wilayahnya);

4. Memiliki nilai sejarah perkembangan yang hakiki yang dapat menunjang pertimbangan untuk prominensi dan nilai sosial budaya ibukota kabupaten. Suatu lokasi yang akan dit etapkan untuk pusat pemerintahan juga memiliki konsep yang sama dengan pusat pelayanan, yaitu lokasi tersebut harus memenuhi kriteria most accessible bagi penduduk di wilayah tersebut. Karena pusat pemerintahan juga menjalankan fungsi pelayanan administratif dan politis bagi masyarakat. Yang membedakan antara keduanya adalah:

1. Setiap wilayah administratif hanya memiliki satu pusat pemerintahan, sedangkan pusat pelayanan dapat lebih dari pada satu, tergantung pada

demand di wilayah tersebut.

2. Pusat pemerintaha n memiliki batas pelayanan yang jelas, yaitu batas fisik administratif wilayah itu sendiri, sedangkan pusat pelayanan memilki batas pelayanan wilayah nodal yang sangat bias dan dinamis

Untuk mengetahui lokasi pusat pemerintahan yang most accessible

dilakukan analisis spatial interaction analysis location-allocation models dengan

Sebagaimana penentuan pusat pelayanan, analisis p-median untuk penentuan pusat pemerintahan juga menggunakan peubah indeks perkembangan kecamatan, kapasitas pelayanan kecamatan, dan bobot yang disamakan sebagai

pull factor untuk setiap simpul ibukota kecamatan. Sebagai constraint atau kendala adalah peubah jarak yang menghubungkan antara ibukota kecamatan yang satu dengan ibukota kecamatan yang lain.

Lokasi pusat pemerintahan menuntut ketersediaan sarana-prasarana wilayah yang dapat mendukung kelancaran tugas-tugas pemerintahan. Gambar 9, menggambarkan hasil analisis p-median berdasarkan jumlah jenis sarana dan prasarana yang dimiliki setiap kecamatan, yang diwakili oleh simpul ibukota kecamatan, hasilnya menunjukkan bahwa Idi adalah lokasi yang tepat untuk menjadi pusat pemerintahan atau ibukota Kabupaten Aceh Timur.

Gambar 9 Lokasi optimal pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur; hasil p-median berdasarkan jumlah jenis sarana prasarana.

Walaupun belum begitu memadai, sejumlah fasilitas yang sudah tersedia di Idi dapat diberdayakan pemanfaatannya oleh pemerintah daerah, dibandingkan memilih lokasi lain dengan fasilitas yang sangat terbatas, sehingga membut uhkan biaya implementasi yang tinggi. Untuk membangun sarana-prasarana pemerintahan yang baru dan representatif, membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan lahan yang luas, sehingga mudah penataannya. Namun dengan keterbatasan dana yang ada, pemerintah daerah tidak perlu memaksakan diri harus memulai kegiatan pemerintahan di pusat pemerintahan yang baru dengan fasilitas yang juga harus serba baru. Paling penting adalah mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dan skala prioritas pembangunan yang harus dilaksanakan sambil meningkatkan fungsi pelayanan masyarakat. Sedangkan untuk membangun

fasilitas perkantoran yang bagus, modern, dengan tata ruang dan arsitektur yang menarik, dapat dimulai tahap demi tahap sebagai program jangka menengah. Selama proses pembangunan fasilitas perkantoran yang baru dan representatif, pemerintah dapat memanfaatkan fasilitas yang sudah ada.

Gambar 10, hasil analisis p-median berdasarkan indeks perkembangan kecamatan, menunjukkan Idi dengan tingkat perkembangan yang tinggi dan aksesibilitas yang baik, adalah lokasi yang tepat untuk pusat pemerintahan. Dengan memilih kecamatan dengan tingkat perkembangan yang tinggi, maka pemerintah hanya membutuhkan relatif lebih sedikit upaya untuk memicu pengembangannya menjadi pusat pelayanan wilayah yang akan menjadi pusat pertumbuhan yang akan memberi spread effect ke wilayah hinterland- nya.

Gambar 10 Lokasi optimal pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur; hasil p-median berdasarkan indeks perkembangan kecamatan. Dengan memilih kecamatan yang tingkat perkembangannya tinggi, banyak faktor- faktor eksternal yang menguntungkan yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengoptimalkan dan mengefisienkan fungsi- fungsi pelayanannya. Semua keuntungan eksternal tersebut tidak akan dapat diperoleh jika pemusatan kegiatan pemerintahan digerakkan dari kecamatan yang tingkat perkembangannya rendah.

Kapasitas pelayanan kecamatan, menggambarkan kapasitas penduduk yang dilayani oleh oleh berbagai fasilitas yang ada di kecamatan tersebut. Semakin tinggi indeks perkembangan suatu kecamatan, maka akan semakin tinggi kapasitas pelayanannya. Demikian juga dengan jumlah penduduk, semakin banyak penduduknya, semakin tinggi kapasitas pelayanan yang dibutuhkan. Untuk meningkatkan kapasitas pelayanan, dapat diup ayakan melalui peningkatan

ketersedian sarana-prasarana, baik dari segi jumlah jenis maupun jumlah unit untuk setiap jenisnya.

Kecamatan Idi Rayeuk memiliki jumlah penduduk paling banyak dibandingkan kecamatan lainnya di Kabupaten Aceh Timur, demikian juga dengan indeks perkembangannya, sehingga secara keseluruhan juga paling tinggi kapasitas pelayanannya. Berarti, berdasarkan kapasitas pelayanan kecamatan (seperti ditunjukkan pada Gambar 11), Idi adalah lokasi yang tepat untuk menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur.

Gambar 11 Lokasi optimal pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur; hasil p-median berdasarkan kapasitas pelayanan kecamatan.

Yang menarik dari fenomena penentuan pusat pemerintahan ini, adalah seperti ditunjukkan Gambar 12, yaitu hasil analisis p-median dengan mengasumsikan bahwa setiap simpul memiliki bobot yang sama. Asumsi ini menjadikan setiap simpul kecamatan memiliki peluang yang sama untuk terpilih, karena memilki pull factors dan push factors yang sama, sehingga yang mempengaruhinya hanya perbedaan lokasi geografis/spatial locational factor

yang berhubungan aksesibilitas saja.

Pada pendekatan ini, yang menjadi kendala hanya jarak dari satu simpul kecamatan ke simpul kecamatan lainnya. Yang dapat merubah setting lokasi yang akan terpilih, hanyalah perubahan dari pola jaringan transportasi atau jalan yang menghubungkan antar kecamatan. Untuk pola jaringan jalan pada kondisi existing

seperti sekarang ini, secara mutlak menunjukkan bahwa Idi adalah pusat wilayah Kabupaten Aceh Timur, sehingga layak dijadikan lokasi pusat pemerintahan.

Pendekatan ini, secara keseluruhan menunjukkan bahwa dengan mengabaikan semua faktor, kecuali faktor aksesibiltas, Idi memiliki tingkat

aksesibilitas paling baik atau most accessible yang dapat meminimalkan kendala atau constraints dari keseluruhan simpul dalam jaringan yang dianalisis.

Gambar 12 Lokasi optimal pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur; hasil p-median berdasarkan bobot yang disamakan.

Departemen Dalam Negeri telah menentukan kriteria sebagai arahan penilaian yang harus dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan pusat pemerintahan suatu wilayah. Walaupun kriteria tersebut belum dibakukan dalam satu produk hukum pemerintah, namun secara empiris dapat dijadikan bahan rujukan untuk pengambilan keputusan. Kriteria penilaian tersebut adalah:

1. Profil fungsi kota dalam sistem perkotaan nasional, yang meliputi unsur fungsi dan kegiatan utama kota, arus barang, dan aksessibilitas.

2. Profil geografi dan demografi, meliputi unsur letak atau kedudukan kota, luas dan tataguna lahan, topografi, klimatologi, hidrologi, sumberdaya alam, jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, sebaran penduduk, migrasi, struktur penduduk, dan angkatan kerja.

3. Profil sumberdaya manusia.

4. Profil potensi ekonomi dan keuangan, meliputi unsur PDRB, keuangan kaitan dengan pertumbuhan, arus barang, penyusunan informasi struktur keuangan.

5. Profil peran serta masyarakat 6. Profil kelembagaan.

7. Profil sosial, politik, dan budaya masyarakat.

8. Profil kualitas lingkungan, meliputi unsur kesehatan, perumahan, jalan, pelabuhan laut dan udara, air bersih, drainase, energi, dan telekomunikasi.

Untuk menentukan pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur, di samping menggunakan analisis skalogram dan spatial interaction analysis location- allocation models (p-median solver), juga menggunakan analytical hierarchy process (AHP).

Hasil analisis skalogram (pada Tabel 5, 6, dan 7) menunjukkan Idi sebagai lokasi yang layak untuk pusat pemerintahan sekaligus sebagai pusat pelayanan hirarki I bagi Kabupaten Aceh Timur. Berdasarkan hasil analisis skalogram dan wacana serta isu yang berkembang di kalangan masyarakat dan pejabat Pemerintah Kabupaten Aceh Timur, maka ditentukan tiga calon pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur untuk di-AHP-kan, yaitu Idi, Peureulak, dan Peudawa. Kriteria dan sub kriteria untuk AHP dijabarkan dari kriteria profil wilayah dari Departemen Dalam Negeri dan dari kriteria berdasarkan pengalaman empiris selama ini yang lazim dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pusat pemerintahan atau ibukota suatu wilayah administratif.

Gambar 13 Hasil AHP alternatif lokasi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur terhadap kapasitas sumberdaya wilayah (regional resources).

Dengan menggunakan kriteria tersebut, yang dianalisis dengan metoda

analytical hierarchy process (AHP), diperoleh hasil seperti pada Gambar 13, 14, dan 15. Hasil AHP berdasarkan seluruh aspek yang dianalisis, menunjukkan Idi yang paling memenuhi kriteria untuk menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur, dengan overall inconsistency index sebesar 0,08.

Gambar 14 Hasil AHP alternatif lokasi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur terhadap kapasitas perekonomian wilayah

(regional economic resources).

Gambar 15 Hasil AHP alternatif lokasi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur terhadap seluruh kriteria yang dianalisis.

Untuk melihat seberapa “kuat” bargaining position Idi untuk menjadi pusat pemerintahan dibandingkan kota lainnya, dilakukan sensitivity analysis. Gambar 16 menunjukkan hasil sensitivity analysis tersebut, dimana Idi sangat tidak terpengaruh oleh perubahan dari ketiga nilai variabel yang dijadikan kriteria penilaian, yaitu kapasitas sumberdaya wilayah, sosial- fisik wilayah, dan perekonomian wilayah. Hal ini dapat diartikan, Idi adalah kota kecamatan yang paling memenuhi kriteria persyaratan pusat pemerintahan dan memiliki tingkat perkembangan dan kapasitas pelayanan yang jauh lebih tinggi dan lebih baik dari kota-kota lainnya di Kabupaten Aceh Timur.

Gambar 16 Hasil AHP uji sensitifity dari ketiga calon lokasi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur terhadap seluruh kriteria yang dianalisis.

Suatu lokasi yang akan diusulkan untuk menjadi ibukota harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Wisma: tempat tinggal atau perumahan.

3. Marga: jaringan prasarana jalan internal dan eksternal. 4. Suka: fasilitas rekreasi, hiburan, dan bersantai.

5. Penyempurna: sarana peribadatan, pendidikan, kesehatan, kemasyarakatan, komunikasi masyarakat, dan utilitas umum, seperti air, listrik, telepon, sanitasi, dan drainase.

Semua unsur yang disebutkan di atas dimiliki Idi dengan kapasitas yang relatif memadai untuk sebuah pusat pemerintahan baru.

Gambar 17 Lokasi optimal pusat pemerintahan/ibukota Kabupaten Aceh Timur. Jika memperhatikan sejarah administratif Idi Rayeuk, berdasarkan

Staadblaad 1934 Nomor 539–RR–Ned. Indie 1938 blz 192, Idi Rayeuk merupakan salah satu onder afdeling dari 4 onder afdeling di Afdeling Aceh Timur. Onder afdeling Idi Rayeuk dipimpin oleh seorang kepala wilayah onder afdeling yang disebut controleur, yang pusat pemerintahannya berkedudukan di Idi. Pada masa pendudukan Jepang, sistem pemerintahan kolonial Belanda tetap diteruskan, Jepang ha nya menyesuaikan nama dan istilahnya saja menurut bahasa Jepang, seperti countrouler disebut gun cho.

Idisebagai lokasi optimal untuk ibukota Kab. Aceh Timur

Setelah Indonesia merdeka, Onder afdeling Idi Rayeuk berubah statusnya menjadi kewedanaan yang di pimpin oleh seorang wedana. Luas wilayah Onder

afdeling Idi Rayeuk atau Kewedanaan Idi Rayeuk 50% dari luas wilayah

Kabupaten Aceh Timur saat ini, yang merupakan hasil pemekaran wilayah berdasarkan UU No.4 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Tamiang. Berarti. Jika ditinjau dari sejarah status administratif wilayah, maka Idi sejak zaman kolonialisme Belanda telah menjadi pusat pemerintahan, sehingga Pemerintah Kabupaten Aceh Timur perlu mempertimbangkan untuk menetapkan Idi menjadi pusat pemerintahannya. Hal ini sesuai dengan hasil AHP berdasarkan sejarah status administrasi wilayah yang ditunjukkan Gambar 18.

Gambar 18 Hasil AHP lokasi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur terhadap sejarah status administrasi wilayah.

Berdasarkan semua analisis, dapat dipastikan Idi adalah lokasi optimal untuk menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur.

Pusat-pusat Pelayanan

Penyediaan dan pembangunan fasilitas publik adalah bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat dan ditujukan untuk kepentingan masyarakat (Kelly dan Decker 2000). Pengertian fasilitas umum dari segi fungsi atau objek, adalah segala fasilitas baik sarana maupun prasarana yang dibangun, disediakan, dan dikembangkan untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Jika ditinjau dari segi tanggung jawab atau subjek, adalah segala fasilitas baik sarana maupun prasarana yang penyediaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaannya berada dalam wewenang, kekuasaan, dan tanggung jawab pemerintah atau lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah. Termasuk di dalamnya jalan raya, taman, sekolah, tempat rekreasi, jaringan air bersih, drainase, sarana telekomunikasi, sarana kesehatan, pemadam kebakaran, stasiun pompa bensin umum, jaringan listrik, dan lain- lain. Pembangunan fasilitas penting dilakukan

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap berbagai fasilitas, dimana ketersediaan berbagai fasilitas ini dapat memacu akselerasi pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah.

Menurut Kelly dan Decker (2000), proses perencanaan fasilitas publik ini menjadi penting untuk dilaksanakan, beberapa fasilitas publik dapat menjadi instrumen perubahan yang dapat memicu perkembangan suatu wilayah, seperti jalan, penyediaan air bersih, energi, dan telekomunikasi. Sebagai contoh jika fasilitas publik tersebut tersedia di bagian barat, maka perkembangan kota akan tumbuh pesat di bagian barat, demikian juga sebaliknya.

Rencana penyediaan fasilitas publik dapat menimbulkan multiplayer effect

terhadap perkembangan suatu wilayah. Rencana pembangunan jalan dan sarana infrastruktur lainnya secara terintegrasi sangat penting sebagai salah satu strategi pembangunan wilayah di masa yang akan datang. Perencanaan penyediaan fasilitas ini harus mempertimbangkan aspek finansial dan implikasi teknis dari adanya pembangunan tersebut.

Standar pembangunan fasilitas publik sebaiknya ditentukan oleh pemerintah, yang meliputi standar kelayakan teknis dan berbagai standar lainnya, untuk menjamin kepuasan masyarakat terhadap kualitas fasilitas tersebut. Pembangunan fasilitas publik ini, akan lebih efektif jika dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat di dalam proses penyediaan fasilitas tersebut.

Struktur pelayanan dari fasilitas yang dibangun dilakukan secara bertingkat atau berjenjang, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan jangkauan pelayanan. Pengaturan tingkat pelayanan atau jenjang pelayanan ditentukan menurut:

1. Kebutuhan Penduduk

Kebutuhan penduduk terhadap suatu fasilitas tergantung pada jumlah penduduk, semakin banyak jumlah penduduk maka akan semakin banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, serta tingkat dan jenisnya akan semakin kompleks dan beragam.

2. Jangkauan Pelayanan

Selain berdasarkan jumlah penduduk yang akan dilayani, pengaturan atau struktur pelayanan juga mempertimbangkan jangkauan pelayanan. Karena jangkauan pelayanan dapat menjadi suatu alat untuk membentuk suatu

sentral bagi setiap pelayanan. Jangkauan pelayanan juga dapat menentukan daerah-daerah yang belum atau yang akan dilayani untuk masa yang akan datang.

3. Aksesibilitas

Tingkat aksesibilitas atau tingkat kemudahan pencapaian suatu fasilitas dalam suatu kawasan juga dapat berperan dalam menentukan struktur pelayanan. Semakin baik tingkat aksessibilitas suatu kawasan, maka kawasan tersebut sangat berpotensi untuk menjadi pusat pelayanan bagi kegiatan yang ada.

Pengembangan fasilitas sangat penting dilakukan guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan berbagai fasilitas. Konsep pengembangan fasilitas antara lain adalah:

1. Menyediakan fasilitas yang dibutuhkan.

2. Memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap fasilitas.

3. Meningkatkan pelayanan dari masing- masing fasilitas yang ada. 4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas dari masing- masing fasilitas.

Pengembangan sarana dan prasarana publik dalam suatu kawasan diharapkan dapat mendukung pembangunan dan pengembangan sektor lainnya.

Suatu wilayah yang akan menjadi wilayah pengembangan sebaiknya memiliki kota-kota yang akan menjadi pusat pusat pengembangannya. Pusat-pusat tersebut akan berperan sebagai :

1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN), yaitu pusat kegiatan yang memiliki skala pelayanan serta keterkaitan dalam sistem nasional dan memiliki fungsi sebagai pusat gerbang masuk dan keluar yang menunjang kegiatan perekonomian;

2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), yaitu pusat kegiatan yang memiliki skala pelayanan serta keterkaitan dalam sistem wilayah yang meliputi kota dan kabupaten serta memiliki fungsi sebagai pusat gerbang masuk dan keluar yang menunjang kegiatan perekonomian pada tingkat perwilayahan yang mencakup kota-kota dan beberapa kabupaten; dan 3. Pusat Kegiatan Lokal (PKL), yaitu pusat kegiatan yang memiliki skala

fungsi sebagai pusat pengumpul dan distribusi yang menunjang kegiatan perekonomian pada tingkat wilayahnya sendiri.

Pusat pelayanan, pada intinya dari segi fungsi semata-mata bukan hanya merupakan pusat pertumbuhan, melainkan lebih berfungsi sebagai pusat interaksi sosial, penyediaan pelayanan pemerintahan maupun swasta, pertukaran ide dan informasi mengenai berbagai hal, yang pada gilirannya akan menyebar ke seluruh wilayah.

Suatu lokasi yang akan ditetapkan untuk pusat pelayanan, lokasi tersebut harus memenuhi kriteria most accessible bagi penduduk di wilayah sekitarnya. Karena pemukiman penduduk yang tidak tersebar merata di semua wilayah, menyebabkan setiap individu akan berusaha untuk mendapatkan berbagai jenis barang, jasa, dan pelayanan terbaik, yang juga tersebar di berbagai lokasi yang dapat dijangkau berdasarkan biaya yang harus dikeluarkannya. Lokasi yang dapat dijangkau memiliki banyak pilihan, masyarakat akan memilih yang berada pada posisi most accessible bagi mereka.

Hakimi (1964) diacu dalam Rushton (1979), menyatakan bagaimana menemukan satu titik optimum dalam satu jaringan. Dengan adanya jarak yang tetap di antara simpul-simpul yang ada dalam jaringan, maka akan ditemukan satu simpul di antara semua simpul yang ada yang memiliki jarak terpendek dan memiliki kriteria bobot yang ditetapkan. Simpul atau titik yang dimaksud adalah titik tengah dari jaringan, ini merupakan teori yang penting karena dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan penaksiran simpul-simpul alternatif pada jalur jaringan. Hakimi mengatakan bahwa ada satu simpul dalam jaringan yang meminimumkan jarak terpendek yang berbobot dari semua simpul terhadap satu simpul tertentu, dimana simpul tersebut juga merupakan bagian dari jaringan tersebut.

Salah satu cara menganalisis lokasi yang most accessible di suatu wilayah adalah dengan spatial interaction analysis location-allocation models, salah satunya dengan analisis p-median solver untuk menemukan lokasi optimal dari semua calon lokasi yang ada (Ra hman dan Smith 2000).

Dalam analisis p-median, digunakan peubah indeks perkembangan kecamatan dan kapasitas pelayanan sebagai pull factor untuk setiap kecamatan,

sedangkan sebagai constraint atau kendala adalah peubah jarak yang menghubungkan antara ibukota kecamatan yang satu dengan ibukota kecamatan yang lain. Pengambilan peubah jarak sebagai constraint dengan asumsi, bahwa peubah biaya perjalanan atau transportation cost dan waktu tempuh adalah berbanding lurus dengan peubah jarak. Namun, untuk wilayah yang terpencil dengan prasarana dan sarana transportasi yang sangat terbatas, asumsi tersebut tidak dapat diberlakukan.

Gambar 19 Lokasi optimal pusat-pusat pelayanan di Kabupaten Aceh Timur; hasil p-median berdasarkan indeks perkembangan kecamatan.

Gambar 19 menunjukkan hasil analisis p-median penentuan pusat-pusat pelayanan yang optimal di Kabupaten Aceh Timur berdasarkan indeks perkembangan kecamatan, lokasi yang terpilih adalah Idi, Peureulak, dan Simpang Ulim.

Gambar 20 Lokasi optimal pusat-pusat pelayanan di Kabupaten Aceh Timur; hasil p-median berdasarkan kapasitas pelayanan.

Gambar 20, hasil analisis p-median untuk menentukan pusat-pusat pelayan berdasarkan kapasitas pelayanan, menunjukkan hasil yang sama dengan berdasarkan indek perkembangan kecamatan.

Simpang Ulim I d i Peureulak Simpang Ulim I d i Peureulak

Berdasarkan kedua analisis yang telah dilakukan, yaitu analisis skalogram dan spatial interaction analysis location-allocation models, dapat disimpulkan bahwa lokasi yang optimal, strategis, representatif, dan most accessible untuk pengembangan pusat-pusat pelayanan bagi Kabupaten Aceh Timur adalah Idi, Peureulak, dan Simpang Ulim.

Jangkauan Pusat-pusat Pelayanan

Untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan antar wilayah kecamatan di Kabupaten Aceh Timur, diperlukan suatu usaha pengembangan kota-kota yang dapat menjadi simpul perkembangan daerah belakangnya. Pengembangan tersebut diarahkan untuk:

1. Mengusahakan agar simpul yang telah ditentukan sebagai pusat

Dokumen terkait