• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.6. Analisis Data

4.6.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square digunakan untuk mengetahui hubungan setiap variabel bebas dengan variabel terikat.

Uji kemaknaan digunakan batas kemaknaan sebesar 5% (0,05):10

a. P value < 0,05, maka Ho ditolak yang artinya data sampel mendukung adanya perbedaan bermakna (signifikan).

b. P value > 0,05, maka Ho gagal ditolak yang artinya data sampel tidak mendukung adannya perbedaan bermakna.

4.6.3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen pada taraf kepercayaan 95%.49

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Puskesmas Lubuk Pakam yang beralamat di Jl. Diponegoro Gg.Wakaf , Kec. Lubuk Pakam. Puskesmas Lubuk Pakam merupakan puskesmas non rawat inap dengan wilayah kerja yang meliputi 10 desa dengan luas wilayah 31,19 km2 dan terdiri dari 63.293 penduduk.

Puskesmas Lubuk Pakam memiliki 72 jumlah ketenagaan yang terdiri dari 4 dokter umum, 1 dokter gigi, 13 perawat, 2 perawat gigi, 23 bidan, 3 asisten farmasi, 3 kesehatan masyarakat, 3 kesehatan lingkungan, 15 ahli gizi, 1 analis kesehatan, dan 4 tenaga non kesehatan.56

5.1.2. Analisis Univariat

5.1.2.1. Distribusi Frekuensi Perilaku WUS dalam Deteksi Dini Kanker Serviks Metode IVA/ Pap Smear di Wilayah Puskesmas Lubuk Pakam

Perilaku WUS dalam deteksi dini kanker serviks metode IVA/ Pap smear dibagi menjadi dua kategori, yaitu perilaku periksa IVA/Pap smear baik apabila WUS pernah melakukan IVA/ Pap smear dan perilaku periksa IVA/ Pap smear kurang apabila WUS tidak pernah melakukan IVA/ Pap smear (lihat tabel 5.1.).

Tabel 5.1.

Distribusi Frekuensi Responden Menurut Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks Metode IVA/ Pap Smear di Wilayah Puskesmas Lubuk Pakam No Perilaku Periksa IVA/ Pap Smear Jumlah Persentase (%)

1 Perilaku periksa baik 29 29,0

2 Perilaku periksa kurang 71 71,0

Total 100 100,0

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dari 100 responden sebanyak 29 (29,0%) WUS berperilaku periksa IVA/ Pap smear baik, dan sebanyak 71 (71,0%) WUS berperilaku periksa IVA/ Pap smear kurang.

5.1.2.2. Gambaran Distribusi Frekuensi Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku WUS Dalam Melakukan IVA/ Pap Smear di Wilayah Puskesmas Lubuk Pakam

Distribusi frekuensi faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku WUS dalam melakukan pemeriksaan IVA/ Pap smear dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2.

Distribusi Frekuensi Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku WUS Melakukan IVA/ Pap Smear di Wilayah Puskesmas Lubuk Pakam

No. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku

periksa IVA/ Pap smear N (%)

7. Paritas Rendah 8. Jaminan Kesehatan Memiliki

Tidak Memiliki

64 36

64,0 36,0 9. Akses Layanan Kesehatan Dekat

Jauh

90 10

90,0 10,0 10. Dukungan Suami Mendukung

Tidak mendukung

20 80

20,0 80,0

Dalam penelitian ini usia dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu usia ≥ 40 tahun dan usia < 40 tahun. Hal ini karena kasus kejadian kanker serviks paling sering terjadi pada usia 40 sampai dengan 50 tahun, sehingga WUS dengan usia ≥ 40 tahun diharapkan lebih banyak yang melakukan pemeriksaan IVA/ Pap smear.10

Dari hasil penelitian didapati bahwa WUS yang berusia ≥ 40 tahun adalah sebanyak 32 (32,0 %) responden dan yang berusia < 40 tahun adalah sebanyak 68 (68,0 %) responden.

Pengetahuan dikategorikan menjadi dua, yaitu baik dan kurang. Berdasarkan penelitian, 86 (85,0%) WUS berpengetahuan baik dan 14 (14,0%) WUS berpengetahuan kurang.

Pendidikan dikategorikan menjadi dua, yaitu berpendidikan tinggi (SMA, Akademik/ PT) dan berpendidikan rendah (tidak sekolah, SD, SMP). Hasil penelitian menunjukkan dari 100 responden 81 (81,0%) WUS berpendidikan tinggi dan 19 (19,0%) WUS berpendidikan rendah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa WUS yang bekerja lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak bekerja, yakni 32 (32,0%) WUS bekerja dan 68 (68,0%) WUS tidak bekerja.

Status ekonomi diperoleh dari penghasilan responden dan dibagi menjadi tiga kategori yakni tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan hasil penelitian, jumlah responden terbanyak merupakan responden dengan status ekonomi tinggi yakni

sebanyak 47 (47,0%) WUS, sedangkan responden dengan status ekonomi sedang sebanyak 27 (27,0%) WUS dan status ekonomi rendah sebanyak 26 (26,0%) WUS.

Usia pertama kali responden menikah dikategorikan menjadi tiga, yakni muda, ideal, dan tua. Dari 100 responden terdapat 11 (11,0%) WUS yang menikah pada usia muda, 82 (82,0%) WUS yang menikah pada usia yang ideal, dan hanya 7 (7,0%) WUS yang menikah pada usia tua.

Berdasarkan hasil penelitian, responden yang paling banyak adalah WUS dengan angka paritas sedang yaitu sebanyak 82 (82,0%) WUS, kemudian WUS dengan angka paritas tinggi sebanyak 16 (16,0%) WUS dan hanya 2 (2,0%) WUS dengan angka paritas rendah.

Berdasarkan hasil penelitian, dari 100 responden terdapat 64 (64,0%) WUS yang memiliki jaminan kesehatan dan 36 (36,0%) WUS yang tidak memiliki jaminan kesehatan.

Akses layanan kesehatan dikategorikan menjadi dua, yaitu dekat dan jauh.

Jumlah responden yang memiliki akses layanan kesehatan yang dekat sebanyak 90 (90,0%) dan 10 (10,0%) responden memiliki akses layanan kesehatan yang jauh.

Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 80 (80,0%) WUS tidak memiliki dukungan suami dan hanya 20 (20%) WUS yang memiliki dukungan suami.

5.1.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (usia, pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, status eknomi, usia menikah, paritas, jaminan kesehatan, akses layanan kesehatan, dan dukungan suami) dengan variabel terikat (perilaku periksa IVA/ Pap smear). Hasil analisis antara variabel bebas dan terikat dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3.

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku WUS Melakukan IVA/

Pap Smear di Wilayah Puskesmas Lubuk Pakam Perilaku Periksa IVA/ Pap

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara usia dengan perilaku WUS melakukan IVA/ Pap smear, diperoleh data bahwa dari 32 WUS berusia ≥ 40 tahun sebanyak 16 orang (50,0%) yang berperilaku periksa baik dan sebanyak 16 orang juga (50,0%) yang berperilaku periksa kurang. Sedangkan, dari 68 WUS berusia

< 40 tahun terdapat 55 orang (80,9%) yang berperilaku periksa kurang dan hanya 13 orang (19,1%) yang berperilaku periksa baik. Berdasarkan uji statistik diperoleh p value= 0,001 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara usia dengan perilaku WUS dalam melakukan IVA/ Pap smear.

Berdasarkan analisis hubungan antara pengetahuan dengan perilaku WUS melakukan IVA/ Pap smear diperoleh hasil sebanyak 29 orang (33,7%) WUS berpengetahuan baik pernah melakukan IVA/ Pap smear dan sebanyak 57 orang (66,3%) WUS berpengetahuan baik tidak pernah melakukan IVA/ Pap smear.

Sedangkan, dari total 14 WUS berpengetahuan kurang seluruhnya tidak pernah melakukan IVA/ Pap smear (100%). P value yang diperoleh berdasarkan uji statistik yakni sebesar 0,009 yang berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku WUS melakukan IVA/ Pap smear.

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pendidikan dengan perilaku periksa IVA/ Pap smear didapati bahwa mayoritas WUS berpendidikan tinggi tidak pernah melakukan pemeriksaan dimana dari 81 WUS berpendidikan tinggi 54 orang (66,7%) berperilaku periksa kurang dan 27 orang (33,3%) berperilaku periksa baik. Sedangkan, dari 19 WUS berpendidikan rendah hampir seluruhnya yakni 17 orang (89,5%) berperilaku periksa kurang dan hanya 2 orang (10,5%) yang berperilaku periksa baik. P value yang diperoleh berdasarkan uji statistik yakni sebesar 0,049 dimana terdapat hubungan antara pendidikan dengan perilaku WUS melakukan IVA/ Pap smear.

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pekerjaan dengan perilaku periksa IVA/ Pap smear diperoleh hasil sebanyak 21 WUS (65,6%) yang bekerja berperilaku periksa IVA/ Pap smear baik dan 11 WUS (34,4%) yang bekerja berperilaku periksa kurang. Sedangkan mayoritas WUS yang tidak bekerja berperilaku periksa IVA/ Pap smear kurang yakni sebanyak 60 orang (88,2%) dan hanya 8 orang (11,8%) yang berperilaku periksa baik. Berdasarkan uji statistik

diperoleh p= 0,000 yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan perilaku WUS melakukan IVA/ Pap smear.

Berdasarkan hasil analisis hubungan diperoleh data sebanyak 21 WUS (44,7%) dengan status ekonomi tinggi berperilaku periksa IVA/ Pap smear baik dan 26 WUS (55,3%) berperilaku periksa kurang. Mayoritas WUS dengan status ekonomi sedang dan rendah berperilaku periksa IVA/ Pap smear kurang dengan masing-masing 21 orang (77,8%) dan 24 orang (92,3%). Sedangkan WUS dengan status ekonomi sedang dan rendah yang berperilaku periksa baik hanya sebanyak masing-masing 6 orang (22,2%) dan 2 orang (7,7%). Berdasarkan uji statistik diperoleh p= 0,003 dimana terdapat hubungan antara status ekonomi dengan perilaku periksa IVA/ Pap smear.

Berdasarkan analisis hubungan antara usia menikah dengan perilaku periksa IVA/ Pap smear diperoleh hasil hampir seluruh WUS dengan usia menikah muda berperilaku periksa IVA/ Pap smear kurang yakni sebanyak 10 orang (90,0%) dan hanya 1 orang (9,1%) yang berperilaku periksa baik. Sebanyak 56 WUS (68,3%) dengan usia menikah ideal berperilaku periksa kurang dan 26 WUS (31,7%) berperilaku periksa baik. Dari 7 WUS dengan usia menikah tua sebanyak 5 orang (71,4%) berperilaku periksa kurang dan 2 orang (28,6%) berperilaku periksa baik.

P value yang diperoleh berdasarkan uji statistik adalah sebesar 0,348 yang berarti tidak ada hubungan antara usia menikah dengan perilaku WUS melakukan IVA/

Pap smear.

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara paritas dengan perilaku periksa IVA/ Pap smear, seluruh WUS dengan paritas rendah berperilaku periksa kurang yaitu 2 orang (100,0%). Sebanyak 24 WUS (29,3%) dengan paritas sedang berperilaku periksa baik dan 58 WUS (78,7%) berperilaku periksa kurang.

Sedangkan sebanyak 11 WUS (68,8%) dengan paritas tinggi berperilaku periksa kurang dan hanya 5 WUS (31,3%) yang berperilaku periksa baik. P value yang diperoleh berdasarkan uji statistik ialah sebesar 1,000 yang berarti tidak ada hubungan antara paritas dengan perilaku periksa IVA/ Pap smear.

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara jaminan kesehatan dengan

baik sebanyak 28 orang (43,8%) memiliki jaminan kesehatan dan 1 orang (2,8%) tidak memiliki jaminan kesehatan. Sedangkan proporsi WUS yang berperilaku periksa kurang sebanyak 36 orang (56,3%) memiliki jaminan kesehatan dan 35 orang (97,2%) tidak memiliki jaminan kesehatan. Berdasarkan uji statistik diperoleh p= 0,000 yang berarti ada hubungan antara kepemilikan jaminan kesehatan dengan perilaku periksa IVA/ Pap smear.

Berdasarkan analisis diperoleh hasil sebanyak 24 WUS (26,7%) dengan akses layanan kesehatan dekat berperilaku periksa baik dan 66 WUS (73,3 %) berperilaku periksa kurang. Sedangkan, WUS dengan akses layanan kesehatan jauh yang berperilaku periksa baik sama dengan yang berperilaku periksa kurang yakni sebanyak 50 orang (50,0%). P value yang diperoleh berdasarkan uji statistik adalah 0,148 yang berarti tidak ada hubungan antara akses layanan kesehatan dengan perilaku periksa IVA/ Pap smear.

Berdasarkan hasil analisis hubungan diperoleh proporsi WUS yang berperilaku periksa baik sebanyak 11 orang (55,0%) mendapat dukungan suami dan 18 orang (22,5%) tidak mendapat dukungan suami. Sedangkan proporsi WUS yang berperilaku periksa kurang sebanyak 9 orang (45%) mendapat dukungan suami dan 62 orang (77,5%) tidak mendapat dukungan suami. Berdasarkan uji statistik diperoleh p= 0,004 yang berarti ada hubungan antara dukungan suami dengan perilaku WUS melakukan IVA/ Pap smear.

5.2. Pembahasan Penelitian

5.2.1. Hubungan Antara Usia dengan Perilaku WUS Melakukan IVA/ Pap Smear

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara usia dengan perilaku WUS melakukan IVA/ Pap smear (p= 0,001). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Green bahwa faktor sosiodemografi dalam hal ini usia berpengaruh terhadap perbedaan dalam perilaku kesehatan.57

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Nikko Darnindro, dkk dengan judul “Pengetahuan Sikap Perilaku Perempuan yang Sudah Menikah Mengenai Pap Smear dan Faktor-faktor yang Berhubungan di Rumah Susun

Klender Jakarta 2006” dimana terdapat hubungan bermakna antara usia dan perilaku (p= 0,007).58

5.2.2. Hubungan Antara Pengetahuan dengan Perilaku WUS Melakukan IVA/ Pap Smear

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang, proses adopsi perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan fisik dalam menumbuhkan rasa percaya diri sehingga dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulus terhadap tindakan seseorang.59

Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa kebanyakan WUS memiliki pengetahuan yang baik yaitu sebesar 86%. Namun, dari 86 WUS yang berpengetahuan baik hanya 29 WUS (33,7%) yang berperilaku baik atau pernah melakukan IVA/ Pap smear. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan Aziz bahwa pengetahuan ibu tentang kanker serviks akan membentuk sikap positif terhadap deteksi dini kanker serviks.60 Hal ini mungkin dikarenakan rendahnya kesadaran WUS akan pentingnya deteksi dini sebagai pencegahan kanker serviks yang juga didukung dengan teori Green yang menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan tidak akan selalu menyebabkan perubahan perilaku.57

Hasil uji bivariat menunjukan bahwa ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan perilaku periksa IVA/ Pap smear dengan p= 0,009. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hasbiah di Poltekes Palembang yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku pemeriksaan papsmear dengan p= 0,012.61

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Fitria terhadap WUS di Desa Gunting Kecamatan Wonosari Klaten dimana dari seluruh responden penelitian yang melakukan IVA mayoritas memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 7 orang (7,9%), sedangkan yang tidak melakukan IVA mayoritas memiliki pengetahuan kurang yaitu sebanyak 31 orang (34,4%). Hasil analisis diperoleh p value sebesar 0,003 yang berarti ada hubungan bermakna antara

5.2.3. Hubungan Antara Pendidikan dengan Perilaku WUS Melakukan IVA/

Pap Smear

Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang untuk membentuk pola hidup, terutama dalam memotivasi sikap untuk berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi pendidikan seseorang umumnya makin mudah untuk menerima informasi.63Notoatmodjo juga menyatakan bahwa pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perilaku masyarakat, apabila pendidikan masyarakat tinggi maka mereka akan mengerti dan memahami pentingnya melakukan pemeriksaan IVA dan sebaliknya.64 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana 27 WUS (33,3%) berpendidikan tinggi berperilaku periksa IVA/ Pap smear baik, sedangkan hanya 2 WUS (10,5%) berpendidikan rendah yang berperilaku periksa IVA/ Pap smear baik.

Hasil uji bivariat menunjukkan ada hubungan bermakna antara pendidikan dengan perilaku periksa IVA/ Pap smear (p= 0,049). Hal ini sesuai dengan teori Green yang menyatakan bahwa faktor sosiodemografi dalam hal ini pendidikan berpengaruh besar terhadap perilaku kesehatan.57 Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Nasihah dimana p value pendidikan terhadap perilaku sebesar 0,00 yang artinya ada hubungan bermakna antara pendidikan dengan perilaku periksa IVA.65

5.2.4. Hubungan Antara Pekerjaan dengan Perilaku WUS Melakukan IVA/

Pap Smear

Pekerjaan merupakan suatu aktifitas yang dilakukan untuk mencari nafkah.

Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.64Wanita usia subur yang bekerja cenderung memiliki waktu lebih banyak di luar rumah sehingga lebih mungkin terpapar lebih banyak informasi.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa WUS yang berperilaku periksa IVA/ Pap smear baik lebih banyak merupakan WUS yang bekerja (65,6%) dan WUS yang berperilaku periksa IVA/ Pap smear kurang lebih banyak merupakan WUS yang tidak bekerja (88,2%). Dari hasil uji bivariat didapati

bahwa ada hubungan antara pekerjaan dengan perilaku periksa IVA/ Pap smear dengan p= 0,000. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Sarini dan Purba.66,67

5.2.5. Hubungan Antara Status Ekonomi dengan Perilaku WUS Melakukan IVA/ Pap Smear

Status ekonomi dinilai dari pendapatan keluarga tiap bulan. Semakin tinggi status ekonomi diharapkan semakin baik perilaku periksa IVA/ Pap smear.

Sebaliknya, tingkat sosial ekonomi yang terlalu rendah akan mempengaruhi individu menjadi tidak begitu memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan karena lebih memikirkan kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih mendesak.44

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana WUS yang berperilaku periksa IVA/ Pap smear baik paling banyak ialah WUS dengan status ekonomi tinggi yaitu 21 orang (44,7%), kemudian WUS dengan status ekonomi sedang yaitu 6 orang (22,2%). Sedangkan WUS dengan status ekonomi rendah hanya 2 orang (7,7%) yang berperilaku periksa IVA/ Pap smear baik. P value yang didapat ialah 0,003 yang menunjukkan ada hubungan bermakna antara status ekonomi dengan perilaku periksa IVA/ Pap smear.

Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Nuur Desi terhadap ibu-ibu PKK di Dusun Tajem Depok Sleman yang menyatakan ada hubungan antara status ekonomi dengan perilaku periksa IVA/ Pap smear dengan p= 0,001.11

5.2.6. Hubungan Antara Usia Menikah dengan Perilaku WUS Melakukan IVA/ Pap Smear

Usia menikah berhubungan dengan onset aktivitas seksual. Usia menikah muda jika dilakukan dibawah 20 tahun memiliki risiko terkena kanker serviks yang lebih tinggi karena organ reproduksi belum matang sempurna.14 Sehingga diharapkan WUS dengan usia menikah muda memiliki kesadaran yang lebih tinggi terhadap perilaku deteksi dini kanker serviks.

Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa WUS yang paling banyak berperilaku periksa IVA/ Pap smear baik adalah WUS dengan usia menikah ideal

seluruhnya berperilaku periksa IVA/ Pap smear kurang yaitu 10 orang (90,9%) dan hanya 1 orang (9,1%) yang berperilaku baik.

Hasil uji bivariat menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara usia menikah dengan perilaku periksa IVA/ Pap smear dengan p value > 0,05. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Nikko, dkk dimana p value usia saat menikah terhadap perilaku Pap smear sebesar 0,557.58

5.2.7. Hubungan Antara Paritas dengan Perilaku WUS Melakukan IVA/ Pap Smear

Paritas merupakan keadaan dimana seorang wanita pernah melahirkan bayi yang dapat hidup atau viable. Paritas yang berisiko lebih tinggi terkena kanker serviks adalah paritas tinggi (> 3) sebab dapat menimbulkan perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim dan dapat berkembang menjadi keganasan.68 Oleh karena itu, diharapkan WUS dengan paritas tinggi memiliki kesadaran dan perilaku periksa IVA/ Pap smear yang lebih baik dibanding dengan WUS dengan paritas rendah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa WUS yang memiliki perilaku periksa IVA/ Pap smear baik terbanyak dari WUS dengan paritas sedang yaitu 24 orang (29,3%) kemudian WUS dengan paritas tinggi yaitu 5 orang (31,3%). Sedangkan WUS dengan paritas rendah tidak ada yang pernah melakukan IVA/ Pap smear (0,0%).

Hasil uji bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan perilaku periksa IVA/ Pap smear dengan p= 1,000. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Nuur Desi dimana p value antara paritas dengan perilaku IVA/ Pap smear sebesar 0,662.11

5.2.8. Hubungan Antara Jaminan Kesehatan dengan Perilaku WUS Melakukan IVA/ Pap Smear

Jaminan kesehatan yang dimaksud dalam penelitian ini ialah BPJS. Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) mengadakan layanan skrining untuk mendeteksi kanker serviks gratis bagi peserta BPJS perempuan47, sehingga

diharapkan WUS yang memiliki jaminan kesehatan memiliki perilaku periksa IVA/

Pap smear yang lebih baik dibandingkan WUS yang tidak memiliki jaminan kesehatan. Hal ini karena salah satu faktor yang menyebabkan WUS tidak melakukan IVA/ Pap smear adalah karena keterbatasan biaya.69

Hasil analisis sesuai dengan hal tersebut dimana 28 orang (43,8%) WUS yang memiliki jaminan kesehatan pernah melakukan IVA/ Pap smear, sedangkan hanya 1 orang (2,8%) WUS yang tidak memiliki jaminan kesehatan yang pernah melakukan IVA/ Pap smear. Namun, dari 64 WUS yang memiliki jaminan kesehatan masih terdapat 36 orang (56,3%) yang tidak pernah melakukan IVA/ Pap smear. Hal ini dapat dikarenakan masih rendahnya kesadaran WUS terhadap deteksi dini kanker serviks.

P value yang diperoleh ialah 0,000 yang berarti ada hubungan bermakna antara kepemilikan jaminan kesehatan terhadap perilaku periksa IVA/ Pap smear.

Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Pertiwi yang menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara kepemilikan jaminan kesehatan dengan perilaku periksa IVA/ Pap smear dengan p=0,917.11 Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan karakteristik responden seperti status ekonomi, dimana responden dengan status ekonomi rendah lebih memprioritaskan kebutuhan lain yang lebih mendesak.44 Hal lain yang dapat menjadi penyebab perbedaan hasil ini adalah perbedaan kesadaran responden akan pentingnya pencegahan kanker serviks.

5.2.9. Hubungan Antara Akses Layanan Kesehatan dengan Perilaku WUS Melakukan IVA/ Pap Smear

Jarak fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan pemeriksaan IVA/ Pap smear yang terjangkau bagi WUS akan meningkatkan perilaku pemeriksaan. Hal ini dikarenakan jarak membatasi kemampuan dan kemauan WUS untuk mencari pelayanan, terutama jika sarana transportasi yang tersedia terbatas, komunikasi sulit, dan tidak tersedianya tempat pelayanan.70

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara akses layanan kesehatan dengan perilaku periksa IVA/ Pap smear dengan p= 0,148.

layanan kesehatan dengan pemeriksaan IVA/ Pap smear sebesar 0,511.11 Penelitian oleh Kinanthi juga menunjukkan hasil yang sejalan dimana p value untuk keterjangkauan jarak terhadap perilaku Pap smear adalah 0,34 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna.68

Hal ini tidak sesuai dengan teori Green yang menyatakan salah satu faktor pemungkin suatu motivasi terlaksana adalah jarak dan ketersediaan transportasi.57 Hal ini mungkin disebabkan masih kurangnya pengetahuan dan sikap yang mendukung untuk dilaksanakannya pemeriksaan IVA/ Pap smear, seperti bersikap negatif terhadap pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dan belum mengetahui tujuan serta manfaat IVA/ Pap smear.10

5.2.10. Hubungan Antara Dukungan Suami dengan Perilaku WUS Melakukan IVA/ Pap Smear

Suami merupakan orang terdekat dengan responden. Dalam rumah tangga, perlakuan suami akan mempengaruhi perilaku istri.68 Faktor penting dalam memberikan dorongan bagi ibu untuk melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks adalah orang-orang terdekat termasuk didalamnya suami.67

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara dukungan suami dengan perilaku WUS melakukan IVA/ Pap smear (p= 0,004). Hal ini sesuai dengan teori Green yang mengatakan bahwa dukungan keluarga dapat menjadi faktor penguat seseorang melakukan pemeriksaan kesehatan, dalam hal ini IVA/

Pap smear.57

Hasil penelitian Kinanthi juga sejalan dengan hasil penelitian ini dimana p value dukungan suami terhadap perilaku Pap smear sebesar 0,01.68 Penelitian lain yang juga mendukung adalah penelitian Martina dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Wanita Usia Subur dalam Pemeriksaan Pap Smear di Rumah Sakit Umum Dokter Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2014” dengan p= 0,00171, penelitian Yuliwati dengan p= 0,00010, dan penelitian Pertiwi dengan p= 0,000.11

5.3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4.

Hasil Analisis Multivariat dengan Regresi Logistik Berganda

Variabel Bebas B p Exp (B)

(OR)

95% C.I Lower Upper

Usia 1,612 0,032 5,011 1,146 21,919

Pendidikan 1,791 0,066 5,994 0,887 40,512

Pekerjaan 2,476 0,002 11,896 2,447 57,822

Status Ekonomi 0,307 0,487 1,359 0,572 3,227

Jaminan Kesehatan 3,017 0,007 20,434 2,290 182,370

Akses Layanan Kesehatan -0,145 0,894 0,865 0,103 7,289

Dukungan Suami 1,782 0,049 5,943 1,007 35,087

Variabel bebas yang dimasukkan dalam analisis multivariat merupakan variabel bebas dengan p < 0,25 pada hasil uji bivariat, yaitu variabel usia, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, jaminan kesehatan, akses layanan

Variabel bebas yang dimasukkan dalam analisis multivariat merupakan variabel bebas dengan p < 0,25 pada hasil uji bivariat, yaitu variabel usia, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, jaminan kesehatan, akses layanan

Dokumen terkait