• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk 1.4.1. Bidang Akademik atau Ilmiah

Sebagai sumber informasi dan data dasar mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi WUS melakukan pemeriksaan IVA/ Pap smear yang selanjutnya dapat digunakan untuk penelitian lanjutan.

1.4.2. Masyarakat

Menambah wawasan dan pengetahuan khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi WUS melakukan pemeriksaan IVA/ Pap smear sehingga angka pemeriksaan IVA/ Pap smear dapat meningkat dan angka kejadian kanker serviks dapat berkurang.

1.4.3. Pemerintah dan Layanan Kesehatan

Sebagai sumber informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi WUS melakukan pemeriksaan IVA/ Pap smear sehingga diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam melakukan perbaikan dan intervensi dalam meningkatkan cakupan pelayanan.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kanker Serviks 2.1.1. Anatomi Serviks

Serviks atau leher rahim merupakan bagian yang menghubungkan uterus dengan vagina. Serviks merupakan bagian 1/3 bawah dari uterus, berbentuk silindris, dan menonjol kearah vagina depan atas.12 Diantara badan uterus dan vagina terdapat isthmus, yaitu bagian sempit dengan diameter sekitar 1,5 mm.13 Bagian interior badan uterus disebut kavitas uteri dan bagian interior serviks disebut kanalis servikal. Kanalis servikal berhubungan dengan kavitas uteri melalui ostium uteri interna dan berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksterna. 14-16

Endoserviks merupakan bagian serviks berbentuk rongga yang berada diantara ostium uteri interna dan ostium uteri eksterna. Endoserviks dilapisi oleh epitel kolumnar selapis yang membentuk kelenjar yang mensekresi mukus.

Ektoserviks merupakan bagian serviks yang berada di luar ostium uteri eksterna yang sebagian besar dilapisi oleh epitel pipih berlapis tanpa keratin (nonkeratinized stratified squamous epithelium).17

Batas antara epitel selapis kolumnar dan epitel skuamosa disebut sebagai sambungan skuamosa-kolumnar (SSK). Pada masa pubertas terjadi peningkatan hormon esterogen dan progesteron yang mengakibatkan sel-sel kolumnar di dalam SSK secara bertahap digantikan oleh sel-sel skuamosa yang baru berkembang.

Proses ini disebut metaplasia skuamosa yang terjadi di bagian serviks antara SSK asli (sebelum metaplasia skuamosa) dan SSK baru. Bagian ini disebut zona transformasi (Rasjidi, 2008).10

2.1.2. Definisi Kanker Serviks

Kanker serviks merupakan kanker primer yang berasal dari serviks baik dari kanalis servikalis maupun dari porsio.15 Kanker serviks terjadi ketika sel-sel

serviks menjadi abnormal dan membelah secara tidak terkendali (Emilis, OVA et al, 2010).10 Kanker serviks adalah neoplasma ganas primer dari serviks (leher rahim) yang berasal dari metaplasia epitel di daerah sambungan skuamosa-kolumnar (SSK) yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis.16,17 Kanker serviks merupakan penyakit menular seksual yang berhubungan dengan infeksi kronik oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipe onkogen.18

Kanker serviks tidak terjadi secara tiba-tiba. Sel-sel normal secara bertahap berkembang menjadi sel pra-kanker yang kemudian dapat menjadi kanker. Jenis kanker serviks yang paling sering terjadi (90%) adalah sel skuamosa karsinoma dimana lesi kanker berasal dari sel-sel di ektoserviks.Sel skuamosa karsinoma sering bermula dari zona transformasi. Kanker serviks lain adalah adenokarsinoma. Servikal adenokarsinoma merupakan kanker yang berkembang dari sel glandular penghasil mukus yang terdapat di endoserviks. Jenis lain yang jarang terjadi adalah adenoskuamosa karsinoma.14

2.1.3. Etiologi Kanker Serviks

Sembilan puluh lima persen kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV subtipe onkogen (Brinton, 1992). Hal ini didukung dengan hasil penelitian berdasarkan populasi mengenai infeksi HPV dan neoplasia servikal dimana didapatkan hasil 80% dari high-grade squamous intraepithelial lesions (HSIL) dan lesi invasif berhubungan dengan infeksi HPV (Herrero, 2000). Dalam penelitian ini juga didapati hasil bahwa 1,5 dari kasus HSIL dan kanker serviks invasif disebabkan oleh HPV serotipe 16 dan HPV serotipe 18 berhubungan dengan 15% penyakit invasif. Selain itu, penelitian terbaru menunjukkan bahwa vaksinasi terhadap HPV-16 dan HPV-18 mengurangi insiden dan infeksi persisten dengan efikasi sebesar 92% dan 100%.19

2.1.4.Faktor Risiko Kanker Serviks

Faktor risiko kanker serviks hampir sama dengan penyakit menular seksual, yaitu aktifitas seksual dibawah usia 20 tahun, berganti-ganti pasangan seksual,

angka paritas yang tinggi, penggunaan pil kontrasepsi, penggunaan intra uterine device (IUD), infeksi Chlamydia, obesitas,imunosupresi, riwayat keluarga, merokok, dan sosio ekonomi rendah.14,18-20

2.1.5. Gejala Kanker Serviks

Pada tahap awal dan tahap prakanker, 92% tidak ditemui gejala, jika ada hanya berupa rasa kering di vagina.12 Gejala biasanya timbul saat kanker sudah invasif dan berkembang ke jaringan terdekat. Gejala tersebut ialah perdarahan per vaginam yang dapat terjadi setelah intercourse, setelah menopause, perdarahan dan bercak darah diantara periode menstruasi, periode menstruasi yang lebih panjang dan lebih berat dari biasanya, atau perdarahan setelah pemeriksaan pelvis.

Gejala lainnya yang dapat timbul ialah keluarnya sekret dari vagina yang dapat mengandung darah yang dapat terjadi diantara periode menstruasi atau setelah menopause dan nyeri saat intercourse.14

Ketika sel kanker telah semakin berkembang, gejala yang dapat timbul ialah nyeri panggul, lumbosakral, gluteus, gangguan berkemih (urinary frequency), dan nyeri di kandung kemih dan rektum.12 Dalam beberapa kasus bahkan dapat terjadi perdarahan hebat yang tidak terkontrol sehingga pasien harus dibawa ke unit gawat darurat. Selain itu, tumor yang membesar dapat menekan organ yang berdekatan sehingga menimbulkan gejala lain. Misalnya, edema ekstremitas bawah dan nyeri panggul bawah yang sering menjalar ke kaki bagian posterior yang disebabkan oleh tekanan tumor pada saraf sciatic, limfatik, vena, atau ureter.

Obstruksi ureter yang disebabkan oleh tumor yang membesar dapat menyebabkan hidronefrosis dan uremia. Selain itu, hematuria dan/ atau gejala fistula vesicovaginal atau rectovaginal juga dapat ditemui ketika tumor telah menginvasi kandung kemih atau rektum.19

2.1.6. Stadium Kanker Serviks

International Federation of Gynecologist and Obstetricians Staging System for Cervical Cancer (FIGO) pada tahun 2000 menetapkan suatu sistem stadium

Tabel 2.1. Staging Menurut FIGO

Stadium Karakteristik

0 Lesi belum menembus membrana basalis I Lesi tumor masih terbatas di serviks

IA1 Lesi telah menembus membrana basalis <3 mm dengan diameter permukaan tumor <7 mm

IA2 Lesi telah menembus membrana basalis >3 mm tetapi <5 mm dengan diameter permukaan tumor <7 mm

IB1 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer <4 cm IB2 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer >4 cm

II Lesi telah keluar dari serviks (meluas ke parametrium dan sepertiga proksimal vagina)

IIA Lesi telah meluas ke sepertiga proksimal vagina

IIB Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai dinding panggul

III Lesi telah keluar dari serviks (menyebar ke parametrium dan atau sepertiga vagina distal)

IIIA Lesi menyebar ke sepertiga vagina distal

IIIB Lesi menyebar ke parametrium sampai dinding panggul IV Lesi menyebar keluar organ genitalia

IVA Lesi meluas ke rongga panggul, dan atau menyebar ke mukosa vesika urinaria

IVB Lesi meluas ke mukosa rektum dan atau meluas ke organ jauh

Sumber: Rini LM. Analisa Faktor Usia pada Wanita Peserta Program Penapisan Kanker Leher Rahim dengan Pendekatan “See&Treat” untuk Deteksi Lesi Prakanker dan Pengobatan dengan Terapi Beku. 2009.

2.1.7. Pencegahan Kanker Serviks

Pencegahan merupakan metode ideal untuk mengontrol kanker. Terdapat 3 pendekatan utama untuk mencegah kanker, yaitu:

2.1.7.1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer bertujuan untuk mengurangi risiko kanker pada individu normal tanpa gejala.21 Pencegahan primer dapat dilakukan dengan:

a. Menunda onset aktivitas seksual

Menunda onset aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara monogamy akan mengurangi kanker serviks secara signifikan.

b. Penggunaan kontrasepsi barrier

Dokter merekomendasikan kontrasepsi metode barier (kondom, diafragma, dan spermisida) yang berperan untuk proteksi terhadap agen virus.

c. Penggunaan vaksinasi HPV

Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bisa mengurangi infeksi Human Papiloma Virus, karena mempunyai kemampuan proteksi >90%.

Tujuan dari vaksin propilaktik dan vaksin pencegah adalah untuk mencegah perkembangan infeksi HPV dan rangkaian dari event yang mengarah ke kanker serviks.22

2.1.7.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder atau deteksi dini bertujuan untuk mendeteksi proses preneoplastik atau neoplasia dini melalui skrining.21 Program pemeriksaan/

skrining yang dianjurkan untuk kanker serviks oleh WHO adalah skrining pada setiap wanita minimal satu kali pada usia 35-40 tahun. Jika fasilitas tersedia, lakukan tiap 10 tahun pada wanita usia 35-55 tahun. Jika fasilitas tersedia lebih, lakukan tiap 5 tahun pada wanita usia 35-55 tahun. Ideal atau optimal, lakukan tiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun.22 Program skrining kanker serviks dapat dilakukan dengan pap smear atau Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA).

2.1.7.3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier bertujuan untuk mengurangi morbiditas pada pasien yang sudah terkena penyakit seperti penggunaan terapi untuk mencegah terjadinya metastasis.21

2.2. Pap Smear 2.2.1.Definisi

Pap smear atau Papanicoloau smear adalah pemeriksaan mikroskopis terhadap sel yang diambil dari serviks dan digunakan untuk mendeteksi kondisi

skrining untuk melihat perubahan pada zona transformasi serviks yang paling sering disebabkan oleh HPV.23

Pap smear adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio untuk mengetahui adanya tanda-tanda awal keganasan serviks (prakanker) yang ditandai dengan adanya perubahan pada lapisan epitel serviks (displasia).24

Sitologi ginekologik Pap smear adalah ilmu yang mempelajari sel-sel yang lepas atau deskuamasi dari sistem alat kandungan wanita, meliputi sel-sel yang lepas dari vagina, serviks, endoserviks, dan endometrium (Lestadi, 2009).25

2.2.2.Tujuan dan Manfaat

Pap smear bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya proses infeksi, kelainan pra kanker, dan kanker di vagina dan serviks (Lestadi, 2009). Selain itu, hasil pemeriksaan Pap smear dapat menunjukkan adanya penyakit lain dalam vagina dan serviks, seperti infeksi HPV yang berhubungan kuat dengan kejadian kanker serviks. Dengan diketahuinya keabnormalan pada vagina atau serviks dari hasil pemeriksaan Pap smear, maka dapat dilakukan pengobatan yang seksama sehingga kanker serviks dapat dicegah.25 Pap smear mampu mendeteksi lesi prekursor pada stadium awal sehingga lesi dapat ditemukan saat terapi masih mungkin bersifat kuratif.26

Berdasarkan penelitian yang membandingkan hasil tes Pap pertama dengan tes Pap ulangan didapatkan bahwa sensitivitas (true positif) tes Pap pertama dalam mendeteksi kelainan sel skuamosa yang mengindikasikan risiko kanker serviks skuamosa adalah sebesar 55%-80%.27,28 Berdasarkan penelitian lain didapati bahwa spesifisitas (true false) Pap smear adalah sebesar 96,8%.29

Skrining terhadap prekursor kanker serviks dengan metode Pap smear telah terbukti menurunkan insiden kanker invasif.30 Kelebihan Pap smear dalam pencegahan kanker serviks telah terbukti pada negara dengan program skrining nasional seperti Finlandia dan Swedia dimana negara-negara tersebut memiliki prevalensi dan insidensi kanker serviks terendah di dunia. Hal ini didukung dengan tingginya prevalensi dan insidensi kanker serviks di Nigeria karena

rendahnya angka pemeriksaan Pap smear dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Eropa yang memiliki pemeriksaan Pap smear rutin yang cukup tinggi.31 Pap smear juga telah menurunkan angka mortalitas kanker serviks hampir sebanyak lebih dari 70% di Amerika Serikat.32

2.2.3.Kriteria Melakukan Pemeriksaan

Rekomendasi terbaru dari American Cancer Society pada tahun 2012 adalah:

 Semua wanita harus memulai skrining kanker serviks pada usia 21 tahun

 Wanita yang berusia 21-29 tahun harus melakukan tes Pap setiap 3 tahun. Tidak disarankan melakukan tes HPV kecuali diperlukan setelah ditemukan hasil tes Pap yang abnormal

 Wanita yang berusia 30-65 tahun harus melakukan tes Pap dan tes HPV setiap 5 tahun. Ini merupakan pendekatan yang disarankan, tetapi diperbolehkan hanya melakukan tes Pap setiap 3 tahun

 Wanita yang berusia di atas 65 tahun yang telah melakukan skrining reguler dengan hasil normal tidak dianjurkan melakukan skrining kanker serviks. Wanita yang telah didiagnosa dengan prekanker serviks harus terus melakukan skrining

 Wanita yang telah melakukan pengangkatan uterus dan serviks secara histerektomi dan tidak memiliki riwayat kanker serviks atau prakanker serviks tidak dianjurkan untuk melakukan skrining

 Wanita yang telah vaksinasi HPV dianjurkan untuk mengikuti rekomendasi skrining sesuai usia

 Wanita dengan risiko tinggi kanker serviks mungkin perlu melakukan skrining lebih sering. Yang termasuk wanita dengan risiko tinggi ialah penderita infeksi HIV, transplantasi organ, atau pengguna obat diethylstilbestrol (DES), dianjurkan untuk melakukan konsultasi dengan dokter.

American Cancer Society tidak lagi merekomendasikan untuk melakukan tes Pap setiap tahun karena waktu yang dibutuhkan kanker serviks untuk berkembang adalah 10-20 tahun, sehingga skrining yang terlalu sering tidak diperlukan.33

2.2.4.Klasifikasi

Klasifikasi Papanicolaou membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas, yaitu34:

a. Kelas I : tidak ada sel abnormal.

b. Kelas II : terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi adanya keganasan.

c. Kelas III : gambaran sitologi yang dicurigai keganasan, displasia ringan sampai sedang.

d. Kelas IV : gambaran sitologi dijumpai displasia berat.

e. Kelas V : keganasan.

Sistem CIN pertama kali dipublikasikan oleh Richart RM tahun 1973 di Amerika Serikat (Tierner & Whooley, 2002). Pada sistem ini, pengelompokan hasil uji Pap Semar terdiri dari34:

a. CIN I merupakan displasia ringan dimana ditemukan sel neoplasma pada kurang dari sepertiga lapisan epitelium.

b. CIN II merupakan displasia sedang dimana melibatkan dua pertiga epitelium.

c. CIN III merupakan displasia berat atau karsinoma in situ yang dimana telah melibatkan sampai ke basement membrane dari epitelium.

Klasifikasi Bethesda pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988. Setelah melalui beberapa kali pembaharuan, maka saat ini digunakan klasifikasi Bethesda 2001. Klasifikasi Bethesda 2001 adalah sebagai berikut34:

a. Sel skuamosa

i. Atypical Squamous Cells Undetermined Significance (ASC-US) ii. Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion (LSIL)

iii. High Grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL) iv. Squamous Cells Carcinoma

b. Sel glandular

i. Atypical Endocervical Cells ii. Atypical Endometrial Cells iii. Atypical Glandular Cells

iv. Adenokarsinoma Endoservikal In situ

v. Adenokarsinoma Endoserviks Universitas Sumatera Utara vi. Adenokarsinoma Endometrium

vii. Adenokarsinoma Ekstrauterin

viii. Adenokarsinoma yang tidak dapat ditentukan asalnya (AGC-NOS)

2.2.5. Bahan Pemeriksaan Sitologi

Bahan pemeriksaan pap smear untuk deteksi dini lesi prakanker atau kanker serviks adalah sekret serviks (eksoserviks) dan sekret endoserviks. Sekret serviks diambil dengan mengapus seluruh permukaan porsio serviks sekitar orifisium uteri eksternum dengan spatula (ayre). Sedangkan, sekret endoserviks diambil dengan mengapus permukaan mukosa endoserviks dan daerah SSK menggunakan spatula modifikasi atau cytobrush.35

2.3. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) 2.3.1. Definisi

IVA adalah pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam cuka dengan mata telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam cuka 3-5%.36 IVA merupakan salah satu cara deteksi dini kanker serviks dengan kesederhanaan teknik dan kemampuan memberikan hasil dengan segera dengan keakuratan 90%.37 IVA sangat cocok untuk negara berkembang karena pelaksanaannya yang sederhana, murah, dan dapat dilakukan oleh pekerja medis yang terlatih.38

Data terkini menunjukkan bahwa IVA sama efektifnya dengan Pap smear dalam mendeteksi penyakit dan bisa dilakukan dengan lebih sedikit logistik dan hambatan teknis.39 Menurut WHO (2006), deteksi dini kanker serviks metode IVA memiliki sensitifitas sebesar 77% (range antara 56-94%) dan spesifisitas 86%

(antara 74-94%). Nilai sensitifitas IVA lebih baik, walaupun memiliki spesifisitas yang lebih rendah. Diperkirakan, cakupan deteksi dini dengan IVA minimal 80%

selama lima tahun akan menurunkan insidens kanker leher rahim secara signifikan.

2.3.2. Kriteria Melakukan Pemeriksaan

Kriteria melakukan IVA adalah mereka yang sesuai dengan kriteria pemeriksaan skrining kanker serviks dan metode ini merupakan pilihan terbaik untuk dilakukan (misal karena tidak dapat melakukan pemeriksaan sitologi servikal atau tes HPV).

2.3.3. Interpretasi Hasil40 a. Hasil Tes-positif:

Bila ditemukan plak putih yang tebal berbatas tegas atau epitel acetowhite (bercak putih), terlihat menebal dibanding dengan sekitarnya, seperti leukoplasia, terdapat pada zona transisional, menjorok ke arah endoserviks dan ektoserviks.

i. Positif 1(+):

Samar, transparan, tidak jelas, terdapat lesi bercak putih yang ireguler pada serviks. Lesi bercak putih yang tegas, membentuk sudut (angular), geographic acetowhite lessions yang terletak jauh dari sambungan skuamosa.

ii. Positif 2(+):

Lesi acetowhite yang buram, padat, dan berbatas jelas sampai ke SSK.

Lesi acetowhite yang luas, sirkumorifisial, berbatas tegas, tebal, dan padat.

Pertumbuhan pada leher rahim menjadi acetowhite.

b. Hasil Tes-negatif:

Permukaan polos dan halus, berwarna merah jambu. Area bercak putih yang berada jauh dari zona transformasi, halus atau pucat tanpa batas jelas. Bercak

bergaris-garis seperti bercak putih. Bercak putih berbentuk garis yang terlihat pada batas endoserviks. Tidak ada lesi bercak putih. Garis putih mirip lesi acetowhite pada SSK.

c. Normal

Titik-titik berwarna putih pucat di area endoserviks, merupakan epitel kolumnar yang berbentuk anggur yang terpulas asam asetat. Licin, merah muda, berbentuk porsio normal.

d. Infeksi

Servisitis (inflamasi, hiperemis), banyak fluor, ektropion, polip e. Kanker

Massa mirip kembang kol atau ulkus dan mudah berdarah

2.4. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keputusan WUS Melakukan IVA/ Pap Smear

2.4.1. Usia

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin bertambah usia seseorang, kematangan berpikir dan kualitas pekerjaannya semakin meningkat.41

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rini di 4 Puskesmas di daerah Jatinegara dimana usia yang paling banyak melakukan program skrining kanker serviks metode IVA adalah kelompok usia 35-39 tahun, yaitu sebanyak 127 orang (20,8%).42 Hal tersebut sesuai dengan anjuran Depkes RI 2009 bahwa deteksi dini kanker serviks dianjurkan pada perempuan usia 30-50 tahun.

2.4.2. Pendidikan

Tingkat pendidikan suatu bangsa akan mempengaruhi perilaku rakyatnya.

Semakin tinggi pendidikan masyarakat, semakin tinggi juga kesadaran akan kesehatan. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan (Runjanti, 2011).41

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi pada tahun 2015 dimana sampel dengan pendidikan lebih tinggi lebih banyak melakukan skrining kanker serviks. Sampel dengan pendidikan dasar hanya 3 orang (6,1%) sedangkan sampel dengan pendidikan menengah atas sebanyak 27 orang (55,2%).11

Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian terdahulu oleh Sulistiowati dan Sirait dimana didapatkan hasil dari 3303 responden wanita yang 3105 orang berpendidikan menengah sampai rendah (52 dan 42%) melakukan pemeriksaan IVA.43

2.4.3. Pekerjaan

Pekerjaan akan mempengaruhi tingkat ekonomi seseorang. Tingkat sosial ekonomi yang terlalu rendah akan mempengaruhi individu menjadi tidak begitu memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan karena lebih memikirkan kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih mendesak.44

2.4.4. Usia Menikah

Usia menikah berhubungan dengan onset aktivitas seksual. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa onset aktivitas seksual dibawah 20 tahun meningkatkan risiko terkena kanker serviks.14

2.4.5.Paritas

Menurut BKKBN (2006), paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita. Wanita yang telah mengalami 3 kehamilan penuh berisiko tinggi mengalami kanker serviks. Belum jelas betul mengapa hal ini terjadi. Tetapi, satu teori menyatakan bahwa wanita yang telah mengalami kehamilan berulang telah mengalami intercourse yang lebih banyak sehingga risiko terinfeksi HPV lebih tinggi. Teori lain menyatakan bahwa perubahan hormonal selama kehamilan memungkinkan wanita terjangkit infeksi HPV dan pertumbuhan kanker.14

2.4.6. Jaminan Kesehatan

Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2011 Pasal 9 ayat (1), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan.45 Peserta jaminan kesehatan meliputi PBI (Penerima Bantuan Iuran) Jaminan Kesehatan, meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu dan bukan PBI, meliputi orang yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.46

BPJS Kesehatan mengadakan layanan skrining untuk mendeteksi kanker serviks gratis bagi peserta BPJS perempuan47, oleh karena itu diharapkan WUS yang merupakan peserta BPJS rutin melakukan pemeriksaan skrining kanker serviks.

2.4.7. Akses Layanan Kesehatan

Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, dalam hal ini adalah layanan kesehatan seperti puskesmas, tenaga kesehatan terlatih, alat-alat pemeriksaan, dan lain-lain. Keterjangkauan mencapai tempat layanan tersebut juga sangat penting untuk mendukung masyarakat melakukan pemeriksaan.

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi pada tahun 2015 dimana kemudahan menjangkau akses layanan kesehatan memiliki angka kunjungan untuk melakukan skrining yang tinggi.11

2.4.8. Dukungan Suami

Perhatian dan kasih sayang sangat dibutuhkan dalam menumbuhkembangkan seorang manusia ke arah yang lebih sehat, cerdas, dan berpotensi. Selain itu, menurut Lawrence Green, dukungan keluarga merupakan factor pendorong (reinforcing) yang mempengaruhi perilaku manusia.48

Hal ini menunjukkan bahwa dukungan dari orang terdekat, termasuk didalamnya suami, berpengaruh terhadap keputusan WUS melakukan deteksi dini

2.4.9. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.10 Menurut Mubarak, dkk (2007), pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan lingkungan sekitar, dan informasi.26

Pengetahuan mempengaruhi perilaku seseorang atau masyarakat terhadap kesehatan. Pengetahuan tertentu tentang kesehatan mungkin penting sebelum suatu tindakan kesehatan pribadi terjadi.10 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yuliwati (2012) dimana diperoleh proporsi WUS yang berperilaku IVA baik sebanyak 37 (66,1%) berpengetahuan baik.10

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Teori

Gambar 3.1. Kerangka Teori Etiologi: HPV

Kanker

Serviks Deteksi Dini:

IVA/ Pap smear -

Faktor risiko:

WUS

Usia

Pengetahuan

Pekerjaan

Pendidikan

Jaminan Kesehatan

Akses Layanan Usia

Menikah Paritas

Status Ekonomi Dukungan

Suami

3.2. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

3.3. Hipotesis

Terdapat hubungan antara faktor internal (usia, pendidikan, pekerjaan, usia menikah, status ekonomi, dan paritas) dan faktor eksternal (jaminan kesehatan,

Terdapat hubungan antara faktor internal (usia, pendidikan, pekerjaan, usia menikah, status ekonomi, dan paritas) dan faktor eksternal (jaminan kesehatan,

Dokumen terkait