• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Mikroorganisme Endofit

2.2.1. Kapang Endofit

Jaringan tanaman hampir semuanya dikolonisasi oleh kapang endofit.

Kapang endofit membantu tanaman inangnya untuk beradaptasi dengan lingkungan, melindungi dari tekanan biotik atau abiotik, meningkatkan ketahanan terhadap penyakit, mendukung pertumbuhan tanaman, dan penyerapan unsur hara dari tanah (Maciá-Vicente, Jansson, & Lopez-Llorca, 2009; Akinyemi, 2017).

Kapang endofit sebagian besar termasuk ke dalam kelas Ascomycetes, Deuteromycetes, dan Basidiomycetes. Kapang endofit yang sama dari berbagai bagian tanaman memiliki kemampuan yang berbeda (Sandhu & Gupta, 2015).

Kemampuan kapang endofit dalam memproduksi metabolit sekunder dari tanaman inangnya diduga karena kapang mengalami rekombinasi genetik atau menyimpan beberapa info genetik dari inangnya melalui suatu proses evolusi di dalam jaringan tanaman inang (Irawati et al., 2017).

Kapang endofit menempati kedudukan ekologis yang sama dengan sebagian besar patogen. Oleh karena itu, kapang endofit menggunakan cara yang sama seperti patogen untuk masuk ke dalam jaringan inang tanaman. Proses awal kolonisasi kapang endofit harus mencapai sebagian dari degradasi dinding sel.

Enzim ekstraseluler, yaitu protein yang mengkatalisasi berbagai reaksi kimia berperan dalam proses degradasi dinding sel tersebut. Protein-protein tersebut terbagi menjadi 6 kelompok utama diantaranya, yaitu oksidoreduktase, lyase, hidrolase, transferase, ligase, dan isomerase. Kapang endofit mengeluarkan enzim tambahan seperti esterase, lakase, peroksidase, dan protease sebagai perlindungan

tanaman intraseluler (Agrawal, Rajput, & Chanyal, 2016). Produksi protease ekstraseluler oleh jenis kapang yang berbeda sangat dipengaruhi oleh kondisi kultur, metabolisme dari kultur, dan pertumbuhan miselium. Berbagai faktor fisik dan kimia memengaruhi produksi protease seperti suhu, pH, sumber karbon yang masing-masing berperan dalam menginduksi enzim dan sumber nitrogen (Jenitta, Priya, & Gnanadoss, 2015; Ramya & Bharathi, 2015).

Kemampuan kapang endofit dalam menghasilkan enzim ekstraseluler, seperti enzim protease sudah ada dalam Al-Qur’an surah Al-An’am: [6:95].

Artinya:

“Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup (yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling?”. (QS. Al-An’am: [6:95]).

Kata “dan mengeluarkan dari yang mati dari yang hidup” yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah senyawa bioaktif atau enzim ekstraseluler yang dihasilkan dari kapang endofit. Kapang memiliki kapasitas yang luas untuk menghasilkan senyawa bioaktif yang memiliki aktivitas antimikroba dan berpotensi sebagai obat (Suryanarayanan et al., 2009). Kebutuhan untuk mengisolasi, menyintesis antibiotik, agen terapeutik, dan agrokimia dari kapang endofit sangat efektif, rendah toksik, dan memiliki dampak lingkungan yang kecil (Tenguria, Khan, & Quereshi, 2011).

Kapang menghasilkan sejumlah besar protease baik intraseluler atau ekstraseluler (Vishwanatha et al., 2010). Kapang endofit memiliki kemampuan untuk menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler seperti pektinase, selulase, lipase, amilase, lakase, dan protease. Enzim ekstraseluler ini berperan dalam proses biodegradasi, hidrolisis terhadap infeksi patogen, dan memenuhi kebutuhan nutrisi kapang dari tanaman inang (Sunitha, Devi, & Srinivas, 2013). Sebagian besar kapang mempunyai kisaran suhu optimal 28-30°C untuk produksi protease (K. M. Sharma et al., 2017).

Kapang endofit mempunyai aktivitas antimikroba terhadap bakteri patogen pada manusia. Kapang juga dapat melindungi tanaman inangnya dari patogen dan hama dengan cara memproduksi alkaloid beracun bagi serangga, misalnya Acremonium coenophialum menunjukkan aktivitas insektisida terhadap kutu daun Rhopalosiphum padi. Kapang endofit dapat secara aktif atau pasif meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui berbagai mekanisme (Sudha et al., 2016). Salah satunya dengan memproduksi hormon pertumbuhan Indole Acetic Acid (IAA).

IAA berperan dalam mempercepat pertumbuhan tanaman dan pemanjangan sel (Hanafi, Purwantisari, & Raharjo, 2017). Metabolit bioaktif endofit dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap tekanan biotik dan abiotik serta meningkatkan pertumbuhan (Sudha et al., 2016).

Penelitian sebelumnya mengenai isolasi dan skrining kapang endofit pada daun tanaman pepaya telah dilaporkan oleh Puspitarini (2019), tiga isolat kapang endofit dipilih untuk pengukuran aktivitas enzim protease. Ketiga isolat kapang endofit tersebut memiliki pola sebaran miselium konsentris. Isolat kapang endofit JE-BP1 koloninya berwarna putih, memiliki tekstur kapas, dan terlihat eksudat hasil metabolismenya di atas hifa. Isolat kapang endofit JE-BP3 koloninya berwarna putih dengan margin abu-abu kehitaman, memiliki hifa yang tebal, serta memiliki tekstur kapas. Isolat kapang endofit JE-DP4 koloninya berwarna putih dengan margin krem kecoklatan dan memiliki tekstur kapas (Gambar 3).

Gambar 3. Isolat kapang endofit daun tanaman pepaya; a. JE-BP1; b. JE-BP3; c.

JE-DP4 2.3. Enzim Protease

Enzim protease merupakan enzim yang berfungsi untuk menghidrolisis ikatan peptida protein. Enzim ini juga disebut enzim proteinase atau proteolitik (de Souza et al., 2015). Enzim protease diklasifikasikan menurut kisaran pH, yaitu

a

A

b c

asam (pH 2,0-6,0); netral (pH 6,0-8,0); alkali (pH 8,0-13) (de Souza et al., 2015).

Menurut klasifikasi enzyme commission (EC), enzim protease termasuk ke dalam kelas 3, yaitu hidrolase dan sub-kelompok 4 yang menghidrolisis ikatan peptida (K. M. Sharma et al., 2017). Enzim protease diklasifikasikan berdasarkan posisi pemutusan ikatan peptida dibedakan menjadi 2 kelompok besar, yaitu eksopeptidase dan endopeptidase (de Souza et al., 2015).

Eksopeptidase menghidrolisis ikatan peptida protein pada ujung rantai polipeptida baik dari ujung amino (terminal N) atau karboksil (terminal C) pada substrat. Berdasarkan sisi aktif, eksopeptidase diklasifikasikan menjadi aminopeptidase dan karboksipeptidase. Aminopeptidase dapat membebaskan residu asam amino tunggal, dipeptida (dipeptidyl peptidase), atau tripeptida (tripeptydil peptidase) dari ujung terminal N pada substratnya (Mótyán, Tóth, &

Tőzsér, 2013). Karboksipeptidase bekerja dari ujung terminal C dari rantai polipeptida dan membebaskan asam amino tunggal atau dipeptida (de Souza et al., 2015).

Endopeptidase memutus ikatan peptida yang berada di bagian dalam rantai polipeptida (Sabotič & Kos, 2012). Endopeptidase terbagi menjadi 4 kelompok utama, yaitu protease serin, protease aspartat, protease sistein, dan metalloprotease. Protease serin ditandai dengan adanya residu serin di sisi aktif enzim (Laskar & Chatterjee, 2009). Protease serin umumnya aktif pada pH netral dan alkali. Protease aspartat umumnya mempunyai aktivitas katalitik optimal pada pH asam. Protease sistein terbagi menjadi protease tanaman seperti papain, bromelain, dan aktinidin. Protease sistein memiliki pH optimal netral meskipun ada beberapa yang aktif pada pH optimal asam. Metalloprotease mengandung ion logam esensial, salah satunya Zn yang mempunyai aktivitas optimal pada pH netral (Mahajan & Badgujar, 2010). Protease alkali memiliki pusat serin atau metallo-type dan merupakan kelompok enzim yang penggunaannya luas dalam industri detergen, makanan, farmasi, dan kulit (K. M. Sharma et al., 2017).

2.3.1. Mekanisme Kerja Enzim

Enzim berfungsi sebagai katalis suatu reaksi yang dapat meningkatkan laju reaksi melalui penurunan energi aktivasi. Penurunan energi aktivasi dilakukan dengan cara membentuk kompleks enzim dengan substrat. Kompleks

enzim-substrat akan terurai menjadi produk. Enzim dilepaskan untuk membentuk kompleks baru dengan substrat lain setelah produk dihasilkan. Enzim memiliki bagian sisi aktif yang berfungsi sebagai tempat terikatnya substrat untuk membentuk kompleks enzim-substrat, dan selanjutnya membentuk produk akhir (Lehninger, 2004).

Enzim memiliki dua komponen penyusun yang terdiri atas protein dan non-protein. Komponen penyusun enzim berupa protein yang sifatnya tidak tahan panas disebut apoenzim. Komponen penyusun enzim non-protein disebut gugus prostetik yang terdiri atas ion-ion anorganik atau ion-ion organik. Ion anorganik disebut kofaktor yang mampu meningkatkan kerja enzim. Ion organik disebut koenzim yang berfungsi untuk memindahkan zat kimia dari satu enzim ke enzim lain (Lehninger, 2004). Enzim akan aktif jika ada kofaktor sedangkan inhibitor akan menghambat enzim dengan cara menempel pada bagian enzim atau dengan cara berikatan langsung pada sisi aktif enzim sehingga menyebabkan sisi aktif enzim berubah (Sajuthi, Suparto, Yanti, & Praira, 2010).

Faktor-faktor yang memengaruhi aktivitas enzim adalah suhu, pH, konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, inhibitor, dan aktivator. Enzim adalah suatu protein sehingga kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi enzim dan bagian aktif enzim akan terganggu sehingga konsentasi dan kecepatan enzim berkurang. Kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.

Konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi (Risnawati &

Cahyaningrum, 2013).

Reaksi enzimatik dapat dibagi dalam 3 fase (Gambar 4). Selama fase I, kompleks enzim-substrat (ES) terakumulasi tanpa pembentukan produk dan konsumsi substrat (S) yang signifikan. Fase II dimulai ketika konsentrasi enzim-substrat mencapai nilai tertinggi yang tetap, tidak berubah untuk satu periode.

Durasi kondisi stabil konsentrasi enzim-substrat tergantung pada konsentrasi relatif antara enzim (E) dan substrat (S). Selama fase II, substrat digunakan dan produk (P) terakumulasi dalam media reaksi. Selama fase III, ketika konsentrasi enzim-substrat tidak lagi konstan, penggunaan substrat dan pembentukan produk terjadi secara perlahan (Vitolo, 2015).

Gambar 4. Fase reaksi enzimatik (Vitolo, 2015) 2.3.2. Manfaat Enzim Protease

Enzim protease dapat digunakan dalam pengobatan karena bermanfaat dalam onkologi, inflamasi, kontrol reologi darah, dan regulasi sistem imun. Enzim protease diproduksi secara komersial dalam kondisi aseptik untuk suplemen makanan dan terapi enzim sistemik (Rakte & Nanjwade, 2014). Enzim protease banyak digunakan dalam aplikasi klinis terutama dalam perawatan penyakit diabetes (Abdennabi, Triki, Salah, & Gharsallah, 2017). Enzim protease memiliki sifat anti-inflamasi dan anti-edema (penumpukan cairan dalam ruang di antara sel tubuh). Enzim protease membantu memecah metabolit toksik, produk inflamasi, dan berkontribusi dalam detoksifikasi tubuh manusia. Enzim protease memengaruhi sistem kekebalan tubuh sebagai pengubah respon biologis. Enzim protease mengaktifkan atau merangsang makrofag dan sel-sel pembunuh alami yang berperan dalam pertahanan imunobiologis tubuh. Enzim protease dapat menjadi agen kemoterapi yang dapat menghancurkan sel-sel tumor ganas (Rakte

& Nanjwade, 2014).

2.4. Protein

Kata protein berasal dari kata Yunani, “proteios” yang berarti primer.

Protein sangat penting untuk sistem biologis. Protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen sebagai komponen utama, serta sulfur dan fosfor sebagai komponen unsur minor. Semua protein adalah polimer asam amino.

Protein disintesis oleh polimerisasi asam amino melalui ikatan peptida. Kelompok

alfa karboksil dari satu asam amino bereaksi dengan gugus alfa amino dari asam amino lain untuk membentuk ikatan peptida atau jembatan CO-NH (Gambar 5) (Vasudevan, Vaidyanathan, & Sreekumari, 2017).

Gambar 5. Pembentukan ikatan peptida (Vasudevan et al., 2017)

Protein adalah makromolekul yang terdiri dari satu atau lebih rantai residu asam amino yang panjang. Protein melakukan beragam fungsi dalam organisme hidup, termasuk mengkatalisasi reaksi metabolik, mereplikasi DNA, merespon rangsangan, dan mengangkut molekul dari satu lokasi ke lokasi lain. Protein berbeda satu sama lain terutama dalam urutan asam aminonya yang ditentukan oleh urutan nukleotida. Rantai linier residu asam amino disebut polipeptida.

Protein mengandung setidaknya satu polipeptida panjang. Polipeptida pendek umumnya dikenal sebagai peptida atau oligopeptida. Residu amino terikat bersama oleh ikatan peptida dengan residu asam amino yang berdekatan (Van Goudoever, Vlaardingerbroek, Van Den Akker, De Groof, & Van Der Schoor, 2014; Omotayo, El-ishaq, Tijjani, & Segun, 2016).

2.4.1. Asam Amino Penyusun Protein

Asam amino adalah unit dasar protein yang digunakan dalam pembentukan protein. Sintesis protein tidak terjadi jika asam amino kurang (Akram et al., 2011).

Rantai asam amino terbentuk dari beberapa asam amino (di-, tri-, atau oligopeptida) hingga ribuan unit asam amino (polipeptida). Dua asam amino bergabung membentuk dipeptida, 3 asam amino bergabung membentuk tripeptida, 4 asam amino bergabung membentuk tetrapeptida, beberapa asam amino bergabung akan membentuk oligopeptida, dan kombinasi 1050 asam amino membentuk polipeptida. Rantai polipeptida panjang yang mengandung lebih dari 50 asam amino disebut protein (Vasudevan et al., 2017). Asam amino memiliki

gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), dan rantai samping yang terikat pada satu atom karbon pusat (Gambar 6). Perbedaan fungsional antara asam amino terletak pada struktur rantai sampingnya atau gugus R (Van Goudoever et al., 2014).

Gambar 6. Asam amino penyusun protein (Van Goudoever et al., 2014) 2.4.2. Tingkatan Struktur Protein

Struktur fisik protein memiliki ciri kompleksitas. Rantai polipeptida tidak berbentuk rantai panjang tetapi terlipat dalam struktur 3 dimensi. Struktur primer protein menggambarkan urutan linear residu asam amino dalam rantai polipeptida dan lokasi ikatan disulfida, jika ada. Struktur sekunder protein menggambarkan hubungan konfigurasi antara residu asam amino yang dekat satu sama lain cenderung membentuk heliks. Struktur tersier protein menggambarkan pengaturan keseluruhan dan antar hubungan dari berbagai daerah atau domain rantai polipeptida tunggal. Struktur kuartener protein dihasilkan ketika protein terdiri dari dua atau lebih rantai polipeptida yang disatukan oleh kekuatan non kovalen.

Bentuk protein tergantung pada fungsi dan interaksinya dengan molekul lain (Van Goudoever et al., 2014; Vasudevan et al., 2017).

17 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada Januari-Maret 2020 di Laboratorium Mikrobiologi Kesehatan, Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain cawan petri, tabung reaksi 14 mL, inkubator suzu seisakusho Co., Ltd., mikropipet, mikrotip (biru, kuning, putih), centrifuge 5415 R, vortex, spektrofotometer UV-Vis biospec-1601, kuvet, bunsen, labu erlenmeyer 250 mL, inkubator shaker, magnetic stirrer, hot plate sibata MGH-320, pH meter HM-25G, microwave, autoklaf hirayama, laminar air flow (LAF), timbangan analitik sonic electronic balance model SS-A 200, gelas ukur, labu ukur, pipet volumetrik, sedotan, tusuk gigi, penggaris, spatula, corong, gelas beker, dan cool box.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tiga isolat kapang endofit yang telah diisolasi dari daun tanaman pepaya daerah Kedunghalang, Bogor, yaitu isolat JE-DP4, JE-BP1, dan JE-BP3, Potato Dextrose Agar (PDA) Merck, Skim Milk Agar (SMA) Merck, Czapek Dox Broth (CZA) Merck, substrat kasein dan susu skim, akuades, akuabides, alkohol 70%, kasein hidrolisat 1%, bufer Tris-HCl 0,2 M pH 7,5 Merck, ekstrak kasar enzim, asam trikloroasetat (TCA) 5% Merck, Bovine Serum Albumin (BSA) HiMedia, HCl pekat Merck, L-tyrosine HiMedia, HCl 0,1 M, Coomassie Brilliant Blue-G250 Merck, metanol Merck, asam fosfat (H3PO4) 85%, kain kasa, dan kertas saring.

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian eksperimen yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Pengujian aktivitas enzim protease dilakukan menggunakan 3 suhu yang berbeda, yaitu 30°C, 37°C, dan 44°C pada masing-masing substrat kasein dan susu skim dengan waktu inkubasi 7 hari. Produksi enzim protease dan pengukuran aktivitas enzim protease dilakukan dengan 2 kali

pengulangan dan 1 kontrol pada masing-masing substrat kasein dan susu skim.

Kontrol terdiri atas media produksi enzim protease beserta masing-masing substrat berupa kasein dan susu skim tanpa penambahan isolat kapang endofit.

3.4. Cara Kerja

3.4.1. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA)

Kentang sebanyak 250 g ditimbang lalu dibersihkan dan dipotong dadu.

Kentang direbus hingga mendidih dengan akuades sebanyak 1 L, akuades ditambahkan jika airnya berkurang. Air rebusan kentang yang diperoleh kemudian disaring menggunakan kain kasa dan ditera hingga 1 L menggunakan akuades. Air rebusan kentang dituang ke dalam gelas beker berisi sukrosa 20 g dan kloramfenikol 100 mg lalu dihomogenkan. Air rebusan kentang sebanyak 200 mL dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL berisi agar 4 g. Media dihomogenkan dan disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 15 Psi selama 15-20 menit. Media yang sudah steril dituang ke dalam cawan petri di dalam LAF dan ditunggu hingga memadat (Arifah, 2019).

3.4.2. Pembuatan Media Skim Milk Agar (SMA)

Yeast extract sebanyak 0,5 g; D-glucose 0,2 g; kasein 1 g; skim milk powder 5,6 g; dan agar 3 g ditimbang. Media dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 mL dan dilarutkan dalam akuades sebanyak 200 mL. Media dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer dan diukur pH nya menggunakan pH meter. Media disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 15 Psi selama 15-20 menit. Media yang sudah steril dituang ke dalam cawan petri di dalam LAF dan ditunggu hingga memadat (A. K. Sharma et al., 2015).

3.4.3. Pembuatan Media Czapek Dox Broth (CZA)

Media czapek dox broth (CZA) dibuat dengan sukrosa (C12H22O11) sebanyak 3 g; sodium nitrat (NaNO3) sebanyak 0,3 g; dipotassium fosfat (K2HPO4) sebanyak 0,1 g; magnesium sulfat-heptahidrat (MgSO4.7H2O) sebanyak 0,05 g; potassium klorida (KCl) sebanyak 0,05 g; ferrous sulfat-heptahidrat (FeSO4.7 H2O) sebanyak 0,001 g. Media dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL kemudian dilarutkan dalam 100 mL akuades. Media CZA masing-masing

ditambahkan substrat kasein dan susu skim sebanyak 1 g/100 mL. Media dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer dan diukur pH nya. Media disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 15 Psi selama 15-20 menit (Yusriah & Kuswytasari, 2013).

3.4.4. Peremajaan Kapang Endofit

Isolat kapang endofit yang telah diisolasi dari daun tanaman pepaya, yaitu JE-BP1, JE-BP3, dan JE-DP4 diremajakan. Peremajaan kapang endofit ditanam masing-masing dibuat duplo. Kapang endofit diinokulasikan ke dalam media PDA dengan cara memotong ujung miselium kapang menggunakan sedotan steril.

Miselium dipindahkan menggunakan tusuk gigi steril ke dalam media PDA.

Kultur diinkubasi pada suhu 30°C di dalam inkubator selama 7 hari (Benmrad et al., 2019).

3.4.5. Skrining Aktivitas Enzim Protease

Skrining enzim protease dilakukan menggunakan media skim milk agar (SMA) pH 7,4. Potongan miselium diinokulasikan ke dalam media SMA, lalu diinkubasi pada suhu 30°C selama 7 hari. Aktivitas enzim protease pada media SMA ditunjukkan dengan terlihatnya zona bening yang muncul di sekitar koloni (Benmrad et al., 2019). Indeks hidrolisis protein (IHP) dihitung dengan cara mengukur perbandingan diameter zona bening dengan diameter koloni mikroba (Hastuti, Nugraheni, & Asna, 2017).

3.4.6. Pembuatan Kurva Standar Bovine Serum Albumin (BSA)

Kurva standar BSA dibuat menggunakan larutan stok 50 µg/mL (w/v). BSA sebanyak 0,25 mg dilarutkan dalam 5 mL akuabides. Larutan tersebut menjadi larutan stok standar yang selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat dengan penambahan akuabides sehingga diperoleh variasi konsentrasi dari larutan stok BSA. Variasi konsentrasi yang dibuat adalah 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20 µg/mL. Larutan BSA masing- masing konsentrasi diambil 100 µL, ditambahkan 5 mL reagen Bradford, lalu divortex hingga homogen. Larutan diinkubasi pada suhu 30°C selama 30 menit. Kompleks yang terbentuk diukur absorbansinya pada λ595

nm. Akuabides sebanyak 100 µL ditambahkan 5 mL reagen Bradford digunakan sebagai blanko (Jain, Aggarwal, Sharma, & Pundir, 2012).

3.4.7. Pembuatan Kurva Standar Tirosin

Pembuatan kurva dilakukan dengan menggunakan metode dari Yusriah &

Kuswytasari (2013) yang telah dimodifikasi. Kurva standar tirosin dibuat menggunakan larutan stok 3 mg/mL yang diencerkan menjadi 1 mg/mL, sehingga larutan stok yang digunakan adalah 1 mg/mL. L-tyrosine sebanyak 120 mg dilarutkan dalam 20 mL akuades. L-tyrosine dilarutkan perlahan dalam kondisi hangat pada suhu 37°C hingga homogen menggunakan hotplate. L-tyrosine dibuat dengan variasi konsentrasi 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05; 0,06; 0,07; 0,08; 0,09; 0,1 mg/mL. Larutan masing-masing konsentrasi diencerkan dengan HCl 0,1 M hingga 1 mL kemudian dihomogenkan. Nilai absorbansinya diukur pada λ280 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.

3.4.8. Produksi Enzim Protease

Produksi enzim dilakukan menggunakan metode Yusriah & Kuswytasari (2013) yang telah dimodifikasi. Koloni kapang berumur 7 hari diinokulasikan ke dalam media produksi enzim protease. Media produksi enzim protease yang digunakan adalah czapek dox broth (CZA) masing-masing ditambahkan substrat kasein dan susu skim. Produksi enzim protease dibuat 2 kali ulangan dan 1 kontrol pada masing-masing penambahan substrat protein. Miselium kapang sebanyak 10 bulatan diinokulasikan ke dalam 100 mL media produksi enzim protease. Kultur diinkubasi pada suhu 30°C, kecepatan agitasi 120 rpm selama 7 hari di inkubator shaker. Kecepatan agitasi membantu dalam pencampuran nutrisi yang tepat dan penambahan oksigen untuk pertumbuhan kapang (Kamath, Subrahmanyam, Rao,

& Raj, 2010). Aktivitas enzim diukur secara berkala setiap harinya. Selanjutnya enzim yang telah diproduksi dipisahkan antara filtrat dan supernatannya dengan disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang terbentuk merupakan ekstrak kasar enzim yang digunakan dalam pengukuran aktivitas enzim protease.

3.4.9. Pengukuran Aktivitas Enzim Protease

Pengukuran dilakukan menggunakan metode dari Chow & Peticolas (1948) yang telah dimodifikasi. Substrat kasein 1% (w/v) sebanyak 2 mL ditambahkan bufer Tris-HCl 0,2 M pH 7,5 sebanyak 0,5 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya campuran di pre-inkubasi masing-masing pada suhu 30°C, 37°C, dan 44°C selama 10 menit. Ekstrak enzim ditambahkan sebanyak 0,5 mL kemudian diinkubasi masing-masing pada suhu 30°C, 37°C, dan 44°C selama 30 menit. Setelah itu, reaksi dihentikan dengan penambahan 2,5 mL asam trikloroasetat (TCA) 5% dan diinkubasi selama 20 menit dalam ice bath agar enzim tidak terdenaturasi. Sentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 8000 rpm. Setelah itu, diukur aktivitas enzimnya dengan dibaca serapannya pada λ280 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.

Aktivitas protease dihitung dalam satuan U (unit) per mL ekstrak enzim.

Satu unit aktivitas protease didefinisikan sebagai jumlah enzim yang menghidrolisis kasein untuk menghasilkan 1 µg tirosin tiap menit (Guangrong, Tiejing, Po, & Jiaxing, 2006). Aktivitas enzim protease (unit/mL) dihitung dengan cara konsentrasi tirosin (C) (µg/mL) dikali volume total sampel tiap tabung (Ves) (mL) dibagi volume enzim (Ve) (mL) dikali waktu reaksi (t) (menit) (Rahayu &

Susanti, 2017).

3.4.10. Pengukuran Kadar Protein

Pengukuran kadar protein menggunakan metode Bradford (1976), modifikasi Masri (2013). Metode Bradford digunakan untuk mengukur kadar protein total secara kalorimetri dalam suatu larutan. Larutan enzim sebanyak 100 µL ditambahkan 5 mL reagen Bradford kemudian larutan dihomogenkan menggunakan vortex. Larutan diinkubasi pada suhu 30°C selama 30 menit.

Setelah diinkubasi, larutan divortex kembali. Nilai absorbansinya diukur pada λ595 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Nilai absorbansi dibuat dalam bentuk kurva standar dengan persamaan y = ax+b, dimana y adalah nilai absorbansi dan x adalah nilai kadar protein. Kadar protein enzim dapat ditentukan berdasarkan persamaan kurva standar BSA yang telah dibuat (Karima, Nurhatika,

& Prasetyo, 2016).

3.5. Analisis Data

Isolat kapang endofit yang mampu menghasilkan enzim protease dilakukan pengukuran aktivitas enzim, jika tidak mampu menghasilkan enzim protease maka tidak dilanjutkan pengukuran aktivitas enzim. Data aktivitas enzim protease diuji normalitas dan homogenitas untuk menentukan uji rata-rata aktivitas enzim menggunakan analisis statistik parametrik atau nonparametrik. Data aktivitas enzim protease isolat kapang endofit yang dipengaruhi ketiga suhu terhadap waktu inkubasi selama 7 hari pada media produksi enzim substrat susu skim dianalisis menggunakan statistik parametrik analisis variansi satu jalur. Data aktivitas enzim protease menggunakan substrat susu skim kemudian diuji lanjut post-hoc Duncan untuk melihat perbedaan nyata antara variabel independen.

Data aktivitas enzim protease isolat kapang endofit yang dipengaruhi ketiga suhu terhadap waktu inkubasi selama 7 hari pada media produksi enzim substrat kasein dianalisis menggunakan statistik nonparametrik Kruskal-Wallis. Data aktivitas enzim protease menggunakan substrat kasein kemudian diuji lanjut stepwise step-down untuk melihat perbedaan nyata antara variabel independen.

Analisis statistik ini menggunakan software IBM SPSS statistik 20.0 dengan tingkat kepercayaan 95%. Data pengukuran kadar protein dianalisis secara deskriptif menggunakan Microsoft Excel 2016 disajikan dalam bentuk grafik.