• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Enzim Protease

2.3.1. Mekanisme Kerja Enzim

Enzim berfungsi sebagai katalis suatu reaksi yang dapat meningkatkan laju reaksi melalui penurunan energi aktivasi. Penurunan energi aktivasi dilakukan dengan cara membentuk kompleks enzim dengan substrat. Kompleks

enzim-substrat akan terurai menjadi produk. Enzim dilepaskan untuk membentuk kompleks baru dengan substrat lain setelah produk dihasilkan. Enzim memiliki bagian sisi aktif yang berfungsi sebagai tempat terikatnya substrat untuk membentuk kompleks enzim-substrat, dan selanjutnya membentuk produk akhir (Lehninger, 2004).

Enzim memiliki dua komponen penyusun yang terdiri atas protein dan non-protein. Komponen penyusun enzim berupa protein yang sifatnya tidak tahan panas disebut apoenzim. Komponen penyusun enzim non-protein disebut gugus prostetik yang terdiri atas ion-ion anorganik atau ion-ion organik. Ion anorganik disebut kofaktor yang mampu meningkatkan kerja enzim. Ion organik disebut koenzim yang berfungsi untuk memindahkan zat kimia dari satu enzim ke enzim lain (Lehninger, 2004). Enzim akan aktif jika ada kofaktor sedangkan inhibitor akan menghambat enzim dengan cara menempel pada bagian enzim atau dengan cara berikatan langsung pada sisi aktif enzim sehingga menyebabkan sisi aktif enzim berubah (Sajuthi, Suparto, Yanti, & Praira, 2010).

Faktor-faktor yang memengaruhi aktivitas enzim adalah suhu, pH, konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, inhibitor, dan aktivator. Enzim adalah suatu protein sehingga kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi enzim dan bagian aktif enzim akan terganggu sehingga konsentasi dan kecepatan enzim berkurang. Kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.

Konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi (Risnawati &

Cahyaningrum, 2013).

Reaksi enzimatik dapat dibagi dalam 3 fase (Gambar 4). Selama fase I, kompleks enzim-substrat (ES) terakumulasi tanpa pembentukan produk dan konsumsi substrat (S) yang signifikan. Fase II dimulai ketika konsentrasi enzim-substrat mencapai nilai tertinggi yang tetap, tidak berubah untuk satu periode.

Durasi kondisi stabil konsentrasi enzim-substrat tergantung pada konsentrasi relatif antara enzim (E) dan substrat (S). Selama fase II, substrat digunakan dan produk (P) terakumulasi dalam media reaksi. Selama fase III, ketika konsentrasi enzim-substrat tidak lagi konstan, penggunaan substrat dan pembentukan produk terjadi secara perlahan (Vitolo, 2015).

Gambar 4. Fase reaksi enzimatik (Vitolo, 2015) 2.3.2. Manfaat Enzim Protease

Enzim protease dapat digunakan dalam pengobatan karena bermanfaat dalam onkologi, inflamasi, kontrol reologi darah, dan regulasi sistem imun. Enzim protease diproduksi secara komersial dalam kondisi aseptik untuk suplemen makanan dan terapi enzim sistemik (Rakte & Nanjwade, 2014). Enzim protease banyak digunakan dalam aplikasi klinis terutama dalam perawatan penyakit diabetes (Abdennabi, Triki, Salah, & Gharsallah, 2017). Enzim protease memiliki sifat anti-inflamasi dan anti-edema (penumpukan cairan dalam ruang di antara sel tubuh). Enzim protease membantu memecah metabolit toksik, produk inflamasi, dan berkontribusi dalam detoksifikasi tubuh manusia. Enzim protease memengaruhi sistem kekebalan tubuh sebagai pengubah respon biologis. Enzim protease mengaktifkan atau merangsang makrofag dan sel-sel pembunuh alami yang berperan dalam pertahanan imunobiologis tubuh. Enzim protease dapat menjadi agen kemoterapi yang dapat menghancurkan sel-sel tumor ganas (Rakte

& Nanjwade, 2014).

2.4. Protein

Kata protein berasal dari kata Yunani, “proteios” yang berarti primer.

Protein sangat penting untuk sistem biologis. Protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen sebagai komponen utama, serta sulfur dan fosfor sebagai komponen unsur minor. Semua protein adalah polimer asam amino.

Protein disintesis oleh polimerisasi asam amino melalui ikatan peptida. Kelompok

alfa karboksil dari satu asam amino bereaksi dengan gugus alfa amino dari asam amino lain untuk membentuk ikatan peptida atau jembatan CO-NH (Gambar 5) (Vasudevan, Vaidyanathan, & Sreekumari, 2017).

Gambar 5. Pembentukan ikatan peptida (Vasudevan et al., 2017)

Protein adalah makromolekul yang terdiri dari satu atau lebih rantai residu asam amino yang panjang. Protein melakukan beragam fungsi dalam organisme hidup, termasuk mengkatalisasi reaksi metabolik, mereplikasi DNA, merespon rangsangan, dan mengangkut molekul dari satu lokasi ke lokasi lain. Protein berbeda satu sama lain terutama dalam urutan asam aminonya yang ditentukan oleh urutan nukleotida. Rantai linier residu asam amino disebut polipeptida.

Protein mengandung setidaknya satu polipeptida panjang. Polipeptida pendek umumnya dikenal sebagai peptida atau oligopeptida. Residu amino terikat bersama oleh ikatan peptida dengan residu asam amino yang berdekatan (Van Goudoever, Vlaardingerbroek, Van Den Akker, De Groof, & Van Der Schoor, 2014; Omotayo, El-ishaq, Tijjani, & Segun, 2016).

2.4.1. Asam Amino Penyusun Protein

Asam amino adalah unit dasar protein yang digunakan dalam pembentukan protein. Sintesis protein tidak terjadi jika asam amino kurang (Akram et al., 2011).

Rantai asam amino terbentuk dari beberapa asam amino (di-, tri-, atau oligopeptida) hingga ribuan unit asam amino (polipeptida). Dua asam amino bergabung membentuk dipeptida, 3 asam amino bergabung membentuk tripeptida, 4 asam amino bergabung membentuk tetrapeptida, beberapa asam amino bergabung akan membentuk oligopeptida, dan kombinasi 1050 asam amino membentuk polipeptida. Rantai polipeptida panjang yang mengandung lebih dari 50 asam amino disebut protein (Vasudevan et al., 2017). Asam amino memiliki

gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), dan rantai samping yang terikat pada satu atom karbon pusat (Gambar 6). Perbedaan fungsional antara asam amino terletak pada struktur rantai sampingnya atau gugus R (Van Goudoever et al., 2014).

Gambar 6. Asam amino penyusun protein (Van Goudoever et al., 2014) 2.4.2. Tingkatan Struktur Protein

Struktur fisik protein memiliki ciri kompleksitas. Rantai polipeptida tidak berbentuk rantai panjang tetapi terlipat dalam struktur 3 dimensi. Struktur primer protein menggambarkan urutan linear residu asam amino dalam rantai polipeptida dan lokasi ikatan disulfida, jika ada. Struktur sekunder protein menggambarkan hubungan konfigurasi antara residu asam amino yang dekat satu sama lain cenderung membentuk heliks. Struktur tersier protein menggambarkan pengaturan keseluruhan dan antar hubungan dari berbagai daerah atau domain rantai polipeptida tunggal. Struktur kuartener protein dihasilkan ketika protein terdiri dari dua atau lebih rantai polipeptida yang disatukan oleh kekuatan non kovalen.

Bentuk protein tergantung pada fungsi dan interaksinya dengan molekul lain (Van Goudoever et al., 2014; Vasudevan et al., 2017).

17 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada Januari-Maret 2020 di Laboratorium Mikrobiologi Kesehatan, Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain cawan petri, tabung reaksi 14 mL, inkubator suzu seisakusho Co., Ltd., mikropipet, mikrotip (biru, kuning, putih), centrifuge 5415 R, vortex, spektrofotometer UV-Vis biospec-1601, kuvet, bunsen, labu erlenmeyer 250 mL, inkubator shaker, magnetic stirrer, hot plate sibata MGH-320, pH meter HM-25G, microwave, autoklaf hirayama, laminar air flow (LAF), timbangan analitik sonic electronic balance model SS-A 200, gelas ukur, labu ukur, pipet volumetrik, sedotan, tusuk gigi, penggaris, spatula, corong, gelas beker, dan cool box.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tiga isolat kapang endofit yang telah diisolasi dari daun tanaman pepaya daerah Kedunghalang, Bogor, yaitu isolat JE-DP4, JE-BP1, dan JE-BP3, Potato Dextrose Agar (PDA) Merck, Skim Milk Agar (SMA) Merck, Czapek Dox Broth (CZA) Merck, substrat kasein dan susu skim, akuades, akuabides, alkohol 70%, kasein hidrolisat 1%, bufer Tris-HCl 0,2 M pH 7,5 Merck, ekstrak kasar enzim, asam trikloroasetat (TCA) 5% Merck, Bovine Serum Albumin (BSA) HiMedia, HCl pekat Merck, L-tyrosine HiMedia, HCl 0,1 M, Coomassie Brilliant Blue-G250 Merck, metanol Merck, asam fosfat (H3PO4) 85%, kain kasa, dan kertas saring.

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian eksperimen yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Pengujian aktivitas enzim protease dilakukan menggunakan 3 suhu yang berbeda, yaitu 30°C, 37°C, dan 44°C pada masing-masing substrat kasein dan susu skim dengan waktu inkubasi 7 hari. Produksi enzim protease dan pengukuran aktivitas enzim protease dilakukan dengan 2 kali

pengulangan dan 1 kontrol pada masing-masing substrat kasein dan susu skim.

Kontrol terdiri atas media produksi enzim protease beserta masing-masing substrat berupa kasein dan susu skim tanpa penambahan isolat kapang endofit.

3.4. Cara Kerja

3.4.1. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA)

Kentang sebanyak 250 g ditimbang lalu dibersihkan dan dipotong dadu.

Kentang direbus hingga mendidih dengan akuades sebanyak 1 L, akuades ditambahkan jika airnya berkurang. Air rebusan kentang yang diperoleh kemudian disaring menggunakan kain kasa dan ditera hingga 1 L menggunakan akuades. Air rebusan kentang dituang ke dalam gelas beker berisi sukrosa 20 g dan kloramfenikol 100 mg lalu dihomogenkan. Air rebusan kentang sebanyak 200 mL dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL berisi agar 4 g. Media dihomogenkan dan disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 15 Psi selama 15-20 menit. Media yang sudah steril dituang ke dalam cawan petri di dalam LAF dan ditunggu hingga memadat (Arifah, 2019).

3.4.2. Pembuatan Media Skim Milk Agar (SMA)

Yeast extract sebanyak 0,5 g; D-glucose 0,2 g; kasein 1 g; skim milk powder 5,6 g; dan agar 3 g ditimbang. Media dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 mL dan dilarutkan dalam akuades sebanyak 200 mL. Media dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer dan diukur pH nya menggunakan pH meter. Media disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 15 Psi selama 15-20 menit. Media yang sudah steril dituang ke dalam cawan petri di dalam LAF dan ditunggu hingga memadat (A. K. Sharma et al., 2015).

3.4.3. Pembuatan Media Czapek Dox Broth (CZA)

Media czapek dox broth (CZA) dibuat dengan sukrosa (C12H22O11) sebanyak 3 g; sodium nitrat (NaNO3) sebanyak 0,3 g; dipotassium fosfat (K2HPO4) sebanyak 0,1 g; magnesium sulfat-heptahidrat (MgSO4.7H2O) sebanyak 0,05 g; potassium klorida (KCl) sebanyak 0,05 g; ferrous sulfat-heptahidrat (FeSO4.7 H2O) sebanyak 0,001 g. Media dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL kemudian dilarutkan dalam 100 mL akuades. Media CZA masing-masing

ditambahkan substrat kasein dan susu skim sebanyak 1 g/100 mL. Media dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer dan diukur pH nya. Media disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 15 Psi selama 15-20 menit (Yusriah & Kuswytasari, 2013).

3.4.4. Peremajaan Kapang Endofit

Isolat kapang endofit yang telah diisolasi dari daun tanaman pepaya, yaitu JE-BP1, JE-BP3, dan JE-DP4 diremajakan. Peremajaan kapang endofit ditanam masing-masing dibuat duplo. Kapang endofit diinokulasikan ke dalam media PDA dengan cara memotong ujung miselium kapang menggunakan sedotan steril.

Miselium dipindahkan menggunakan tusuk gigi steril ke dalam media PDA.

Kultur diinkubasi pada suhu 30°C di dalam inkubator selama 7 hari (Benmrad et al., 2019).

3.4.5. Skrining Aktivitas Enzim Protease

Skrining enzim protease dilakukan menggunakan media skim milk agar (SMA) pH 7,4. Potongan miselium diinokulasikan ke dalam media SMA, lalu diinkubasi pada suhu 30°C selama 7 hari. Aktivitas enzim protease pada media SMA ditunjukkan dengan terlihatnya zona bening yang muncul di sekitar koloni (Benmrad et al., 2019). Indeks hidrolisis protein (IHP) dihitung dengan cara mengukur perbandingan diameter zona bening dengan diameter koloni mikroba (Hastuti, Nugraheni, & Asna, 2017).

3.4.6. Pembuatan Kurva Standar Bovine Serum Albumin (BSA)

Kurva standar BSA dibuat menggunakan larutan stok 50 µg/mL (w/v). BSA sebanyak 0,25 mg dilarutkan dalam 5 mL akuabides. Larutan tersebut menjadi larutan stok standar yang selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat dengan penambahan akuabides sehingga diperoleh variasi konsentrasi dari larutan stok BSA. Variasi konsentrasi yang dibuat adalah 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20 µg/mL. Larutan BSA masing- masing konsentrasi diambil 100 µL, ditambahkan 5 mL reagen Bradford, lalu divortex hingga homogen. Larutan diinkubasi pada suhu 30°C selama 30 menit. Kompleks yang terbentuk diukur absorbansinya pada λ595

nm. Akuabides sebanyak 100 µL ditambahkan 5 mL reagen Bradford digunakan sebagai blanko (Jain, Aggarwal, Sharma, & Pundir, 2012).

3.4.7. Pembuatan Kurva Standar Tirosin

Pembuatan kurva dilakukan dengan menggunakan metode dari Yusriah &

Kuswytasari (2013) yang telah dimodifikasi. Kurva standar tirosin dibuat menggunakan larutan stok 3 mg/mL yang diencerkan menjadi 1 mg/mL, sehingga larutan stok yang digunakan adalah 1 mg/mL. L-tyrosine sebanyak 120 mg dilarutkan dalam 20 mL akuades. L-tyrosine dilarutkan perlahan dalam kondisi hangat pada suhu 37°C hingga homogen menggunakan hotplate. L-tyrosine dibuat dengan variasi konsentrasi 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05; 0,06; 0,07; 0,08; 0,09; 0,1 mg/mL. Larutan masing-masing konsentrasi diencerkan dengan HCl 0,1 M hingga 1 mL kemudian dihomogenkan. Nilai absorbansinya diukur pada λ280 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.

3.4.8. Produksi Enzim Protease

Produksi enzim dilakukan menggunakan metode Yusriah & Kuswytasari (2013) yang telah dimodifikasi. Koloni kapang berumur 7 hari diinokulasikan ke dalam media produksi enzim protease. Media produksi enzim protease yang digunakan adalah czapek dox broth (CZA) masing-masing ditambahkan substrat kasein dan susu skim. Produksi enzim protease dibuat 2 kali ulangan dan 1 kontrol pada masing-masing penambahan substrat protein. Miselium kapang sebanyak 10 bulatan diinokulasikan ke dalam 100 mL media produksi enzim protease. Kultur diinkubasi pada suhu 30°C, kecepatan agitasi 120 rpm selama 7 hari di inkubator shaker. Kecepatan agitasi membantu dalam pencampuran nutrisi yang tepat dan penambahan oksigen untuk pertumbuhan kapang (Kamath, Subrahmanyam, Rao,

& Raj, 2010). Aktivitas enzim diukur secara berkala setiap harinya. Selanjutnya enzim yang telah diproduksi dipisahkan antara filtrat dan supernatannya dengan disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang terbentuk merupakan ekstrak kasar enzim yang digunakan dalam pengukuran aktivitas enzim protease.

3.4.9. Pengukuran Aktivitas Enzim Protease

Pengukuran dilakukan menggunakan metode dari Chow & Peticolas (1948) yang telah dimodifikasi. Substrat kasein 1% (w/v) sebanyak 2 mL ditambahkan bufer Tris-HCl 0,2 M pH 7,5 sebanyak 0,5 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya campuran di pre-inkubasi masing-masing pada suhu 30°C, 37°C, dan 44°C selama 10 menit. Ekstrak enzim ditambahkan sebanyak 0,5 mL kemudian diinkubasi masing-masing pada suhu 30°C, 37°C, dan 44°C selama 30 menit. Setelah itu, reaksi dihentikan dengan penambahan 2,5 mL asam trikloroasetat (TCA) 5% dan diinkubasi selama 20 menit dalam ice bath agar enzim tidak terdenaturasi. Sentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 8000 rpm. Setelah itu, diukur aktivitas enzimnya dengan dibaca serapannya pada λ280 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.

Aktivitas protease dihitung dalam satuan U (unit) per mL ekstrak enzim.

Satu unit aktivitas protease didefinisikan sebagai jumlah enzim yang menghidrolisis kasein untuk menghasilkan 1 µg tirosin tiap menit (Guangrong, Tiejing, Po, & Jiaxing, 2006). Aktivitas enzim protease (unit/mL) dihitung dengan cara konsentrasi tirosin (C) (µg/mL) dikali volume total sampel tiap tabung (Ves) (mL) dibagi volume enzim (Ve) (mL) dikali waktu reaksi (t) (menit) (Rahayu &

Susanti, 2017).

3.4.10. Pengukuran Kadar Protein

Pengukuran kadar protein menggunakan metode Bradford (1976), modifikasi Masri (2013). Metode Bradford digunakan untuk mengukur kadar protein total secara kalorimetri dalam suatu larutan. Larutan enzim sebanyak 100 µL ditambahkan 5 mL reagen Bradford kemudian larutan dihomogenkan menggunakan vortex. Larutan diinkubasi pada suhu 30°C selama 30 menit.

Setelah diinkubasi, larutan divortex kembali. Nilai absorbansinya diukur pada λ595 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Nilai absorbansi dibuat dalam bentuk kurva standar dengan persamaan y = ax+b, dimana y adalah nilai absorbansi dan x adalah nilai kadar protein. Kadar protein enzim dapat ditentukan berdasarkan persamaan kurva standar BSA yang telah dibuat (Karima, Nurhatika,

& Prasetyo, 2016).

3.5. Analisis Data

Isolat kapang endofit yang mampu menghasilkan enzim protease dilakukan pengukuran aktivitas enzim, jika tidak mampu menghasilkan enzim protease maka tidak dilanjutkan pengukuran aktivitas enzim. Data aktivitas enzim protease diuji normalitas dan homogenitas untuk menentukan uji rata-rata aktivitas enzim menggunakan analisis statistik parametrik atau nonparametrik. Data aktivitas enzim protease isolat kapang endofit yang dipengaruhi ketiga suhu terhadap waktu inkubasi selama 7 hari pada media produksi enzim substrat susu skim dianalisis menggunakan statistik parametrik analisis variansi satu jalur. Data aktivitas enzim protease menggunakan substrat susu skim kemudian diuji lanjut post-hoc Duncan untuk melihat perbedaan nyata antara variabel independen.

Data aktivitas enzim protease isolat kapang endofit yang dipengaruhi ketiga suhu terhadap waktu inkubasi selama 7 hari pada media produksi enzim substrat kasein dianalisis menggunakan statistik nonparametrik Kruskal-Wallis. Data aktivitas enzim protease menggunakan substrat kasein kemudian diuji lanjut stepwise step-down untuk melihat perbedaan nyata antara variabel independen.

Analisis statistik ini menggunakan software IBM SPSS statistik 20.0 dengan tingkat kepercayaan 95%. Data pengukuran kadar protein dianalisis secara deskriptif menggunakan Microsoft Excel 2016 disajikan dalam bentuk grafik.

23 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Skrining Aktivitas Enzim Protease Kapang Endofit

Skrining aktivitas enzim protease dilakukan untuk mengetahui sifat proteolitik pada kapang endofit daun pepaya. Hasil skrining aktivitas enzim protease kapang endofit daun pepaya menunjukkan bahwa dari ketiga isolat yang memiliki kemampuan terbaik dalam menghasilkan enzim protease adalah isolat kapang endofit JE-DP4 karena menghasilkan zona bening sebesar 38,5 mm dengan diameter koloni sebesar 26,5 mm (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa isolat JE-DP4 merupakan kapang endofit proteolitik karena mampu menghasilkan enzim protease ekstraseluler yang mendegradasi protein susu dalam media skim milk agar sehingga membentuk zona bening. Enzim protease yang dihasilkan oleh isolat kapang endofit JE-DP4 digunakan untuk mempertahankan hidupnya di dalam jaringan tanaman inang (Safitri, Muchlissin, Mukaromah, Darmawati, &

Ethica, 2018; Pavithra, Sathish, & Ananda, 2012).

Tabel 2. Hasil skrining aktivitas enzim protease kapang endofit daun tanaman adanya aktivitas hidrolitik enzim protease yang dilepaskan oleh miselium kapang.

Abdennabi, Triki, Salah, & Gharsallah (2017), melaporkan dalam penelitiannya aktivitas enzim protease kapang endofit Fusarium sp. ditunjukkan dengan zona bening yang terbentuk disekitar koloni sebesar 36 mm. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas enzim protease kapang dapat terlihat dari zona bening yang terbentuk.

Kapang endofit JE-DP4 bersifat proteolitik karena mampu memproduksi enzim protease ekstraseluler. Enzim protease ekstraseluler, yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam sel untuk dilepaskan keluar dari sel. Enzim

protease ekstraseluler penting untuk hidrolisis protein di lingkungan bebas sel dan memungkinkan sel untuk menyerap serta memanfaatkan produk hidrolitik tersebut (Hamza, 2017). Identifikasi isolat kapang endofit JE-DP4 perlu dilakukan untuk membandingkan aktivitas enzim protease yang dihasilkan oleh jenis kapang yang sama termasuk tinggi atau rendah. Identifikasi kapang juga dapat mengetahui kapang endofit bersifat patogen atau tidak patogen, sehingga kapang endofit aman digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri pangan atau kesehatan. Kapang endofit umumnya bersifat menguntungkan bagi tanaman inangnya, beberapa kapang endofit ada yang bersifat patogen (Rodriguez et al., 2009).

Isolat kapang endofit JE-DP4, JE-BP1, dan JE-BP3 sebelumnya disimpan dalam media malt extract agar. Isolat kapang endofit JE-DP4 masih mampu menghasilkan zona bening sedangkan JE-BP1 dan JE-BP3 tidak menghasilkan zona bening. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah induktor masing-masing jenis dan strain kapang (Choliq, 2008). Isolat kapang endofit JE-BP1 dan JE-BP3 tidak menghasilkan zona bening juga dapat disebabkan karena kehilangan kemampuan aktivitas enzimnya akibat terlalu lama disimpan di media malt extract agar. Media malt extract agar memiliki kandungan protein yang sedikit. Hal ini menyebabkan tidak adanya yang menginduksi kemampuan kapang endofit tersebut untuk menghasilkan enzim protease sehingga tidak dapat menyintesis enzim protease ekstraseluler. Enzim protease ekstraseluler merupakan enzim induktif yang sintesisnya dipengaruhi oleh induktor (Peterson, Grinyer, &

Nevalainen, 2011).

Indeks hidrolisis protein menunjukkan aktivitas enzim protease. Aktivitas relatif protease isolat kapang endofit JE-DP4 mempunyai nilai indeks hidrolisis protein >1, yaitu sebesar 1,45 pada hari ke-7 inkubasi (Tabel 2). Hasil pengukuran indeks hidrolisis protein tersebut termasuk ke dalam kategori rendah karena nilai aktivitas relatif proteasenya <2. Soeka & Sulistiani (2014), melaporkan dalam penelitiannya nilai indeks hidrolisis protein sebesar 1,50 termasuk kategori rendah. Nilai indeks hidrolisis protein >2 menunjukkan aktivitas enzim yang tinggi. Nilai indeks hidrolisis protein yang dihasilkan oleh kapang endofit semakin tinggi maka zona bening yang terbentuk akan semakin besar (Hastuti et al., 2017). Maitig, Alhoot, & Tiwari (2018), melaporkan dalam penelitiannya

bahwa Aspergillus sp. memiliki nilai indeks hidrolisis protein sebesar 2,09 setelah 96 jam inkubasi. Nilai indeks hidrolisis protein kapang endofit tersebut sebesar 2,09 lebih besar dibandingkan nilai indeks hidrolisis protein yang dihasilkan isolat kapang endofit JE-DP4 sebesar 1,45.

Isolat kapang endofit yang mampu menghasilkan enzim protease adalah JE-DP4, sehingga yang akan diukur aktivitas enzim protease isolat tersebut. Isolat kapang endofit JE-DP4, JE-BP1, dan JE-BP3 sebelumnya telah di skrining aktivitas enzim protease setelah berhasil diisolasi dari daun pepaya. Pengujian ulang aktivitas enzim protease perlu dilakukan ketika ingin mengukur aktivitas enzim untuk memastikan aktivitas enzim protease masih aktif. Enzim dari kapang endofit memiliki peran penting dalam pertanian, industri, dan kesehatan karena stabilitasnya pada suhu tinggi dan pH yang ekstrim dibandingkan sumber enzim dari tanaman dan hewan (Jalgaonwala & Mahajan, 2011; Sathish et al., 2012).

Kapang endofit memiliki fleksibilitas metabolisme yang baik dalam kelangsungan hidupnya sehingga menjadikannya mikroorganisme terpilih untuk produksi enzim tertentu (Zaferanloo, Virkar, Mahon, & Palombo, 2013).

4.2. pH Pertumbuhan Kultur pada Media Produksi Enzim Protease

pH pertumbuhan isolat kapang endofit JE-DP4 pada media produksi enzim protease menggunakan substrat kasein pada hari ke-1 inkubasi sebesar 6,9 kemudian mengalami penurunan hingga hari ke-3 menjadi sebesar 5,8. Setelah mengalami penurunan, pH mengalami kenaikan pada waktu inkubasi berikutnya hingga hari ke-7 sebesar 6,5 (Gambar 7a). pH pertumbuhan isolat kapang endofit JE-DP4 pada media produksi enzim protease menggunakan substrat susu skim pada hari ke-1 inkubasi sebesar 7,0 kemudian mengalami penurunan hingga hari ke-3 menjadi 6,3. Setelah mengalami penurunan, pH mengalami kenaikan pada waktu inkubasi berikutnya hingga hari ke-7 sebesar 6,8 (Gambar 7b). pH pertumbuhan pada awal produksi enzim cenderung mengalami penurunan karena terjadi proses pemecahan karbohidrat menjadi asam-asam organik. pH pertumbuhan mengalami kenaikan karena media tertutup oleh amonia dari pemecahan senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen (Sumarlin, 2008).

Enzim mempunyai konformasi sisi aktif yang sesuai dengan substrat untuk membentuk kompleks enzim-substrat yang tinggi. Hal ini karena gugus pemberi

dan penerima proton di sisi katalitik enzim berada pada tingkat ionisasi yang diinginkan, sehingga dapat menghasilkan produk yang tinggi (Fathimah &

Wardani, 2014).

Gambar 7. Nilai pH pertumbuhan kapang endofit JE-DP4; a. menggunakan

Gambar 7. Nilai pH pertumbuhan kapang endofit JE-DP4; a. menggunakan