• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KARAKTERISTIK PEREMPUAN PENGUSAHA

6.2 Kapasitas Perempuan Pengusaha

keputusan terkait dengan pengembangan usaha maupun pengembangan kapasitas dirinya. Mereka memiliki keleluasaan untuk menentukan kapan mereka perlu melakukan pengembangan kapasitas, peningkatan keterampilan, maupun pengembangan usaha.

6.2 Kapasitas Perempuan Pengusaha

Perempuan pengusaha yang menjadi responden penelitian merupakan pengusaha dengan skala usaha kecil dan sedang. Sesuai dengan konsep skala usaha yang digunakan, sebanyak 46,67 persen tergolong pada pengusaha dengan skala usaha kecil (tenaga kerja 5 – 19 orang) dan sebanyak 53,33 persen adalah pengusaha skala menengah (tenaga kerja 20 – 99 orang). Responden dengan skala usaha kecil memiliki rata-rata omset per bulan kurang dari Rp. 100.000.000. Sebanyak 20,00 persen responden dengan skala usaha sedang memiliki omset kurang dari Rp. 100.000.000, dan sebanyak 33,33 persen memiliki rata-rata omset per bulan di atas Rp. 100.000.000.

Tabel 6.4 Rata-rata Omset per bulan dan Jumlah Tenaga Kerja

Perempuan Pengusaha Pada Sentra Rajut Binongjati Tahun 2008 Tenaga Kerja (orang)

Rata-rata Omset per

bulan ( Rp. juta) 5 – 19 >20 Jumlah

< 100 46,67 20,00 66,67

100 – 200 0,00 20,00 20,00

200 0,00 13,33 13,33

Jumlah 46,67 53,33 100,00

Sumber : Data lapangan tahun 2008, diolah

Perempuan pengusaha dengan status usaha kecil cenderung memiliki berbagai hambatan terkait dengan pengembangan kapasitasnya. Hambatan yang terjadi baik terkait dengan pengembangan kapasitas usaha maupun pengembangan kapasitas dirinya. Walaupun hampir seluruh perempuan pengusaha memiliki

akses terhadap sumberdaya seperti modal dan bahan baku, namun kapasitas dan jumlahnya sangat terbatas. Hal ini berpengaruh pada upaya pengembangan usaha. Pengembangan usaha yang terjadi pun terbatas. Terkait dengan kapasitas dirinya, mereka cenderung memiliki hambatan karena sulit mengakses pelatihan-pelatihan keterampilan yang dilakukan di luar komunitas, maupun mengakses informasi dari media yang lebih maju seperti internet. Mengikuti pelatihan di luar komunitas berarti mereka harus meninggalkan anak-anak di rumah dan meninggalkan pendapatan dari usaha yang biasanya mereka peroleh. Kendala anak-anak dan nilai ekonomi membatasi mereka untuk meningkatkan kapasitas. Dalam ruang domestik pun, beban kerja yang harus dilakukan cenderung lebih berat karena pelimpahan sebagian peran reproduktif tidak dilakukan, dan semua peran reproduktif dilakukannya sendiri. Hal ini mempengaruhi pengembangan kapasitas usaha dan kapasitas diri perempuan pengusaha pada skala usaha kecil.

Analisis lebih lanjut perlu dilakukan untuk melihat apakah ada keterkaitan antara rata-rata omset yang diperoleh setiap bulan dengan alasan keterlibatan perempuan pengusaha dalam industri. Motivasi awal terlibat dalam industri menurut studi kasus yang dilakukan Machfud et all (1994) berkaitan erat dengan skala usaha yang dijalankannya (Machfud et all, 1994 : 131 - 132).

Tabel 6.5 Rata-rata Omset per bulan dan Motivasi Terlibat dalam Industri Rajut Perempuan Pengusaha Pada Sentra Rajut Binongjati Tahun 2008

Motivasi Terlibat dalam Industri Rata-rata Omset per

bulan ( Rp. juta) Orangtua Ekonomi Sendiri Jumlah

< 100 26,67 26,67 13,33 66,67

100 – 200 6,67 0,00 13,33 20,00

200 6,67 0,00 6,67 13,33

Jumlah 40,00 26,67 33,33 100,00

71 Keterlibatan perempuan pengusaha dalam industri rajutan sebanyak 40,00 persen dikarenakan meneruskan usaha yang sudah dirintis oleh orang tua (warisan orangtua). Sebanyak 26,67 persen terlibat dalam industri rajut karena adanya tekanan ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan hidup rumah tangganya. Sebanyak 33,33 persen lainnya terlibat dalam industri rajutan karena diri sendiri, dalam arti ingin mengembangkan usahanya sendiri. Sebanyak 20,00 persen responden yang terlibat dalam indstri rajutan karena alasan sendiri memiliki rata-rata omset lebih dari Rp. 100.000.000 setiap bulannya.

Berdasarkan tabel 6.5 terlihat bahwa motivasi keterlibatan dalam industri karena keinginan sendiri untuk mengembangkan usaha sendiri secara signifikan berkaitan dengan rata-rata omset usaha yang diperoleh. Perempuan pengusaha yang alasan keterlibatannya karena warisan orang tua dan ingin mengembangkan usaha sendiri memiliki omset setiap bulannya relatif lebih tinggi dari perempuan pengusaha lainnya.

Keterlibatan dalam industri karena merupakan usaha warisan orang tua sangat dipengaruhi oleh besarnya warisan dalam bentuk modal yang diberikan oleh orang tua serta kemampuan dari perempuan pengusaha itu sendiri dalam melakukan pengembangan kapasitas. Secara umum rata-rata omset yang diperoleh dengan motivasi keterlibatan karena alasan ekonomi berada pada kisaran di bawah rata-rata keseluruhan (Rp. 124.530.000 setiap bulan).

Daya tarik dari industri rajut di lingkungan mereka relatif besar sehingga mampu menggeser lingkup kerja mereka dari non industri rajut menjadi industri rajut. Seperti yang diutarakan oleh beberapa responden.

“Dulunya saya kerja di supplier, pas ada peluang order rajutan, terus melihat sekeliling kayaknya menjanjikan, ya saya terjun ke rajutan sampai sekarang” (Dedeh, 31 tahun)

“Ternyata rajut itu asyik ya, dulunya saya kerja di Bank BCA udah sepuluh tahun. Awalnya dititip ke mertua yang buka rajut sama suami, tapi lama-lama jadi ketagihan, saya keluar dari BCA.” (Rianti, 40 tahun)

Berdasarkan tabel 6.3 terlihat ada kecenderungan jika suami ikut membantu usaha maka rata omset yang diperoleh cenderung di bawah rata-rata keseluruhan. Walaupun usaha yang dilakukan merupakan usaha utama yang

menopang perekonomian rumah tangga. Di sisi lain, jika suami memiliki pekerjaan lain selain industri rajutan maka rata-rata omset yang diperoleh setiap bulannya di atas rata-rata perempuan pengusaha lainnya. Sebagai tambahan pendapatan bagi penghasilan suami, jika dilihat dari besaran tambahan pendapatan yang dihasilkan maka kondisi ini sangat ironi sekali dengan asumsi yang ada di masyarakat selama ini, bahwa keterlibatan istri dalam pekerjaan hanya sebagai penopang pendapatan rumah tangga saja (lapis kedua).

Dalam kasus ini perempuan pengusaha di mana suaminya mempunyai pekerjaan lain memiliki posisi tawar (bargaining position) di dalam menjalankan usahanya. Perempuan pengusaha pada kondisi ini memiliki keleluasaan dan kewenangan dalam hal pengambilan keputusan terkait dengan akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat yang dimilikinya. Kepemilikan usaha juga berpengaruh terhadap siapa yang menentukan pengambilan keputusan terkait dengan usaha. Data di lapangan menunjukkan bahwa sebanyak 73,33 persen kepemilikan usaha adalah atas nama responden sendiri dan yang mengambil keputusan pun dirinya sendiri. Sebanyak 6,67 persen kepemilikan usaha atas nama suami, namun pengambilan keputusan adalah istri. Sebanyak 6,67 persen juga kepemilikan usaha adalah istri namun pengambilan keputusan dilakukan bersama antara istri dan suami. Sisanya, sebanyak 13,33 persen kepemilikan usaha bersama dan keputusan pun diambil bersama-sama. Hal ini mengindikasikan bahwa status kepemilikan usaha memungkinkan perempuan pengusaha memiliki posisi tawar yang lebih tinggi dalam pengambilan keputusan.

Tabel 6.6 Kepemilikan Usaha dan Pengambilan Keputusan pada Perempuan Pengusaha Sentra Rajutan Binongjati Tahun 2008

Pengambilan Keputusan terkait Usaha Kepemilikan

Usaha Istri Suami Bersama

Jumlah

Istri 73,33 - 6,67 80,00

Suami 6,67 - - 6,67

Bersama - - 13,33 13,33

Jumlah 80,00 - 20,00 100,00

73 Kapasitas perempuan pengusaha dalam industri rajut diantaranya adalah pengetahuan keterampilan rajutan. Pengetahuan keterampilan rajutan diantaranya dapat diperoleh melalui pelatihan keterampilan rajutan yang dilakukan baik di dalam komunitas maupun di luar komunitas. Dari 15 responden, sebanyak 53,33 persen tidak mengikuti pelatihan keterampilan, keterampilan rajut dan manajerial lainnya diperoleh melalui belajar sendiri (otodidak) dan bertanya kepada teman atau orangtua. Pada kasus ini keterampilan yang diperoleh cenderung bersifat monoton. Keterampilan yang dimiliki menjadi sangat terbatas karena ilmu yang diperoleh cenderung terbatas. Hal ini erat kaitannya dengan kualitas produk dan rata-rata omset yang dihasilkan. Kualitas produk yang dihasilkan cenderung mengikuti selera pasar sesuai dengan permintaan konsumen, inovasi produk cenderung tidak dilakukan. Dilihat dari omset yang diperoleh, secara umum responden yang tidak mengikuti pelatihan memiliki omset kurang dari Rp. 100.000.000.

Tabel 6.7 Rata-rata Omset per bulan dan Keikutsertaan Pelatihan Keterampilan Perempuan Pengusaha Pada Sentra Rajut Binongjati Tahun 2008

Keikutsertaan Pelatihan Keterampilan Rata-rata Omset per

bulan ( Rp. juta) Ya Tidak Jumlah

< 100 20,00 46,67 66,67

100 – 200 20,00 0,00 20,00

200 6,67 6,67 13,33

Jumlah 46,67 53,33 100,00

Sumber : Data lapangan tahun 2008, diolah

Sebanyak 46,67 persen perempuan pengusaha terbiasa mengikuti pelatihan keterampilan. Pelatihan keterampilan meliputi keterampilan teknik produksi maupun keterampilan manajerial. Perempuan pengusaha yang mengikuti pelatihan keterampilan cenderung melakukan inovasi terhadap produknya, sehingga produk rajutannya lebih bervariasi. Dari sisi kualitas pun cenderung lebih baik, mereka memiliki pangsa pasar tersendiri yang lebih tinggi dari pangsa pasar lainnya.

Dilihat dari omset yang diperoleh, sebanyak 26,67 persen responden yang mengikuti pelatihan keterampilan memiliki omset lebih dari Rp. 100.000.000 setiap bulannya.

Tabel 6.8 Rata-rata Omset per bulan dan Kuaitas Produk Rajutan

Perempuan Pengusaha Pada Sentra Rajut Binongjati Tahun 2008 Kualitas Produk Rajutan

Rata-rata Omset per

bulan ( Rp. juta) Menengah Ke Bawah Menengah Ke Atas Jumlah < 100 66,67 0,00 66,67 100 – 200 6,67 13,33 20,00 200 6,67 6,67 13,33 Jumlah 80,00 20,00 100,00

Sumber : Data lapangan tahun 2008, diolah

Pengetahuan keterampilan yang dimiliki oleh perempuan pengusaha akan mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkannya. Berdasarkan pengamatan di lapangan sebanyak 80,00 persen kualitas produk berada pada kualitas menengah ke bawah (sedang), dan sebanyak 20,00 persen berada pada kualitas produk menengah ke atas (baik). Responden yang mengikuti pelatihan keterampilan cenderung memiliki kualitas produk yang baik dan omset yang lebih dari rata-rata seluruhnya. Hal ini terkait dengan kemampuan perempuan pengusaha pada kelompok ini untuk melakukan inovasi pada produk rajutannya.

BAB VII PENGEMBANGAN KAPASITAS PEREMPUAN

PENGUSAHA MELALUI KEADILAN GENDER