• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

5. Karakter

a. Pengertian Karakter

Kata karakter berasal dari bahasa Yunani, yaitu charassein yang artinya “mengukir corak yang tetap dan tidak terhapuskan” (Saputra dkk, 2017: 115). Menurut Suryabrata (dalam Saputra dkk, 2017: 115), mengukir yang berarti karakter dibentuk dengan cara mengukir dalam kebiasaan seseorang dan membutuhkan waktu yang lama. Dalam pandangan Allport menyatakan bahwa “character is personality evaluated and personality is character devaluated. Sedangkan menurut Novak (dalam Lickona, 2012: 81, menjelaskan karakter adalah campuran kompatibel dari seluruh kebaikan yang diidentifikasi oleh tradisi 33eligious, cerita sastra, kaum bijaksana, dan kumpulan orang-orang yang berakal sehat yang ada di dalam sejarah.

Jack Corley dan Thomas Philip (dalam Samani & Hariyanto, 2012: 42), menjelaskan karakter merupakan sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan dan mempermudah tindakan moral. Menurut Suryanto (dalam Azzet, 2016: 16), karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, karakter adalah suatu kumpulan tata nilai yang dilandasi oleh pemikiran, sikap, dan perilaku seseorang. Seseorang yang berkarakter baik adalah yang bisa membuat keputusan dan dapat mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan yang dibuat. Sedangkan seseorang yang berkarakter jelek adalah orang yang tidak jujur, kejam, rakus, dan berperilaku jelek lainnya.

b. Pendidikan Karakter

Dalam Kurikulum 2013 KI 2 mengenai pendidikan karakter pada setiap pembelajaran. Menurut Winton, yang dikutip Samani dan Hariyanto, pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada siswanya (Samani & Hariyanto, 2011: 43). Pendidikan karakter ini telah menjadi sebuah pergerakan pendidikan yang mendukung pengembangan sosial, pengembangan emosional, dan pengembangan etika para siswa. Pendidikan karakter bertujuan membentuk setiap pribadi menjadi insan yang mempunyai nilai-nilai yang utama (Azzet, 2016: 16). Insan yang mempunyai nilai-nilai utama ini adalah yang dinilai dari perilakunya dalam kehidupan sehari-hari, bukan pada pemahamannya. Dengan demikian, hal yang terpenting adalah menekankan pada siswa untuk mempunyai karakter yang baik dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.

Menurut Scerenko (dalam Samani & Hariyanto, 2011: 45), menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah upaya yang sungguh-sungguh dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian (sejarah dan biografi para bijak dari pemikir besar), serta

praktik emulasi (usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari). Menurut Anne Lockwood (dalam Samani & Hariyanto, 2011: 45), menjelaskan bahwa ada tiga proposisi sentral dalam pendidikan karakter “Pertama, tujuan pendidikan moral dapat dikejar/dicapai, tidak semata-mata membiarkannya sekadar sebagai kurikulum tersembunyi, yang tidak terkontrol, dan bahwa tujuan pendidikan karakter telah memiliki dukungan yang nyata dari masyarakat dan telah menjadi kesepakatan bersama. Kedua, bahwa tujuan-tujuan pendidikan moral tersebut adalah bagian dari pendidikan karakter, dan ketiga, perilaku antisosial sebagai bagian kehidupan anak-anak adalah sebagai hasil dari ketidakhadiran nilai-nilai dalam pendidikan”.

Dari beberapa ahli di atas, kesimpulan pendidikan karakter adalah suatu upaya yang direncanakan untuk mendidik dan mengembangkan kemampuan siswa untuk memberikan keputusan baik-buruk dan mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Penanaman nilai akan berjalan secara efektif jika tidak hanya siswa, tetapi juga para guru, kepala sekolah, dan tenaga non-pendidik di sekolah terlibat dalam pendidikan karakter. Pelaksanaan pendidikan karakter dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pada proses pembelajaran langsung, proses pembelajaran tidak langsung, dan melalui budaya yang ada di sekolah.

Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 mengenai tujuan matematika yaitu terdapat nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat dikembangkan dalam belajar matematika. Nilai-nilai karakter tersebut adalah disiplin, jujur, kerja keras, kreatif, rasa ingin tahu, mandiri, dan tanggung jawab (Ariningsih & Amalia, 2020). Disiplin dalam matematika, diharapkan siswa

mampu menggunakan aturan dan konsep matematika. Jujur dalam matematika adalah dibutuhkan pembuktian untuk dapat menyatakan sesuatu yang dianggap benar. Selanjutnya kerja keras pada matematika, siswa dilatih tekun, telaten, dan teliti, tidak putus asa. Kreatif yaitu sikap bagaimana siswa dapat menyelesaikan soal matematika. Dalam matematika juga ada rasa ingin tahu, yang mengakibatkan siswa terus menggali informasi-informasi yang berkaitan dengan lingkungannya. Kemudian mandiri dalam matematika adalah cara menghadapi menyelesaikan tugas oleh siswa. Tanggung jawab berarti disiplin dalam mempelajari matematika. Berdasarkan pernyataan dari para ahli, peneliti mengembangkan nilai pendidikan karakter yaitu kerja keras. Karakter yang ingin dibentuk adalah siswa tidak mudah putus asa atau gigih. Dalam pembelajaran matematika, siswa dilatih untuk tekun, yang berarti dapat melatih kerja keras siswa.

c. Tekun

Tekun adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kesungguhan yang penuh daya tahan dan sesuai dengan kemampuan serta tetap semangat dalam melakukan sesuatu (Sedyawati dkk, 1999: 34). Selain itu, disebutkan juga perilaku tersebut diwujudkan dengan mempunyai semangat tinggi dan kesinambungan serta tidak kendor atau putus asa jika terdapat hambatan-hambatan, dan tanpa harus ada dorongan-dorongan dari luar. Menurut Sardiman (1986: 83), tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu lama, tidak berhenti sebelum selesai).

Menurut Elida ( dalam Resnani, 2017), menyebutkan bahwa ada beberapa indikator yang mencerminkan mahasiswa memiliki kebutuhan untuk sukses yang

tinggi, antara lain (1) tidak cepat putus asa bila menemukan kesulitan dalam belajar, (2) tidak cepat putus asa terhadap prestasi yang dicapai, (3) terbuka dalam menerima kritikan, (4) selalu berkeinginan untuk meningkatkan hasil belajar, (5) berkeinginan untuk mencapai hasil belajar yang terbaik, (6) tidak cepat merasa jenuh/bosan, (7) sangat berkeinginan menyelidiki hal-hal yang baru, dan (8) sangat berkeinginan menegakkan disiplin dan lain sebagainya.

Indikator nilai ketekunan dalam Kaplan dan Robin Koval (Firdaus Ihsan, 2019) menyebutkan orang dikatakan tekun apabila memiliki beberapa indikator yaitu:

1) Memiliki tujuan yang jelas

2) Memiliki rencana rancangan yang terstruktur

3) Terbiasa dengan sikap dan tindakan yang bermanfaat bagi dirinya maupun siapa saja

4) Fokus dalam mengerjakan sesuatu

5) Rajin dan bersungguh-sungguh mengerjakan sesuatu 6) Tidak kenal lelah dan menyerah

Dari pendapat 3 ahli di atas, dapat dilihat arti atau indikator tekun dalam tabel berikut ini.

Tabel 2.3 Indikator menurut para ahli

No. Sedyawati dkk (1999)

Sardiman (1983) Kaplan dan Robin Koval (Firdaus, 2019)

Resnani (2017)

1. Semangat Bekerja terus

menerus dan tidak berhenti sebelum selesai

Tidak kenal lelah dan menyerah

Tidak cepat putus asa bila menemukan kesulitan 2. Melakukan suatu

hal tanpa harus ada

Sangat berkeinginan untuk

dorongan-dorongan dari luar

menyelidiki hal-hal yang baru

3. Memiliki rencana

rancangan yang

terstruktur

4. Fokus dalam

mengerjakan sesuatu

5. Tidak cepat puas

terhadap prestasi yang dicapai 6. Terbuka dalam menerima kritikan 7. Selalu berkeinginan untuk meningkatkan hasil belajar 8. Berkeinginan untuk mencapai hasil belajar yang terbaik. 9. Tidak cepat merasa jenuh/bosan 10. Sangat berkeinginan menegakkan disipin

11. Memiliki tujuan yang

jelas

12. Terbiasa dengan sikap

dan tindakan yang bermanfaat bagi dirinya maupun siapa saja Rajin dan bersungguh-sungguh mengerjakan sesuatu

Dari keempat ahli tersebut, dapat dilihat ada pendapat ahli yang sama tentang indikator tekun, yaitu tidak cepat putus asa bila menemukan kesulitan dan melakukan suatu hal tanpa harus ada dorongan-dorongan dari luar. Kemudian, peneliti sepakat dengan indikator tekun yang disampaikan oleh Kaplan dan Robun

(dalam Firdaus, 2019) yaitu memiliki rencana rancangan yang terstruktur dan fokus dalam mengerjakan sesuatu. Indikator-indikator tekun yang digunakan peneliti yaitu semangat atau tidak cepat putus asa bila menemukan kesulitan dengan kata lain gigih, melakukan hal-hal baru tanpa adanya dorongan dari luar (mampun mencari solusi), memiliki rencana rancangan yang terstruktur, dan fokus dalam mengerjakan sesuatu.

Penulis membuat deskriptor mengenai sikap tekun dari indikator-indikator di atas, yaitu:

1) Gigih

Siswa tidak putus asa dalam mengerjakan semua tugas yang diberikan oleh guru menggunakan media sempoa.

2) Terstruktur

Siswa mengerjakan soal secara berurutan atau runtut menggunakan sempoa. 3) Fokus

Siswa duduk dengan tenang menggunakan sempoa untuk mengerjakan soal. 4) Mampu mencari solusi

Saat mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal, siswa bersedia bertanya kepada guru.

Karakter tekun ini diwujudkan oleh diri sendiri tanpa adanya dorongan dari luar. Karakter tekun dibutuhkan pada setiap muatan pembelajaran.

Dokumen terkait