• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. SEKILAS TENTANG KONGREGASI FRATER BUNDA

E. Karakteristik Kepemimpinan Religius

Tuntutan-tuntutan dalam kepemimpinan religius dalam banyak hal sama dengan apa yang menjadi tuntutan kepemimpinan profan, namun ada tuntutan-tuntutan lain yang lebih mendasar dan sekaligus merupakan kekhasan bagi kepemimpinan religius. Keunikan karakteristik atau ciri-ciri pelayanan yang harus dimiliki dan diberikan oleh seorang pemimpin religius kepada para anggotanya sebagaimana dikemukakan oleh Darminta (2005: 28-34) adalah sebagai berikut :

1. Melindungi Kharisma Pendiri

Pemimpin religius adalah orang yang bertanggungjawab atas perkembangan tarekat religius khususnya dan Gereja pada umumnya. Tidak dapat disangkal bahwa zaman telah berubah dan kemajuan teknologi telah menguasai segala aspek kehidupan manusia dari saat ke saat. Kenyataan ini di satu sisi telah membawakan sesuatu yang positif namun di sisi lain juga ada dampak-dampak negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia terutama hidup para religius. Oleh karena itu dalam menghadapi situasi ini, para pemimpin religius sebagai penanggungjawab kelangsungan hidup tarekat dan para anggotanya tidak boleh melupakan atau meninggalkan apa yang menjadi “Kharisma dan semangat pendiri”. Dalam hal ini mereka harus berpegang teguh padanya sebagai “api” dan “roh” yang senantiasa memberikan semangat serta inspirasi dalam memaknai perjalanan panggilan hidup mereka sehari-hari sesuai dengan situasi dan perkembangan zaman.

2. Memajukan Kesatuan dan Persatuan

Persaudaraan dan ikatan kasih merupakan sesuatu yang mendesak untuk dibangun dalam penghayatan hidup bersama sebagai komunitas religius. Persaudaraan yang dibangun hendaknya berdasar pada “kesadaran yang tinggi akan nilai pribadi, nilai perbedaan aspirasi dan gerak-gerak batin yang hidup”. Dalam membangun persaudaraan ini pemimpin hendaknya mendorong dan mengarahkan anggotanya untuk menciptakan suatu komunitas yang harmonis dan memberi kesempatan kepada anggotanya untuk saling berbagi dan melengkapi satu sama lain dari segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

3. Hormat Terhadap Pribadi

Seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya harus selalu mengedepankan sikap hormat terhadap masing-masing pribadi para anggotanya. Ia juga harus selalu menyadari bahwa ia memiliki tanggung jawab penuh untuk mengembangkan kepribadian masing-masing anggotanya sesuai dengan bakat dan talenta yang dimilikinya. Hormat terhadap pribadi didasarkan pada pemahaman bahwa hak-hak pribadi merupakan sesuatu yang luhur dan mulia. Hormat terhadap pribadi juga berarti berusaha menghargai ide-ide dan perasaan-perasaan sesama anggotanya, berusaha menemukan dan mengembangkan kualitas-kualitas atau sifat-sifat positif yang ada dalam pribadi para anggota yang dipimpinnya.

4. Kasih dan Percaya

Salah satu ciri dari kepemimpinan religius adalah menyatakan dan menunjukkan kasih Allah dalam hidupnya kepada para anggota. Kasih dan kepercayaan merupakan tanda untuk membuktikan bahwa apakah relasi pribadi yang terbangun antara pemimpin dan para anggotanya benar-benar otentik atau tidak. Bila tidak ada kasih dan kepercayaan di antara kedua belah pihak, maka dalam hubungan di antara keduanya akan muncul ketakutan, hambar, kaku, penuh ketegangan dan penuh curiga. Hubungan seperti ini akan membekukan relasi antar pribadi dan bahkan bisa mematikan daya rasuli yang hendak dibangun dan dihayati. Sebaliknya apabila relasi yang dibangun di antara pemimpin dengan para anggotanya didasari oleh nilai kasih dan kepercayaan satu sama lain, maka akan nampak keharmonisan, saling menghargai dan saling percaya satu sama lain, yang dengan sendirinya akan turut meningkatkan semangat kerasulan mereka bagi sesama.

5. Menafsir Tanda-tanda Zaman

Hidup di zaman sekarang ini harus disadari bahwa tidak hanya Roh Kudus yang berkarya dalam diri manusia dan dunia tetapi kejahatan pun berjuang lebih giat dengan segala tipu muslihatnya untuk merusak manusia dan dunia ini. Karena itu seorang pemimpin religius perlu mengembangkan kemampuan pembedaan roh dan meningkatkan kualitas relasinya dengan yang Ilahi. Sangat penting diketahui bagaimana seorang pemimpin menemukan gejala-gejala atau kecenderungan yang terjadi dalam hidup sehingga dapat membawa dia ke suatu pengarahan yang bijaksana dan seturut kehendak Allah. Tanda-tanda zaman memang selalu bersifat mendua dan misteri, maka itu perlu diteliti dan dicermati sehingga tidak merusak kehidupan bersama dalam tarekat. Cara yang tepat dan efektif untuk membaca tanda-tanda zaman adalah selalu mengarahkan hidupnya kepada Kristus dan melihat sesuai dengan “mata” Kristus, tanda-tanda zaman tersebut, kemudian berusaha menemukan nilai positif di baliknya untuk kemudian dikembangkan dalam hidup sehari-harinya.

6. Menyesuaikan Unsur-unsur Positif

Tidak perlu diragukan lagi bahwa tanda-tanda zaman selalu mengandung nilai-nilai positif atau mengandung janji serta undangan Allah untuk hidup secara baru dan bernilai. Semuanya itu perlu diterjemahkan ke dalam hidup sehari-hari dan dalam hidup kelembagaan. Dialog, tanggung jawab, prinsip subsidiaritas, komunikasi antar pribadi, dan sebagainya memberi kesempatan kepada komunitas dan pribadi-pribadi untuk memperoleh inspirasi serta cara-cara baru dalam menghayati panggilan dan perutusannya.

7. Memberi Inspirasi

Pemimpin yang hidup di tengah-tengah situasi yang penuh ketakutan, keraguan, ketidakpastian, dan ketidakberdayaan yang sering membawa kerapuhan, dalam situasi yang memunculkan sikap pesimistis dan putus asa, perlu memberikan inspirasi dan daya hidup bagi orang-orang di sekitarnya terutama para anggotanya. Untuk itu seorang pemimpin perlu memiliki iman yang mendalam akan cinta kasih Allah. Ia juga perlu memiliki kebesaran jiwa dan kedewasaan yang menjadikannya benar-benar siap dan tulus menerima anggota-anggotanya dengan segala kelebihan dan keterbatasannya.

Pemimpin hendaknya juga memiliki kepekaan dan keterbukaan hati terhadap Roh Kudus. Dengan demikian ia akan memiliki keberanian untuk maju, memiliki visi yang luas dan membangun, semangat dan keteguhan untuk berjuang tanpa henti melawan berbagai macam ketakutan ketidakpastian, kemapanan palsu, kecemasan ataupun kesuraman hidup.

8. Orang Yang Memperbaharui Diri Terus-menerus

Hal ini menjadi tuntutan dasar untuk menjadi pemimpin sejati di zaman sekarang. Pada dasarnya gambaran seorang pemimpin religius adalah orang yang selalu sadar akan terjadinya perubahan terus-menerus dalam lingkungannya. Dia mau menerima kenyataan apapun bentuknya, bukannya merasa mapan dan puas dengan apa yang dicapainya saat ini. Pemimpin religius adalah orang yang terbuka dan bersedia melakukan pembaharuan terus-menerus dalam hidupnya.

Berikut ini beberapa hal yang menunjukkan pembaharuan diri seorang pemimpin religius menurut, Darminta (2005: 36-44) adalah sebagai berikut:

a). Mengatasi rutinitas

Rutinitas sering membawa kejenuhan dalam hidup maupun karya. Karena itu pemimpin perlu berjuang untuk tidak terikat dengan kebiasaan-kebiasaannya sendiri. Ia perlu memupuk semangat untuk mempersembahkan pelayanan yang lebih dan terbuka mendengarkan pendapat orang lain ataupun koreksi persaudaraan untuk memperbaharui dan membangun diri terus-menerus.

b). Berani mengambil resiko berbuat salah

Seorang pemimpin harus berani melakukan percobaan-percobaan atau terobosan-terobosan baru dalam kepemimpinannya. Tetapi ia juga harus berani dan siap untuk menghadapi dan menanggung segala resikonya. Bila itu terjadi maka pemimpin tidak takut akan adanya penilaian dan kritikan yang dilontarkan kepadanya. Ia tidak menjadi orang yang keras kepala atau keras hati namun sebaliknya menjadi semakin terbuka dan rendah hati mengakui segala kelemahannya. Ia juga akan memiliki daya tahan untuk tidak menyerah dan berani memulai lagi. Seorang pemimpin yang selalu merasa diri benar tidak akan mampu mendorong dan mengundang kepercayaan dari anggotanya.

c). Terus-menerus mempelajari sasaran rasuli

Pembaharuan yang memiliki dasar kuat memerlukan analisis-refleksi yang mendalam dan terus-menerus atas tujuan-tujuan apostolis serta tujuan yang mau dicapai dalam kerasulan. Menentukan prioritas disertai kreativitas yang tinggi sangat diperlukan oleh pemimpin di zaman sekarang.

d). Menyesuaikan cara memimpin

Pembaharuan struktur organisasi yang ada dalam konstitusi harus sungguh dipahami dan dimengerti oleh seorang pemimpin. Sebagai gerakan, jiwa dan semangat, hidup seorang religius hendaknya membentuk struktur-struktur baru yang lebih manusiawi yang menopang penghayatan hidup religius dan perkembangan tarekat. Unsur-unsur baru seperti dialog, komunikasi, prinsip subsidiaritas, dicermen dan sebagainya merupakan unsur-unsur penting yang perlu dalam mengembangkan relasi horisontal antara pemimpin dengan anggotanya, sehingga nampak bahwa relasinya tidak melulu bersifat vertikal atau atasan-bawahan, namun sebaliknya membangun suatu relasi horisontal yang mengutamakan kesederajatan dan menjunjung tinggi martabat manusia sebagai makhluk yang diciptakan secitra dengan Allah.

e). Memajukan komunikasi yang sehat

Pemimpin yang sadar akan perlunya pembaharuan diri terus-menerus juga akan tahu pentingnya nilai komunikasi. Komunikasi bukan sekedar saling menyampaikan gagasan serta perasaan emosi. Lebih dalam lagi komunikasi berarti pemberian diri dalam cinta. Tugas seorang pemimpin adalah mempermudah komunikasi antar anggotanya, ia berusaha mengikis sekat-sekat yang menghalangi perkembangan jasmani dan rohani para anggotanya. Hubungan dan komunikasi yang sehat antara pemimpin dan anggota akan menumbuhkan rasa saling pengertian, pengakuan dan hormat satu sama lain.