• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Karakteristik Kurikulum SD 2013

BAB II

LANDASAN TEORI

Uraian dalam bab ini terdiri dari kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian.

A. Kajian Pustaka

Uraian dalam subbab ini terdiri dari beberapa teori pendukung penelitian. Peneliti membahas beberapa hal di antaranya adalah karakteristik kurikulum SD 2013, keterampilan dasar abad 21, perangkat pembelajaran, dan pembelajaran inovatif.

1. Karakteristik Kurikulum SD 2013

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum merupakan rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Hal senada juga diungkapkan oleh Triwiyanto (2015:23) yang menyimpulkan bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan penataan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai produktivitas pendidikan. Berdasarkan pendapat kedua ahli, dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan rencana yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.

Sepanjang sejarah, kurikulum di Indonesia mengalami perkembangan untuk disesuaikan dengan kebutuhan. Perubahan didasarkan pada 5 prinsip pengembangan kurikulum yaitu relevansi, kontinuitas, fleksibilitas, efektivitas, dan efisiensi (Toenlioe, 2017:31). Triwiyanto (2015:88-89) memaparkan bahwa relevansi berkaitan dengan lingkungan anak, perkembangan zaman, dan tuntutan dunia kerja; kontinuitas dimaksudkan adanya hubungan antar tingkat dan jenis

13

pendidikan; fleksibilitas mensyaratkan adanya ruang bebas untuk mengembangkan program pembelajaran; dan efektivitas ditinjau dari kertercapaian yang direncanakan; efisiensi dimaksudkan agar hasil dan usaha dapat seimbang.

Pada abad 21 ini, pemerintah Indonesia melakukan pembaharuan kurikulum dari kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013. Perubahan dilakukan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar menjadi pribadi yang produktif, kreatif, inovatif, afektif, dan beriman (Kunandar, 2014:16). Mulyasa (2013:7) mengungkapkan jika implementasi Kurikulum 2013 mengintegrasikan pendidikan karakter diseluruh pembelajaran pada setiap bidang studi. Sehingga dalam orientasinya, kurikulum dapat menyeimbangkan antara pencapaian kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge) (Prastowo. 2015:5).

Kosasih (2014:70) mengungkapkan bahwa Kurikulum 2013 dalam proses pembelajarannya memadukan penalaran induktif dan penalaran deduktif. Pengalaman induktif menghendaki peserta didik menemukan pengalaman dan pengetahuannya sendiri di lapangan. Sedangkan pengalaman deduktif memanfaatkan pengetahuan dan teori yang ada sebagai pengetahuan baru bagi peserta didik. Ahli lain, Widyastono (2014:30) menuliskan bahwa Kurikulum 2013 menekankan kompetensi pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik secara holistik, yang harus diimplementasikan dalam pembelajaran dan ditagih dalam rapor sebagai penentu kenaikan kelas dan kelulusan peserta didik. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang dikembangkan dengan menekankan kompetensi sikap sebagai pondasi dalam mengembangkan karakter peserta didik untuk mencapai kompetensi pengetahuan dan keterampilan melalui proses konstruksi secara mandiri.

Kurikulum 2013 terutama di Sekolah Dasar (SD) memiliki enam karakteristik essensial yaitu menggunakan pembelajaran terpadu,

14

menggunakan pembelajaran saintifik, mengembangkan pendidikan karakter, mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan penilaian autentik, dan berpusat pada siswa. Berikut merupakan penjelasan dari setiap karakteristik Kurikulum 2013:

a. Menggunakan pembelajaran terpadu

Pembelajaran terpadu atau pembelajaran tematik digunakan dalam pengimplementasian Kurikulum 2013. Pembelajaran ini sudah diterapkan pada kurikulum sebelumnya yaitu KTSP, namun pada jenjang Sekolah Dasar hanya menyasar untuk siswa kelas bawah. Pada Kurikulum 2013, penggunaan pembelajaran terpadu disamaratakan dari siswa kelas bawah hingga siswa kelas atas.

Depdiknas (2006:5) menyatakan bahwa pembelajaran tematik pada dasarnya merupakan model dari kurikulum terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik. Pembelajaran terpadu menggunakan situasi riil dan aktif agar dapat menarik minat siswa untuk mencapai berbagai kompetensi yang ditargetkan (Akbar dkk, 2016:9). Senada dengan pendapat tersebut, Joni (dalam Trianto, 2014:56) mengungkapkan jika pembelajaran terpadu memungkinkan siswa secara individual atau kelompok aktif dalam mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan autentik. Pembelajaran akan semakin bermakna apabila sesuai dengan kebutuhan siswa (Kadir dan Hanun, 2014:24).

Trianto (2014:62) menyatakan pembelajaran terpadu memiliki beberapa karakteristik, di antaranya:

1) Holistik, suatu gejala atau peristiwa diamati dan dikaji dari berbagai bidang studi sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak.

15

2) Bermakna, pengkajian fenomena dari berbagai aspek memiliki jalinan sehingga hasil belajar lebih bermakna dan dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan. 3) Autentik, kegiatan belajar dilaksanakan secara langsung agar

peserta didik dapat mengkontruksi sendiri pengetahuan, bukan hasil pemberitahuan guru.

4) Aktif, pembelajaran terpadu didasarkan pada pendekatan discovery-learning sehingga mengajak siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi.

Dari uraian di atas, terpadu merupakan pembelajaran yang menyajikan konsep keterpaduan berbagai disiplin ilmu dengan mempertimbangkan keterkaitan isi sehingga dalam pergantian materi bersifat landai. Pembelajaran terpadu juga menitikberatkan pada peran siswa untuk mengkontruksi sendiri pengetahuan melalui penyajian pengalaman belajar yang dikemas secara nyata untuk memberikan pengalaman yang lebih bermakna.

b. Menggunakan pendekatan saintifik

Pendekatan saintifik (scientific approach) merupakan model pembelajaran yang diterapkan dalam Kurikulum 2013 untuk memberikan inovasi terhadap proses pendidikan. Pembelajaran saintifik direkomendasikan untuk digunakan di setiap pembelajaran disemua jenjang pendidikan (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah). Hosnan (2014:34) menyatakan bahwa pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal dan memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah tanpa mengenal batas ruang dan waktu. Pendekatan ilmiah mengajarkan kepada siswa agar mampu meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi melalui berbagai penyelesaian secara sistematis. Pemikiran yang

16

demikian dapat melatih pola pikir dan karakter siswa untuk memiliki pemikiran seperti seorang ilmuan.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81-A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013 Lampiran IV Pedoman Umum Pembelajaran menyatakan bahwa pada Kurikulum 2013 sintaks pembelajaran saintifik ditetapkan dengan urutan mengamati, menanya, mencari data atau informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan.

1) Mengamati

Mengamati atau observasi merupakan kegiatan belajar yang dilakukan secara sengaja dan sistematis dengan jalan pengamatan dan pencatatan (Hosnan, 2014:40). Observasi dilakukan menggunakan panca indra untuk memperoleh informasi (Kunandar, 2014:202). Objek observasi diberikan secara nyata untuk kemudian dideskripsikan secara faktual sesuai dengan objek yang diamati. Kegiatan ini bermanfaat untuk menarik perhatian dan keingintahuan siswa untuk mempelajari lebih mendalam.

Kegiatan mengamati dapat dilakukan dengan beberapa langkah di antaranya: a) menentukan objek yang akan diamati; b) membuat pedoman pengamatan sesuai dengan objek yang akan diamati; c) menentukan tempat pelaksanaan pengamatan; dan; d) menentukan cara yang digunakan untuk mencatat data pengamatan.

2) Menanya

Menanya merupakan kegiatan mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami. Pertanyaan dimulai dari yang sifatnya faktual hingga ke pertanyaan yang bersifat hipotesis. Bertanya merupakan bagian terpenting dari pembelajaran saintifik karena dapat membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian siswa terhadap pembelajaran

17

(Kemendikbud, 2013). Dalam tahapan ini, guru berperan sebagai pemandu untuk merangsang siswa dalam memecahkan masalah dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dan dibaca. 3) Mencari data atau informasi

Mencari data atau mengumpulkan informasi merupakan kegiatan lanjutan dari tahap bertanya untuk menghasilkan data yang dapat menjawab masalah dari pertanyaan atau hipotesis yang diajukan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan membaca sumber dari buku teks, mengamati objek atau kejadian atau aktivitas, maupun wawancara dengan narasumber. Setelah data terkumpul, siswa menghubungkan informasi satu dengan informasi lainnya untuk kemudian disimpulkan sesuai dengan informasi yang diperoleh. Tahapan ini dapat mengembangkan kompetensi sikap melalui penerapan sikap ilmiah yaitu teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, mampu berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi dengan berbagai cara, serta mengembangkan kebiasaaan belajar sepanjang hayat.

4) Mengasosiasi atau menalar

Mengasosiasi merupakan kegiatan menalar untuk mengolah data. Istilah menalar menggambarkan bahwa guru dan siswa merupakan pelaku aktif yang berusaha mencari solusi berdasar sumber yang ada (Kemendikbud, 2013). Solusi tersebut berupa kesimpulan dari kegiatan menalar yang dianalisis secara logis dan sistematis berdasarkan fakta empiris dari kegiatan observasi. 5) Mengomunikasikan

Mengomunikasikan merupakan tahap penyampaian hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis yang dapat dilakukan secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Pada tahap ini guru diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada

18

siswa untuk menyampaikan apa yang telah dipelajari selama kegiatan belajar menggunakan pembelajaran saintifik. Hasil belajar dari mengomunikasikan ini adalah siswa dapat memformulasikan dan mempertanggungjawabkan pembuktian hipotesis.

Berdasar uraian di atas, lima tahap dalam pembelajaran saintifik yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan data, menalar, dan mengomunikasikan. Kelima tahapan harus dilakukan secara berkesinambungan untuk memaksimalkan ketercapaian kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

c. Mengembangkan pendidikan karakter

Kurikulum 2013 lebih fokus pada pengembangan pendidikan karakter, kemudian baru memikirkan langkah untuk mengembangkan tujuan yang akan dicapai (Mulyasa, 2013:12). Pendidikan karakter dilakukan melalui proses belajar mengajar pada setiap materi pembelajaran (Kemendiknas, 2012). Pendidikan karakter dalam Kurikulum 2013 bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil belajar yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan untuk membekali peserta didik sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan teknologi (Mulyasa, 2013:7). Akbar (2013:129) menambahkan bahwa pendidikan karakter pada dasarnya adalah upaya untuk menjadikan peserta didik berkarakter baik, hidup dengan benar dalam hubungan seseorang dengan Tuhan, sesama manusia, alam lingkungan hidupnya, bangsa dan negaranya.

Dalam bukunya, Yani (2009:2) menekankan bahwa terdapat 18 butir utama yang diajarkan dalam pendidikan karakter yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai

19

prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Pada Kurikulum 2013, pendidikan karakter tersirat dalam kompetensi inti yaitu kompetensi inti 1 (KI-1) yaitu sikap spiritual dan kompetensi inti 2 (KI-2) yaitu sikap sosial. Perkembangan pendidikan karakter dapat diukur melalui penilaian menggunakan rincian rubrik yang telah disusun dengan memprediksi perkembangan siswa melalui pengamatan yang dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung. Sehingga dalam pembelajaran, guru harus merekayasa pembelajaran seperti biasanya untuk mencapai KI-3 dan KI-4 yaitu kompetensi pengetahuan dan keterampilan, tanpa luput menyisipkan pendidikan karakter agar dapat menumbuhkan kompetensi sikap spiritual dan sosial.

Dari uraian di atas, pendidikan karakter pada kurikumum 2013 dikembangkan selama proses pembelajaran untuk menumbuhkan 18 sikap utama dalam kehidupan agar mampu menjadi pribadi yang baik sehingga mampu untuk menjawab tantangan zaman.

d. Mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi

Kemampuan berpikir tingkat tinggi atau higher order thinking skills (HOTS) merupakan suatu proses berpikir peserta didik dalam level kognitif yang lebih tinggi pada hirarki berpikir Taksonomi Bloom. Hasil revisi Anderson dan Krathwohl, Taksonomi Bloom terbagi menjadi enam kategori yaitu: (1) mengingat, (2) memahami, (3) mengaplikasi, (4) menganalisis, (5) mengevaluasi, dan (6) mencipta. Setiap kategori merupakan hirarki yang dimulai dari kemampuan berpikir tingkat rendah atau lower order thingking skills (LOTS)hingga kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kategori berpikir tingkat tinggi dimulai dari hirarki atau jenjang menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Sedangkan mengingat, memahami, dan mengaplikasi merupakan jenjang berpikir tingkat rendah. Namun, untuk mencapai higer order thinking skills, guru harus

20

mengintegrasikan setiap level berpikir dari mengingat kemudian ke level berikutnya secara berkesinambungan. Secara umum, manusia perlu menghafal dan memahami dasar ilmu yang dipelajari untuk kemudian bisa mencapai tahap berpikir kritis dan kreatif.

Dalam Taksonomi Bloom terdapat 4 dimensi pengetahuan yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif (Anderson dan Krathwohl, 2014:67-91). Pengetahuan faktual berisikan elemen dasar yang harus diketahui siswa jika ingin mempelajari suatu disiplin ilmu. Pengetahuan konseptual mencakup pengetahuan tentang kategorial, klasifikasi, dan hubungan antara dua atau lebih kategori. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu. Sedangkan pengetahuan metakognitif merupakan dimensi baru dalam Taksonomi Bloom untuk mencantumkan hasil penelitian terbaru tentang peran pengetahuan. e. Menggunakan penilaian autentik

Penilaian adalah upaya sistematik yang dilakukan melalui pengumpulan data yang sahih kemudian diolah untuk pengambilan kebijakan suatu program pendidikan (Sani, 2016:15). Istilah autentik sepadan dengan asli, nyata, valid, atau reliabel (Hosnan, 2014:387). Melalui penilaian autentik diharapkan dapat memperoleh berbagai informasi yang benar dan akurat (Hosnan, 2014:388). Majid (2014:74) menuturkan jika penilaian autentik memiliki hubungan kuat terhadap pendekatan ilmiah sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Majid (2014:iii) menambahkan bahwa penilaian autentik (authentic assessment) adalah proses yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi terkait keberhasilan belajar. Penilaian harus dilakukan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung untuk memperoleh bukti autentik dan akurat dalam menilai penguasaan peserta didik pada aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan tuntutan

21

kompetensi inti dan kompetensi dasar. Permendiknas Nomor 20 Tahun 2017 tentang Standar Penilaian Pendidikan menetapkan bahwa penilaian autentik terdiri dari tes tulis, tes lisan, praktik, kinerja, observasi selama kegiatan, serta penugasan. Penilaian autentik memungkinkan peserta didik untuk mengevaluasi hasil belajar yang telah dicapai dan memuat rencana untuk meningkatkan kompetensinya.

f. Berpusat pada siswa

Kunci sukses dalam implementasi Kurikulum 2013 adalah aktivitas peserta didik (Mulyasa, 2013:45). Mulyasa (2013:164) menambahkan bahwa siswa menjadi subjek belajar dalam proses belajar untuk secara langsung mengalami dan membentuk pengetahuannya, bukan transfer pengetahuan (transfer of knowledge). Arah dan tujuan pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan anak didik, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator atas kebutuhan anak didik dalam mengembangkan diri (Kadir, 2014:22). Belajar mengalami sendiri pada kondisi nyata akan menghasilkan penguasaan yeng lebih baik serta membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk belajar (Sani, 2014:266).

Suyatno (2009:8) mengungkapkan bahwa student centered atau berpusat pada siswa mengandung pengertian pembelajaran menerapkan strategi pedagogi yang mengorientasikan siswa kepada situasi bermakna, kontekstual, dunia nyata, dan menyediakan sumber belajar, bimbingan, petunjuk bagi pembelajar ketika mereka mengembangkan pengetahuan tentang materi pelajaran yang dipelajari sekaligus keterampilan memecahkan masalah. Guru memfasilitasi siswa untuk belajar sehingga mereka lebih leluasa untuk belajar. Suyatno (2009:8-9) memaparkan bahwa paradigma yang menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran dan siswa sebagai objek, seharusnya diubah dengan menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang secara aktif membangun pemahamannya

Dokumen terkait