• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumah tangga petani padi sawah dalam penelitian dibedakan berdasarkan status sosialnya, yaitu petani padi sawah dan buruh tani. Rata-rata luas lahan yang dimiliki rumah tangga petani padi sawah adalah 0.975 hektar. Karakteristik rumah tangga petani padi sawah adalah keadaan atau kondisi yang berhubungan langsung dengan rumah tangga petani padi sawah di Desa Ciasihan. Karakteristik rumah tangga petani padi sawah dibagi ke dalam lima variabel yaitu umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan tingkat kekosmopolitan yang dibedakan menurut status sosial petani yaitu petani padi sawah dan buruh tani.

Umur

Umur diartikan sebagai lama hidup responden hingga pada saat penelitian dilakukan yang dihitung sejak hari kelahiran dan dinyatakan dalam tahun. Dalam penelitian ini diperoleh sebaran umur petani padi sawah berkisar antara 32 tahun sampai 95 tahun. Sebaran umur buruh tani berkisar antara 32 tahun sampai 88 tahun. Selanjutnya umur digolongkan menjadi dua kategori menurut emik yaitu ≥65 tahun sebagai umur tua dan <65 tahun sebagai umur muda.

Tabel 7 Jumlah dan persentase responden rumah tangga petani padi sawah dan buruh tani menurut umur di Desa Ciasihan tahun 2016

Status Sosial Petani Tua (≥ 65 tahun) Muda (< 65 tahun) Total

Orang % Orang % Orang %

Petani 9 45 11 55 20 100

Buruh tani 10 50 10 50 20 100

Data pada tabel 7 menggambarkan bahwa 55 persen dari rumah tangga petani padi sawah merupakan petani padi sawah yang berada pada umur muda. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan lahan di RW 03 Desa Ciasihan tetap didominasi oleh petani muda karena warisan, membeli sendiri, atau hasil gadai. Alasan ini didukung oleh pernyataan yang dikemukakan oleh salah satu responden berikut.

“...Lahannya ada yang sumbernya dari warisan. Sebagian ada juga yang beli. Sebagian ada juga hasil gadai. Jadi ada tiga macam. Atau kalo ngga punya gadai ya sewa...”–Bapak US, 63 tahun.

Selanjutnya, tabel 7 menunjukkan bahwa rumah tangga buruh tani menyebar secara seimbang pada umur muda dan tua. Hal ini mengindikasikan bahwa menjadi seorang buruh tani masih menjadi alternatif bagi penduduk muda maupun tua untuk menghidupi kebutuhan rumah tangga. Akan tetapi, pernyataan responden berikut menekankan bahwa saat ini buruh tani lebih banyak dijalani

oleh penduduk yang berumur muda. Indikasi ini didukung oleh pernyataan oleh salah satu responden berikut.

“...Umumnya yang muda jadi buruh tani. Kalo yang udah tua

mah ngga kuat lagi mencangkul. Tapi masih banyak petani tua yang bekerja sebagai buruh tani karena terpaksa untuk memenuhi

kebutuhan...”-Pak AS, 60 tahun.

Sebaran umur petani padi sawah di RW 03 Desa Ciasihan sebenarnya tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara petani padi sawah dan buruh tani. Golongan muda cenderung lebih banyak dibandingkan golongan tua. Akan tetapi, menurut penuturan informan, Pak Aan selaku Ketua LPM Desa Ciasihan bahwa jumlah petani yang banyak pada golongan umur muda umumnya tidak menjadikan petani sebagai pekerjaan utama mereka melainkan hanya sebagai penghasilan sampingan. Mereka lebih memilih untuk menekuni kesibukannya yang bidangnya di luar pertanian.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah jenjang terakhir sekolah formal yang pernah diikuti responden sampai dengan saat penelitian. Tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu tingkat pendidikan rendah dan tingkat pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan rendah terdiri dari tidak tamat/tamat SD dan tamat SMP sedangkan tingkat pendidikan tinggi terdiri dari tamat SMA ke atas.

Tabel 8 Jumlah dan persentase responden rumah tangga petani padi sawah dan buruh tani menurut tingkat pendidikan di Desa Ciasihan tahun 2016

Status Sosial Petani Rendah (≤SMP) Tinggi (>SMP) Total

Orang % Orang % Orang %

Petani 11 55 9 45 20 100

Buruh tani 20 100 0 0 20 100

Berdasarkan tabel 8 dapat diperoleh informasi bahwa baik rumah tangga petani padi sawah dan buruh tani masih memperoleh tingkat pendidikan yang rendah. Rumah tangga petani padi sawah sebanyak 55 persen masih memiliki tingkat pendidikan rendah bahkan buruh tani semuanya tergolong berpendidikan rendah. Hal ini dilatarbelakangi oleh kelengkapan fasilitas pendidikan di Desa Ciasihan masih terbilang baru sehingga kesadaran untuk berpendidikan tinggi belum menjadi urgensi bagi warga setempat bila dibandingkan dengan pilihan untuk mencari nafkah. Kondisi ini didukung oleh pendapat dari salah satu responden sebagai berikut.

27

“...Pertama, tadinya sekolah belum seperti sekarang. Contohnya tahun 1972, SD cuma satu-satunya di Parabakti. Untuk pergi ke sekolah itu jaraknya 6-8km. Untuk hal seperti itu, ya tamat sSD aja udah bagus. Kedua, kalo dulu bukan seperti sekarang. Kalo sekarang tinggal maunya saja. Selain itu juga masalah biaya...”

–Pak IJ, 49 tahun.

Tabel 9 Persentase tingkat pendidikan responden rumah tangga petani padi sawah dan buruh tani menurut jenis kelamin di Desa Ciasihan tahun 2016

Status Sosial Petani

Tingkat pendidikan laki-laki (%) Tingkat pendidikan perempuan (%) Rendah (≤SMP) (>SMP) Tinggi Rendah (≤SMP) (>SMP) Tinggi Petani 55 45 85 15 Buruh Tani 100 0 100 0 Total 100 100 100 100

Berdasarkan tabel 9 dapat diperoleh informasi bahwa baik tingkat pendidikan laki-laki maupun perempuan pada rumah tangga petani padi sawah dan buruh tani masih tergolong rendah. Dari 40 responden perempuan dalam rumah tangga petani padi sawah, hanya tiga orang yang tergolong berpendidikan tinggi yaitu dua responden lulus SMA dan satu responden lulus PGA (Pendidikan Guru Agama). Hasil temuan ini diperkuat oleh pernyataan dari salah satu responden berikut.

“...Kebanyakan perempuan di desa teh lulusan SD sama SMP. Soalnya perempuan masih dianggap nggak perlu sekolah tinggi, balik-balik ke dapur juga. Kalau sudah tamat SD biasanya langsung

nikah...” –Ibu RS, 55 tahun

Fenomena inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa perempuan terus terjebak dalam aktivitas domestik dan kurang berkontribusi dalam pelaksanaan strategi nafkah. Tingkat pendidikan rendah mencerminkan kemampuan sumber daya rendah sehingga untuk mencari nafkah pun masih turut suami dengan menjadi buruh nandur yang dibayar lebih rendah daripada buruh tani laki-laki yaitu Rp20 000-Rp25 000 bahkan ada yang tidak dibayar pada kelompok rumah tangga petani padi sawah karena dianggap hanya sekedar membantu pekerjaan suami dan mencari nafkah hanya kewajiban seorang suami.

Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Jumlah tanggungan pada penelitian ini dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu jumlah banyak dan sedikit. Banyak berarti rumah tangga petani padi sawah dan buruh tani tersebut memiliki jumlah tanggungan keluarga lebih dari atau sama dengan tiga orang. Sedikit berarti rumah tangga petani padi sawah dan buruh tani tersebut memiliki jumlah tanggungan keluarga kurang dari tiga orang. Rincian mengenai jumlah tanggungan keluarga dijelaskan melalui tabel berikut.

Tabel 10 Jumlah dan persentase responden rumah tangga petani padi sawah dan buruh tani menurut jumlah tanggungan keluarga di Desa Ciasihan tahun 2016

Status Sosial Petani

Banyak

(≥3 orang) (<3 orang) Sedikit Total

Orang % Orang % Orang %

Petani 4 20 16 80 20 100

Buruh tani 3 15 17 85 20 100

Informasi yang diperoleh dari tabel 10 adalah sebanyak 80 persen dari rumah tangga petani padi sawh dan 85 persen dari rumah tangga buruh tani memiliki jumlah tanggungan keluarga sedikit. Informasi yang diperoleh dari tabel ini mengindikasikan umumnya anak dari petani biasanya sudah memiliki rumah tangga masing-masing dan sudah adanya kesadaran untuk melakukan Keluarga Berencana (KB). Berikut ini pendapat dari salah satu responden yang turut mendukung pernyataan diatas.

“...Umumnya petani tua memiliki tanggungan sedikit karena anaknya sudah pada menikah dan tinggal terpisah dengan orang tuanya. Dan untuk rumah tangga petani muda memiliki tanggungan

sedikit karena sadar dengan program KB...”–Pak AS, 60 tahun. Tingkat Kekosmopolitan

Tingkat kekosmopolitan diukur berdasarkan intensitas pergaulan dengan petani dan masyarakat lain untuk mencari informasi dan mengikuti kegiatan sosial kemasyarakatan (Yunita 2011). Dalam penelitian ini, keikutsertaan responden rumah tangga petani dan buruh tani diukur melalui keanggotaan mereka dalam kelompok tani. Gabungan dari seluruh kelompok tani di Desa Ciasihan dikenal dengan nama Gapoktan Karya Mandiri yang saat ini diketuai oleh Haji Udin Syamsuddin. Kelompok tani yang ada di Desa Ciasihan ada enam kelompok yaitu Rajin, Karya Mandiri, Makmur, Asih, Sahaja, dan Saluyu.

29

Abbas dalam Anantanyu (2009) mengemukakan bahwa peranan kelompok tani adalah 1) sebagai wahana belajar bagi petani dan anggotanya agar terjadi interaksi guna meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam berusaha tani yang baik serta berperilaku lebih mandiri untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera, 2) sebagai unit produksi, kelompok tani merupakan kesatuan unit usaha tani untuk mewujudkan kerja sama dalam mencapai skala ekonomi yang lebih menguntungkan, dan 3) sebagai wahana kerja sama antaranggota dan antarkelompok tani dengan pihak lain untuk memperkuat kerja sama dalam menghadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan. Kelompok tani yang berada di RW 03 adalah kelompok tani Makmur. Keanggotaan kelompok tani menurut status sosial petani dijelaskan pada tabel 11 berikut.

Tabel 11 Jumlah dan persentase responden rumah tangga petani padi sawah dan buruh tani menurut tingkat kekosmopolitan pada kelompok tani di Desa Ciasihan tahun 2016

Status Sosial Petani Tidak Ikut Ikut Total

Orang % Orang % Orang %

Petani 10 50 10 50 20 100

Buruh tani 20 100 0 0 20 100

Informasi yang diperoleh dari tabel 11 adalah rumah tangga petani padi sawah dalam keanggotaan Kelompok Tani Makmur menyebar secara seimbang untuk memilih ikut dan tidak ikut. Hal ini disebabkan oleh petani padi sawah yang mengikuti kelompok tani memperoleh manfaat berupa pengetahuan pertanian, bantuan teknologi dan pupuk, serta pelatihan pertanian. Menurut Ketua Gapoktan Karya Mandiri, Pak Haji Udin Syamsuddin, pelatihan pertanian biasanya dilakukan di balai desa sehingga mampu dijangkau oleh setiap anggota kelompok tani dari berbagai RW. Petani yang tidak mengikuti kelompok tani berargumen bahwa mereka lebih memilih untuk mengelola pertanian padi sawahnya sendiri tanpa dilibatkan dari campur tangan kelompok tani. Hal tersebut diungkapkan oleh Pak IJ, 49 tahun.

Berdasarkan tabel 11 juga menunjukkan bahwa responden buruh tani di RW 03 Desa Ciasihan tidak ada yang mengikuti kelompok tani. Pak PS, 62 tahun, menjelaskan bahwa mereka tidak mempunyai lahan seperti halnya petani lainnya sehingga mereka berasumsi bahwa untuk menjadi anggota kelompok tani bukanlah menjadi suatu hal yang perlu dilakukan.

Ikhtisar

Secara keseluruhan, karakteristik rumah tangga petani padi sawah adalah sebagai berikut:

1.

Karakteristik rumah tangga petani adalah dominan berumur muda, tingkat pendidikan rendah, jumlah tanggungan keluarga dominan sedikit, dan tingkat kekosmopolitan sedang.

2. Karakteristik rumah tangga buruh tani adalah sebagian berumur tua dan muda, tingkat pendidikan rendah, jumlah tanggungan keluarga dominan sedikit, dan tidak kosmopolit.

STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI PADI

Dokumen terkait