• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Hakikat Tunanetra

3. Karakteristik Tunanetra Kurang Lihat ( low vision )

Low Vision termasuk kedalam klasifikasi tunanetra yang ringan, maka kemungkinan dapat disembuhkan. Pada anggota perpustakaan Yayasan Mitra Netra banyak ditemui tunanetra yang mengalami low vision, karena itu perlu diketahui karateristiknya, adalah sebagai berikut:

a. Menanggapi rangsang cahaya yang daring padanya.

Bila ada benda yang terkena sinar cahaya, tunanetra kurang lihat bereaksi atau merespon benda tersebut dengan cara mencari benda

yang terkena sinar matahari dan tidak akan berhenti mencari bila belum dapat melihataya

b. Selalu mencoba mengadakan fixation terhadap suatu benda.

memfokuskan terhadap ritik benda, yaitu dengan cara mengerutkan dahi dengan tujuan melihat benda yang ada disekitarnya.

c. Merespon warna

Tunaneta kurang lihat selalu berusaha memberi komentar pada warna benda yang dilihatnya, terutama warna-warna mencolok.

d. Bergerak dengan penuh percaya diri.

Karena tunanetra kurang lihat masih dapat melihat siluet-siluet benda didepannya.

e. Dapat menghindari rintangan-rintangan yang berukuran besar. Dengan

sisa penglihatan yang dimilkinya maka rintangan-rintangan yang berukuran besar masih dapar dihindarinya.

f. Mampu mengikuti gerak benda dengan sisa penglihatannya.

g. Selalu melihat benda dengan menyeluruh. Keterbatasannya dalam

melihat menyebabkan tunanetra kurang lihat tidak jeli melihat benda secara detail atau rinci.

BAB III

YAYASAN MITRA NETRA

A. Latar Belakang

Yayasan Mitra Netra merupakan satu-satunya lembaga swasta yang menjadi pelopor dalam program pelayanan terhadap tunanetra. Banyak prestasi yang telah dicapai dan menghasilkan produk-produk yang inovatif. Yayasan ini lahir di latarbelakangi oleh fenomena minimnya kepedulian masyarakat terhadap eksistensi dan fungsi tunanetra dalam dunia pendidikan dan bahkan dunia kerja. Mitra Netra membangun sebuah model-model pelayanan yang sangat tepat untuk mendampingi tunanetra yaitu dengan program-programnya.

Yayasan Mitra Netra ini adalah organisasi nirlaba yang memusatkan programnya pada upaya meningkatkan kualitas dan partisipasi tunanetra di bidang pendidikan dan lapangan kerja. Mitra Netra Didirikan di Jakarta tanggal 14 Mei 1991, dan berstatus sebagai badan hukum dengan terdaftar pada Tambahan Berita Negara tanggal 14/12 tahun 2001 nomor 100. Yayasan ini didirikan oleh beberapa orang tunanetra yang berhasil menyelesaikan studinya di perguruan tinggi bersama-sama dengan sahabat-sahabat mereka yang bukan tunanetra. Mitra Netra juga diartikan kerja sama antara tunanetra dengan mereka yang bukan tunanetra. Hal ini tercermin dalam struktur organisasi Yayasan ini yaitu hampir di setiap organ organisasi senantiasa terdiri dari unsur tunanetra dan mereka yang bukan tunanetra. Mitra Netra

berprinsip bahwa yang paling memahami masalah dan kebutuhan para tunanetra adalah tunanetra itu sendiri. Akan tetapi untuk mengatasi masalah serta memenuhi kebutuhan tersebut tunanetra tidak dapat melakukannya

sendirian, tunanetra harus bermitra dengan mereka yang tidak tunanetra25.

Semangat kemitraan ini tidak hanya di dalam institusi Mitra Netra saja, tetapi juga diaktualisasikan pada kiprah Yayasan ini di masyarakat. Dalam menyelenggarakan dan mengembangkan layanan untuk tunanetra, Mitra Netra senantiasa bekerja sama dengan lembaga atau organisasi lain baik pemerintah

maupun swasta, dengan maksud untuk membangun sinergi26.

B. Sejarah Singkat Perjalanan Mitra Netra Menuju Rumah Sendiri di Gunung Balong Lebak Bulus

Mitra Netra beroperasi d Gunung Balong pada tahun 2002 yaitu setelah Yayasan ini berumur 11 tahun. Sebelumnya, lembaga yang secara konsisten melayani para tunanetra di negeri ini masih harus berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Saat awal didirikan, Mitra Netra menempati ruangan berukuran3 x 3 m yang berada di sebuah perusahaan penerbit buku (Jambatan) yang terletak di jalan Keramat. Ibu Roswita Singgih yang merupakan salah seorang pengurus kala itu adalah pemilik perusahaan tersebut, beliau yang bersedia meminjamkannya kepada Mitra Netra. Hanya kurang lebih dua tahun berada di sana, Mitra Netra harus pindah karena ruangan itu harus direnovasi dan dimanfaatkan oleh sang pemilik. Dari

25

Data update 2011. www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15 WIB).

26

Data update 2011 www.mitranetra.or.id (Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15 WIB).

Keramat, Mitra Netra kemudian melanjutkan perjalanan hidupnya ke Lenteng Agung, meminjam sebuah rumah yang sedang dalam proses dijual. Tentu ini bukan situasi yang menenangkan hati, sama seperti sebelumnya, karena Yayasan ini harus siap setiap saat meninggalkan rumah tersebut tatkala sang pemilik baru akan menghuni rumah itu.

Hanya kurang lebih satu tahun bermukim di Lenteng Agung, Yayasan ini mendapatkan pinjaman tempat di salah satu ruangan milik Yayasan Pamentas di kawasan Lebak Bulus Jakarta Selatan. Hal ini terjadi karena prestasi Mitra Netra dalam memproduksi bahan-bahan konferensi Disable People International (DPI) dalam huruf Braille untuk peserta tunanetra, yang kala itu diselenggarakan di Jakarta. Atas prestasi ini, ketua panitia konferensi yang juga ketua Yayasan Pamentas mengijinkan Mitra Netra menempati salah satu ruangan berukuran 7 x 5 di lingkungan Yayasan ini. Pada periode inilah kegiatan Mitra Netra mulai tumbuh dan berkembang. Produksi buku bicara mulai dilengkapi dengan studio rekaman kedap suara, meski dalam bentuk yang sederhana. Tidak hanya itu, buku Braille pun mulai diproduksi karena telah memiliki mesin Braille embosser meski masih dalam skala yang kecil yaitu 40 karakter per detik dan hanya mampu mencetak satu sisi (single sided printing).

Karena makin banyaknya kegiatan serta penyebaran tunanetra yang dilayani yaitu hampir di lima penjuru Jakarta, menempati satu ruangan di Yayasan Pamentas saja tidak cukup. Pak Sidarta Ilyas, yang berprofesi sebagai dokter kemudian mengupayakan penambahan fasilitas ruangan kantor.

Melalui pertemanan dengan DR. Sujudi yang kala itu menjabat sebagai Menteri Kesehatan RI, Mitra Netra kemudian mendapatkan pinjaman ruangan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan yang berada di jalan Percetakan Negara Jakarta Pusat. Ruangan berukuran 35 meter persegi ini kemudian dimanfaatkan untuk kantor sekretariat dan layanan pendidikan bagi siswa tunanetra untuk wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Timur dan Jakarta Utara.

Dari sisi manajemen, organisasi sudah memiliki dua kantor secara terpisah yang mana di saat kondisi organisasi masih relatif muda dan belum mapan ini bukanlah hal yang mudah. Kondisi ini akan memperpanjang waktu koordinasi, dan dari sisi biaya ini tentu tidak efisien. Akan tetapi, dari sisi pelaksanaan layanan, keberadaan kantor Mitra Netra di Jakarta Pusat sangat memudahkan tunanetra yang berada di sekitarnya untuk mengakses layanan Mitra Netra meski tidak semuanya, sehingga tidak perlu datang ke pusat layanan yang ada di Jakarta Selatan. Kala itu Mitra Netra dapat dikatakan tidak punya pilihan. Dalam kondisi terus tumbuh di satu sisi dan keterbatasan fasilitas yang dimiliki di sisi lain, kabar gembira datang dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang pada waktu itu dijabat oleh Wardiman. Setelah bertemu dengan para pengurus dan mengetahui peran Mitra Netra dalam melayani tunanetra, Pak Menteri memutuskan untuk memberikan pinjaman kantor kepada Yayasan ini, dan tempat yang dipilih adalah di lingkungan sekolah luar biasa (SLB) untuk tunanetra di jalan Pertanian Raya Lebak Bulus Jakarta Selatan. Keputusan itu adalah, bahwa Mitra Netra

diperbolehkan menggunakan kantor tersebut selama Yayasan ini membutuhkannya.

Kantor dua lantai berukuran 200 meter persegi kemudian dibangun di bagian belakang sekolah untuk tunanetra di Jakarta Selatan tersebut. Hanya ada yang berbeda dari apa yang telah diputuskan sang Menteri dan yang telah diinformasikan kepada Mitra Netra. Setelah melalui proses disposisi, perintah Menteri dikerjakan oleh eselon yang ada di tingkatan lebih bawah. Dan di level inilah keputusan itu diubah. Ruangan kantor dua lantai yang oleh Menteri sedianya boleh dimanfaatkan selama Mitra Netra membutuhkannya, diubah menjadi hanya dipinjamkan dalam waktu tiga tahun. Setelah ruangan kantor yang dipinjamkan itu usai dibangun, kegiatan layanan Mitra Netra yang berada di Yayasan Pamentas lalu dipindahkan ke kantor baru tersebut. Sedangkan kantor sekretariat yang berada di jalan Percetakan Negara tetap dipertahankan.

Sepanjang periode berada di lingkungan SLB ini upaya untuk memiliki kantor sendiri terus dilakukan. Tapi belum memberikan hasil. Dan Karena tidak memiliki alternatif lain, memasuki tahun ketiga masa peminjaman kantor

tersebut. Mitra Netra menyampaikan permohonan perpanjangan

penggunaannya kepada instansi yang memiliki aset tersebut. Akan tetapi bukan persetujuan yang diterima, melainkan pemberitahuan untuk segera pindah karena gedung yang sebenarnya secara fisik sudah tidak lagi memenuhi syarat untuk menampung sarana dan fasilitas yang Mitra Netra miliki ini akan dimanfaatkan untuk keperluan lain. Dan kondisi ini membuat

Mitra Netra memiliki alasan kuat untuk membuat salah satu partnernya yaitu Foundation Dark & Light Blind Care (DLBC) dari Belanda, yang sejak tahun 1999 membiayai program produksi dan distribusi buku Braille serta buku bicara, akhirnya menyetujui permintaan Yayasan ini untuk membelikan kantor baru dan menjadikan kantor itu milik Mitra Netra sendiri.

Ibarat pepatah mengatakan “ Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke

tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian “. Itulah yang Mitra

Netra alami. Selalu dihadapkan dalam kondisi terdesak yang mana harus berpindah-pindah dari kantor-kantor yang sifatnya hanya pinjaman itu telah membuat Mitra Netra sejak tahun 2002 dapat terus bertahan dan terus mengembangkan eksistensinya hingga kini sampai di tempat yang sudah menjadi hak milik Mitra Netra sendiri yaitu tepatnya di jalan Gunung Balong II nomor 58, Lebak Bulus III Jakarta Selatan.

Dokumen terkait