• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. PENDERITAAN ORANG BENAR JAMAN SEKARANG

A. Katekese Sebagai Salah Satu Bentuk Pendampingan Iman Umat

2. Katekese Umat

a. Pengertian Katekese Umat

Untuk memberikan pengertian tentang Katekese Umat, penulis memaparkan pengertian Katekese Umat dari kutipan Yosef Lalu (2005: 5) berdasarkan hasil pertemuan PKKI II pada tahun 1980 di Klender khususnya art.1 yaitu:

Katekese Umat diartikan sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antara anggota jemaat/kelompok. Melalui kesaksian, para peserta saling membantu sedemikian rupa sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara makin sempurna. Dalam Katekese Umat, tekanan terutama diletakkan pada penghayatan iman, meskipun pengetahuan tidak dilupakan. Katekese Umat mengandaikan ada perencanaan.

Dari kutipan ini, Katekese Umat merupakan suatu bentuk komunikasi. Di dalamnya terdapat interaksi dengan cara sharing antar peserta. Penekanan komunikasi iman di sini bukan hanya komunikasi antara peserta dengan pemimpin katekese tetapi peserta dengan peserta sehingga mereka nantinya dapat saling belajar dan memperkaya iman. Yang disharingkan tidak jauh dari pengalaman iman (penghayatan iman) yang dialami peserta. Dengan tukar pengalaman iman ini, peserta dapat saling membantu.

Selain itu dengan sharing ini, iman mereka dikuatkan karena mereka nantinya menyadari bahwa di dalam hidup ini mereka tidaklah sendirian. Ada sesama sebagai sesama warga gereja yang sederajat yang siap untuk membantu. Intinya, Katekese Umat ini bersumber dari pengalaman iman peserta. Akan tetapi unsur pengetahuan tentang iman Kristiani tidak dilupakan Dalam Katekese Umat terdapat suatu bentuk komunikasi. Komunikasi ini adalah komunikasi iman umat. Dengan komunikasi

iman ini diharapkan peserta mampu mengungkapkan diri demi pembangunan iman umat.

b. Isi Katekese Umat

Adapun isi Katekese Umat seperti yang dipaparkan Yosef Lalu (2005: 6) berdasarkan hasil pertemuan PKKI II pada tahun 1980 di Klender khususnya art.2, yaitu:

Dalam Katekese Umat, kita bersaksi tentang iman kita akan Yesus Kristus, pengantara Allah yang bersabda kepada kita dan pengantara kita menanggapi sabda Allah. Yesus Kristus tampil sebagai pola hidup kita dalam Kitab Suci, khususnya dalam Perjanjian Baru, yang mendasari penghayatan iman Gereja sepanjang Tradisinya.

Dari kutipan di atas, pokok dalam Katekese Umat adalah kesaksian iman umat akan Yesus Kristus Putra Allah yang berbicara dengan sabda dan karyanya yang tertuang dalam Perjanjian Baru. Yesus adalah perantara manusia kepada Allah Bapa. Dengan Kristus umat berjumpa dengan Allah dan melalui Yesus pulalah Allah mendatangi umatnya. Dengan melihat serta berusaha mencontoh apa yang diajarkan Yesus maka terpenuhilah apa yang dicita-citakan Allah dalam hidup manusia. Manusia akan selamat dan menemukan damai (shalom) dalam hidupnya. Dalam proses katekese ini, umat pulalah yang menjadi subjeknya. Katekese ini adalah katekese dari, oleh, dan untuk umat seperti yang diungkapkan oleh Yosef Lalu (2005: 5) art. 3 dalam PKKI II 1980 di Klender yaitu:

Dalam Katekese Umat, yang berkatekese adalah umat sendiri. Artinya semua orang beriman yang secara pribadi memilih Kristus dan secara bebas berkumpul untuk lebih memahami Kristus. Kristus menjadi pola hidup pribadi dan pola kehidupan kelompok baik seluruh umat baik yang berkumpul dalam kelompok-kelompok basis, di sekolah maupun perguruan tinggi. Penekanan

pada seluruh umat ini justru merupakan salah satu unsur yang memberi arah pada katekese sekarang.

Dari kutipan di atas dikatakan bahwa subjek katekese bukan pemimpin katekesenya/katekis tapi umat itu sendiri, artinya katekese dari umat oleh umat dan untuk umat yang akhirnya berpusat pada iman akan Yesus Kristus sebagai inti pokok katekese. Mereka bersama-sama mencari dan akhirnya menemukan apa yang dikehendaki Yesus dalam kehidupan mereka sehingga dengan demikian peserta sendiri dapat merasakan kepenuhan hidup dalam Yesus Kristus Putra Allah.

Sabda Allah yang terwujud dan hidup serta karya Yesus merupakan inti pokok yang akan disharingkan bersama secara terbuka antarumat dengan rasa saling percaya sehingga umat pada akhirnya dapat saling mengisi, memperkaya sehingga dapat saling meneguhkan/menguatkan satu sama lain.

c. Peranan Katekis Dalam Katekese Umat

Dalam pelaksanan katekese, pemimpin/fasilitator biasanya adalah katekis, guru agama, prodiakon, ketua wilayah/lingkungan di tempat umat. Mereka inilah yang mendampingi umat pada saat berjalannya katekese. Sosok pemimpin katekese diharapkan seseorang yang benar-benar mampu dan bisa mendampingi umat dengan kemampuan dalam menciptakan suasana yang komunikatif sehingga peserta mau bicara terbuka. Hal ini seperti ditegaskan oleh Yosef Lalu (2005: 5) dalam artikel 4 dari hasil PKKI II di Klender tahun 1980 yaitu:

Dalam katekese yang menjemaat ini, pemimpin katekese bertindak terutama sebagai pengarah dan pemudah (fasilitator). Ia adalah pelayan yang siap menciptakan suasana yang komunikatif. Ia membangkitkan gairah supaya para peserta berani berbicara secara terbuka. Katekese Umat menerima banyak jalur

komunikasi dalam berkatekese. Tugas mengajar yang dipercayakan kepada hierarki menjamin agar seluruh kekayaan iman berkembang dengan lurus. Dengan kata lain, pemimpin katekese bukanlah sosok pemimpin yang paling lebih seakan-akan paling pandai dalam menyampaikan pengetahuan tentang iman Katolik kepada peserta katekese. Pemimpin katekese di sini justru bertindak sebagai fasilitator serta sebagai pelayan, bukan sosok yang dinomorsatukan sebagai yang terpenting. Pemimpin katekese harus bisa meneladan sikap melayani yang diajarkan Yesus demi perwujudan warta keselamatan.

Pemimpin katekese juga sedapat mungkin harus bisa menciptakan suasana yang komunikatif dalam arti mampu membangkitkan semangat kepada peserta katekese agar berani bicara terbuka tanpa harus takut atau ragu-ragu bahwa yang dibicarakannya salah. Pemimpin katekese adalah pelayan dalam arti mampu melayani para peserta yang mengalami kesulitan dengan memberi semangat, membantu merumuskan, memuji usaha, serta menentramkan ketegangan yang terjadi dalam kelompok katekese.

d. Suasana Katekese Umat

Suasana yang terjadi dalam dalam Katekese Umat adalah suasana penuh kekeluargaan disertai rasa saling percaya satu sama lain. Umat dapat saling mensharingkan pengalaman imannya dengan rasa saling percaya satu sama lain tanpa takut ditertawakan atau takut salah. Maka dari itulah, Katekese Umat disebut sebagai komunikasi iman karena umat yang berinteraksi di dalamnya adalah umat yang memiliki iman yang sama dan sederajat. Gagasan mengenai Katekese Umat sebagai

bentuk komunikasi iman seperti yang dipaparkan oleh Yosef Lalu (2005: 5) pada artikel 5 rumusan PKKI II tahun 1980 di Klender yaitu:

Katekese Umat merupakan komunikasi Iman dari peserta sebagai sesama dalam iman yang sederajat, yang saling bersaksi tentang iman mereka. Peserta berdialog dalam suasana terbuka, ditandai sikap saling menghargai dan saling mendengarkan. Proses terencana ini berjalan terus menerus.

Dengan kata lain, Katekese Umat sebagai bentuk komunikasi iman dalam arti yang berkomunikasi adalah umat dalam iman yang sama/sederajat kemudian bersaksi/sharing dengan suasana terbuka akan kesaksian iman dan reaksi dari peserta yang lain adalah menghargai serta mendengarkan, seperti misalnya dalam tema mengenai penderitaan orang benar ini. Peserta Katekese adalah kelompok umat yang setia kawan, belajar mendengarkan, menghormati sehingga peserta akhirnya merasa dikuatkan dan disemangati untuk berani menghadapi penderitaan/masalah-masalah dalam hidupnya.

Uraiaan tersebut menyatakan bahwa Katekese Umat adalah cara jemaat mengolah pengalaman imannya akan kehadiran Allah dalam hidup sehari-hari khususnya dalam tema penderitaan orang benar ini. Dalam hal ini peserta diajak untuk berani sharing secara terbuka/mengungkapkan kesaksian imannya tanpa harus takut salah dan ditertawakan.

Dengan sharing pengalaman iman ini diharapkan mereka dapat saling memperkaya dan akhirnya mampu menemukan makna yang mendalam dalam menghadapi penderitaan dalam hidup.

B. Shared Christian Praxis sebagai Model Berkatekese dalam Menanggapi

Dokumen terkait