• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kawasan Cagar Budaya yang berada di perdesaan antara lain:

1 .

Daerah Aliran Sungai )DAS( Batanghari, Dharmasraya, Sumatera Barat KCB DAS Batanghari berada di tepi Sungai Batanghari yang berada di Kabupaten Darmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Tinggalan yang ada di KCB DAS Batanghari adalah bangunan candi yang merupakan sisa-sisa dari kerajaan Melayu Dharmasraya. KCB DAS Batanghari yang berada di Darmasraya terdiri dari beberapa situs yang di dalamnya terdapat tinggalan-tinggalan bangunan candi yang terbuat dari bata, antara lain situs kompleks percandian Sungailangsat dan Situs kompleks percandian Pulausawah. Di situs Pulausawah terdapat beberapa buah sisa-sisa bangunan candi yang umumnya masih terpendam dalam tanah dan membentuk gundukan tanah yang disebut munggu. Tiga buah sisa-sisa bangunan candi yang sudah digali dan pugar. Bangunan candi di Pulausawah umumnya juga

ditemukan tinggal bagian lantai. Kemungkinan bangunan-bangunan candi di Pulausawah merupakan sisa-sisa dari peninggalan kerajaan Melayu Dharmasraya yang pernah mengalami kejayaan semasa pemerintahan Kertanegara di kerajaan Singasari. Pada situs Pulausawah ini dahulu ditemukan arca Amoghapasa yang merupakan arca kiriman dari raja Kertanegara untuk menjalin persahabatan dengan kerajaan Melayu Dharmasraya untuk bersama-sama menahan serangan Kubilai Khan dari utara.

Gambar 2.2. Salah satu bangunan candi di Kompleks Percandian Sungai Langsat Ke arah hilir dari situs kompleks percandian Pulausawah terdapat situs kompleks percandian Sungailangsat, yang di dalamnya terdapat 4 buah bangunan candi yang tinggal tersisa bagian lantai. Di dekat situs Sungailangsat ini terdapat arca Bhairawa yang menggambarkan Adityawarman sebagai penganut Budha aliran Tantrayana. Tokoh Adityawarman merupakan tokoh yang sejaman dengan Gajah Mada. Menurut silsilah Adityawarman merupakan anak Dara Jingga sebagai penerus dinasti Mauli yang berkuasa di Kerajaan Melayu. Arca Bhairawa ini sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta.

2 .

Kawasan Daik–Lingga, Kepulauan Riau

antara sekitar tahun 1972–1812. Sebelumnya pusat kerajaan berada di Hulu Riau–Tanjungpinang. Sultan Mahmud Syah III sengaja memindahkan pusat kerajaan dari Tanjungpinang ke Daik untuk menghindari ancaman dari pihak Belanda. Kerajaan Melayu Riau Lingga yang berpusat di Daik mengalami masa kejayaan ketika berpusat di Daik Lingga semasa pemerintahan Sultan Mahmud Syah III yang memerintah selama 50 tahun, dan meninggal pada 12 Januari 1812.

Gambar 2.3. Salah satu sisa-sisa tangga Istana Damnah

Tinggalan yang ada di Daik yaitu Masjid Sultan, bekas Istana Damnah, Gedung Bilik 44, Benteng pertahanan Bukit Cening, Makam Merah, Kompleks Makam Bukit Cengkeh, Bekas Istana Robat, dan masih banyak tinggalan lain yang berupa sisa-sisa bangunan maupun artefak-artefak yang menunjukkan sebagai sisa-sisa dari peninggalan kerajaan Melayu Riau Lingga.

3 .

Kawasan Pulau Penyengat, Tanjungpinang, Kepulauan Riau

Pulau Penyengat merupakan sebuah pulau kecil yang berada di dekat kota Tanjungpinang. Pulau ini merupakan mas kawin yang diberikan oleh Sultan Mahmud Syah kepada Engku Putri sekitar tahun 1801–1802. Bahkan Pulau Penyengat menjadi pusat kedudukan Yang Dipertuan Muda Riau sebagai pemegang regalia kerajaan Melayu Riau.

Tinggalan yang berada di Pulau Penyengat yang sangat terkenal adalah Masjid Raya Pulau Penyengat yang dibangun pada tahun 1832 atas prakarsa Raja Abdurrahman Yang Dipertuan Muda Riau VII. Selain itu masih banyak tinggalan lainnya yang berupa bangunan istana, benteng, rumah pejabat kerajaan, dan makam tokoh-tokoh sejarah. Tokoh-tokoh sejarah yang dimakamkan di Pulau Penyengat antara lain Raja Haji Abdullah, Raja Jafafar, Raja Ali Haji, Raja Abdurrakhman, Engku Putri, dan lain-lain.

Gambar 2.4. Masjid Raya Pulau Penyengat

Sementara itu tinggalan bangunan yang ada antara Bekas Gedung Tabib Kerajaan, Bekas Istana Sultan Abdurrakhman, Bekas Gedung Tengku Bilik, Gudang Mesiu, Benteng Pertahanan Bukit Kursi, Bukit Penggawa, Bukit Tengah, Balai Adat Indra Perkasa, dan masih banyak lagi reruntuhan bangunan. Pulau Penyengat bahkan sudah masuk dalam daftar sementara )Tentative List( sebagai Warisan Dunia.

4 .

Kawasan Muaratakus, Kampar, Riau

Meskipun belum ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya tetapi Kompleks Percandian Muaratakus layak sebagai Kawasan Cagar Budaya. Kompleks percandian Muaratakus merupakan tinggalan candi

yang berlatar belakang Agama Buddha. Bangunan candi yang berada di dalam pagar keliling candi berukuran 74 x 74 meter terdiri dari Candi Tuo, Candi Bungsu, dan Candi Palangka. Di luar pagar kompleks percandian ini masih terdapat beberapa bangunan candi yang tersisa pada bagian lantai dan tanggul dari tanah melingkar sepanjang lebih kurang 2 km. Di luar tanggul kuno, di seberang barat Sungai Kampar Kanan juga ditemukan sisa-sisa struktur candi dari bahan bata.

Gambar 2.5. Kawasan Muaratakus, Kampar, Riau

5 .

Kawasan Mahat, 50 Koto, Sumatera Barat

Kawasan Mahat merupakan situs megalitik yang berupa menhir. Situs Koto Tinggi merupakan situs yang paling luas dan paling banyak menhirnya. Menhir-menhir yang berada di situs Kototinggi berukuran kecil )rendah( dan besar )tinggi(, baik polos maupun berhias. Di sekitar banyak situs-situs yangf berukuran lebih kecil yang di dalamnya juga terdapat menhir-menhir dengan berbagai ukuran. Jarak antara satu situs dengan situs lainnya relatif berdekatan sehingga sangat memungkinkan dijadikan sebagai Kawasan Cagar Budaya.

Kawasan Muaratakus, Riau

Gambar 2.6. Salah satu Situs Megalitik Mahat

6 .

Kawasan Muarajambi, Jambi

Kompleks percandian Muarajambi berada di DAS Batanghari yang tinggalannya berupa bangunan candi dari bata. Beberapa bangunan candi tersebut sudah dipugar, antara lain Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Astano, Candi Kedaton. Masih banyak candi-candi yang terpendam dalam tanah yang membentuk bukit-bukit kecil yang disebut sebagai manapo oleh masyarakat setempat. Tinggalan candi-candi di Kawasan Muarajambi diperkirakan dari abad-abad ke 7-13 Masehi yang merupakan tinggalan Kerajaan Melayu Jambi atau Sriwijaya ketika berpusat di Muarajambi.

7 .

Kawasan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur

Kawasan Trowulan merupakan satu-satunya sisa-sisa situs perkotaan dari masa Hindu-Buddha di Indonesia yang paling lengkap. Bentuk-bentuk tinggalan yang masih dapat dijumpai di Situs Kawasan Trowulan antara lain dalam bentuk bangunan candi, struktur lantai bangunan rumah, sumur kuno, kanal kuno, dan kolam segaran. Selain itu juga berbagai bentuk Benda Cagar Budaya berupa tembikar peralatan rumah tangga dan benda-benda artefaktual lainnya yang merupakan tinggalan dari masa kerajaan Majapahit.

Gambar 2.8. Kawasan Trowulan sebagai Pusat Kota Majapahit

8 .

Kawasan Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah

Kawasan Dieng di Wonosobo merupakan kompleks percandian yang berlatar belakang agama Hindu yang dibangun pada abad ke-8–ke-13 Masehi, pada masa kekuasan Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu Siwa. Candi-candi yang berada di Kawasan Dieng dinamakan dengan nama tokoh-tokoh wayang, yaitu Candi Arjuna, Candi Katotkoco, Candi Bima, Candi Puntadewa, Candi Sembadra, Candi Semar, Candi Nakula-Sadewa, Candi Setyaki, dan sebagainya. Namun kawasan Dieng ini terancam oleh aktivitas penggunaan lahan untuk pertanian kentang yang dilakukan oleh masyarakat setempat sebagai mata pencahariannya.

Gambar 2.9. Salah satu kelompok Percandian Dieng

9 .

Kawasan Gedongsongo, Semarang, Jawa Tengah

Kawasan Gedongsongo berada di Kabupaten Semarang, terletak di lereng Gunung Ungaran pada ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut. Kompleks Percandian Gedongsongo dibangun pada abad ke-9 Masehi dengan latar belakang Agama Hindu. Hal ini dikuatkan dengan bukti-bukti arca yang ada, yaitu arca Durga, Ganesa, Agastya, Nandiswara. Dinamakan Gedongsongo karena jumlah bangunan candi yang ada sebanyak 9 bangunan. Candi Gedong I berada pada posisi yang paling bawah, sekitar 200 m dari pintu masuk kompleks percandian. Candi Gedong 2 sampai Gedong 3 berada pada posisi yang lebib tinggi.

1 0.

Kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah

Kawasan Borobudur awalnya merupakan Zonasi yang dilakukan JICA ketika Candi Borobudur akan dijadikan sebagai Taman Purbakala Nasional (Tapurnas). Berdasarkan pemetaan Zonasi JICA tahun 1979, Kawasan Borobudur dibagi dalam lima zona, yaitu Zona 1, Zona 2, Zona 3, Zona 4, dan Zona 5. Kawasan Borobudur dalam lima zona ini yang dijadikan sebagai peta lampiran Borobudur sebagai Warisan Dunia )World Heritage( dengan nomor 592 Tahun 1991 dengan nama Borobudur Temple Compound.

Zona 1 merupakan zona inti tempat keberadaan bangunan candi dengan radius 200 meter. Zona 2 merupakan zona penyangga yang sekligus berfungsi sebagai zona taman wisata, dengan radius 500 m. Zona 3 merupakan zona pengembangan, sekaligus sebagai zona permukiman penduduk dengan radius 2 km. Zona 4 merupakan zona pelindungan untuk daerah bersejarah dengan radius 5 km. Zona 5 merupakan daerah untuk survei arkeologi dan pencegahan kerusakan tinggalan-tinggalan arkeologi dalam radius 10 km.

Zona 1 di bawah kepemilikan dan penguasaan Balai Konservasi Borobudur Direktorat Jenderal Kebudayaan; Zona 2 di bawah kepemilikan dan penguasaan Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko; Zona 3-4-5 di bawah kepemilikan masyarakat dan Pemkab Magelang. Sejak tahun 2008 Kawasan Borodur yang terbagi dalam lima Zona dinyatakan sebagai Kawasan Strategis Nasional dan tercantum dalam PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Wilayah Nasional. Sesuai dengan ketentuan PP Nomor 26 Tahun 2008 tersebut Kawasan Strategis Nasional Borobudur terbagi dalam dua wilayah, yaitu SP1 dan SP2. SP1 (Satuan Pelestarian 1) terdiri dari Zona 1, Zona 2, Zona 3, dan Zona 4 koridor Mendut–Palbapang. SP2 terdiri dari Zona 4 di luar koridor Mendut-Palbapang dan Zona 5. Secara keseluruhan Kawasan Strategis Nasional Borobudur lebih kurang 10.117,42 hektar.