• Tidak ada hasil yang ditemukan

Logam terdapat di bumi dalam bentuk bijih )ores( yang biasanya mengandung unsur-unsur logam dalam beragam prosentase. Yang disebut native ore adalah bijih yang kandungan unsur logamnya sangat tinggi sehingga disebut logam murni, seperti emas, perak, platina, dan tembaga. Cakupan pertama dari ilmu metalurgi adalah ekstraksi logam, yaitu teknik untuk mendapatkan logam murni dari bijih secara ekonomis. Ekstraksi logam berhubungan dengan teknik pirometalurgi, hidrometalurgi, dan elektrometalurgi. Piromatalurgi berkenaan dengan penggunaan api )panas( untuk ekstraksi logam dari bijih )smelting(, hidrometalurgi berkenaan dengan penggunaan air untuk ekstraksi logam dari bijih )leaching(. Sedangkan elektrometalurgi menggunakan listrik atau magnet pada ekstraksi logam dari bijih )Timbul Haryono, 2003(.

Teknologi metalurgi di Indonesia juga telah berkembang sejak masa lampau. Salah satu buktinya adalah adanya relief pada Candi Sukuh yang menggambarkan adegan menempa logam )pande( untuk membuat alat-alat dan senjata. Selain pembuatan sistem tempa, metode pembuatan logam dengan peleburan juga telah dilakukan. Antara lain penelitian yang dilakukan pada artefak yang ditemukan pada ekskavasi situs Banten 1976 )Mundarjito, 2003(, yaitu ditemukannya artefak wadah pelebur logam. Yang berdasarkan analisis yang telah dilakukan merupakan alat yang dipergunakan untuk melebur campuran logam pada pembuatan benda perunggu.

Logam memiliki sifat fisika seperti halnya zat lainya, antara lain titik leleh dan titik didih. Ketika dipanaskan pada kondisi tertentu logam akan mengalami perubahan fisika dari padat menjadi cair. Pada pemanasan yang lebih tinggi cairan akan berubah menjadi uap, yaitu pada titik didihnya. Titik leleh dan titik didih logam sangat bervariasi antara yang satu dengan yang lain. Dari yang bertitik lebur rendah seperti raksa )merkuri( yang cair pada suhu biasa, hingga yang memiliki titik leleh tinggi seperti besi yang mencapai 1539oC. Pada keadaan cair inilah logam dapat dicampur dengan cairan logam lain menjadi paduan

logam )alloy(, sehingga setelah menjadi padat kembali dapat terbentuk larutan fasa padat dalam padatan. Logam alloy akan memiliki sifat yang berbeda dari kedua logam pembentuknya.

A. Teknik Pengerjaan Logam

1. Tempa

Teknik tempa merupakan teknik yang sudah sangat lama dikenal. Pada teknik tempa logam dibedakan istilah cold working dan hot working. Umumnya selain besi menggunakan teknik cold working. Teknik hot working disebut juga annealing, yang dilakukan dengan memanaskan logam. Pada kondisi panas logam akan lebih lunak dan mudah ditempa. Logam yang mengalami pemanasan dan pendinginan akan mengalami perubahan struktur kristal. Untuk mendapatkan hasil akhir logam yang bermutu tinggi dan berstruktur kristal baik, dibutuhkan keahlian khusus dalam hal kecepatan pemanasan dan pendinginan )lambat atau mendadak(. Pendinginan lambat dan pendinginan mendadak akan menghasilkan struktur kristal yang berbeda, sehingga sifat benda juga akan berbeda. Dalam hal cara pembentukannya dengan teknik tempa, dibedakan menjadi raising, sinking, blocking, atau hollowing. Raising adalah penempaan dari sisi luar benda pada sebuah landasan yang berbentuk cembung, sedangkan sinking adalah penempaan yang dilakukan dari sisi dalam pada sebuah landasan yang berbentuk cekung.

2. Cetak

Teknik ini membutuhkan cetakan yang mempunyai bentuk rongga sesuai dengan benda yang akan dibuat. Bahan logam yang akan dibentuk dicairkan terlebih dahulu dengan cara memanaskan hingga titik lelehnya. Cetakan yang digunakan bermacam-macam tergantung dari tingkat kerumitan benda yang akan dibuat. Cetakan dibedakan menjadi cetakan tunggal, cetakan setangkup, dan cetakan multi. Untuk pembuatan benda yang rumit dan tidak simetris digunakan teknik lain yang disebut cire perdue atau lost-wax casting. Tahap pertama teknik ini adalah pembuatan model )positif( dari wax/lilin, tahap kedua adalah tahap negatif yaitu pembentukan bahan pencetak pada model positif. Setelah cetakan negatif cukup keras selanjutnya wax/lilin dipanaskan agar mencair dan dapat keluar dari cetakan negatif. Cetakan negatif akan memiliki rongga yang

bentuknya sesuai dengan benda model yang akan dibuat. Tahap ketiga adalah penuangan bahan logam ke dalam rongga cetakan.

Benda yang berbentuk rumit seringkali memerlukan penyambungan setelah dicetak. Penyambungan dapat menggunakan casting on yang dilakukan dengan cara membalut bagian yang akan disambung kemudian dituangkan logam cair. Cara lain adalah dengan teknik welding yang dilakukan dengan memanaskan kedua bagian logam sampai titik leleh kemudian ditempa. Cara selanjutnya adalah dengan soldering, yaitu dengan menggunakan logam lain sebagai bahan penyambung. Logam yang digunakan adalah yang bertitik leleh rendah, yaitu alloy Cu + Zn atau alloy Pb + Sn.

3. Dekorasi

Teknik dekorasi pada pembuatan artefak logam sangat bervariasi, tergantung bentuk yang akan dibuat dan keahlian pembuatnya. Teknik penempaan juga banyak diaplikasikan pada proses dekorasi. Baik penempaan dari sisi dalam atau penempaan dari sisi luar. Teknik yang menggunakan penempelan logam lain pada permukaan artefak yang akan dihias juga dilakukan. Cara yang digunakan adalah menempelkan pada permukaan kemudian ditempa, atau menempelkan logam tersebut dengan soldir maupun perekat. Pada artefak emas dan perak, selain teknik-teknik di atas dilakukan juga dengan membuat kawat atau butiran-butiran yang ditempelkan dengan soldir. Soldir yang digunakan berupa alloy emas dan tembaga )82% Au + 18% Cu(.

B. Paduan Logam

Perkembangan metalurgi yang semakin maju membawa manusia pada penemuan paduan logam. Paduan logam yang pertama dikenal adalah yang berbahan dasar tembaga, yaitu perunggu kemudian kuningan. Teknologi paduan logam semakin berkembang, bahkan hingga saat ini. Sifat hasil paduan logam pada umumnya berbeda dari logam penyusunnya, dan seringkali terjadi penyimpangan. Sebagai contoh tembaga yang memiliki nilai kekerasan 40 Rf bila dipadu dengan nikel yang memiliki kekerasan 85 Rf akan mengahasilkan paduan )30% Cu( yang memiliki kekerasan 95 Rf. Campuran emas dan tembaga )82% Au + 18% Cu( juga menunjukkan gejala penyimpangan. Paduan tersebut bertitik leleh 878oC, padahal emas bertitik leleh 1063oC dan tembaga 1083oC. Hal yang sama terjadi juga pada campuran timbal dan timah )67% Pb + 33%

Sn) dan tembaga-seng (55% Cu + 45% Zn).

Logam modern yang merupakan paduan antara magnesium dan aluminium menunjukkan gejala yang luar biasa. Magnesium dikenal sebagai logam yang sangat lunak dan tidak stabil oleh korosi, sedangkan aluminium meskipun stabil dari korosi merupakan logam yang cukup lunak. Tetapi paduannya yang disebut sebagai magnelium merupakan logam yang sangat keras dan stabil, serta masih “mewarisi” sifat ringan yang dimiliki aluminium. Logam paduan magnelium sangat sesuai untuk konstrusi mesin dan komponen pesawat terbang yang memerlukan bahan keras dan ringan.

Sifat penyimpangan ini dapat dikaji dari konsep penataan atom-atom dalam kristal logam. Logam akan menempati ruang-ruang dalam kristal sedemikian rupa sehingga tertata membentuk padatan yang mempunyai sifat-sifat tertentu. Hal ini dapat dilihat dari gambar berikut ini :

Adanya penyimpangan dapat terjadi karena ukuran yang berbeda, sehingga penataannya menjadi lebih rapat. Hal ini dapat dijelaskan pada gambar berikut ini:

Gambar 3.1.Penataan atom seng dan tembaga dalam kuningan (Van Vlack,

1991)

Gambar 3.2. Penataan atom yang berbeda ukuran; Jarak antar atom menjadi

Penyimpangan dapat terjadi secara positif atau negatif. Penyimpangan positif akan menghasilkan paduan yang memiliki sifat lebih “baik” dari logam penyusunnya, dalam hal kekerasan, titik leleh, daya hantar listrik/panas, dan kuat tarik. Sedangkan berat jenis akan mengikuti logam penyusunnya. Penyimpangan negatif menghasilkan paduan yang memiliki sifat fisika lebih rendah dari logam penyusunnya. Penyimpangan negatif bermanfaat terutama untuk memperoleh logam yang lebih rendah titik lelehnya dan lebih mudah dibentuk.

BAB IV

SIFAT-SIFAT KHAS LOGAM