• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas, sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Cagar Budaya Pasal 1 Angka 6. Dari pengertian tersebut sebenarnya mencerminkan perkembangan paradigma ilmu Arkeologi di Indonesia. Perkembangan ilmu Arkeologi pada awalnya berorientasi pada artefak untuk menjawab pertanyaan yang menyangkut form )bentuk( dan time )waktu(. Perkembangan berikutnya berorientasi pada artefak yang menyatu dengan space )ruang(, dari tataran situs sampai regional. Perkembangan terakhir adalah berorientasi pada cultural landscape )bentang budaya( )lihat: Gambar 2.1(.

Gambar 2.1. Perubahan Paradigma Arkeologi

Perubahan Paradigma Arkeologi

Artifact oriented Site oriented

Regional oriented Cultural Landscape FORM & TIME SPACE

1 2 3 4

Sesuai dengan perkembangan paradigma tersebut dan ketentuan Undang-Undang Cagar Budaya maka di Indonesia banyak terdapat Kawasan Cagar Budaya, meskipun secara regulasi belum ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya. Kawasan Cagar Budaya mulai menjadi perhatian di kalangan para pelestari Cagar Budaya yang perlu mendapatkan penanganan dan pengaturan secara khusus, berbeda dengan cara penanganan terhadap situs, benda, struktur, maupun bangunan Cagar Budaya. Oleh karena itu maka dalam Undang-Undang Cagar Budaya banyak Pasal dan ayat yang mengatur secara khusus keberdaan Kawasan Cagar Budaya.

Undang-Undang Cagar Budaya Pasal 34 mengatur bahwa Kawasan Cagar Budaya yang berada di dua kabupaten/kota atau lebih ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya provinsi. Sementara itu yang berada di dua provinsi atau lebih ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya nasional. Ketentuan Pasal ini secara jelas melindungi keberadaan Kawasan Cagar Budaya yang berada di daerah perbatasan, baik yang berada di antara kabupaten/kota maupun yang berada di antara provinsi.

Selanjutnya dalam Pasal 72 dinyatakan bahwa:

)1( Pelindungan CB )termasuk KCB( dilakukan dengan menetapkan batas-batas keluasannya dan pemanfaatan ruang melalui sistem Zonasi berdasarkan hasil kajian.

(2) Sistem Zonasi ditetapkan oleh:

a . Menteri apabila telah ditetapkan sebagai CB nasional atau mencakup 2 )dua( provinsi atau lebih.

b . Gubernur apabila telah ditetapkan sebagai CB provinsi atau mencakup 2 )dua( kabupaten/kota atau lebih.

c . Bupati/Wali Kota sesuai dengan keluasan Situs CB atau Kawasan CB di wilayah kabupaten/kota.

Ketentuan Pasal 72 tersebut mengatur tentang perlunya pelindungan dengan menentukan batas-batasnya yang jelas dengan sistem Zonasi. Dengan demikian maka Zonasi tidak hanya diterapkan dalam suatu Situs Cagar Budaya saja tetapi juga dapat diterapkan pada Kawasan Cagar Budaya.

Dalam Pasal 80 selanjutnya mengatur mengenai Revitalisasi Kawasan Cagar Budaya. Menurut ketentuan Pasal tersebut dinyatakan bahwa Revitalisasi Kawasan CB harus memperhatikan tata ruang, tata letak, fungsi sosial, dan/

atau lanskap budaya asli berdasarkan kajian. Revitalaisasi terhadap Kawasan Cagar Budaya selanjutnya dilakukan dengan menata kembali fungsi ruang, nilai budaya, dan penguatan informasi tentang CB.

Selanjutnya dalam Pasal 81 dinyatakan bahwa Setiap orang dilarang mengubah fungsi ruang Situs CB dan/atau Kawasan peringkat nasional, peringkat provinsi, atau peringkat kabupaten/kota, baik seluruh maupun maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan tingkatannya. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin diatur dalam dalam Peraturan Pemerintah.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 82, Revitalisasi terhadap potensi Situs Cagar Budaya, termasuk Kawasan Cagar Budaya, harus memberi manfaat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mempertahankan ciri budaya lokal. Selanjutnya di dalam upaya Adaptasi terhadap Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya, sesuai dengan ketentuan Pasal 83, harus tetap mempertahankan:

a . Ciri asli dan/atau muka Bangunan CB atau Struktur CB,

b . Ciri asli lanskap budaya dan/atau permukaan tanah Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya sebelum dilakukan adaptasi. Dalam kondisi bencana, Pemerintah dan Pemerintah Daerah juga harus tetap memperhatikan keberadaan Kawasan Cagar Budaya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 95 bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan tingkatannya mempunyai tugas untuk penanggulangan bencana dalam keadaan darurat terhadap Benda, Bangunan, Struktur, Situs, dan Kawasan yang telah dinyatakan sebagai Cagar Budaya serta memberikan dukungan terhadap daerah yang mengalami bencana.

Selanjutnya Pemerintah dan Pemerintah Daerah berdasarkan Pasal 96 sesuai dengan tingkatannya mempunyai wewenang untuk mengelola Kawasan Cagar Budaya dan menetapkan batas Kawasan Cagar Budaya. Selain itu, Pemerintah berwenang untuk menetapkan Kawasan Cagar Budaya sebagai Cagar Budaya Nasional.

Dalam rangka pengelolaan terhadap Kawasan Cagar Budaya maka Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan Pasal 97 maka terhadap Kawasan Cagar Budaya diatur sebagai berikut:

Kawasan Cagar Budaya.

) 2( Pengelolaan Kawasan dilakukan tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat terhadap Cagar Budaya dan kehidupan sosial.

) 3( Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dilakukan oleh Badan Pengelola yang dibentuk oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat hukum adat.

) 4( Badan Pengelola dapat terdiri dari atas unsur Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat.

Kawasan Cagar Budaya )KCB( di Indonesia secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan lokasinya, yaitu yang berada di daerah perdesaan dan perkotaan. KCB yang berada di daerah perdesaan umumnya merupakan tinggalan dari masa Prasejarah dan Klasik. Sementara KCB yang berada di daerah perkotaan umumnya merupakan tinggalan dari masa Islam-Kolonial. KCB yang berada di perkotaan umumnya merupakan kawasan Kota Lama atau Kota Tua, yang merupakan tempat awal pertumbuhan kota pada masa pemerintahan Belanda dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan kota tersebut. Tinggalan yang berada di KCB kota lama umumnya berupa bangunan-bangunan kolonial.