• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KAWASAN KONSERVASI LAUT

5.2 Kawasan Konservasi Laut Daerah Raja Ampat

Kekayaan sumberdaya laut yang dimiliki oleh Raja Ampat mendorong tindakan pelestarian dan pengelolaan yang efektif agar terjamin keberlanjutannya. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan pentingnya suatu penetapan kawasan konservasi, sehingga Raja Ampat menjadi area prioritas untuk kegiatan perlindungan atau konservasi laut.

Kabupaten Raja Ampat memiliki beberapa kawasan konservasi laut yang dikenal dengan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). KKLD merupakan kawasan konservasi perairan di wilayah laut yang dikembangkan oleh pemerintah daerah dengan tujuan untuk mengkonservasi habitat dan proses-proses ekologi, dan perlindungan nilai sumberdaya sehingga kegiatan perikanan, pariwisata, penelitian, dan pendidikan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan (Coremap II 2008).

Adapun kawasan Konservasi Laut Daerah Raja Ampat terdiri dari enam kawasan KKLD yang berada di empat pulau besar yaitu Batanta, Waigeo, Misool, dan Salawati. Secara keseluruhan total kawasan konservasi laut yang telah ditetapkan adalah 1.125.940 ha wilayah laut dan menurut Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat No. 27 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Raja Ampat, cakupan jejaring KKLD Raja Ampat meliputi wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang terdapat didalamnya.

Tabel 11. Luas Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Raja Ampat

No. Nama Kawasan Luas (ha)

1. KKLD Kep. Kofiau-Boo 170.000

2. KKLD Misool Timur Selatan 343.200

3. KKLD Selat Dampier 303.200

4. KKLD Kep. Ayau-Asia 101.440

5. KKLD Kawe/ Sayang Wayag 155.000

6. KKLD Teluk Mayalibit 53.100

Sumber : DKP Raja Ampat (2009)

Jika dibandingkan dengan data nasional tentang Kawasan Konservasi Laut Daerah di Tahun 2009, maka KKLD Kab. Raja Ampat memiliki Persentase

sebesar 35,7 persen dari total keseluruhan luas KKLD di Indonesia. Hal ini menunjukkan KKLD di Raja Ampat memberikan pengaruh yang cukup besar bagi keberlanjutan sumberdaya di masa mendatang.

Kawasan Konservasi Laut Daerah ini dideklarasikan secara sah oleh Menteri kelautan dan Perikanan Republik Indonesia di Waisai pada tanggal 15 Desember 2007 dan pengelolaannya diperkuat dengan Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat No. 27 Tahun 2008 tentang KKLD Raja Ampat. Deskripsi lengkap tentang masing-masing KKLD yang terdapat di Kabupaten Raja Ampat dibahas dalam uraian berikut.

5.2.1 KKLD Kepulauan Kofiau-Boo

Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kep. Kofiau-Bo dengan luas 170.000 ha terletak di Distrik Kofiau dan mencakup tiga kampung. Kawasan ini memiliki tingkat keanekaragaman hayati laut yang cukup tinggi dan menjadi tempat penting bagi beberapa jenis penyu hijau (Green turtle) dan penyu sisik (Humpback turtle) sebagai jalur migrasi (Corridors) dan tempat bertelur (Nesting beach) serta habitat beberapa jenis mamalia laut, dugong, serta jenis-jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi seperti ikan kerapa (Grouper) dan napoleon (Wrasse).

Hasil survai ekologi TNC pada Tahun 2001 dikutip DKP Raja Ampat (2009) menunjukkan bahwa kawasan ini memiliki kurang lebih 284 jenis ikan karang dalam sekali penyelaman (tertinggi di Raja Ampat) dan 174 jenis karang keras (dari jumlah total 537 pesies yang ditemukan di seluruh perairan Raja Ampat)

yang sekaligus menjadi “rumah bagi berbagai jenis ikan karang” yang terdapat di

laut Kofiau. Selain itu berdasarkan hasil survai program tim monitoring TNC Raja Ampat, terdapat kurang lebih delapan jenis cetacean yaitu Orca (Orchinus orca) atau paus pembunuh yang sering disebut dengan bahasa lokal rowetroyer atau paus pembunuh palsu (Pseudorca crassidens), paus pemandu sirip pendek (Gobichepala macrorhynchus), lumba-lumba paruh panjang (Stenella longirostris), lumba-lumba totol (Stenellaattennuata), lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncates), dan beberapa jenis lainnya yang tidak dapat teridentifikasi (DKP Raja Ampat 2009).

Pengelolaan KKLD Kofiau-Boo dilakukan berdasarkan asas mufakat, keterpaduan, keseimbangan, berkelanjutan, berkeadilan, dan berbasis masyarakat serta dilakukan berdasarkan manajemen kolaborasi yaitu melibatkan unsur pemerintah kabupaten, distrik dan kampung, unsur masyarakat, unsur keagamaan, dan unsur adat dengan memadukan antara manajemen konservasi modern dan konservasi tradisional yang berbasis masyarakat lokal (DKP Raja Ampat 2009).

Prinsip pengelolaan KKLD ini adalah, (1) pencegahan tangkap lebih, (2) penggunaan pertimbangan bukti ilmiah, (3) pertimbangan kearifan lokal, (4) pendekatan kehati-hatian, (5) keterpaduan pengembangan wilayah pesisir, (6) pengembangan alat dan cara penangkapan ikan yang ramah lingkungan, (7) pertimbangan kondisi sosial ekonomi masyarakat, (8) pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati, (9) perlindungan struktur dan fungsi alami ekosistem perairan yang dinamis, (10) perlindungan jenis dan kualitas genetik ikan, dan (11) pengelolaan adaptif (DKP Raja Ampat 2009).

Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan saat ini lebih difokuskan pada tiga hal yaitu, penjangkauan masyarakat (community outreach), monitoring (biologi laut dan pemanfaatan sumberdaya laut), dan kegiatan yang berhubungan dengan kebijakan. Jika dilihat dari sisi sumberdaya, terlihat adanya peningkatan kualitas terutama terumbu karang dan sumberdaya ikan. Selain itu, terjadi kemajuan dalam aspek kebijakan yang mendukung upaya pembentukan KKLD Kofiau dan Boo ini.

5.2.2 KKLD Misool Timur Selatan

Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Misool Timur Selatan memiliki luas 343.000 ha dan terletak mencakup tiga distrik yaitu Distrik Misool Timur, Misool Selatan, dan Misool Barat, serta terdiri dari 11 kampung. KKLD Misool Timur Selatan memiliki keunikan bentang lahan berupa pulau-pulau karst/kapur (Lime stone) yang sangat unik dan menjadi tempat penting bagi jenis penyu seperti penyu hijau (Eretmochelys imbricate) dan penyu sisik (Humpback turtle) sebagai jalur migrasi dan tempat bertelur. Selain itu menjadi habitat beberapa jenis mamalia laut, dugong, serta jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi seperti ikan kerap (Grouer) dan napoleon (Wrasse).

Hasil penelitian ekologi TNC pada Tahun 2002 dikutip DKP Raja Ampat (2009) menunjukkan bahwa tidak kurang dari 144 spesies terumbu karang (dari jumlah total 537 spesies yang ditemukan di seluruh perairan Raja Ampat) dengan panjang kurang lebih 700 km yang mengelilingi gugus pulau-pulau berada di kawasan ini, terutama jenis Acropora, Labophytum, Favia, dan Motypora. Hasil survai monitoring kesehatan karang yang dilakukan oleh TNC Raja Ampat pada tahun 2007/2008 pada 91 titik pemantauan menunjukkan rata-rata tutupan karang keras (hard coral) dan karang lunak (soft coral) berturut-turut mencapai 60,67 persen dan 49,67 persen. Keberadaan ekosistem karang ini semakin menarik karena dihuni oleh ± 300 jenis ikan (REA 2002 dikutip DKP Raja Ampat 2009).

Prinsip pengelolaan di KKLD ini memiliki kesamaan dengan pengelolaan KKLD Kofiau Boo yakni berdasarkan asas mufakat, keterpaduan, keseimbangan, berkelanjutan, berkeadilan, dan berbasis masyarakat, serta dilakukan berdasarkan manajemen kolaborasi yaitu melibatkan unsur pemerintah kabupaten, distrik dan kampung, unsur masyarakat, unsur keagamaan, dan unsur adat dengan memadukan antara manajemen konservasi modern dan konservasi tradisional yang berbasis masyarakat lokal (DKP Raja Ampat 2009). Demikian halnya dengan prinsip-prinsip yang diberlakukan dalam KKLD Kofiau-Boo.

5.2.3 KKLD Selat Dampier

Kawasan Konservasi Laut Daerah Selat Dampier meliputi empat distrik, yaitu, Distrik Waigeo Selatan, Distrik Meosmansar, Distrik Selat Sagawin, dan Distrik Salawati Utara. KKLD Selat Dampier memiliki luas 303.200 ha. Kawasan ini menjadi penting untuk dijaga dan dilindungi karena merupakan jalur arus air pasifik ke laut Halmahera, menjadikannya up welling dan menyebabkan laut menjadi kaya akan nutrient. Nutrient inilah yang diperlukan oleh biota laut terutama plankton sebagai bahan makanan, jalur migrasinya jenis ikan paus dan lumba-lumba, serta ditemukannya 270-an jenis ikan dalam sekali penyelaman.

Selat Dampier berada dekat dengan pusat pengembangan ibukota Kabupaten Raja Ampat, Waisai, sehingga aktifitas pengembangan itu mempengaruhi keberadaan KKLD, seperti pembangunan pelabuhan, darmaga, bandara, jalan, dan pengembangan pemukiman. Selain itu, selat ini merupakan pusat pengembangan

infrastruktur pariwisata baik oleh pengusaha asing maupun lokal, serta pemanfaatan perikanan pun tidak kalah besarnya (DKP Raja Ampat 2009).

Pada kawasan ini telah ditetapkan sejumlah Daerah Perlindungan Laut (DPL) yang dibangun dan dikelola oleh masyarakat kampung. Dalam sistem zonasi KKLD, daerah perlindungan ini akan berfungsi sebagai area larang ambil no take zone dan masih akan diperbanyak lagi untuk mencapai tujuan pengelolaannya.

Kegiatan di Selat Dampier dimulai dengan serangkaian koordinasi dan kegiatan bersama dengan masyarakat diantaranya adalah lokakarya patroli pengawasan yang dilakukan melalui sistem Pokmaswas yang dibentuk di setiap kampung. Kemajuan terkini dari pengembangan Selat Dampier sebagai KKLD, sedang dibuat zonasi dan penyusunan draft rencana pengelolaan KKLD Selat Dampier sebagai pilot project pengembangan rencana pengelolaan KKLD-KKLD di Raja Ampat.

5.2.4 KKLD Kepulauan Ayau-Asia

KKLD kepulauan Ayau Asia terletak di daerah paling utara Kabupaten Raja Ampat dan berbatasan dengan Negara Palau. Secara geografis KKLD Kep. Ayau Asia terbagi dalam tiga daerah yaitu, Ayau kecil, Ayau besar, dan Kepulauan Ayau. Luas keseluruhan KKLD ini adalah 101.400 ha.

Penetapan wilayah ini didahului oleh kegiatan kampanye tentang pembangunan berwawasan lingkungan hidup dan kegiatan konservasi dengan melibatkan berbagai pihak (masyarakat adat, pemerintah, LSM lokal, pihak keamanan, dan lembaga agama). Dukungan positif dari masyarakat akan kegiatan konservasi ini ditandai dengan berbagai kegiatan pengawasan terhadap kegiatan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Zonasi kawasan ini ditetapkan oleh masyarakat lokal dan terdapat enam zona area larang ambil (no take zone) yang telah direkomendasikan dan diberi tanda dengan pelampung oleh masyarakat kampung Yenkwir dan kampung Rutum. Masyarakat juga membuat kesepakatan-kesepakatan tertulis dan lisan

untuk tidak melakukan aktivitas penangkapan beserta sanksi-sanksi yang akan diberikan bagi pelanggar aturan tersebut.

Pengelolaan kawasan KKLD ini didukung dengan kegiatan pembuatan zonasi kampung dan marga; monitoring terumbu karang seluruh KKLD Kep. Ayau Asia; pembentukan tim patroli masyarakat di tiap kampung; penguatan kelompok pemuda mahasiswa; pembuatan peta partisipatif; pembuatan pos patroli di Pulau Moof; studi banding tentang penyu; pengadaan fasilitas patroli; diskusi kampung; studi banding pembuatan garam dari air laut di Bali; pelatihan peternakan babi di Bali; pendirian radio komunitas; dan pendidikan lingkungan hidup untuk anak-anak SD, SMP, dan masyarakat dengan slogan no turtle on the menu yang merupakan suatu komitmen diantara masyarakat untuk tidak mengkonsumsi penyu terutama dalam acara besar seperti natal, tahun baru, pesta perkawinan, dan hajatan lainnya.

5.2.5 KKLD Kawe/ Sayang Wayag

KKLD Kawe atau Sayang Wayag terletak di bagian barat laut Raja Ampat dan berbatasan dengan laut Halmahera. Secara geografis terbagi dalam dua daerah yaitu, Pulau Sayang-Pulau Piai, dan Pulau Wayag dengan total wilayah keseluruhan adalah 155.000 ha. Kawasan konservasi ini adalah pulau-pulau kosong dan tidak ada perkampungan satupun (DKP Raja Ampat 2009).

Potensi KKLD Kawe adalah keindahan pulau-pulau Karst dan pantai, tempat bertelurnya penyu, biota laut seperti hiu, manta, tengiri, kerapu, terumbu karang, dan menjadi lokasi tempat bermigrasinya paus dan lumba-lumba. Pulau Wayag Sayang, termasuk dalam pertuanan adat suku Kawe dan Maya yang tinggal di Kampung Selpelel dan Salio.

Ancaman yang selama ini dirasakan oleh masyarakat adalah penangkapan ikan skala besar dari nelayan luar, penggunaan bom dan potassium dalam mengambil sumberdaya laut, perburuan daging dan telur penyu, pencemaran oleh limbah tambang; konflik internal kepemilikan lokasi oleh masyarakat Salio, Selpele maupun masyarakat Halmahera.

Kegiatan yang dilakukan untuk menjaga dan mengurangi tekanan terhadap lingkungan di kawasan Wayag-Sayag dibentuk tim patroli masyarakat dengan

jadwal kegiatan patroli selama sebulan, setiap kelompok mendapat dua kali selama dua hari. Secara empiris, dilaporkan oleh nelayan Salio dan Selpele bahwa telah terjadi peningkatan populasi teripang, udang, dan lola (Trocus niloticus) karena berkurangnya pengambilan oleh nelayan luar. Sebagai dukungan moriil dan semangat masyarakat, maka dibuatlah kesepakatan-kesepakatan bersama untuk menjaga kawasan Wayag Sayag yang ditandatangani bersama dengan surat dukungan para tokoh adat dan masyarakat Kawe untuk penetapan KKLD pada tanggal 18 November 2007.

5.2.6 KKLD Teluk Mayalibit

Kawasan Konservasi Laut Daerah Teluk Mayalibit terletak di Pulau Waigeo dengan luas kawasan 53.100 ha. Teluk Mayalibit merupakan teluk memanjang yang hampir memisahkan Pulau Waigeo menjadi dua bagian dengan mulut teluk yang sangat sempit menjadikan Teluk Mayalibit sebagai kawasan yang relatif tertutup.

Teluk Mayalibit memilki habitat mangrove dan lamun yang sangat baik. Lebar hamparan padang lamun dapat mencapai 70 meter dari tepi hutan mangrove menuju darat. Pada beberapa titik seperti di daerah sebelum Kalitoko, terdapat formasi mangrove dan lamun yang baik. Hutan mangrove juga dijumpai di daerah Waifoi dan Weenok dan antara Kabilol dan Arawai dengan Persentase karang keras relatif kecil, namun daerah Teluk Mayalibit sangat berpotensi sebagai tempat pembesaran biota-biota laut seperti tenggiri, ikan samandar, udang, bubara, kakap, kepiting bakau, dan ikan lema (Restraiger kanagurta) sebagai ikan konsumsi terutama masyarakat Raja Ampat dan Sorong (DKP Raja Ampat 2009).

Masyarakat lokal merasa peduli terhadap pentingnya perlindungan sehingga mereka berperan aktif dalam upaya konservasi. Salah satunya adalah dengan kegiatan patroli untuk menjaga kawasan ini dari kerusakan. Sistem patroli yang diterapkan adalah pengawasan dengan menggunakan sebuah speed boat untuk melakukan pengontrolan kurang lebih dua kali seminggu.

Dampak dari penetapan Teluk Mayalibit sebagai kawasan konservasi antara lain, kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi bagi keberlangsungan hidup lebih meningkat; kegiatan over fishing dan penangkapan yang merusak

telah menurun drastis; telah terdapat zona inti dan kawasan konservasi kampung seluas 20 ha; terbentuknya 10 Kelompok Penggiat Konservasi Kampung (KPKK) se-Distrik Telma dengan jumlah personil sebanyak 175 orang.

Dokumen terkait