• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.5 Analisis Kesejahteraan Masyarakat Pesisir

2.1.5.1 Pendapatan

Analisis pendapatan bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang digunakan dalam usaha, serta besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu usaha. Keuntungan usaha diperoleh dari selisih antara total penerimaan (total revenue) dan total biaya (total cost). Apabila penerimaan total lebih besar dibandingkan dengan biaya total maka usaha tersebut dikatakan untung, jika sebaliknya usaha tersebut dikatakan merugi (Djamin 1984 dikutip Lee Won Jae 2010). Adapun formula yang digunakan untuk menghitung keuntungan usaha adalah :

Keterangan : µ = Keuntungan (rupiah) TR = Total Penerimaan (rupiah) TC = Total Biaya (rupiah)

2.1.6 Sikap

Merujuk kepada Thurstone, Rokeach, Baron & Byrne, Myres, dan Gerungan seperti dikutip Walgito (2003), sikap mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu:

1. Komponen kognitif (komponen perseptual)

Yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.

2. Komponen afektif (komponen emosional)

Yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.

3. Komponen konatif (komponen perilaku)

Yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.

2.2 Kerangka Pemikiran

Konservasi adalah salah satu upaya atau tindakan yang ditujukan untuk melindungi ekosistem dan sumberdaya hayati. Penetapan suatu wilayah untuk menjadi Daerah Perlindungan Laut (DPL) dilandasi dua faktor pendorong. Pertama, adanya kerusakan ekosistem pesisir dan laut seperti kerusakan terumbu karang, erosi pantai, kerusakan ekosistem mangrove, dan lain-lain. Menurunnya keanekaragaman hayati pesisir dan laut dapat mengancam keberlanjutan sumberdaya di masa depan sehingga dibutuhkan upaya untuk menetapkan kawasan konservasi guna melindungi keanekaragaman hayati serta struktur fungsi dan integrasi ekosistem (Agardy dan Barr et al. 1997 dikutip Bengen 2001). Faktor kedua yang menjadi pendorong penetapan DPL adalah sumberdaya alam yang melimpah. Kekayaan laut Indonesia telah diakui, khususnya di daerah Timur Indonesia, oleh karena itu untuk menjamin keberlanjutan kelimpahan sumberdaya tersebut, konservasi diyakini sebagai upaya yang efektif.

Selain tujuan konservasi laut untuk melindungi ekosistem sumberdaya pesisir dan laut, tujuan lainnya adalah memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat pesisir atau nelayan (Agardy dan Barr et al. 1997 dalam Bengen 2001). Kawasan konservasi dapat membantu masyarakat lokal dalam

mempertahankan basis ekonominya melalui pemanfaatan sumberdaya dan jasa lingkungan secara optimal dan berkelanjutan. Hal ini juga dipertegas dalam Undang-undang Konservasi Hayati (UUKH) pasal 3 Tahun 1990 tentang tujuan dari penetapan kawasan konservasi adalah mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Namun bagaimana kenyataan di lapangan, itulah yang menjadi fokus penelitian ini khususnya dampak penetapan DPL terhadap kondisi sosial ekonomi nelayan sebagai pihak yang telah turun temurun bergantung pada sumberdaya tersebut.

Nelayan sebagai bagian dari Daerah Perlindungan Laut tentu saja memiliki hak-hak untuk memasuki kawasan, mengambil, mengolah, menjaga, dan mendapatkan hasil dari sumberdaya yang ada di dalam DPL. Seperangkat hak nelayan meliputi hak akses (access right), hak pemanfaatan (withdrawal right), hak pengelolaan (management right), dan hak ekslusi (exclusion right). Hak-hak tersebut telah dimiliki sejak sebelum wilayah pesisir dan laut ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana seperangkat hak tersebut setelah ditetapkan DPL, apakah mengalami perubahan atau tidak. Respon masyarakat mengenai keberadaan DPL dan sistem zonasi, dampak bagi seperangkat hak nelayan dan keuntungan yang didapatkan akan menjadi pengukuran bagaimana pengaruh penetapan DPL terhadap seperangkat hak yang dimiliki mereka.

Penetapan DPL tentu saja membentuk sistem zonasi pengelolaan sumberdaya laut dan akan mempengaruhi hak nelayan dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada. Ketika sistem zonasi ditentukan, maka akan terjadi perubahan seperangkat hak tersebut, dan akan berpengaruh terhadap hasil tangkapan dan pendapatan nelayan. Bagaimanakah respon nelayan terhadap keberadaan DPL dan perubahan sistem zonasi akan menjadi salah satu fokus dari penelitian ini. Secara umum keterkaitan antar variabel-variabel dapat digambarkan dalam kerangka pemikiran sebagai berikut :

Keterangan : Hubungan Pengaruh Fokus aspek yang dikaji

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penurunan kuantitas dan

kualitas sumberdaya pesisir dan laut

Kekayaan sumberdaya pesisir dan laut

Kondisi sosial ekonomi nelayan

Sebelum Sebelum Sesudah Sesudah Kondisi ekonomi Tingkat Pendapatan Nelayan Kondisi Sosial

Seperangkat hak nelayan (bundles Of right)

Hak akses (access right) Hak pemanfaatan (withdrawal right) Hak pengelolaan (management right)

Hak ekslusi (exclusion right)

Respon nelayan

Tingkat pengetahuan nelayan terhadap DPL dan perubahan zonasi

Tingkat afeksi nelayan terhadap DPL dan perubahan zonasi

Penetapan Daerah Perlindungan Laut

(DPL) Perubahan Zonasi

2.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan antara penetapan Daerah Perlindungan Laut (DPL) terhadap perubahan seperangkat hak (bundles of right) nelayan.

2. Terdapat hubungan antara penetapan Daerah Perlindungan Laut (DPL) terhadap tingkat pendapatan nelayan.

2.4 Definisi Konseptual

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah konseptual yang digunakan sebagai pengertian awal beberapa variabel dari penelitian ini. Definisi dari berbagai variabel yang ada diperoleh melalui pemahaman atas berbagai definisi dan teori yang terkait dengan variabel tersebut. Istilah-istilah konseptual tersebut yaitu:

1. Kawasan Konservasi Laut (KKL) adalah sebuah areal yang berada di wilayah pasang surut atau di atasnya, termasuk air yang melingkupinya beserta berbagai flora, fauna serta peninggalan sejarah dan berbagai bentuk kebudayaan, yang telah ditetapkan oleh aturan hukum yang berlaku maupun oleh cara-cara lain yang efektif, dilindungi baik sebagian maupun keseluruhannya.

2. Daerah Perlindungan Laut (DPL) adalah daerah pesisir dan laut yang dipilih dan ditetapkan untuk ditutup secara permanen dari kegiatan perikanan dan pengambilan sumberdaya serta dikelola oleh masyarakat setempat.

3. Pengelolaan kawasan konservasi adalah pengelolaan yang dikelola oleh pemerintah tetapi tidak menutup kemungkinan dikelola oleh masyarakat untuk pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Pengelolaan ini mencakup kegiatan memanfaatkan kawasan atau mengambil sumberdaya dalam DPL secara adil dan lestari.

4. Nelayan adalah penduduk lokal yang menggantungkan hidupnya dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada di Daerah Perlindungan Laut (DPL).

5. Seperangkat hak nelayan (bundles of right) adalah hak-hak nelayan yang meliputi hak akses (access right), hak pemanfaatan (withdrawal right), hak pengelolaan (management right), dan hak ekslusi (exclusion right).

2.5 Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional yang digunakan untuk mengukur berbagai peubah. Masing-masing peubah terlebih dahulu diberi batasan sehingga dapat ditentukan indikator pengukurannya. Istilah-istilah tersebut yaitu:

1. Seperangkat hak nelayan (bundles of right) adalah hak-hak nelayan yang meliputi hak akses (access right), hak pemanfaatan (withdrawal right), hak pengelolaan (management right), dan hak ekslusi (exclusion right).

a. Hak akses (access right) adalah hak untuk memasuki wilayah sumberdaya yang memiliki batas-batas yang jelas dan untuk menikmati manfaat non ekstraktif. Pengukuran hak pemanfaatan melalui kegiatan :

Nelayan tidak dapat melintas di lokasi DPL = skor 1= rendah Nelayan dapat melintas di lokasi DPL = skor 2 = tinggi

b. Hak pemanfaatan (withdrawal right) adalah hak untuk memanfaatkan sumberdaya. Pengukuran hak pemanfaatan melalui kegiatan:

Nelayan tidak dapat mengambil sumberdaya di DPL = skor 1 = rendah Nelayan dapat mengambil sumberdaya secara bebas = skor 2 = tinggi c. Hak pengelolaan (management right) adalah hak untuk turut serta dalam

pengelolaan sumberdaya. Hak pengelolaan dapat diukur dari keterlibatan masyarakat sejak perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan monitoring, serta mendapatkan hasil. Pengukuran :

Nelayan tidak terlibat dalam penjagaan DPL dan tidak berhak melarang siapapun untuk melakukan kegiatan apapun di DPL = skor 1 = rendah Nelayan terlibat dalam penjagaan DPL dan berhak melarang siapapun untuk melakukan kegiatan apapun di DPL = skor 2 = tinggi

d. Hak ekslusi (exclusion right) adalah hak untuk menentukan siapa yang boleh memiliki hak akses dan bagaimana hak tersebut dialihkan ke pihak lain. Pengukurannya:

Tidak ada = skor 1 Ada = skor 2

2. Respons nelayan adalah tanggapan nelayan atas penetapan DPL dan sistem zonasi yang dibuat. Pengukurannya melalui aspek kognitif (pengetahuan) dan aspek afektif nelayan akan keberadaan DPL dan sistem zonasi yang dibentuk.

a. Tingkat pengetahuan nelayan terhadap DPL adalah pemahaman nelayan akan keberadaan Daerah Perlindungan Laut dan sistem zonasi. Tingkat pengetahun nelayan dapat diukur dengan pertanyaan :

i) Nelayan tahu pengertian DPL

ii) Nelayan tahu manfaat dan tujuan DPL

iii) Nelayan tahu aturan dan larangan yang dibuat terkait DPL

iv) Nelayan tahu sanksi-sanksi yang diberikan bagi yang melanggar aturan-aturan di DPL

Pengukurannya : Tidak = skor 1 Iya = skor 2

b. Aspek afeksi nelayan terhadap DPL dan perubahan zonasi adalah respon nelayan yang berhubungan dengan rasa setuju atau tidak setuju terhadap penetapan DPL dan sistem zonasi yang dibentuk. Tingkat afeksi nelayan terhadap penetapan DPL dan sistem zonasi dapat diukur dengan pernyataan :

i) Penetapan DPL penting untuk keberlanjutan sumberdaya laut

ii) Penetapan DPL tidak membuat nelayan terbatas untuk masuk keluar kawasan

iii) Penetapan DPL tidak membuat jumlah tangkapan nelayan berkurang iv) Penetapan DPL tidak membuat perubahan sistem zonasi nelayan Pengukurannya: Tidak= skor 1

Pengukuran tingkat respons nelayan adalah skor total dari aspek kognitif dan aspek afeksi responden :

Skor di bawah skor rata-rata = Respons nelayan negatif terhadap penetapan DPL

Skor di atas skor rata-rata = Respons nelayan positif terhadap penetapan DPL

3. Pendapatan (TI) nelayan adalah total penerimaan nelayan (TR) dari sektor perikanan dikurangi total pengeluaran (TC) untuk menunjang kegiatan perikanan. Ukuran pendapatan ditentukan berdasarkan rata-rata pendapatan responden dari sektor perikanan di tempat penelitian.

Pendapatan < rata-rata pendapatan = skor 1 = rendah Pendapatan > rata-rata pendapatan = skor 2 = tinggi

4. Tingkat penerimaan (TR) nelayan adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan yang diperoleh dari kegiatan menangkap ikan di laut. Skala pengukuran :

Dibawah rata-rata = skor 1 = rendah Di atas rata-rata = skor 2 = tinggi

5. Tingkat pengeluaran nelayan adalah jumlah pengeluaran secara keseluruhan untuk kegiatan melaut. Skala pengukuran :

Dibawah rata-rata = skor 1 = rendah Di atas rata-rata = skor 2 = tinggi

Dokumen terkait