• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI PANGKALAN KERINCI SEBELUM BERDIRI PERUSAHAAN PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER (RAPP) TAHUN 1993

2.2. Keadaan Penduduk

Penduduk merupakan potensi untuk melaksanakan pembangunan dan

kemajuan suatu daerah, dapat dikatakan sebagai sekelompok orang yang menempati

wilayah tertentu secara langsung maupun tidak langsung dan menjalin interaksi satu

sama lain dalam usaha pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Sebelum pembangunan PT.

Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) jumlah penduduk pada tahun 1975 berkisar 5

KK-10 KK berasal dari penduduk tempatan18yang didominasi oleh etnis melayu19

atau suku asli wilayah Pangkalan Kerinci bahkan seluruh Provinsi Riau. Pada masa

itu kehidupan Penduduknya berpindah-pindah (nomaden), latar belakang kehidupan

nomaden awalnya dari sistem mata pencahariannya yaitu berladang

berpindah-pindah, dengan tersedianya lahan kosong dapat digunakan untuk membuka lahan baru

untuk bertani dan berladang. Penduduk Pangkalan Kerinci dikelompokkan menjadi

dua etnis melayu berdasarkan adat pebatinan20 yakni : Petalangan dan Melayu Pesisir,

18 Penduduk tempatan (Local Comunity)merupakan suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat sosial. Asumsi Penduduk tempatan adalah adanya tempat/lokal dan perasaan masyarakat setempat, mereka memiliki perasaan yang sama dan saling membutuhkan di antara angota-angotanya. Lihat H. Sujianto, Pengembangan Modal Sosial Untuk Daerah Tertinggal Studi Kajian Di Kabupaten Pelalawan, Pekanbaru: Alaf Riau, Graha UNRI Press, 2008, hal. 21-22.

19 Etnis diartikan sebagai langkah mengidentifikasikan diri menjadi bagian sebuah kelompok yang lebih luas daripada kelompok kekeluargaan atau jaringan orang yang saling mengenal. Etnis terbentuk menurut hubungan salingketergantungan yang berlangsung disepanjang jaringan yang menghubungkan dua atau beberapa kelompok masyarakat. Masuknya Etnis Melayu berakar disuatu kelompok masyarakat dari berbagai asal, yang terbuka dari segala bentuk budaya dan berhasil mengumpulkan sebahagian orang setempat di sekeliling mereka, ciri-ciri dari etnis Melayu yaitu : beragama islam, berbahasa melayu, dan mengikuti adat melayu “Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabbulah”. Lihat Daniel Perret, Kolonialisme Dan Etnisistas Batak dan Melayu di Sumatera Timur Laut, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), 2010, hal. 169-170.

20

Cornelis Van Vollenhoven mengatakan Adat (adatrecht) atau hukum adat, segala hukum yang berasal dari kebiasaan asli lokal (native costumary law) dan hukum islam. Istlah Pebatinan yaitu adanya beberapa Batin yang masing-masing batin memimpin kelompok orang. Jadi maksud Adat Pebatinan yaitu hukum, aturan, atau norma yang mengatur kehidupan kelompok masyarakat yang

disisi lain pengelompokan ini menyebabkan mereka hidup dan berkembang dalam

wilayah hutan tanahnya masing-masing, sehingga terjadilah

perkampungan-perkampungan baru yang dibuat oleh setiap pesukuan.

Penduduk Petalangan merupakan mereka yang berada di daerah daratan yang

mempunyai Hutan Tanah Wilayat Pebatinan21, terdiri dari pesukuan-pesukuan yang

bergabung dalam “Pebatinan/batin Kurang Oso Tigapuluh22

dan mempunyai adat

perkawinan sendiri. Sedangkan Penduduk Melayu Pesisir yaitu mereka yang

bermukim di daerah pinggiran sungai atau sepanjang pesisir sungai Kampar ke

Kualo, Pulau Penyalai, dan Serapung, mempunyai adat perkawinan yang khusus dan

tidak mempunyai batin23. Kehidupan penduduk Petalangan ditandai dari berbagai

macam suku : Bintan, Lubuk, Monti Gole, Melayu, Peliang, Pelabi, Pematan, Singeri,

Singo Bono, Penyabungan, ± ada 17 Suku Petalangan. Penduduk Petalangan

termasuk juga suku bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) yang menjadi penduduk awal

di Pangkalan Kerinci, disebut “Orang Asli”. Tempat bermukim Orang Petalangan

dipimpin oleh seorang batin. Istilah batin sebagai pemimpin komunitas terdapat dalam beberapa wilayah, seperti dalam budaya masyarakat Sakai, Akit, Talang Mamak di Riau, dan dalam masyarakat Suku Anak Dalam di Jambi. Lihat H. M Harris, dkk., Langgam Dengan Adatnya, Riau: Gurindam Press, 2011, hal. 19.

21 Bagi orang Petalangan, Hutan Tanah bukan hanya sekedar tempat hidup dan mencari nafkah, tetapi menjadi salah satu sumber penting, menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup dan kehidupan mereka, yang serat dengan simbol-simbol budaya. Hutan Tanah Wilayat, merupakan tanah milik keseluruhan anak kemenakan dalam tiap Pebatinan-Kepenghuluan. Lihat H. Tenas Effendy, dkk., op.cit, hal. 115-116.

22

Secara keseluruhan pebatinan-kepenghuluan dikenal dengan nama Pebatinan/batin kuang oso tigo pulou (pebatinan/batin kurang esa tiga puluh) jadi ada 29 wilayah dengan pemerintahan adat yang otonom diakui keberadaannya di bawah Kerajaan Pekantua-Pelalawan. Lihat H.M Harris, dkk., log.cit, hal. 11.

23

Wawancara, M Wali Nasir, Mantan Kepala Desa Kuala Terusan Tahun 1985, Terusan Baru JL. Cempaka Kelurahan Kerinci Barat, Pangkalan Kerinci pada 25 Agustus 2015.

dapat dijumpai pada daerah : Sekijang, Delik, Kerumutan, Sorek, Pangkalan Kuras,

Bunut, dan Kabupaten Pelalawan. Bedanya dengan penduduk Melayu Pesisir hanya

terdiri satu suku yakni Melayu, tempat bermukim mereka di wilayah pesisir

Kecamatan Langgam dan Kuala Kampar, untuk penggunaan Bahasa Orang Melayu

Pesisir, intonasi nada yang lembut, lebih mudah dimengerti, dan dialeknya

mempunyai perbedaan sendiri dengan menggunakan akhiran “ee”, akhiran kata “oo”24

dan tidak jauh berbeda dengan Bahasa Petalangan, misalnya :

 Tikar = Lapiek (Melayu Pesisir)

 Apa = Ape (Melayu Pesisir)

 Tidak Ada = Tak ade (Melayu Pesisir)

 Mau Kemana = Nak kemano (Melayu Pesisir)

 Ke pasar = Ke paso (Melayu Pesisir)

 Lapar = Lapo (Melayu Pesisir

 Tikar =Tike, Tiko (Bahasa Petalangan

 Mau Kemana = Mingkak Kemano, Engkau Kemano

(Bahasa Petalangan)

 Mamak/Ibu = Bhoman (Bahasa Petalangan

 Abang = Udo (Bahasa Petalangan)

 Paman = Moman (Bahasa Petalangan)

 Adiknya Abang = Iung (Bahasa Petalangan)

24 Wawancara, H. Tengku Nahar SP, Ketua Umum Lembaga Adat Melayu Pesisir, JL. Sakura Kelurahan Pangkalan Kerinci Timur, Pangkalan Kerinci pada 31 Agustus 2015.

Menurut Sistem kekerabatan25 penduduk Melayu Pesisir biasanya keturunan

sebelah ayah “Patrineal” sedangkan penduduk Petalangan termasuk dalam keturunan ibu “Matrineal”. Walaupun muncul perbedaan kelompok Etnis Melayu Pesisir maupun Petalangan, kedua etnis ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain dalam istilah

bahasa adatnya “Satu mata hitam satu mata putih” artinya saling bergantungan,

saling membutuhkan, saling menguatkan, tidak boleh merasa menang, tidak boleh

saling berusuhan, dan marasa satu kesatuan yang utuh.26

Mengenai luas daerah dan jumlah penduduk di Kampar Hilir wilayah ini

dibagi atas empat kecamatan, hasil registrasi penduduk mulai tahun 1947,1974, dan

1977,27 untuk rinciannya dapat dilihat pada tabel 3 :

Tabel 2

Jumlah Registrasi Penduduk Kabupaten Kampar Tahun 1947-1977

No. Kecamatan Luas Wilayah Km2 Jumlah Penduduk Tahun 1947 Tahun 1974 Tahun 1977 1. Pangkalan Kuras 1.724,75 Km2 5.494 9.036 9.114 2. Langgam 3.069,17 Km2 4.453 6.815 7.825 3. Bunut 3.486,21 Km2 7.362 9.262 9.236 4. Kuala Kampar 3.707,77 Km2 4.784 18.029 19.305 Jumlah 11.987,90 Km2 22.093 43.142 45.850

25 Sistem kekerabatan adalah serangkaian aturan-aturan yang mengatur penggolongan orang-orang sekerabat, yang membedakannya dengan orang-orang-orang-orang yang tidak mempunyai hubungan sebagai kerabat, ketentuan mengenai siapa yang tergolong sebagai kerabat disebut ego atau seseorang yang dianggap sebagai kerabat oleh orang lain karena dianggap masih keturunan atau mempunyai hubungan darah. Lihat H. Sujianto, op.cit, hal. 33.

26 Wawancara, Mukhtarius M.pd, Ketua Umum Lembaga Adat Petalangan, Akademi Komunitas Negeri Pelalawan (AKNP) JL. Maharaja Indra, Pangkalan Kerinci pada 05 September 2015.

27 Tengkoe Nazir, Sari Sejarah Kampar, Pekantua, Dan Pelalawan, Riau: Pangkalan Kerinci, Pemerintah Kabupaten Pelalawan, 1985, hal. 147.

Tabel diatas menjelaskan data penduduk tahun 1947-1977 adalah sekitar 111.085

orang. Secara keseluruhan peningkatan jumlah penduduk terjadi tahun 1977 di

kecamatan Kuala Kampar, tercatat 19.035 orang. Begitupula dengan Kecamatan

Bunut dan Pangkalan Kuras, di tahun yang sama dapat dilihat jumlahnya tidak jauh

berbeda hanya selisih 2%. Apabila dibandingkan dengan Kecamatan Langgam sangat

jauh bedanya dari 3 kecamatan diatas, hanya tercatat 7.825 orang dengan luas

wilayah 3.069,17 Km2 hal ini terjadi karena perkembangan pembangunan wilayah di

Kecamatan Langgam sangat lambat juga keadaan alam tidak mendukung serta

sumber kehidupan masih sulit didapat. Sesudah masa ladang berpindah-pindah tahun

1985 Pemerintah Kabupaten Kampar membentuk sebuah perkampungan dengan

mengadakan 155 rumah sosial untuk ± 600 penduduk, diberikan kepada

masing-masing Kepala Keluarga (KK), satu kepling rumah dengan luas 40×60 dan 1 ha untuk

lahan kebun. Penempatan rumah sosial hanya terdiri dari penduduk tempatan wilayah

pesisir maupun wilayah daratan seperti : Pulau muda, Terusan, Pelalawan, Rantau

Baru dan wilayah perairan lainnya, selain tersedianya rumah sosial pemerintah juga

membantu memenuhi kebutuhan pangan penduduk selama tiga tahun.28

Setelah tiga tahun berlalu menjadi kawasan Desa Sosial tahun 1988 berdiri

perusahaan Perkebunan Indo Sawit di Pangkalan Kerinci, mulai aktif menjalankan

usahanya ± 4 tahun, keberadaan Perkebunan Indo Sawit mampu mendorong banyak

warga pendatang awal tahun 1989 khususnya dari daerah Pulau Jawa untuk mencari

28 Wawancara, H. M Yunus, Kepala Desa Sering Kabupaten Pelalawan (2004-2010) dan (2013-2019), JL.Jambu Kelurahan Kerinci Kota, Pangkalan Kerinci pada 07 Oktober 2015.

pekerjaan atau sumber kehidupan yang baru. Selain bekerja di perusahaan

Perkebunan Indo Sawit disamping itu mereka juga diberi kebun oleh pihak

perusahaan dengan cara PIRTRANS (Perusahaan Inti Rakyat Transmigrasi) yang

dikelola orang Trans, oleh karena itu wilayah orang Trans disebut juga daerah Satuan

Pemilik (SP) sampai sekarang di Pangkalan Kerinci sebutan daerah SP. I sampai SP.

XII tetap ada dan rata-rata penduduknya memiliki banyak lahan untuk perkebunan

sawit.29 Dengan demikian, pengembangan Perkebunan Indo Sawit melalui pola PIR

(Perusahaan Inti Rakyat) dengan pendekatan sistem agribisnis telah mampu

memberikan pengaruh positif terhadap ekonomi di bidang pertanian, adapun dampak

positif dari Perkebunan Indosawit mampu menyediakan lapangan kerja bagi

penduduk dari luar daerah juga penduduk tempatan sekitar Pangkalan Kerinci, baik

sebagai pekerja pabrik, transportasi, pemeliharaan maupun pemanenan kelapa sawit

serta kegiatan penyediaan jasa ekonomi lainnya. Dibawah ini dapat dilihat jumlah

warga Trans semenjak tahun 1988-1991 tercatat sebanyak 50.960 jiwa30 yang

sebagian besar berada di Kecamatan Pangkalan Kuras, untuk rinciannya dapat dilihat

pada tabel 4 :

29

Wawancara, Ekmaizal, Mantan Pegawai Di Kantor Pembantu Bupati Wilayah II Kampar (1988),Kawasan Perkantoran Dinas Tenaga Kerja, Pangkalan Keirinci pada 24 Agustus 2015.

30 Pelalawan Dalam Angka Tahun 2000, Kerjasama Bappeda Dengan BPS Kabupaten Kampar, hal. 52.

Tabel 3

Penempatan Transmigrasi Di Kabupaten Pelalawan Dari Prapelita Sampai Dengan Tahun 2000

Tahun Penempatan Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Realisasi Penempatan Jiwa 1983-1984 Langgam 400 1.600 1987-1988 Ukui SLS I 503 2.012 Ukui SLS II 370 1.480 Ukui SLS III 426 1.704 Ukui SLS IV 517 2.068 Ukui SLS V 579 2.316 Ukui SLS VI 500 2.000 Ukui SLS VII 400 1.600 1988-1989 Ukui IIS I 532 2.128 Ukui IIS II 431 1.724

Ukui IIS III 454 1.816

Ukui IIS III 618 2.472

Ukui IIS IV 603 2.412 Ukui IIS V 782 3.128 1988-1989 Sei Buatan I 350 1.400 1989-1990 Sei Buatan V 510 2.040 Sei Buatan VI 410 1.640 1989-1990 Sorek SBP I 750 3.000

1990 Ukui IIS VII 782 3.128

1990-1991 Ukui SLS VIII 325 1.300 Ukui SLS IX 380 1.520 1990-1991 Sorek SBP II 500 2.000 Sorek SBP III 500 2.000 Sorek SBP IV 400 1.600 Sorek SBP V 500 2.000

1990-1991 Sei Buatan VII 1.000 4.000

1996-1997 Sorek SBP V 500 2.000

Berdasarkan tabel diatas secara keseluruhan jumlah warga Transmigrasi tahun

1988-1997 sebanyak 50.960 jiwa, akan tetapi jika dilihat dari realisasi penempatan

tahun 1990-1991 wilayah Ukui SLS VIII dengan jumlah 1300 jiwa untuk

penempatannya 325, bisa dikatakan pemukiman transmigrasi ke wilayah ini sangat

rendah apabila dibandingkan dengan wilayah pemukiman Transmigrasi lainnya justru

jumlahnya semakin meningkat setiap tahun salah satunya di pemukiman Trans Sei

Buatan VII tahun 1990-1991 dengan jumlah 4.000 jiwa. Awal berdirinya Perkebunan

Indo Sawit merupakan awal masuknya warga pendatang untuk mencari kehidupan

baru, membentuk suatu perkampungan baru, dan meningkatkan potensi Sumber Daya

Manusia walaupun sarana pebangunan infrastruktur belum begitu memadai. Sesudah

itu tahun 1992-1994 didirikanlah perusahaan PT. Riau Andalan Pulp and Paper

(RAPP), beberapa perkebunan HTI (Hutan Tanaman Industri) dan PT. Indo Sawit

yang membawa suatu perubahan pada pertumbuhan perkembangan penduduk yang

cukup tinggi baik dari kelahiran maupun migrasi (perpindahan penduduk). Selesai

pembangunan mulai tahun 1995 dimana perusahaan PT. RAPP mulai bergerak

mengoperasikan produksi pertamanya yaitu Pulp (bubur kertas), awal-awal

dibukanya perusahaan banyak merekrut tenaga kerja yang berasal dari daerah

tempatan maupun luar daerah sehingga jumlah pertumbuhan penduduk meningkat

lebih cepat, terlaksananya program pembangunan jalan Lintas Timur Sumatera,

meningkatkan fasilitas-fasilitas pembangunan dan mobilisasi penduduk dari berbagai

ragam etnis, antara lain : Melayu, Minang, Batak, Aceh, Jawa, Bugis, Nias, Cina, dan

Berdasarkan data tahun 1997 mayoritas penduduk di Kabupaten Pelalawan

beragama Islam sebanyak 133.982 jiwa atau 98,48 persen, sebagian penduduk

Kabupaten Pelalawan beragama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, dan Budha.

Kepadatan rata-rata penduduk di Kabupaten Pelalawan adalah 17 jiwa per/Km2 atau

0,16 jiwa per/hektare, kepadatan penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Ukui,

yaitu 39 jiwa per/Km2, sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat di

Kecamatan Teluk Meranti, sebesar 3 jiwa per/Km2. Sampai tahun 1999 jumlah rumah

tangga di Kabupaten Pelalawan sebanyak 31.783 KK, dengan rata-rata setiap satu KK

sebanyak 4 jiwa, jumlah rumah tangga terbesar terdapat di Kecamatan Pangkalan

Kuras, yaitu 4.865 KK dan terkecil di Kecamatan Teluk Meranti sebanyak 1.580

KK.31 Dari hasil sensus penduduk tahun 2000 berdasarkan Badan Pusat Statistik

(BPS) Provinsi Riau, tercatat jumlah penduduk Kabupaten Pelalawan mencapai

291.308 jiwa.32 Kepadatan penduduk Daerah Kabupaten Pelalawan pada tahun 2000

rata-rata 44 jiwa per-Km2, sedangkan Kecamatan terpadat adalah Kecamatan

Langgam dengan 14 Jiwa per-Km2 disusul Kecamatan Bunut dan Kecamatan

Pangkalan Kuras dengan 12 Jiwa per-Km2 sedangkan Kecamtan yang kurang padat

penduduknya adalah Kecamtan Kuala Kampar dengan rata-rata 6 Jiwa per-Km2,

untuk rinciannya telah dimuat pada tabel 5 :

31 T. Azmun Jaafar, Strategi Pemberdayaan Dan Pembangunan Di Kabupaten Pelalawan, Riau: Pemerintah Kabupaten Pelalawan, 2001, hal. 12-14.

32

Pelalawan Dalam Angka 2001, Kerjasama Bappeda Dengan BPS Kabupaten Pelalawan, hal. 50.

Tabel 4

Luas Wilayah, Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Penduduk Per-Km2 Menurut Kecamatan Di Kabupaten Pelalawan Tahun 2000

Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Penduduk Tahun 2000 No. Kecamatan Luas Wilayah

(Km2) Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk 1. Langgam 1.533,01 Km2 12.978 Jiwa 14 2. Bunut 2.270,59 Km2 16.284 Jiwa 12

3. Kuala Kampar 5.647,66 Km2 23.383 Jiwa 6

4. Pangkalan

Kuras

3.039,16 Km2 25.180 Jiwa 12

Jumlah 12.490,42 Km2 291.308 Jiwa 44