• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kondisi Geografi

Desa Labuhan Ratu Enam merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur, Propinsi Lampung. Secara administratif, luas wilayah Desa Labuhan Ratu Enam adalah sebesar 1827,5 ha yang terdiri atas pemukiman, persawahan, tanah kering (ladang), tanah rawa, perkebunan, perkantoran, dan fasilitas umum lainnya. Batas wilayah Desa Labuhan Ratu Enam adalah:

Sebelah utara : Labuhan Ratu IX Sebelah selatan : Labuhan Ratu VII Sebelah timur : TNWK

Sebelah barat : Labuhan Ratu

Luas wilayah Kondisi iklim Desa Labuhan Ratu Enam berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman (1979), ditemukan satu jenis tipe agroklimat, yaitu tipe C2 dengan jumlah bulan basah 5­6 bulan dan bulan kering 2­3 bulan. Sedangkan berdasarkan klasifikasi iklim Smith dan Ferguson termasuk dalam kategori iklim B, yang dicirikan oleh bulan basah selama 6 bulan yaitu pada bulan Desember­ Juni dengan temperatur rata­rata 24­34oC. Curah hujan rata­rata tahunan sebesar 1.500­2.500 mm. Rata­rata intensitas penyinaran matahari selama tahun 2004­ 2009 berkisar 55,42 ­ 63,68 % tiap tahunnya, hal ini berarti efektifitas lama

35 penyinaran yang terjadi berkisar sampai 17­19 hari tiap bulannya (Desa Labuhan Ratu Enam 2012).

Topografi wilayah Desa Labuhan Ratu Enam terletak di merupakan lahan rawa bervegetasi rendah. Dari sisi hidrologi (danau, rawa, air tanah, dan sungai), wilayah Desa Labuhan Ratu Enam merupakan salah satu wilayah yang mendapatkan aliran irigasi dari Danau Jepara yang total luas genangannya mencapa 220 hektar. Aliran iriasi di wilayah Desa Labuhan Ratu Enam utamanya difungsikan sebagai sumber pengairan teknis.

Kondisi Demografi

Pada tahun 2012, jumlah penduduk Desa Labuhan Ratu Enam berjumlah 3492 jiwa yang terdiri dari 1785 laki­laki dan 1707 perempuan. Jumlah kepala keluarga (KK) di Desa ini yaitu 967 KK dengan tingkat kepadatan penduduk 2 orang/ha. Berdasarkan struktur mata pencaharian penduduk menurut sektor, sebagian besar penduduk Desa Labuhan Ratu Enam bekerja di sektor pertanian, yaitu sebesar 62,96 persen. Besarnya jumlah penduduk yang bekerja sebagai petani karena sebagian besar masyarakat Desa Labuhan Ratu merupakan keturunan generasi ke­2, generasi ke­3 dari gelombang petani transmigran dari pulau Jawa yang mewarisi keahlian bertani dari orangtua. Pemilikan lahan per kapita juga masih relatif lebih luas sehingga potensi pertanian masih cukup menjanjikan. Selain mata pencaharian di sektor pertanian, ragam jenis pekerjaan di Desa Labuhan Ratu Enam antara lain peternak, penambang, PNS/TNI/POLRI, pegawai sektor industri dan pendidikan, pedagang, pekerjaan di sektor jasa, buruh dan asisten rumah tangga, dan sebagainya seperti tercantum dalam Tabel 6.

Tabel 6 Distribusi penduduk Desa Labuhan Ratu Enam berdasarkan jenis pekerjaan pada tahun 2012

Jenis Pekerjaan Jumlah Orang Persentase (%)

Petani 967 62.96 Peternak 6 0.39 Pertambangan 6 0.39 PNS/TNI/Polri 14 0.91 Pegawai/karyawan 11 0.72 Pedagang/wiraswasta 125 8.14 Jasa 188 12.24

Buruh dan Asisten RT 203 13.22

Lainnya 16 1.04

Jumlah 1536 100.00

Sumber: Desa Labuhan Ratu Enam (2012)

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Labuhan Ratu Enam masih sangat rendah. Hal tersebut ditunjukkan dengan masih tingginya jumlah penduduk yang buta aksara dan yang tidak tamat SMP/sederajat (belum memempuh wajib belajar 9 tahun), yaitu mencapai 44.66 persen. Penduduk yang telah menempuh pendidikan formal hingga perguruan tinggi (D1, D2, D3, S1) hanya 2.55 persen, yang menyelesaikan pendidikan hingga tamat SMA/sederajat sebanyak 27.34 persen, dan sisanya sebesar 25.45 persen tamat SMP/sederajat. Rendahnya tingkat

36

pendidikan ini menyebabkan sebagian besar masyarakat Desa Labuhan Ratu Enam yang bermata pencaharian sebagai buruh tani, buruh di sektor jasa, dan peyedia jasa di sektor industri mikro kecil dan kerajinan rumah tangga, maupun sektor informal lainnya. Data distribusi penduduk Desa Labuhan Ratu Enam berdasarkan tingkat pendidikan ditunjukkan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Distribusi penduduk Desa Labuhan Ratu Enam berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2012

Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

Buta Aksara 180 7.39

Tidak tamat SD 208 8.54

Tamat SD/sederajat 700 28.74

Tamat SMP/sederajat 620 25.45

Tamat SMA/sederajat 666 27.34

Tamat perguruan tinggi 62 2.55

Jumlah 2436 100.00

Sumber: Desa Labuhan Ratu Enam (2012)

Kondisi Sarana dan Prasarana

Ketersediaan sarana dan prasaranan yang memadai akan mendukung kelancaran aktivitas sehari­hari, utamanya aktivitas ekonomi. Desa Labuhan Ratu enam memiliki prasarana jalan raya yang sudah cukup baik, karena jalan raya telah beraspal. Kondisi jalan utama desa sebagian juga telah beraspal walaupun beberapa tempat masih dijumpai jalanan yang rusak. Sebagian lainnya masih berupa jalan tanah. Walaupun demikian, tatanan jalan yang rapi memudahkan penggunaan jalan yang tersedia. Namun, sarana transportasi menuju desa masih sangat terbatas, karena tidak adanya kendaraan angkutan umum/desa maupun jasa ojek kendaraan bermotor yang tersedia. Akses transportasi menuju desa dilakukan dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat milik pribadi.

Sarana komunikasi dan informasi juga telah tersedia, berupa layanan jaringan untuk ponsel selular, penggunaan TV, radio, parabola. Akses terhadap internet masih sangat terbatas. Prasarana energi dan penerangan juga cukup memadai, karena keseluruhan wilayah desa telah teraliri listrik, dengan jumlah pengguna listrik PLN sebanyak 896 KK.

Prasarana pendidikan yang tersedia berupa gedung TK, SD, dan lembaga pendidikan Agama. Jenjang pendidikan yang lebih tinggi sebagian besar penduduk Desa Labuhan Ratu Enam menempuhnya di sekolah di luar Desa mereka. Selain itu juga terdapat prasarana keagamaan berupa masjid dan musholla, prasarana pemerintahan berupa kantor desa dan balai desa, serta prasarana olahraga berupa lapangan bola. Prasarana kesehatan di Desa Labuhan Ratu Enam berupa rumah bersalin dan posyandu yang didukung adanya bidan dan dukun bersalin terlatih. Prasarana untuk menunjang aktivitas usahatani di Desa Labuhan Ratu Enam berupa irigasi dan kelembagaan kelompok tani yang dikelola oleh masyarakat (Desa Labuhan Ratu Enam, 2012).

37 Kondisi Pertanian

Disamping Agroklimat di Desa Labuhan Ratu Enam, kondisi lahan yang sebagian besar berupa ladang juga mendukung usahatani tanaman pangan dan perkebunan. Berdasarkan luas wilayah menurut penggunaan di Desa Labuhan Ratu Enam, penggunaan lahan terbesar berupa ladang dan lahan perkebunan, yang menunjukkan bahwa potensi pertanian Desa Labuhan Ratu Enam cukup besar. Data penggunaan lahan di Desa Lahuban Ratu Enam ditunjukkan dalam Tabel 8. Tabel 8 Luas lahan Desa Labuhan Ratu Enam berdasarkan penggunaan pada

tahun 2012

Jenis lahan menurut penggunaan Luas lahan (ha)

Lahan Pemukiman 146.6

Sawah 27

Tegal/Ladang 1005

Rawa 6

Perkebunan 610

Tanah fasilitas umum 33

Luas Lahan 1827.6

Sumber: Desa Labuhan Ratu Enam (2012)

Luasnya lahan yang tersedia membuat masyarakat memanfaatkan lahan­ lahan pertanian untuk melakukan budidaya berbagai jenis tanaman pangan dan perkebunan. Sebanyak 1942 keluarga bekerja di sektor pertanian, yang terdiri dari 957 keluarga yang merupakan petani tanaman pangan, dan 985 keluarga merupakan petani perkebunan. Sebanyak 869 keluarga petani tanaman pangan memiliki tanah pertanian sendiri dengan luas lahan kepemilikan 1­10 ha/keluarga petani, sedangkan sebanyak 98 keluarga petani tanaman pangan tidak memiliki lahan pertanian dan bekerja sebagai buruh tani. Pada sektor perkebunan, sebanyak 610 keluarga petani memiliki lahan perkebunan dengan luas kepemilikan 1­5 ha/keluarga petani, sedangkan sisanya sebanyak 375 keluarga petani tidak memiliki lahan garapan sehingga bekerja sebagai buruh tani perkebunan.

Hasil pertanian utama pada tahun 2012 di Desa Labuhan Ratu Enam adalah karet sebesar 756 kuintal, tanaman singkong dengan total produksi 10 120 ton, dan padi dengan total produksi 400 ton. Komoditas perkebunan lainnya yang dibudidayakan adalah kelapa, kopi, dan coklat, namun dengan total produksi per tahun tidak lebih dari 20 ton. Komoditas buah­buahan yang utama adalah pisang dengan total produksi 60 ton yang dibudidayakan pada areal seluas 4 ha, dan mangga sebanyak 30 ton dengan luas areal yang sama (Desa Labuhan Ratu Enam, 2012). Namun, pada beberapa tahun terakhir harga jual karet sangat rendah dan membuat pendapatan petani karet turun secara signifikan. Selain faktor tersebut, tanaman karet yang ada sudah cukup lama sehingga poduktivitasnya cenderung menurun. Usahatani tanaman pangan menjadi lebih menguntungkan dibandingkan dari hasil perkebunan karet sehingga sebagian petani perkebunan karet mengkonversi tanaman usahataninya menjadi tanaman pangan.

Usahatani di Desa Labuhan Ratu Enam sebagian besar masih bersifat labor intensif (banyak menggunakan tenaga kerja manusia) dalam rangkaian aktivitasnya, seperti dalam pengolahan lahan, penanaman, perawatan, dan

38

pemanenan. Namun petani juga telah mengenal penggunaan alat mesin pertanian mekanis seperti penggunaan traktor, sprayer, dan mesin perontok. Para petani Desa Labuhan Ratu Enam sudah berorientasi pada kegiatan komersil yang terlihat dari hasil budidaya komoditas perkebunan seuruhnya dijual, dan pada usahatani tanaman pangan (padi dan singkong) sebagian besar dijual dan sebagian kecil lainnya dikonsumsi sendiri. Sebagian kecil petani padi melakukan rotasi tanaman dengan pola tanam yang umum adalah padi­jagung/kedelai untuk mendapatkan hasil panen yang berbeda. Namun sebagian besar lainnya tidak melakukan rotasi tanaman. Petani padi akan menaman padi sepanjang tahun, begitupun petani singkong. Hanya saja sebagian petani singkong melakukan tumpang sari dan tumpang gilir tanaman kacang panjang, terong, tomat, ubi jalar, atau tanaman lainnya pada lahan pertaniannya untuk mendapatkan hasil panen yang berlipat.

Karakteristik Petani Calon Adopter Teknologi Budidaya kedelai jenuh air Petani responden dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan fase dalam proses pengambilan keputusan adopsi inovasi. Pada tahap sebelum pengambilan keputusan adopsi inovasi, petani responden dinamakan sebagai petani calon adopter, yaitu petani sasaran yang akan dikenalkan kepada sebuah inovasi, dalam hal ini adalah teknologi budidaya kedelai jenuh air. Petani calon adopter dalam penelitian ini berjumlah 25 orang. Pada tahap selanjutnya, setelah 25 petani calon adopter dikenalkan kepada inovasi kedelai BJA dan mendapatkan informasi mengenai kedelai BJA, maka berlangsunglah proses persuasi (penilaian/persepsi derajat kesukaan) terhadap sebuah inovasi. Pada tahap yang lebih lanjut, calon adopter akan memutuskan untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan inovasi yang telah dikenalkan kepada mereka. Pada tahap itulah, petani yang memutuskan dan mengimplementasikan inovasi BJA disebut sebagai petani adopter, sedangkan yang memutuskan tidak melaksanakan disebut sebagai petani nonadopter. Dari sebanyak 25 petani calon adopter, 10 orang (40 persen dari keseluruhan petani calon adopter) merupakan petani adopter, sisanya sebanyak 15 orang petani (60 persen dari keseluruhan petani calon adopter) merupakan petani nonadopter. Karakteristik petani yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan formal, tingkat pendidikan nonformal dan pengalaman usahatani. Karakteristik tersebut akan diidenfitikasi pada masing­masing kelompok petani adopter dan nonadopter.

Sebagian besar petani adopter (40 persen) dan nonadopter (56 persen) berjenis kelamin laki­laki. Rentang usia petani adopter antara 36­60 tahun, dengan persentase terbesar (28 persen) adalah petani berusia 46­55 tahun, dua orang (8 persen) petani berusia lebih dari 56 tahun, dan 1 orang (4 persen) petani berusia 36­45 tahun. Petani nonadopter berkisar antara 25­60 tahun, dengan persentase terbesar (28 persen) berusia 36­45 tahun, sebanyak 5 orang (20 persen) berusia 46­55 tahun, dua orang (8 persen) berusia 25­35 tahun, dan 1 orang (4 persen) berusia lebih dar 56 tahun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa petani nonadopter sebagian besar masih dalam usia produktif dibandingkan dengan petani adopter. Petani adopter sebagian besar berada pada rentang usia 46­55 tahun, petani pada usia ini bekerja sebagai petani sejak usia remaja hingga usia tua. Walaupun tidak termasuk dalam usia produktif, namun semangat kerja petani ini cukup tinggi dan tidak kalah dengan petani pada usia produktif. Minat pemuda

39 di Desa Labuhan Ratu Enam masih sangat kurang, karena sangat sulit ditemukan petani usia muda. Penduduk yang berusia di bawah 30 tahun tersebut lebih tertarik untuk bekerja sebagai pedagang, melanjutkan pendidikan, atau mencari pekerjaan ke kota.

Petani adopter sebagian besar (28 persen) memiliki latar belakang tamat SD sebagian kecil lainnya (masing­masing sebesar 4 persen) tersebar pada latar pendidikan tamatan SMP, tamatan SMA, dan tamatan perguruan tinggi. Sebanyak 32 persen petani nonadopter berlatar pendidikan tamat SMA, 12 persen tamat SMP, tamatan SD dan tamatan perguruan tinggi masing­masing sebanyak 8 persen.

Tabel 9 Karakteristik petani adopter dan nonadopter inovasi kedelai BJA di Desa Labuhan Ratu Enam

No. Karakteristik Petani

Petani Adopter (40 persen dari total

calon adopter)

Petani Nonadopter (60 persen dari total

calon adopter) Jumlah

Petani Persentase (%) Jumlah Petani Persentase (%) 1 Umur 25­35 tahun 0 0.00 2 8.00 36­45 tahun 1 4.00 7 28.00 46­55 tahun 7 28.00 5 20.00 > 56 tahun 2 8.00 1 4.00 2 Jenis Kelamin Laki­Laki 10 40.00 14 56.00 Perempuan 0 0.00 1 4.00 3 Tingkat Pendidikan Formal Tidak tamat SD Tamat SD 7 28.00 2 8.00 Tamat SMP 1 4.00 3 12.00 Tamat SMA 1 4.00 8 32.00

Tamat Perguruan Tinggi 1 4.00 2 8.00

4 Skor Keikutsertaan Pendidikan Nonformal < 5 6 24.00 2 8.00 6­10 3 12.00 9 36.00 > 11 1 4.00 4 16.00 5 Pengalaman Usahatani 1­10 tahun 0 0.00 3 12.00 11­20 tahun 0 0.00 3 12.00 21­30 tahun 2 8.00 5 24.00 > 30 tahun 8 32.00 4 16.00

40

Keikutsertaan pendidikan nonformal yang dimaksud adalah keikutsertaan petani dalam kegiatan pelatihan, seminar, lokakarya, sarasehan, bimbingan teknis, workshop, kursus, serta pendidikan lainnya yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan peserta didiknya. Skor keikutsertaan pendidikan nonformal digunakan untuk memudahkan mengukur sejauh mana pendidikan nonformal yang pernah diikuti petani. Jenjang skor dihitung berdasarkan lingkupan penyelenggaran kegiatan pendidikan nonformal. Acara yang diselenggarakan di lingkup desa diberi skor 1, lingkup kecamatan diberi skor 2, Lingkup kabupaten diberi skor 3, lingkup propinsi diberi skor 4, dan lingkup nasional diberi skor 5. Skor akhir didapatkan dari jumlah (akumulasi) frekuensi keikutsertaan dikalikan dengan skor lingkup kegiatan yang pernah diikuti. Sebanyak 24 persen petani adopter memiliki skor < 5, sebanyak 12 persen memiliki skor 6­10, dan 4 persen lainnya memiliki skor > 11. Petani nonadopter sebagian besar (36 persen) memiliki skor 6­10, sebanyak 16 persen memiliki skor > 11, dan 8 persen memiliki < 5.

Pengalaman petani di Desa Labuhan Ratu Enam berkisar antara 5­42 tahun. Sebaran pengalaman usahatani petani adopter sebagian besar (32 persen) telah bertani lebih dari 30 tahun, sisanya sebanyak 8 persen telah berpengalaman menjalankan usahatani selama 21­30 tahun. Tidak ditemui petani dengan pengalaman kurang dari 21 tahun dalam kelompok petani adopter, sedangkan pada kelompok petani nonadopter, sebaran pengalaman usahatani lebih merata. Pada kelompok durasi pengalaman berusahatani 1­10 tahun dan kelompok 11­20 tahun, masing­masing sebanyak 12 persen petani nonadopter. Kelompok durasi pengalaman berusahatani 21­30 tahun sebanyak 24 persen, dan sisanya sebanyak 16 persen berpengalaman usahatani selama lebih dari 30 tahun.

Dokumen terkait