• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Sebaran Hotspot Bulanan

Berdasarkan Gambar 4a, sebaran hotspot tertinggi pada tahun 2009 terjadi pada bulan Juli, yaitu sebanyak 2.395 hotspot. Sebaran terendah terjadi pada bulan Desember, yaitu sebanyak 25 hotspot. Rata-rata sebaran hotspot bulanan tahun 2009 adalah sebanyak 644,5 hotspot. Sebaran hotspot terbanyak terjadi pada bulan Mei hingga Agustus yang diakibatkan oleh dua faktor, yaitu 1) praktek pembakaran dalam proses pembersihan lahan, baik di lahan pertanian masyarakat maupun konsesi perkebunan, dan 2) faktor lingkungan sebagai pendukung dalam

20

tingginya hotspot dan kebakaran hutan di Provinsi Riau. Kebakaran hutan pada terjadi karena praktek pembakaran di lahan hutan terlantar (eks HPH/HTI) untuk dijadikan lahan garapan/perkebunan (WWF 2010). Faktor ini didukung oleh curah hujan yang rendah pada bulan Mei hingga Agustus pada tahun 2009 di Provinsi Riau (lebih jelasnya dapat dilihat di lampiran 3).

(a)

(b)

(c)

Gambar 5 Sebaran hotspot bulanan: (a) tahun 2009; (b) tahun 2010;

dan (c) tahun 2011 di Provinsi Riau

21

Berdasarkan sebaran hotspot bulanan pada tahun 2010 (Gambar 4b), dapat dilihat bahwa pada bulan Januari jumlah hotspot yang berhasil ditangkap oleh pantauan satelit sebanyak 93 hotspot. Jumlah sebaran hotspot mengalami kenaikan pada bulan Februari, yaitu 145 hotspot. Jumlah hotspot pada bulan Maret hingga bulan April cenderung menurun dari sebanyak 92 hotspot hingga 39 hotspot.

Pada bulan Mei tahun 2010 jumlah hotspot mengalami kenaikan sebanyak 146 hotspot dan kembali turun menjadi 98 hotspot pada bulan Juni dan 79 hotspot pada bulan Juli. Kenaikan jumlah hotspot kembali terjadi, dari sebanyak 122 hotspot pada bulan Agustus, 182 hotspot pada bulan September hingga titik maksimum sebanyak 554 hotspot pada bulan Oktober. Jumlah hotspot mengalami penurunan pada bulan Desember, yaitu menjadi 53 hotspot.

Pada sekitar pertengahan Oktober 2010, terjadi perubahan suhu yang ekstrem yang mencapai 35,6oC (suhu rata-rata 32–34oC). Meskipun didominasi oleh musim basah, ada beberapa hari tidak terjadi hujan. Pada situasi seperti itulah kebakaran lahan dan hutan terjadi. Intensitas kebakaran ini semakin tinggi karena dukungan suhu yang ekstrem (sangat panas) di siang hari.

Jumlah sebaran hotspot di Provinsi Riau kembali meningkat menjadi 3.538 hotspot di tahun 2011. Berdasarkan Gambar 4c, ditemukan 26 hotspot pada bulan Januari. Pada bulan Februari sebaran hotspot mengalami peningkatan menjadi 250 hotspot dan mengalami penurunan kembali menjadi 123 hotspot pada bulan Maret. Peningkatan jumlah hotspot diawali pada bulan April yaitu sebanyak 221 hotspot, diikuti bulan Mei menjadi 397 hotspot. Sebaran hotspot kembali naik menjadi 383 hotspot pada bulan Juni. Selanjutnya, sebaran hotspot mencapai titik maksimum menjadi 708 hotspot pada bulan Juli.

Tingginya peningkatan sebaran hotspot dipengaruhi oleh aktivitas pembakaran dan didukung oleh kondisi alam. Pada bulan Maret hingga Agustus 2011, curah hujan di Provinsi Riau masuk dalam kategori rendah, yaitu 50–150 mm/bulan. Tingkat kekeringan pada bulan Maret hingga Agustus 2011 masuk dalam kategori sedang hingga tinggi. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya bulan kering yang panjang, sehingga tingkat kemudahan penyulutan api di Provinsi Riau ekstrem (LAPAN 2011b, 2011c, 2011d, 2011e, 2011f ).

22

5.3 Sebaran Hotspot Tipe Tanah Gambut

Hotspot tersebar pada dua tipe tanah, yaitu tanah mineral dan tanah gambut. Dalam kurun waktu tiga tahun, 2009-2011 terpantau 12.987 hotspot (Lampiran 4). Sejumlah 7.149 hotspot ditemukan pada tanah bergambut atau 55%

sedangkan 5.838 atau 45% lainnya dijumpai pada tanah mineral (Gambar 5).

Gambar 6 Persentase sebaran hotspot berdasarkan tipe tanah pada tahun 2009-2011 di Provinsi Riau ( lahan gambut;  lahan non gambut)

Syaufina (2008) menyebutkan bahwa gambut merupakan bahan bakar yang baik dengan nilai kalor lebih besar daripada kayu yang dapat mencapai 27,7 KJ/g dengan kadar abu yang rendah (sekitar 13%). Tingginya sebaran hotspot di lahan gambut didukung oleh karakteristik gambut itu sendiri.

Gambar 7 Sebaran hotspot berdasarkan jenis tanah di Provinsi Riau tahun 2009-2011

Berdasarkan Gambar 6, dapat dilihat bahwa distribusi hotspot pada gambut paling banyak terdapat pada bulan Juli, yaitu sebanyak 1.925 hotspot. Sedangkan pada bulan Desember sebaran hotspot mencapai titik minimum, yaitu sebanyak 56

hotspot. Hal ini disebabkan oleh panjangnya bulan kering yang terjadi. Dalam kurun waktu tiga tahun (2009-2011), bulan kering terjadi pada bulan Mei hingga Oktober. Panjangnya bulan kering berpengaruh terhadap jumlah sebaran hotspot di lahan gambut. Dengan demikian, terdapat hubungan antara panjang bulan kering dengan jumlah hotspot yang ditemukan di lahan gambut.

Tingginya sebaran hotspot di lahan gambut di Provinsi Riau diawali pada tahun 2000 (Muslim dan Kurniawan 2008). Pada tahun 2000 investasi terhadap perkebunan sawit meningkat secara signifikan di Provinsi Riau. Dengan demikian, pemanfaatan lahan gambut sebagai lahan perkebunan kelapa sawit meningkat. Dengan kata lain, alih fungsi lahan gambut menjadi lahan perkebunan berakibat pada meningkatnya sebaran hotspot yang diikuti dengan meningkatnya potensi kebakaran lahan gambut.

(a) (b) (c)

Gambar 8 Sebaran hotspot pada lahan gambut: (a) tahun 2009; (b) tahun 2010; dan (c) tahun 2011 di Provinsi Riau ( lahan gambut,  lahan mineral,  titik panas (hotspot))

Kebakaran pada lahan gambut ini selalu berulang setiap tahun pada lokasi yang sama (Gambar 7) (lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5), ini menunjukkan bahwa pengelolaan lahan gambut memiliki resiko yang besar terhadap kebakaran. Hal ini dikarenakan oleh pembuatan kanal-kanal sebagai drainase untuk pengeringan lahan gambut tersebut. Dengan demikian, penurunan muka air tanah pada kawasan bergambut berdampak pada kekeringan yang tinggi dan mudah terbakar baik disengaja maupun tidak.

Tingginya kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau dipacu dengan adanya kebijakan pemerintah provinsi dalam membuka ruang investasi baik HTI dan perkebunan kelapa sawit. Ruang investasi dibuka luas mulai pada tahun 2002.

Pada tahun 2007, luas HTI telah mencapai angka 1.935.607 ha, 58% berupa lahan gambut (Jikalahari 2009). Perkebunan sawit tahun 2007 telah mencapai luasan 2.157.091 ha, 39% berupa lahan gambut (Jikalahari 2009).

###

KAMP AR KAMP AR

INDR AG I RI H ULU Skala 1:250.000 20 0 20 40 Kilometers

#

KAMP AR KAMP AR

INDR AG I RI H ULU Skala 1:250.000 20 0 20 40 Kilometers

#

KAMP AR KAMP AR

INDR AG I RI H ULU

PEKA NBAR U PEKA NBAR U 100 Skala 1:250.000 20 0 20 40 Kilometers

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

a. Dalam kurun waktu tiga tahun (2009-2011), ditemukan 12.987 hotspot di Provinsi Riau. Jumlah hotspot tertinggi pada tahun 2009 sebanyak 7.734 hotspot dan terendah pada tahun 2010 sebanyak 1.715 hotspot. Rataan sebaran hotspot pada tahun 2009-2011 adalah 4.329 hotspot.

b. Pada tahun 2009, sebaran hotspot tertinggi ditemukan pada bulan Juli sebanyak 2395 hotspot, sedangkan jumlah hotspot terendah pada bulan Desember, yaitu 25 hotspot. Pada tahun 2010, jumlah hotspot terbanyak pada bulan Oktober yaitu 554 hotspot dan jumlah hotspot terendah pada bulan Desember sebanyak 53 hotspot. Jumlah hotspot tertinggi pada tahun 2011 pada bulan Juli, yaitu sebanyak 852 hotspot dan pada bulan Januari adalah jumlah hotspot terendah, yaitu sebanyak 26 hotspot

c. Sebaran hotspot pada tahun 2009-2011 terbanyak ditemukan di Kabupaten Rokan Hilir (3657 hotspot) dan Kabupaten Bengkalis (2714 hotspot).

Sedangkan sebaran hotspot terendah ditemukan di Kota Dumai (10 hotspot) dan Pekanbaru (28 Hotspot).

d. Berdasarkan sebaran hotspot di berbagai tipe lahan pada tahun 2009-2011 , 7.149 hotspot atau 55% ditemukan di lahan gambut, sedangkan 5.838 hotspot atau 45% dijumpai pada tanah mineral.

e. Faktor penyebab kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau adalah perilaku pembakaran baik disengaja ataupun tidak dan didukung oleh kondisi alam. Pembakaran terhadap hutan baik di tanah bertipe gambut atau non gambut dilatarbelakangi oleh pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan HTI/HPH. Faktor alam yang mendukung kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau adalah panjangnya bulan kering, yang pada umumnya dimulai pada bulan Mei hingga Agustus.

6.2 Saran

a. Para pihak yang terkait lebih meningkatkan kinerjanya dalam pengendalian kebakaran hutan.

26

b. Penertiban terhadap praktek pemanfaatan sumberdaya lahan di Provinsi Riau untuk perkebunan kelapa sawit.

c. Menindak pihak-pihak yang telah melakukan pelanggaran hukum terhadap pembakaran hutan di Provinsi Riau, terutama di lahan gambut.

d. Meningkatkan sistem informasi terkait potensi hotspot dan kebakaran hutan sebagai sistem pencegahan secara dini.

e. Meningkatkan sosialisasi dan pendampingan terhadap masyarakat/petani terkait pembukaan lahan tanpa bakar.

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih ES, Kartodihardjo H, Murdiyarso D. 2005. Analisis kebijakan dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan. Jurnal Wacana Insist 20:113-132.

Adinugroho WC, Suryadiputra INN, Saharjo BH, Siboro L. 2005. Manual for the Control of Fire in Peatlands and Peatland Forest. Bogor: Wetlands International.

Anderson IP, Bowen MR. 2001. Fire Zones And The Threat To The Wetlands Of Sumatera, Indonesia. Palembang: Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Selatan.

[Anonim]. 2012. Local weather: history for Pekanbaru, Indonesia in 2009-2011.

[terhubung berkala]. http://www.wunderground.com/history/airport/ WIBB/

2012/9/18/DailyHistory.html? [3 September 2012].

Arifin, Bahri S, Sulistiono R, Haryono D, Suminarti NE, Herlina N, Azizah N.

2010. Klimatologi Dasar. Malang: Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.

Armi E. 2001. Penyebab dan dampak kebakaran hutan dan lahan areal rawa di Propinsi Lampung. Di dalam: Prosiding Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Aktivitas Sosial Ekonomi dalam Kaitannya Dengan Penyebab dan Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera. Bandar Lampung, 11 Oktober 2001. Bogor: CIFOR. hlm 126-132.

[Bapedal Provinsi Riau] Badan Pengendalian Lingkungan Provinsi Riau. 2009.

Laporan Tahunan Bencana Provinsi Riau. Riau: Bapedal Provinsi Riau.

[BBPPLP] Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. 2011. Peta Lahan Gambut Indonesia Skala 1:250.000. Jakarta:

Kementerian Pertanian.

[BNPB] Badan Nasioanl Penanggulangan Bencana. 2009. Laporan harian PUSDALOPS BNPB. [terhubung berkala] http://www.bnpb.go.id/irw/

file/publikasi/163.pdf [16 Mei 2012].

[BPS Provinsi Riau] Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. 2010. Riau dalam Angka 2010. Pekanbaru: BPS Provinsi Riau.

[BPS Provinsi Riau] Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. 2011. Riau dalam Angka 2011. Pekanbaru: BPS Provinsi Riau.

Brown AA, Davis KP. 1973. Forest Fire Control and Use. New York, USA:

McGraw-Hill Book Company.

28

Chandler C, Cheney P, Thomas P, Trabaud L, Williams D. 1983. Fire in Forestry: Forest Fire Behavior and Effects. New York, USA: John Wiley and Sons, Inc.

DeBano LF, Neary DG, Ffollot PF. 1998. Fire’s Effect on Ecosystems. New York:

John Willey and Sons, Inc.

[Dishutbun Riau] Dinas Kehutanan dan Perkebunan Riau. 2009. Laporan Perkembangan Penanggulangan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau. Pekanbaru: Dishutbun Riau.

Fuller M. 1991. Forest Fire: An Introduction to Wildland Fire Behaviour, Management, Fire Fighting and Prevention. New York: JohnWiley & Sons, Inc.

Hadi M. 2006. Pemodelan spasial kerawanan kebakaran di lahan gambut: studi kasus Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hidayat AD, Kushardono W, Asriningrum, Zubaedah A, Effendy I. 2003.

Laporan Verifikasi dan Validasi Metode Pemantauan Mitigasi Bencana Kebakaran Hutan dan Kekeringan. Jakarta: LAPAN.

[Jikalahari] Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau. 2009. Fakta Kritis: Analisis Tata Kelola Kehutanan di Provinsi Riau. Pekanbaru: Jikalihari.

Kartodihardjo H, Jhamtani H. 2006. Politik Lingkungan dan Kerusakan di Indonesia. Jakarta: Aquinox Publishing.

[LAPAN] Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 2010. Hasil Pemantauan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Berdasarkan Data Satelit Penginderaan Jauh. Edisi Oktober 2010. Jakarta: LAPAN.

[LAPAN] Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 2011a. Hasil Pemantauan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Berdasarkan Data Satelit Penginderaan Jauh. Edisi Juni 2011. Jakarta: LAPAN.

[LAPAN] Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 2011b. Hasil Pemantauan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Berdasarkan Data Satelit Penginderaan Jauh. Edisi Maret 2011. Jakarta: LAPAN.

[LAPAN] Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 2011c. Hasil Pemantauan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Berdasarkan Data Satelit Penginderaan Jauh. Edisi April 2011. Jakarta: LAPAN.

[LAPAN] Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 2011d. Hasil Pemantauan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Berdasarkan Data Satelit Penginderaan Jauh. Edisi Mei 2011. Jakarta: LAPAN.

29

[LAPAN] Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 2011e. Hasil Pemantauan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Berdasarkan Data Satelit Penginderaan Jauh. Edisi Juli 2011. Jakarta: LAPAN.

[LAPAN] Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 2011f. Hasil Pemantauan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Berdasarkan Data Satelit Penginderaan Jauh. Edisi Agustus 2011. Jakarta: LAPAN.

[LAPAN] Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 2012. Hasil Pemantauan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Berdasarkan Data Satelit Penginderaan Jauh. Edisi Januari 2012. Jakarta: LAPAN.

Muslim, Kurniawan S. 2008. Fakta Hutan Dan Kebakaran 2002-2007: Informasi Atas Perubahan Hutan Gambut/Rawa Gambut Riau, Sumatra-Indonesia.

Pekanbaru: Jikalihari.

Peluso NL. 1996. Rich Forest People Poor. Toronto: Toronto University Press.

[PHKA] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2012.

Dokumen Sebaran Hotspot di Indonesia tahun 2000-2011. Jakarta: PHKA, Kemenhut-RI.

Sahardjo BH. 2003. Sumber Api: Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Septicorini EP. 2006. Studi penentuan tingkat kerawanan kebakaran hutan di Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor:

Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian.

Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Susanty SC. 2009. Potensi kebakaran hutan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango berdasarkan curah hujan dan sumber api [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Suyanto, Chokkalingam U, Wibowo P. 2003. Kebakaran di Lahan Rawa/Gambut di Sumatera: Masalah dan Solusi. Bogor: CIFOR.

Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Perilaku Api, Penyebab, dan Dampak Kebakaran. Malang: Bayu Media.

Tacconi L. 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya, dan Implementasi Kebijakan. Bogor: CIFOR.

[WWF Indonesia] World Wildlife Fund Indonesia. 2010. Fire Bulletin in Year 2009. Buletin WWF Indonesia (5): 2-4. [terhubung berkala]. http://wwf.

cadownloads/fire_bulletin_special_edition_end_of_year_2010_28_jan_11.pdf [21 Mei 2011].

30

[WWF Indonesia] World Wildlife Fund Indonesia. 2011. Fire Bulletin in Year 2010. Buletin WWF Indonesia (6): 2-5. [terhubung berkala]. http://wwf.

cadownloads/fire_bulletin_special_edition_end_of_year_2010_28_jan_11.pdf [21 Mei 2011].

Lampiran 1 Sebaran hotspot tahun 2009-2011 di Provinsi Riau

Kab./ Kota Tahun Hotspot pada bulan

Total Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des

Bengkalis

2009 615 268 49 19 57 122 292 184 32 8 17 9 1672

2010 53 81 31 6 27 27 8 9 14 167 22 4 449

2011 6 71 33 27 83 65 149 120 17 16 2 4 593

Kota Dumai

2009 0 0 0 0 0 1 0 1 0 2 0 0 4

2010 0 0 0 0 0 1 0 1 0 2 0 0 4

2011 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 2

Indragiri Hilir

2009 65 34 10 3 9 30 74 103 7 13 69 2 419

2010 9 14 13 1 14 7 8 0 2 24 3 8 103

2011 1 37 11 13 9 2 24 67 87 4 0 5 260

Indragiri Hulu

2009 10 14 5 13 34 77 231 308 60 20 45 0 817

2010 0 0 5 1 18 4 6 9 26 33 7 5 114

2011 3 26 12 18 19 18 61 79 93 9 7 3 348

Kampar

2009 0 5 4 1 64 48 64 17 6 10 6 0 225

2010 0 2 1 7 19 14 10 13 28 31 14 8 147

2011 0 10 5 22 31 15 84 44 13 19 7 3 253

Kuantan Singingi

2009 1 1 3 0 36 33 39 26 39 12 12 0 202

2010 0 1 0 2 12 5 5 5 7 19 7 3 66

2011 4 13 8 9 27 13 32 39 41 23 2 3 214

Pekanbaru

2009 0 0 11 0 1 1 0 1 0 0 0 0 14

2010 0 0 0 1 5 0 0 1 0 1 0 0 8

2011 0 0 0 1 5 0 0 1 0 1 0 0 8

Pelalawan

2009 177 42 15 9 184 258 283 210 20 23 1 9 1231

2010 19 10 14 5 34 13 17 18 21 48 18 10 227

2011 3 31 22 21 68 37 127 117 80 24 6 11 547

Rokan Hilir

2009 29 150 21 24 539 224 1198 170 43 12 7 2 2419

2010 7 27 18 12 5 11 19 30 62 165 26 5 387

2011 7 29 20 88 119 165 265 116 22 14 2 2 849

Kab./ Kota Tahun Hotspot pada bulan

Total Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des

Rokan Hulu

2009 4 65 3 20 41 63 95 50 7 7 4 0 359

2010 0 1 0 1 7 10 5 28 15 43 9 6 125

2011 2 11 4 12 20 34 70 71 11 13 4 0 252

Siak

2009 41 47 13 0 4 35 118 95 8 5 1 3 370

2010 5 9 10 3 5 6 1 8 7 21 6 4 85

2011 0 21 8 6 21 33 39 55 21 4 1 5 214

TOTAL 1061 1021 349 345 1517 1373 3324 1996 789 793 305 114 12987

Sumber: Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kemenhut-RI

Lampiran 2 Sebaran bulan kering tahun 2009-2011 (www.wunderground.com)

Tahun Bulan (hari)

Total

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des

2009 19 21 4 12 23 20 17 18 15 15 14 4 182

2010 11 17 9 7 13 15 15 17 10 21 14 11 160

2011 7 13 11 8 20 18 23 24 15 8 10 11 168

RATAAN 12.33 17.00 8.00 9.00 18.67 17.67 18.33 19.67 13.33 14.67 12.67 8.67 170.00

Lampiran 3 Curah hujan Provinsi Riau pada tahun 2009-2011 (www.wunderground.com)

Tahun Curah hujan pada bulan (mm) TOTA

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des L

2009 5.13 2.15 9.81 8.64 3.23 3.54 0.99 4.73 5.62 8.30 7.10 13.99 73.23

2010 6.24 5.02 9.79 10.63 8.04 7.09 10.55 5.63 11.00 8.55 5.25 4.52 92.33

2011 6.24 2.49 3.83 8.21 2.40 0.97 0.84 35.11 4.82 5.62 1.24 - 71.79

RATAAN 5.87 3.22 7.81 9.16 4.56 3.87 4.13 15.16 7.15 7.49 4.53 6.17 79.12

Lanjutan Lampiran 1

(Januari) (Februari) (Maret)

(April) (Mei) (Juni)

Lampiran 5 Sebaran hotspot tahun 2009-2011

Tahun 2009

Legenda:

 Titik panas (Hotspot) Lahan gambut

Lahan mineral

(Oktober) (November) (Desember)

(Juli) (Agustus) (September)

Lanjutan lampiran 5 Sebaran hotspot tahun 2009-2011

Tahun 2009

Legenda:

 Titik panas (Hotspot) Lahan gambut

Lahan mineral

(Januari) (Februari) (Maret)

(April) (Mei) (Juni)

Lanjutan lampiran 5 Sebaran hotspot tahun 2009-2011

Tahun 2010

Legenda:

 Titik panas (Hotspot) Lahan gambut

Lahan mineral

(Oktober) (November) (Desember)

Lanjutan lampiran 5 Sebaran hotspot tahun 2009-2011

Tahun 2010

(Juli) (Agustus) (September)

Legenda:

 Titik panas (Hotspot) Lahan gambut

Lahan mineral

(Januari) (Februari) (Maret)

(April) (Mei) (Juni)

Lanjutan lampiran 5 Sebaran hotspot tahun 2009-2011

Tahun 2011

Legenda:

 Titik panas (Hotspot) Lahan gambut

Lahan mineral

(Juli) (Agustus) (September)

(Oktober) (November) (Desember)

Lanjutan lampiran 5 Sebaran hotspot tahun 2009-2011

Tahun 2011

Legenda:

 Titik panas (Hotspot) Lahan gambut

Lahan mineral

Dokumen terkait