• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGRAJIN ECENG GONDOK 4.1 Profil Pengrajin

4.2 Kebanjiran Pesanan Memicu KerjaSama

Usaha kerajinan ini sangat bergantung pada besar-kecilnya pesanan yang diterima. Tiap-tiap pengrajin memperoleh jumlah pesanan yang berbeda-beda, dan jumlah pesanan ini tidak menentu tiap bulannya. Biasanya jumlah pesanan meningkat ketika anak sekolah memasuki tahun ajaran baru. Siswa/i mulai dari tingkat SD, SMP, SMA dan SMK mulai memesan tas eceng gondok untuk digunakan ke sekolah. Apabila seorang pengrajin kebanjiran pesanan10, maka akan timbul hubungan kerjasama antar pengrajin. Bentuk hubungan kerjasama mereka adalah berbagi pekerjaan menganyam eceng gondok.

Seperti hubungan yang terjalin antara Pak Janter dan Bu Merli, apabila Pak Janter mendapat pesanan yang banyak maka beliau akan menghubungi Bu Merli untuk membantu membuat tas eceng gondok. Ketika proses wawancara Bu Merli mengatakan bahwa dia membantu Pak Janter membuat anyaman tas yang masih kasar. Anyaman kasar yang dimaksud adalah tas yang masih berbentuk setengah jadi, polos, dan tidak memiliki hiasan. Dalam proses pengerjaannya Bu Merli tidak perlu repot-repot menyediakan bahan. Eceng gondok kering disediakan oleh Pak Janter dan diantar ke rumah Bu Merli. Selanjutnya Bu Merli tinggal menganyam tas eceng gondok setengah jadi.

10

Kebanjiran pesanan yang dimaksud adalah seorang pengrajin yang mendapat pesanan membuat produk kerajinan lebih dari 20 buah.

Hal tersebut dilakukan oleh Pak Janter dengan tujuan untuk menghemat waktu dan tenaga dalam proses pengerjaan, selain itu memiliki tujuan untuk menjaga hubungan kerjasama yang baik antar pengrajin. Dalam menjalankan kerjasama ini mereka menjaga komunikasi tetap terjalin. Melalui komunikasi yang baik muncul kesepakatan harga diantara mereka. Tas eceng gondok setengah jadi ini dijual oleh Bu Merli dengan harga Rp 100.000 per 3 buah tas. Dan harga tersebut merupakan kesepakatan bersama antara Pak Janter dan Bu Merli. Menurut Bu Merli harga tersebut cocok mengingat bahwa bahan menganyam tidak lagi disediakan oleh Bu Merli dan hasil anyaman yang diberikan adalah anyaman kasar atau produk setengah jadi. Selanjutnya anyaman tas setengah jadi ini akan dirapikan oleh Pak Janter dengan memberi tali, kancing, ritsleting, voering, dan aksesoris lainnya.

Foto 3

Foto 4

Sumber : Foto Fitri Malau, 2016. Bentuk tas setengah jadi 4.3 Pinjam Meminjam Alat Menganyam

Sifat toleransi antar pengrajin tampak dalam aktivitas mereka pada saat melakukan proses menganyam eceng gondok. Pinjam meminjam alat produksi antar pengrajin menjadi hal yang biasa dan lumrah. Antar pengrajin bisa saling meminjam alat menganyam. Alat yang biasa dipinjam seperti pisau atau sabit melengkung yang digunakan untuk mengambil eceng gondok dari danau toba, gunting, palu dan mesin press. Sedangkan mesin jahit untuk membuat voering tas dapat digunakan bersama oleh para pengrajin, karena alat tersebut merupakan bantuan dari Dinas Koprindag. Apabila mesin rusak akan diperbaiki bersama oleh pengrajin. Namun untuk biaya perbaikan akan ditanggung lebih banyak oleh pengrajin yang sudah membuat mesin rusak. Hal ini sudah menjadi kesepakatan bersama antar pengrajin. Para pengrajin memiliki sifat saling tolong menolong untuk memperlancar proses produksi kerajinan eceng gondok.

Proses pinjam meminjam ini disertai juga dengan tanggung jawab yang diberlakukan oleh pengrajin. Ada kewajiban untuk menjaga barang yang dipinjam terutama alat berupa mesin karena mesin rentan rusak apabila tidak digunakan dan dijaga dengan baik. Namun kerusakan mesin press eceng gondok belum pernah terjadi, karena pengrajin jarang menggunakan mesin tersebut. Mesin press digunakan apabila eceng gondok yang diambil dalam jumlah yang banyak, jika jumlah eceng gondok sedikit mereka tidak perlu mengepresnya. Eceng gondok akan dijemur langsung di bawah sinar matahari.

Hal pinjam meminjam sering dilakukan oleh Bu Merli dan Bu Heddy. Lokasi rumah Bu Heddy yang tidak berada pas di pinggiran Danau Toba membuat beliau selalu meminjam pisau atau sabit kepada Bu Merli karena rumah Bu Merli berada dekat pinggiran Danau Toba. Sehingga Bu Heddy tidak perlu repot-repot membawa pisau atau sabit, beliau akan singgah di rumah Bu Merli untuk meminjam sabit dan akan mengembalikannya setelah selesai dipakai. Hal tersebut terlihat dengan apa yang dikatakan Bu Heddy ketika datang ke rumah Bu Merli untuk meminjam sabit. Perkataan Bu Heddy terlihat sebagai berikut:

“Nai Heddy hu pakke jo sasabi mon da, lao mambuat ombur-ombur au saonnari ne. Hu paulak anon dung sidung au mambuat da.” (Artinya: Bu Heddy ku pake dulu sabit mu ya, mau ambil eceng gondok aku sekarang. Nanti ku kembalikan setelah aku siap ambil eceng gondok)

Aktivitas mengambil eceng gondok biasanya dilakukan pada pagi hari pukul 10.00 Wib sampai dengan pukul 12.00 Wib. Bu Heddy akan mengumpulkan eceng gondok sebanyak mungkin guna menghemat waktu. Terkadang Bu Heddy

memberikan sebagian eceng gondok yang sudah dikumpulkannya kepada Bu Merli. Hal ini dilakukan sebagai bentuk ucapan terimakasih karena sudah meminjam pisau atau sabit. Walaupun sebenarnya Bu Merli tidak pernah meminta eceng gondok namun hal ini dilakukan oleh Bu Heddy atas dasar sukarela dan sebagai bentuk hubungan tolong-menolong.

Hal meminjam juga dilakukan oleh Bu Merli, biasanya beliau meminjam cetakan tas kepada Bu Heddy. Cetakan yang dipinjam adalah cetakan yang bentuknya berbeda dengan cetakan yang dimiliki Bu Merli. Hal ini menunjukkan tidak ada perasaan bersaing antar pengrajin terutama dalam hal menciptakan kreasi bentuk tas. Mereka saling mendukung dan bertukar alat produksi untuk saling melengkapi. Mereka tidak berebut langganan atau orang untuk membeli hasil kerajinannya, masing-masing pengrajin sudah memiliki langganan baik karena hubungan saudara maupun hubungan tetangga.

Dokumen terkait