• Tidak ada hasil yang ditemukan

SARANA PENDIDIKAN

1.6 Pengalaman Peneliti

Pengalaman berkesan adalah para pengrajin yang ramah dan welcome terhadap saya. Kebetulan saya juga adalah orang Samosir sehingga mudah untuk berkomunikasi dengan para pengrajin yang mayoritas menggunakan Bahasa Batak Toba. Hari pertama ke lapangan saya datang menjumpai kepala desa Huta Namora dan meminta data kependudukan. Saya disambut baik oleh Bapak Kepala Desa, beliau mengajak saya masuk ke dalam ruangannya. Kemudian saya menjelaskan tujuan saya datang ke Desa Huta Namora adalah untuk melakukan penelitian tentang usaha mengolah eceng gondok di Desa Huta Namora, beliaupun merespon dengan baik.

Sambutan yang ramah membuat saya merasa nyaman datang, beliau mengajak saya masuk ke ruang Sekretaris Desa dan membantu saya untuk menjelaskan tujuan saya datang. Kemudian Sekdes memberikan keseluruhan data penduduk tahun 2015/2016 dalam bentuk softcopy. Setelah itu saya diajak mengobrol lagi dengan Bapak Kepala Desa, beliau memberi tahu siapa-siapa saja di Desa Huta Namora yang mengolah eceng gondok ini menjadi kerajinan. Sembari mengobrol Pak Kepdes

memesan teh manis dan ditambah dengan gorengan, Bapak Kepala Desa menjadi infoman pangkal saya. Dan tidak lama kemudian saya mengucapkan terima kasih dan berpamitan dengan Bapak Kepala Desa.

Keesokan harinya saya langsung mendatangi rumah salah satu pengrajin eceng gondok yaitu Bu Heddy Simbolon. Beliau adalah pengrajin eceng gondok di Desa Huta Namora. Saya disambut baik oleh Bu Heddy namun beliau lagi buru-buru mau ke pesta, kebetulan yang pesta adalah saudaranya “lagi buru-buru pulak lah namboru dek, malam aja kau datang ke rumah namboru ya atau besok pagi terserah mu lah. Sekarang bou lagi gak bisa, gak apa-apa ya fit”, ujar Bu Heddy. “Tidak apa

-apa bou, besok pagi aja saya datang lagi ya”, balas saya sambil pamit pulang.

Keesokan harinya saya datang kembali ke rumah Bu Heddy dan disambut baik oleh ibu itu. Singkat cerita setelah menjelaskan maksud dan tujuan saya datang ke rumahnya, saya langsung ke pertanyaan penelitian. Saya menanyakan nama lengkap dari namboru tersebut. Heddy Simbolon, jawab beliau dengan nada senang. Di tengah-tengah pembicaraan beliau bercerita banyak mengenai usaha menganyam eceng gondok ini. Beliau juga menunjukkan hasil anyaman dan cara dia menganyam eceng gondok tersebut. Setelah merasa cukup dengan informasi yang diberikan Bu Merli, saya pun mengucapkan terima kasih dan segera pamit pulang.

Beberapa hari setelah itu, saya kembali menjumpai informan yang bernama Janter Gurning. Saya mengetahui informasi mengenai Pak Janter dari kepala Desa Huta Namora. Beliau sudah cukup lama menganyam eceng gondok ini. Dan memiliki banyak pengetahuan serta pengalaman dalam menganyam eceng gondok. Saya

mengalami kesulitan mencari rumah Pak Janter, karena jarak rumahnya yang cukup jauh dengan rumah saya. Ketika saya sudah menemukan rumah Pak Janter, saya langsung memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud dan tujuan saya pada beliau. Setelah itu Pak Janter menyuruh saya untuk duduk dulu dan menunggu sampai beliau memanggil saya. Saya menunggu Pak Janter sekitar 3 jam lebih, karna pada saat itu ada hal penting yang harus diurus Pak Janter. Setelah cukup lama menunggu, kemudian saya kembali menemui Pak Janter ini yang sedang duduk di dermaga bersama kawannya. Awalnya beliau bersikap cuek dan tidak memperhatikan saya, beliau hanya fokus bercerita dengan temannya. Namun saya berusaha menghampiri beliau dan mengajaknya bicara, saya banyak bertanya dan akhirnya beliau siap untuk saya wawancarai.

Sepanjang wawancara, Pak Janter banyak bercerita tentang kerajinan eceng gondok ini. Mulai dari beliau belajar ke Yogyakarta yang didanai oleh perusahaan JICA dari Jepang, jenis eceng gondok yang bagus untuk dianyam, penjemuran eceng gondok, alat yang digunakan, bahan-bahan yang digunakan, serta teknik dasar menganyam eceng gondok. Bu Inceng Sitanggang yang merupakan istri Pak Janter menyuguhi kami gorengan dan minum teh.

Sebelum saya pulang, Pak Janter menyuruh saya untuk datang kembali besok pagi. Karena akan ada tiga orang mahasiswi dari Belanda datang untuk belajar menganyam eceng gondok bersama pak Janter. Sebelumnya pak Janter sudah sering kedatangan mahasiswa/i dari luar negeri untuk belajar menganyam eceng gondok.

Mendengar hal tersebut saya sedikit semangat, karena selain menambah pengetahuan, juga menambah data dan dokumentasi saya untuk penelitian skripsi ini.

Saya datang kembali menemui Pak Janter dan saya disambut cukup ramah dari hari sebelumnya. Mungkin karena pak Janter sudah tidak merasa canggung bertemu saya seperti hari sebelumnya. Sekitar 20 menit saya dan pak Janter menunggu tiga mahasiswi tersebut. Sembari menunggu, saya dan pak Janter bercerita tentang eceng gondok sambil menikmati teh manis panas buatan istri Pak Janter.

Setelah 20 menit menunggu, tiga mahasiswi Belanda itu pun datang ke rumah Pak Janter. Kami pun menyambut dan berkenalan dengan mereka bertiga. Mereka adalah Kelly, Annaka, Sabine. Kemudian saya pun bertanya maksud kedatangan mereka serta hal apa yang mendasari mereka sampai datang ke Samosir hanya untuk belajar menganyam eceng gondok ini. Setelah saya dan ketiga mahasiswi tersebut selesai berbincang, pak Janter pun datang menghampiri kami. Beliau mengajak kami untuk berkumpul di luar halaman rumahnya. Dengan beralaskan tikar, kami pun duduk untuk mendengar instruksi Pak Janter serta penjelasan teori dan praktek menganyam eceng gondok. Saya sangat senang karena bisa belajar menganyam kerajinan unik ini. Saya ingin menggali lebih dalam lagi informasi tentang menganyam eceng gondok, serta meminta pendapat atau pandangan dari tiga mahasiswi Belanda tersebut.

Seminggu saya belajar dan sekaligus membantu Pak Janter menganyam eceng gondok, begitu juga dengan ketiga mahasiswi Belanda tersebut. Setelah merasa data saya cukup, saya minta izin pamit pulang. Keesokan harinya saya mengikuti rapat kampung literasi ekklesia yang diadakan oleh Dinas Pendidikan. Sebelumnya saya tahu informasi rapat ini dari Kepala Desa Huta Namora, beliau menghubungi saya dan memberi izin untuk ikut menghadiri rapat.

Rapat ini dipimpin oleh Sekretaris Dinas Pendidikan, dan dihadiri oleh tujuh orang pengrajin eceng gondok. Rapat ini membahas mengenai perkembangan usaha kerajinan eceng gondok di Desa Huta Namora, sekaligus pengrajin diminta untuk membuat kerajinan anyaman alas kaki, keranjang sampah dan vas bunga dalam jumlah besar yang akan dijual keseluruh sekolah yang ada di Samosir. Saya juga diminta bicara oleh Sekretaris Dinas Pendidikan kepada para pengrajin untuk menyampaikan maksud dan tujuan datang di Desa Huta Namora.

Setelah rapat selesai saya langsung menghampiri salah satu pengrajin yaitu Bu Merli Sinurat untuk saya wawancara. Tapi beliau tidak mau diwawancara disitu dan saya diajak ke rumahnya. Beliau bercerita banyak mengenai usaha kerajinan eceng gondok ini dan mengatakan bahwa baru kali ini ada mahasiswa yang wawancara mengenai usahanya. Beliau merasa senang dan percakapan kami berlangsung dengan baik. Beliau juga menawarkan makan siang di rumahnya, tapi saya merasa segan dan menolaknya dengan mengatakan saya sudah makan walaupun sebenarnya saya sudah lapar sekali. Dari siang sampai sore saya di rumah beliau sambil ikut belajar menganyam.

Saya merasa senang selama penelitian karena para pengrajinnya yang ramah. Pendekatan saya yang mungkin berkenan di hati mereka. Begitu juga dengan informan saya Pak Wanjen saya mendatangi rumah beliau dan melakukan percakapan biasa seperti bercerita, sehingga saya lebih mudah memperoleh informasi. Mereka bercerita banyak mengenai usaha kerajinan anyaman yang mereka tekuni. Dengan pengalaman yang peneliti peroleh selama melakukan penelitian, untuk ke depannya akan lebih mudah melakukan penelitian selanjutnya.

ABSTRAK

Fitri Indrayani Sondang Malau, 2016, Pemanfaatan Eceng Gondok di Samosir (Studi Tentang Ekonomi Kreatif Masyarakat Desa Huta Namora). Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 110 Halaman, 6 Tabel, 24 Foto, 1 Daftar Gambar, Daftar Pustaka, Lampiran: Daftar Informan, Foto Penelitian.

Penelitian ini mengkaji tentang Pemanfaatan Eceng Gondok di Desa Huta Namora, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Penelitian ini dilatarbelakangi, melihat tumbuhnya peluang usaha baru pada masyarakat Desa Huta Namora dengan mengolah tumbuhan eceng gondok menjadi sebuah produk kerajinan. Inovasi baru ini diterima masyarakat dengan baik, dengan mengembangkan konsep dan pengalaman menganyam yang sudah dilalui sebelumnya. Pemanfaatan eceng gondok ini menjadi sebuah kegiatan ekonomi kreatif yang hidup di tengah masyarakat guna meningkatkan atau menambah pendapatan. Disamping itu eceng gondok menjadi sumber produksi yang mudah diperoleh karena jumlahnya yang banyak di Danau Toba.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode etnografi dengan teknik observasi partisipatif dan wawancara mendalam, dimana penulis terjun langsung ke lapangan dan ikut terlibat dalam pembuatan kerajinan eceng gondok. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai usaha ekonomi kreatif di Desa Huta Namora dan mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi masyarakat melakukan usaha kerajinan eceng gondok serta melihat proses produksi kerajinan tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan eceng gondok ini dilatarbelakangi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Usaha ekonomi kreatif ini mendorong masyarakat untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuan kreatif yang dimiliki. Diantara pengrajin tumbuh hubungan saling mendukung dan tidak ada konflik antar pengrajin terkait pemanfaatan eceng gondok. Setiap pengrajin bebas mengambil dan memanfaatkan eceng gondok untuk menciptakan produk-produk kerajinan yang bernilai ekonomi. Usaha kerajinan ini merupakan penghasilan tambahan disamping pekerjaan utama mereka yaitu bertani. Dampak usaha kerajinan ini adalah adanya peningkatan penghasilan mereka dan mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari dan biaya anak-anak mereka yang masih sekolah. Kendala yang dihadapi pengrajin adalah masih kurangnya lokasi pemasaran dan promosi produk kerajinan mereka.

PEMANFAATAN ECENG GONDOK DI SAMOSIR

Dokumen terkait