• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGRAJIN ECENG GONDOK 4.1 Profil Pengrajin

4.1.1 Pak Janter Gurning

Salah satu pengrajin senior di Desa Huta Namora adalah Pak Janter Gurning, atau biasa dipanggil Pak Andoro yang berusia 46 tahun. Beliau memiliki seorang istri yaitu Bu Romasta Uli Naibaho yang berusia 36 tahun, dan mereka belum mempunyai anak. Mereka dulunya menganyam pandan, namun karena pandan sudah sulit ditemukan kemudian mereka beralih menjadi menganyam eceng gondok. Usaha kerajinan eceng gondok ini dilakukan oleh Pak Janter dengan dibantu oleh istrinya. Selain menekuni usaha ini, mereka juga membuka warung kecil di rumah untuk menjual kebutuhan rumah tangga dan jajan-jajanan kecil untuk anak-anak.

Pak Janter dan Bu Naibaho memulai usaha kerajinan eceng gondok pada tahun 2004. Kebetulan rumah Pak Janter Gurning berada dekat dengan Danau Toba. Beliau melihat pertumbuhan eceng gondok ini sangat cepat sehingga menutupi pinggiran Danau Toba dan air Danau Toba menjadi sangat kotor. Awalnya Pak Janter hanya mengangkat eceng gondok dan meletakkannya di pinggiran Danau Toba. Namun karena pertumbuhannya yang cepat, jumlah eceng gondok di Danau Toba semakin banyak. Melihat hal itu muncul banyak pertanyaan dalam benak informan, seperti penuturan informan:

“Setiap sore saya sering mengamati eceng gondok ini, kebetulan juga karna rumah saya dekat pinggiran Danau Toba dan dermaga juga. Saya tengok eceng gondok ini cepat kali tumbuh trus langsung banyak di Danau Toba. Sehingga muncul dalam pikiran ku, diapakan lah eceng gondok ini ya, trus ku buat jadi apalah ya. Tapi saya kurang tahu bagaimana cara dan teknik menganyamnya. Karna dasar atau permulaan untuk menganyam pandan dan eceng gondok ini tentulah beda, namun untuk menganyam selanjutnya tidak jauh bedanya kayak menganyam pandan itu. (Janter Gurning, 46 tahun).”

Karena niat Pak Janter yang besar untuk mengolah eceng gondok ini menjadi sebuah kerajinan, kemudian muncul ide beliau untuk mencoba menganyam eceng gondok ini. Cara yang dilakukannya tidak jauh beda dengan cara mengolah pandan. Pertama Pak Janter mengambil eceng gondok, kemudian membersihkannya dan mengeringkannya. Setelah dikeringkan, eceng gondok langsung dianyam oleh Pak Janter. Produk kerajinan eceng gondok yang pertama kali dibuat Pak Janter adalah topi dan hasilnya pada saat itu belum tampak bagus.

Pengetahuan awal menganyam eceng gondok diperoleh Pak Janter dari proses belajar dan latihan yang diikutinya di Yogyakarta. Beliau mengatakan pada tahun 2004 sebuah perusahaan Jepang bernama JICA (Japan International Corporation Agency) yang bergerak dalam bidang industri perabotan rumah tangga, melakukan survey di wilayah Kabupaten Samosir untuk lokasi pemasaran bahan pengawet yang diproduksi perusahaan tersebut. Dan Desa Huta Namora menjadi daerah yang menggunakan produk pengawet tersebut. Para pengrajin anyaman baik anyaman pandan, eceng gondok, dan rotan pada saat itu menggunakan bahan pengawet dari perusahaan tersebut.

Terjalin kerjasama antar para pengrajin dengan perusahaan JICA, para pengrajin membeli dan menggunakan produk pengawet dari perusahaan tersebut. Termasuk Pak Janter Gurning yang merupakan salah satu pengrajin eceng gondok, beliau juga menggunakan produk pengawet dari perusahaan JICA. Kemudian perusahaan JICA memfasilitasi para pengrajin berangkat ke Yogyakarta untuk mengikuti pelatihan. Pak Janter mengikuti pelatihan menganyam eceng gondok selama satu bulan.

“Saya sangat senang waktu perusahaan JICA itu datang ke Samosir, apalagi waktu ditawarkan untuk ikut latihan menganyam ke Jogja. Karna saya tahu Jogja itu salah satu pusat kerajinan di Indonesia. Pasti sudah banyak pengalaman para pengrajin disana, itu yang ada dalam benak saya waktu itu. Kami latihan selama satu bulan dan semua biaya ditanggung perusahaan JICA (Janter Gurning, 46 tahun).”

Selama mengikuti pelatihan, Pak Janter dengan sungguh-sungguh dan teliti memahami teknik dasar pengerjaan dan proses menganyam eceng gondok hingga tahap akhir pengemasan produk kerajinan. Setelah satu bulan mengikuti pelatihan, Pak Janter kembali menekuni usaha kerajinan anyaman eceng gondok dengan ilmu yang diperoleh. Dengan berbekal ilmu menganyam eceng gondok yang diperoleh dari pelatihan, Pak Janter mulai paham teknik dasar menganyam eceng gondok dan hasil kerajinan anyaman eceng gondok yang dihasilkan bagus.

Dalam proses produksi Pak Janter mengupah orang untuk mengambil eceng gondok dari Danau Toba, mengingat proses mengambil eceng gondok ini merupakan pekerjaan sulit. Besar upah yang diberikan tergantung pada berapa banyak eceng gondok yang diambil. Untuk 1 kg eceng gondok Pak Janter membayar Rp. 2.000 per

kilonya, kemudian eceng gondok tersebut akan dikeringkan. Jumlah kerajinan eceng gondok yang dibuat oleh Pak Janter per bulannya tidak menentu. Beliau membuat kerajinan dalam jumlah yang relatif kecil dan tergantung pada pesanan pembeli. Produk kerajinan yang biasa dibuat oleh Pak Janter adalah tas yang dipajang di rumah untuk dijual. Sedangkan produk kerajinan lainnya seperti topi, taplak meja, kursi, gendongan bayi dikerjakan apabila ada pesanan.

Usaha kerajinan eceng gondok Pak Janter mendapat perhatian dari orang lain dan disambut baik oleh beliau. Pertama kalinya Pak Janter mendapat kunjungan belajar dari negara Perancis pada tahun 2005. Beliau mengatakan bahwa orang luar memperoleh informasi tentang beliau dari warta Samosir yang diposting di internet. Postingan tersebut memuat informasi tentang usaha menganyam eceng gondok yang dilakoni oleh Pak Janter, dan mereka tertarik untuk belajar ke Samosir. Selanjutnya pada tahun 2012 Pak Janter mendapat kunjungan belajar dari mahasiswi Belanda. Hingga informasi mengenai usaha kerajinan anyaman eceng gondok Pak Janter menyebar ke luar negeri dari mulut ke mulut.

Kemudian pada tahun 2016 Pak Janter juga mendapat kunjungan belajar dari tiga mahasiswi Universitas Nordwincollege Belanda. Mereka melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana cara dan teknik dasar pembuatan kerajinan anyaman eceng gondok ini. Sebelumnya ketiga mahasiswi Belanda ini sering mengadakan penelitian di negara Kenya. Mendapat informasi dari kawan-kawannya yang sebelumnya sudah pernah datang melakukan penelitian dan belajar pada Pak Janter ditambah lagi dengan jarak Indonesia yang lebih dekat dibandingkan dengan negara

Kenya, akhirnya mereka memutuskan untuk datang ke Samosir, mereka akan mengadakan penelitian selama 1 bulan.

Kendala yang kerap dihadapi Pak Janter adalah komunikasi dengan mahasiswi luar karena Pak Janter kurang paham bahasa Inggris. Pak Janter biasanya meminta bantuan masyarakat dekat rumahnya yang fasih bahasa Inggris. Selesai belajar mahasiswi tersebut akan membawa hasil anyaman ke Belanda dan melakukan praktek menganyam eceng gondok di Nordwincollege. Mereka datang penelitian dan belajar menganyam eceng gondok dengan biaya sendiri tanpa dibiayai oleh pemerintah atau kampus mereka.

Usaha Pak Janter terus berlanjut mulai awal membuka usaha hingga saat ini. Walaupun pada awalnya permintaan akan kerajinan ini sedikit, tetapi Pak Janter tetap menekuninya. Pada tahun 2015 usaha eceng gondok Pak Janter membaik dan permintaan produk kerajinan eceng gondok meningkat. Hal ini didukung dengan adanya program pemerintah yang mewajibkan seluruh guru dan anak sekolah mulai dari tingkat SD, SMP dan SMA di Kabupaten Samosir menggunakan tas eceng gondok setiap hari Kamis, sehingga permintaan akan tas eceng gondok melonjak naik. Banyak siswa/i dan guru yang membeli dan memesan langsung tas eceng gondok.

“Sai adong do na memesan mambaen kerajinan on hian waktu na parjolo mambuka usaha on au, na manuhor langsung tu jabu pe sai adong do attong nata pe sotik dope waktu i. Ale dukkon na adong ima peraturan ni Dinas Pendidikan ikkon mamake tas eceng gondok akka parsikkola i, gabe godang do attong na memesan mambaen tas tu au.”

“Selalunya ada orang yang beli kerajinan eceng gondok ini waktu pertama kali aku buka usaha, yang beli langsung ke rumah pun ada juganya walaupun pada waktu itu tidak banyak. Tetapi semenjak ada peraturan Dinas Pendidikan itu, jadi banyak yang mesan buat tas (Merli Sinurat, 56 tahun).”

Dari usaha kerajinan eceng gondok ini pendapatan Pak Janter dan istrinya meningkat dan bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka. Pak Janter juga memperoleh penghargaan berupa piagam seperti piagam dari Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Departemen Perindustrian RI, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Sumatera Utara, dan Bupati Samosir sebagai apresiasi pecinta lingkungan hidup dan pengrajin eceng gondok.

Dokumen terkait