• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepercayaan Masyarakat terhadap Dompet Dhuafa dan BAZNAS

3 Keberadaan OPZ dalam pelayanan kesehatan,

pendidikan, ekonomi dan sosial 3.52 15 16

Keberadaan OPZ dalam melakukan program pemberdayaan untuk meningkatkan taraf

71 sekolah, rumah sakit dan asrama-asrama panti. Pemberi zakat (muzakki) menyerahkan zakatnya kepada orang-orang tertentu, seperti para penghulu, kyai, guru ngaji, ulama setempat tanpa melihat kelayakan mereka dalam menerima zakat (Nuskhi, 1995). Namun permasalahannya penggunannya bukan hanya untuk mustahik tetapi dominan digunakan untuk penunjang hidup para pengumpul zakatnya (Steenbrink dalam Malik 2010). Pengelolaan zakat tradisional dalam sejarah menurut Malik (2010) telah terbukti mampu menjadi katup pengaman ekonomi subsisten masa lalu, dan memberikan manfaat bagi penguatan kelembagaan komunitas dan menciptakan relasi yang hangat dalam masyarakat. Kehangatan relasi antara muzakki dan mustahik terbangun di sini. Relasi tersebut terbangun dalam keterbukaan informasi dan prosesi penyerahan zakat di masjid yang dapat disaksikan oleh banyak orang termasuk mustahik sehingga masing-masing antara mustahik dan muzaki saling mengetahui satu sama lain. Ideologi asketisisme dan altruisme merupakan ciri yang sangat kental dan mendasari rasionalitas pengelolaan zakat tradisional.

Disisi lain proses transformasi pengelolaan zakat modern, dengan disahkannya UU Pengelola Zakat Tahun 1999 dan lahirnya BAZNAS, organisasi pengelola zakat yang dibentuk pemerintah menandakan masuknya pengelolaan zakat ke dalam ranah Negara. Keberadaan zakat semakin diakui oleh Negara, dan zakat infak dan sedekah dapat dikelola dengan lebih efektif dan efisien terutama pada sisi penghimpunan. Terlihat dari uraian sebelumnya bahwa semenjak transformasi pengelolaan zakat, pada tahun 1999 hingga saat ini dana zakat yang berhasil dihimpun semakin meningkat. Namun permasalahannya adalah dominasi Negara dalam pengelolaan zakat semakin menguat, terbukti dari disahkannya UU Pengelola Zakat No. 23 Tahun 2011 mengenai peran Negara yang dominan dalam pengelolaan zakat dan mengecilnya peran masyarakat dalam mengelola zakat.

BAZNAS didaulat menjadi koordinator dan regulator pengelola zakat nasional sedangkan terdapat beberapa pasal (18, 38 dan 41) tentang persyaratan sebuah lembaga zakat harus berbentuk badan hukum dan organisasi kemasyarakatan (ormas), dan tidak diperbolehkannya amil zakat mendistribusikan dan menghimpun zakat tanpa izin dari pemerintah. Pasal- pasal tersebut dianggap tidak relevan dan membatasi peran masyarakat. Padahal masyarakat memiliki peran besar dalam pembangunan dan pengentasan kemiskinan melalui zakat dan sebuah lembaga zakat cukup berbadan hukum saja, tanpa harus menjadi ormas karena Indonesia merupakan negara hukum. Oleh karena itu Pengesahan UU pengelolaan zakat yang baru tidak serta merta diterima semua pihak dan organisasi pengelola zakat di Indonesia. Lembaga zakat masyarakat membentuk Koalisi Masyarakat Zakat (KOMAZ) mengajukan judicial reciew menggugat tiga pasal (18, 38 dan 41) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK mengenai judicial review UU No. 23/ 2011 tentang Pengelolaan Zakat dikabulkan sebagian pasalnya pada Kamis, 31 Oktober 2013.20

20 Putusa MK Perkuat Opti alisasi Pe gelolaa )akat Majalah Zakat BAZNAS, Edisi

November Desember Tahun 2013, Hal 14

Isi judicial review mengabulkan sebagian pasal yang di uji materikan, yakni persyaratan pendirian lembaga amil zakat (LAZ) tak harus berlatar belakang ormas Islam dan pengelolaan

72

Sedangkan Dompet Dhuafa yang lahir dari perusahaan koran Dompet Dhuafa memiliki pengorganisasian modern dan strategi pemberdayaan pada program pengelolaan zakatnya. Dompet Dhuafa berupaya menjadi shadow state organization, yaitu organisasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat diberbagai bidang seperti yang dilakukan pemerintah (AJ (46)). Disatu sisi Dompet Dhuafa menerapkan pengorganisasian modern tetapi di sisi lain melalui program pemberdayaannya Dompet Dhuafa membangun jaringan kemitraan dengan masyarakat.

Matriks 13 Perbandingan Pengorganisasian Zakat Tradisional, BAZNAS dan Dompet Dhuafa

zakat tanpa izin tak bisa dikriminalisasi. Masjid dan mushalla juga bisa mengelola zakat dan hanya berkewajiban melaporkan pengelolaan zakatnya kepada pengawas syariah eksternal atau pemegang kewenangan di wilayahnya

Aspek Tradisional BAZNAS Dompet Dhuafa

Kelemahan/ Permasalahan

hegemoni elit agama lokal, tata yang kelola lemah (Malik, 2010) Sentralisasi dan Dominasi Negara dalam pengelolaan zakat Persaingan Pengelolaan zakat antar berbagai organisasi pengelola zakat modern

Kekuatan Interaksi personal masyarakat yang dekat antara muzaki dan mustahik

Pengelolaan Zakat yang efektif, efisien dan terpusat Pengelolaan Zakat modern, kreatif, dan partisipatif (Strategi Pemberdayaan)

Idiologi Altruism Developmentlism Komersialism

Jaringan (Struktur)

kecil besar Sel (bagian-bagian)

Pendekatan personal approach anonymusity approach anonymusity approach Basis Kelembagaan dan Pengelolaan Zakat Pengelolaan Lokal (Masjid, pesantren, Ulama/ Tokoh Lokal) Negara (BAZNAS) bersinergi dengan organisasi pengelola zakat (LAZ), masjid, pesantren dll Sinergi pengelolaan Negara, masyarakat dan swasta

Regulasi Tidak tertulis UU Pengelolaan

Zakat tahun 1999 dan 2011 UU Pengelolaan Zakat tahun 1999 dan 2011 Pengorganisasian Zakat Tradisional, jejaring masjid, pesantren, lokal, insidental. Struktur organisasi modern dan strategi pemberdayaan

Struktur organisasi

modern dan

strategi pemberdayaan Obyek Zakat Zakat Fitrah, Zakat

Mal (Pertanian, emas, tabungan dll)

Zakat Profesi, Zakat Perusahaan dll

Zakat Profesi, Zakat Perusahaan dll

Akuntabilitas Tidak ada Diaudit dan

dipublikasian secara profesional

Diaudit dan dipublikasian secara profesional

73 Oleh karena itu transformasi pengorganisasian zakat di Indonesia dalam dimensi nilai dan struktur yang mengarah pada pengorganisasian modern dan program yang memberdayakan merupakan strategi terbaik dalam mengoptimalisasi pengelolaan zakat di Indonesia saat ini. Transformasi pengelolaan zakat yang dikaji dalam dimensi nilai dan struktur diperlukan dalam menjawab tantangan perkembangan sosial ekonomi di Indonesia. Zakat dapat dijadikan alternatif dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Sejalan dengan pendapat Qardhawi (1996) zakat, infak dan sedekah bukan sekedar bantuan untuk sedikit meringankan penderitaan masyarakat miskin, tetapi zakat memiliki tujuan besar untuk menanggulangi kemiskinan, dengan pemberian modal kerja dan pelatihan.

Transformasi nilai pada pengelolaan zakat berupa pembaharuan konsep (fikih) zakat dalam perekonomian modern berimplikasi meluasnya harta obyek zakat pada zakat profesi dan perusahaan dapat lebih adil menjangkau masyarakat kaya yang belum terjangkau sebelumnya. Pembaharuan obyek harta zakat yang mencakup berbagai profesi dan usaha dalam perekonomian modern mengakibatkan dana zakat semakin beragam tidak terbatas pada zakat fitrah dan zakat harta (pertanian, emas, dll) tetapi berbagai profesi modern seperti dokter, insinyur, pengusaha dan perusahaan juga menjadi obyek zakat.

Transformasi struktur pada pengelolaan zakat yang berwujud pada Pengelolaan dana ZIS yang dilakukan secara modern dan profesional dan diimplementasikan melalui keberadaan organisasi pengelola zakat modern dapat lebih professional, masif, dan kreatif dalam mengelola zakat. Seperti yang diuraikan Hafidhuddin dan Juwaini (2006) bahwa keberadaan organisasi pengelola zakat modern bertujuan untuk:

1. Mengikis egoisme muzaki agar tak memandang bahwa hartanya merupakan miliknya sendiri,

2. Menghindari proses merendahkan mustahik, karena apabila muzaki langsung menyerahkan dikhawatirkan munculnya hubungan “anda menolong dan saya yang ditolong”,

3. Menciptakan pemerataan, keadilan dan ketepatan sasaran,

4. Dana ZIS akan terkelola dengan lebih profesional dan masif apabila dikelola oleh organisasi, karena 1 atau 2 orang tidak akan mampu dan muncul ketidakadilan di masyarakat dan

5. Potensi zakat akan optimal dimobilisasi dan didayagunakan untuk keperluan umat yang strategis apabila dikelola oleh lembaga.

Namun pengeolaan zakat yang menggunakan pengorganisasian modern dan strategi pemberdayaan harus tetap memperhatikan aspek jejaring kemitraan dengan masyarakat lokal, masjid pesantren sehingga sinergi pengelolaan zakat tradisional dan modern dapat tercapai. Negara juga harus tetap menjaga agar tidak mendominasi dalam pengelolaan zakat. Sejalan dengan pendapat Etzioni (1996) bahwa setiap masyarakat memiliki kebutuhan yang beragam sehingga Negara seharusnya dapat menahan diri untuk tidak terlalu mencampuri masyarakat. oleh karena itu orgaisasi pengelolaan zakat baik Negara (BAZNAS), Dompet Dhuafa maupun organisasi lain hanya perlu mendorong menumbuhkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat sehingga mandiri mengelola organisasinya demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

74

9 SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait