• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penghimpunan Dana ZIS Dompet Dhuafa Tahun 2005-

46

Pemisahan antara Dompet Dhuafa Filantropi dan Dompet Dhuafa Corpora pada tahun 2010 mempengaruhi strategi penghimpunan dana zis, yaitu mengembangkan strategi penghimpunan dana non zakat. Strategi ini sudah diawali semenjak tahun 2004 ketika Dompet Dhuafa mengembangkan unit bisnis dibawah program pendayagunaan dana zis. Pada tahun 2010, ketika DD Corpora didirikan merupakan keseriusan komitmen Dompet Dhuafa dalam mengembangkan strategi penghimpunan dana diluar dana zis. DD Corpora yang menjadi Perusahaan berbadan hukum PT yang mengelola seluruh aset dan aktivitas bisnis (social enterprise) yang dilakukan Dompet Dhuafa.

“…walaupun dana zis yang dihimpun terus bertambah, tetapi proporsi dana zis dari total pemasukan keuangan Dompet Dhuafa cenderung menurun, dari proporsi dana zakat dengan non zakat 9:1 mengarah ke 6:1, ditambah lagi dengan kekhawatiran masyarakat cenderung dibatasi dalam menghimpun dana zis karena terpusat dilakukan oleh Negara sebagai dampak implementasi UU pengelolaan zakat No. 23 Tahun 2011. Apabila diproyeksikan 20-30 tahun kedepan bisa jadi masyarakat dilarang menghimpun dana zakat, sehingga organisasi tidak mati jika suatu saat nanti dilarang menghimpun dana ZIS. Namun Dompet Dhuafa masih tetap optimis masih dapat terus bertahan dalam gelanggang pengelolaan zakat di Indonesia..” (AJ, (46)Presiden Direktur Dompet Dhuafa)

Sebagai organisasi yang dinamis dan terus berkembang selama 21 tahun Dompet Dhuafa berkiprah di dalam pengelolaan zakat, program pendayagunaan dana ZIS pun berkembang sama halnya dengan program penghimpunannya. Hal ini dilakukan demi mengingkatkan kebermanfaatan Dompet Dhuafa untuk masyarakat baik dalam pelayanan kesehatan, sosial, ekonomi maupun pendidikan. Semenjak tahun 1993 sampai dengan saat ini program pendayagunaan dana ZIS yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa dibagi menjadi 4 fase, seperti yang diuraikan pada matriks 3.

Matriks 3 Fase-Fase Pendayagunaan Dana ZIS Dompet Dhuafa

Fase Pendayagunaan Deskripsi

Fase I : Charity Memberikan bantuan langsung seperti uang dan barang untuk masyarakat sesuai kebutuhan

Fase II : Kebermanfaatan Memberikan fasilitas agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat

Fase III : Transformasi Fokus merubah orang agar menjadi lebih berdaya/ memiliki ketrampilan/ pengetahuan

Fase IV : Advokasi Fokus pada regulasi dan menkonsidikan lingkungan/ sistem yang kondusif bagi berkembangnya

masyarakat yang sejahtera

Sumber: Data penelitian, wawancara dengan AJ (46) Presiden Direktur Dompet Dhuafa

Ketika pola dan strategi pendayagunaan berkembang dari fase ke fase berikutnya bukan berarti fase yang sebelumnya ditinggalkan tetapi terdapat penambahan pola dan strategi pendayagunaan zakat fase sebelumnya. Pada fase charity merupakan awal kiprah Dompet Dhuafa dalam pengelolaan zakat dan sosial kemanusiaan sehingga masih belajar dalam menciptakan program kreatif, efektif dan tepat sasaran dalam menyelesaikan permasalahan

47 kemiskinan masyarakat. Kemudian pada fase kedua kebermanfaatan Dompet Dhuafa tetap menjalankan program bantuan langsung (uang dan barang) ditambah dengan mendirikan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan masyarakat tidak mampu.

Matriks 4 Fase Charity dan Kebermanfaatan Program Pendayagunaan Dompet Dhuafa

Bidang Fase I :Charity Fase II : Kebermanfaatan

Kesehatan Berdirinya Klinik kesehatan/ LKC pada tahun

2000 yang dikonsep Erie Sudewo dan dr. Piprim di Ciputat dan berkembang di berbagai kota seperti, di Bekasi, Tangerang, Yogyakarta dan Makassar

Pendidikan Beasiswa pendidikan Berdirinya SMART Ekselensia (SMP dan SMA) pada tahun 2004 dan

beastudi etos (asrama dan pembinaan) untuk mahasiswa

Ekonomi Program THK : Bantuan daging kurban untuk daerah terpencil dan

Pemberian modal produktif BMT (lembaga keuangan mikro syariah)

Pada tahun 1999, didirikan Laboratorium Biologi Pertanian untuk meneliti dan mengembangkan sarana produksi pertanian tepat guna untuk membantu petani, dengan produk sarana pertanian ramah lingkungan (pupuk organik, agensi hayati pengendali hama tanaman dan pestisida nabati)

Sosial Program bantuan sosial kemanusiaan (bencana)

sumber: situs berbagai jejaring dompet dhuafa

“…Uang bisa habis, lingkungan bisa rusak tetapi jika manusia memiliki mindset menjadi mandiri maka ia akan berusaha untuk tetap berdaya dan

mandiri (agent of change) untuk bertahan hidup…”(AJ, (46)Presiden

Direktur Dompet Dhuafa)

Pada fase transformasi Dompet Dhuafa tidak hanya memberikan manfaat fasilitas tetapi juga berfokus mengubah penerima manfaat menjadi mandiri, berdaya dan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, karena mendapatkan pelatihan ketrampilan maupun pendampingan melalui strategi pemberdayaan (people change). Fase ini diawali dengan perkembangan program pendayagunaan Dompet Dhuafa yang berjalan dengan baik menjadi jejaring organisasi Dompet Dhuafa yang otonom.

48

Matriks 5 Fase Transfromasi Program Pendayagunaan Dompet Dhuafa

Bidang Fase Transformasi

Pendidikan 1. Program Makmal Pendidikan, yaitu pendampingan guru dan sekolah dengan memberikan pelayanan kepada tenaga pendidik untuk dapat meningkatkan kapasitas kompetensinya,

pengembangan mutu dan pelayanan pendidikan yang berkualitas di sekolah-sekolah binaan.

2. Didirikannya Institut Kemandirian, yaitu lembaga pendidikan non formal yang memiliki berbagai fasilitas untuk pelatihan

ketrampilan kerja (komputer, salon, otomotif, mengemudi, IT dll). 3. Pada tahun 2011 didirikan Kampus Umar Ustman yang yang

bertujuan melahirkan masyarakat yang memiliki jiwa wirausaha sehingga dapat melahirkan usaha-usaha baru.

Ekonomi 1. BMT Center Dompet Dhuafa yang kegiatannya mendirikan, membina dan meberikan pelatihan kepada BMT yang memberikan bantuan keuangan mikro syariah kepada masyarakat

2. Program Masyarakat Mandiri (MM) merupakan pendampingan bagi UMKM

3. Pada tahun 2004 laboratorium biologi Dompet Dhuafa berubah menjadi jejaring organisasi Lembaga Pertanian Sehat (LPS) yang memiliki melakukan aktivitas penelitian, pembinaan dan pendampingan petani dan pemasaran produk-produk pertanian ramah lingkungan

4. Kampoeng Ternak yang berfokus pada pemberdayaan Peternak pada tahun 2005

Sosial pemberdayaan terhadap buruh migran melalui program Serikat Pekerja Migran (SPM) pada tahun 2003 yang berfokus pada dakwah, pendidikan, advokasi dan pemberdayaan migran di Hongkong.

Sumber: situs berbagai jejaring dompet dhuafa

Fokus pada fase advokasi tidak hanya adalah berubahnya individu, baik ketrampilan maupun mindset sehingga dapat menjadi agent of change yang mempengaruhi lingkungannya agar bisa mandiri dan berdaya.

“… Dompet Dhuafa juga memiliki pandangan dalam mencegah dan mengurangi kemiskinan tidak cukup hanya manusianya yang dirubah tetapi lingkungannya juga harus berubah, dengan menjaga sistem lingkungan tempat hidup manusia (ekonomi, sosial, politik dan lingkungan) melalui aksi advokasi, yang berfokus pada regulasi dan menyiapkan lingkungan untuk generasi masa depan. Apabila tidak melakukan rehabilitasi maka sumber daya akan habis dan turun, sehingga akan menciptakan lingkungan yang

miskin…”(AJ, (46)Presiden Direktur Dompet Dhuafa)

Perpaduan perubahan mindset manusia dengan daya dukung lingkungan yang baik, maka menghasilkan kebermanfaatan yang berlipat ganda untuk masyarakat dan generasi di masa mendatang. Misalnya, Advokasi masyarakat dalam mengondisikan perilaku hidup sehat dibandingkan berobat. Proses pemberdayaan yang sudah dilakukan dengan optimal, jika terjadi perubahan regulasi pemerintah maka pemberdayaan dapat gagal, sehingga tidak perlu merubah atau mengkondisikan sistem dan regulasi yang mendukung proses pemberdayaan. Pemberdayaan yang dilakukan tidak

49 cukup dengan mengurus masyarakat, tetapi juga mengurus pemerintah, jaringan pemasaran, dan semua stakeholder yang berkaitan di dalamnya. Program-program pendayagunaan yang dilakukan Dompet Dhuafa tidak lagi hanya berfokus pada memberikan kebermanfaatan dan mengubah orang-orang didalamnya tetapi juga mengondisikan sistem/ lingkungan tempat manusia itu hidup dan beraktivitas.

Matriks 6 Fase Advokasi Program Pendayagunaan Dompet Dhuafa

Bidang Fase Transformasi

Pendidikan Pada tahun 2009, lahir Sekolah Guru Ekselensia Indonesia (SGEI) sebagai produk inovasi dari Makmal Pendidikan, yang berkomitmen melahirkan Guru Transformatif yang memiliki kompetensi mengajar, mendidik dan berjiwa kepemimpinan sosial. SGI menjadi bagian dari upaya Dompet Dhuafa dalam menciptakan agent of change dalam lingkungan pendidikan, dengan dibekali berbagai kompetensi dan peserta SGI ditempatkan pada berbagai sekolah di daerah terpencil untuk dapat mengondisikan lingkungan pendidikan setempat menjadi lebih baik.

Ekonomi Pada bidang ekonomi setiap jejaring organisasi Dompet Dhuafa seperti Pertanian Sehat Indonesia (PSI), Kampoeng Ternak, dan Masyarakat Mandiri (MM) selain memiliki program pendampingan petani, peternak dan pengusaha UKM juga mulai merambah pada penciptaan jaringan pemasaran dan jaringan komunikasi dengan stakeholder terkait serta melakukan advokasi kebijakan yang berkaitan dengan bidangnya masing-masing.

Sosial 1. Jejaring organisasi Indonesia Magnificient Zakat (IMZ) yang berfokus pada riset dan advokasi kebijakan, terkait isu kemiskinan, kaji dampak program pemberdayaan, sosio-ekonomi zakat serta survei opini publik. Sedangkan advokasi kebijakan yang menjadi fokus IMZ dengan pemantauan terhadap kebijakan di tingkat nasional, regional, maupun lokal yang memiliki keterkaitan langsung dengan pengembangan isu pengentasan kemiskinan dan zakat Indonesia. IMZ bersama stakeholder zakat dan Organisasi lainnya telah melakukan pengawalan atas proses pengesahan UU Pengelolaan Zakat, UU fakir Miskin, dan Peraturan daerah mengenai Pengelolaan Zakat.

2. Jejaring organisasinya, Semesta Hijau yang programnya meliputi sedekah pohon, air untuk kehidupan, energi terbarukan dan pengelolaan limbah.

3. Corps Da’i Dompet Dhuafa (Cordofa) yang memberikan

pembinaan kepada da’i/ da’iyah berupa capacity building, kajian keIslaman dan kowledge management melalui FGD, riset, data base, dan kepustakaan Islam sehingga didapatkan da’i/ da’iyah yang menjadi agent of change untuk ditempatkan diberbagai daerah di Indonesia maupun diluar negeri

50

Pola Pengorganisasian dan Program Pengelolaan Zakat BAZNAS BAZNAS merupakan organisasi pengelola zakat yang lahir dari adanya proses transformasi pengelolaan zakat di Indonesia, karena BAZNAS dibentuk sebagai implementasi dari UU pengelola zakat No. 38/ 1999. Oleh karena itulah BAZNAS yang lahir pasca transformasi pengelolaan zakat, di era reformasi telah memiliki ciri-ciri dasar sebagai organisasi pengelola zakat modern. Namun sebagai organisasi yang baru, BAZNAS belum optimal dalam menjalankan fungsi organisasi dan praktik pengelolaan dana ZIS. Perkembangan pola pengorganisasian BAZNAS menjadi organisasi pengelola zakat modern dan program pengelolaan zakat yang menggunakan pendekatan masyararakat terjadi secara bertahap dalam rangka mengoptimalkan pencapaian tujuan organisasi BAZNAS.

Sumber : data penelitian

Gambar 6 Perkembangan Organisasi BAZNAS Tahun 2001-2013

Semenjak lahir pada tahun 2001 hingga saat ini, perkembangan BAZNAS dibagi menjadi tiga tahap, yaitu fase kelahiran BAZNAS pada tahun 2001-2003, fase perkembangan dan inovasi organisasi ketika BAZNAS pada tahun 2003-2011 dan fase BAZNAS menjadi koordinator pengelola zakat pasca disahkannya UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat yang baru. Perkembangan BAZNAS dibagi menjadi tiga tahap tersebut karena pada ketiga tahap tersebut memiliki karakteristik pola pengorganisasian dan program pengelolaan zakat yang berbeda.

Pada tahap pertama ketika BAZNAS yang baru berdiri dipimpin oleh Achmad Subianto berfokus pada pembangunan infrastruktur dan sumberdaya organisasi. Secara lebih detail tahap pertama telah diuraikan pada bab

 Lahirnya BAZNAS

 Terpilihnya Achmad Subianto menjadi Ketua Umum BAZNAS

 Awal pondasi BAZNAS : Pembangunan Infrastruktur dan SD organisasi

Terpilihnya Didin Hafidhuddin sebagai Ketua Umum BAZNAS

Peningkatan profesionalitas organisasi

Terpilihnya Direktur Pelaksana BAZNAS baru

Program Penghimpunan dan Pendayagunaan (menggunakan pendekatan Comdev

dan Empowerment

 Keppres tentang perpanjangan masa kepengurusan BAZNAS

 Disahkannya UU Baru Pengelolaan Zakat oleh DPR UU No. 23 Tahun 2011

 Rekrutmen amil, manajer dan program ABDP

 Transformasi fungsi, struktur, sistem dan program BAZNAS sesuai dengan UU baru

 BAZNAS sebagai koordinator dan regulator pengelola zakat Nasional Fase Kelahiran Fase pengembangan dan inovasi

organisasi

Fase BAZNAS menjadi Koordinator Zakat Nasional

51 sebelumnya mengenai lahirnya BAZNAS sebagai organisasi pengelola zakat pemerintah (halaman 32).

Pada fase pengembangan dan inovasi organisasi diawali ketika BAZNAS dipimpin oleh Didin Hafidhuddin pada tahun 2003 sampai dengan 2011. Pada fase ini pola pengorganisasian yang berkembang, meliputi dan strategi Organisasi. Pergantian kepengurusan dan kepemimpinan BAZNAS terjadi pada tahun 2003, dengan terpilihnya Didin Hafidhuddin menggantikan Achmad Subianto. Didin Hafidhuddin memimpin BAZNAS selama dua periode lebih, yaitu pada periode kepengurusan BAZNAS tahun 2003-2008, periode kepengurusan BAZNAS 2008-2011 dan periode kepengurusan transisi tahun 2011-2015.

BAZNAS sebagai organisasi pengelola zakat tingkat nasional membutuhkan bargaining yang kuat di dalam dunia perzakatan. Apalagi sebagai organisasi yang baru lahir, BAZNAS secara usia organisasi dan pengalaman, tertinggal dibandingkan dengan lembaga zakat tingkat nasional lain yang telah berdiri terlebih dahulu, seperti Dompet Dhuafa. Pada kepengurusan yang kedua BAZNAS telah memiliki modal organisasi yang kuat dalam menjalankan sehingga fungsi-fungsi organisasi telah optimal dalam mendukung pengorganisasian dan program pengelolaan zakat. Berikut dijelaskan pada matriks 7 mengenai fokus BAZNAS pada tahun 2003-2010 beserta strategi yang dilakukan.

Matriks 7 Fokus BAZNAS Pada Tahun 2003-2010

Fokus BAZNAS 2003-2008 Strategi yang dilakukan

Pematangan Visi Misi BAZNAS sebagai pusat zakat nasional yang amanah, transparan dan profesional untuk meningkatkan kesadaran berzakat masyarakat

Sosialisasi BAZNAS melalui media massa nasional

Peningkatan peran koordinasi, informasi dan konsultasi antara BAZNAS pusat dengan daerah

Rakornas dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas BAZ. Peningkatan kapasitas organisasi, koordinasi lembaga

dan manajemen pengelolaan zakat pada September 2006 s/d 2007

Sinergi Pengelolaan Zakat BAZNAS dan Dompet Dhuafa

Aktif pada kegiatan FOZ, menginisiasi terbentuknya Dewan Zakat MABIMS (Majelis Agama-Agama Islam Indonesia, Brunei, Malaysia dan Singapura) dan berperan pada penyelenggaraan Konferensi Zakat Asia Tenggara di Padang tahun 2007.

Pada tahun 2010 BAZNAS berkoordinasi dengan Forum Zakat sukses menyelenggarakan World Zakat Forum dan kiprah BAZNAS di dunia Internasional semakin meningkat

Peningkatan peran BAZNAS baik di tingkat nasional maupun Internasional

Pada tahun 2010, BAZNAS ditetapkan sebagai mitra kerja resmi Komisi VIII DPR-RI

Pengakuan dan legalitas BAZNAS sebagai organisasi pengelola zakat oleh lembaga- lembaga Negara

Sumber : data penelitian (wawancara dengan HH (28) Litbang BAZNAS) Berdasarkan uraian di atas menunjukkan peran BAZNAS sebagai organisasi pengelola zakat yang dibentuk pemerintah, dalam pengorganisasiannya fokus pada sosialisasi dan edukasi zakat kepada

52

masyarakat secara luas serta membangun koordinasi dan sinergi dengan lembaga-lembaga pemerintah. Hal ini dilakukan agar peran BAZNAS sebagai perwakilan pemerintah dalam mengelola zakat semakin diakui. Hal ini penting dilakukan BAZNAS karena salah satu tugas utama BAZNAS dalam pengelolaan zakat adalah menghimpun dana zakat pegawai pemerintah baik PNS, TNI/ POLRI, pegawai BUMN/D.

Fase selanjutnya dalam pengembangan pola pengorganisasian BAZNAS pasca disahakan UU pengelola zakat yang baru, No.23 Tahun 201114. Pada fase ini elemen-elemen organisasi yang berkembang meliputi sumberdaya organisasi (amil), teknologi, dan struktur organisasi. Disahkannya UU pengelolaan zakat yang baru berpengaruh signifikan terhadap BAZNAS. Sebagai organisasi pengelola zakat yang dibentuk pemerintah, segala hal yang berkaitan dengan pengorganisasian dan program pengelolaan zakat BAZNAS diatur oleh undang-undang. Pengaruh implementasi UU tersebut adalah perubahan status BAZNAS yang tidak hanya sebagai pengelola zakat tetapi juga sebagai koordinator dan regulator pengelolaan zakat di Indonesia. Oleh karena itu BAZNAS harus meningkatkan pengelolaan organisasinya menjadi lebih profesional disegala aspek, seperti sumber daya (amil), teknologi, dan program pengelolaan zakat.

Pengesahan UU pengelolaan zakat yang baru mempengaruhi struktur kepengurusan BAZNAS yang pada awalnya berjumlah 33 orang di kerucutkan menjadi 11 orang yang terdiri dari 8 orang dari unsur masyarakat dan 3 orang perwakilan PNS (UU No.23 Tahun 2011). Oleh karena itu kepengurusan BAZNAS periode 2008-2011, yang seharusnya berakhir pada tanggal 7 November 2011, diperpanjang masa kepengurusannya.15 Hal ini dilakukan dalam rangka menyiapkan seleksi kepengurusan BAZNAS yang baru karena adanya perubahan struktur.

“…Pada 5 Desember 2014, Tim Seleksi Calon Anggota BAZNAS Periode 2015 – 2019 yang dibentuk oleh Menteri Agama telah menetapkan 16 nama calon anggota dari unsur masyarakat setelah melalui beberapa tahapan. Selanjutnya Presiden RI akan memilih 8 nama dari 16 nama tersebut untuk dimintakan pertimbangan kepada DPR RI dan ditetapkan bersama 3 orang dari Pemerintah…”(HH (28) Litbang BAZNAS).

Sebagai koordinator dan regulator zakat, tugas BAZNAS bertambah tidak hanya menangani internal organisasi tetapi juga menangani BAZNAS daerah dan berbagai lembaga zakat di Indonesia. Oleh karena itu, BAZNAS terus meningkatkan kuantitas dan kualitas sumberdayanya dengan program rekrutmen dan pengembangan SDM agar didapatkan amil-amil yang berkualitas. Dalam rangka pengembangan jumlah dan kapasitas amil, BAZNAS melakukan tahap berikut:

14 UU No.23 Tahun 2011, pada 27 Oktober 2011, disetujuinya undang-undang pengelolaan

zakat pengganti Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999, yang kemudian diundangkan sebagai UU Nomor 23 Tahun 2011 pada tanggal 25 November 2011 oleh DPR RI.

15http://pusat.baznas.go.id/struktur-organisasi/[10 desember 2014]

Perpanjangan keanggotaan BAZNAS melalui SK Menteri Agama No.10/2012, tanggal 24 Januari 2012.

53 a. Pada tahun 2011, merekrut empat orang SDM (amil) muda/ fresh graduate dari PTN unggulan yang memiliki kreativitas dan komitmen dalam berkontribusi kepada masyarakat melalui salah seorang pengurus BAZNAS Bakhtiar Rahman (HH (28) Litbang BAZNAS)

b. Pada tahun 2012 BAZNAS merekrut beberapa orang profesional dan berpengalaman di bidang manajerial perusahaan dan organisasi dalam rangka memenuhi posisi-posisi manajer di BAZNAS.

“...Mereka menjadi katalisator dalam proses transformasi BAZNAS menjadi organisasi zakat profesional, terlihat dari hasil kerja mereka dalam merapihkan sistem organisasi, struktur organisasi,

mengembangkan teknologi organisasi demi menunjangnya

operasional organisasi dan berbagai program-program pengelolaan zakat...” (ID(27) Amil BAZNAS)

c. Pada tahun 2013 BAZNAS mengembangkan program ABDP (Amil BAZNAS Developement Program), yaitu memberikan berbagai macam pelatihan-pelatihan kepada amil dalam menunjang profesionalitas dan kualitas kerjanya, seperti Pelayanan Prima, Aspek Legal dan Akad, Monitoring dan Evaluasi Pelaporan, Budaya Perusahaan, Kepemimpinan, dan Etika Berusaha dalam Islam diisi oleh internal BAZNAS maupun mengundang para profesional dari luar BAZNAS.

“...Untuk mendapatkan calon-calon tenaga amil zakat terbaik,

rekrutmen berasal dari sarjana (S1) lulusan baru (fresh graduate) di berbagai perguruan tinggi ternama di Indonesia, seperti Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Padjadjaran (UNPAD). Akhirnya, terseleksilah di antaranya 13 orang yang kemudian menjalani program pelatihan, yaitu Amil Baznas Development Program (ABDP)..”16

ABDP ini akan dilakukan 2 kali dalam setahun, yaitu ada awal dan akhir tahun 2013. Peserta ABDP juga menjalani on the job training atau praktik lapang di Srimartani, Bantul, Yogyakarta, tempat di mana BAZNAS melakukan program Zakat Community Development (ZCD). d. Pada tahun 2014, dalam mempersiapkan SDM yang kompeten ditingkat

manajerial, BAZNAS membentuk Assessment Center untuk melakukan penilaian terhadap para amil BAZNAS yang paling siap menempati posisi manajer dan diikuti dengan pelatihan calon manajer (management trainee) (Majalah Zakat BAZNAS, edisi April-Mei 2014, hal 14)

Selain itu dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi BAZNAS dan mengintegrasikan sistem pengelolaan zakat nasional, BAZNAS mengembangkan Teknologi Informasi yang dinamakan SIMBA sebagai backbone (tulang punggung) pelayanan zakat, mulai dari muzaki hingga mustahik, termasuk juga organisasi pelayanan zakat baik badan amil zakat (BAZ) maupun lembaga amil zakat (LAZ).

“…SIMBA diawali dengan membangun master plan IT, kemudian membuat standard operating procedure (SOP)-nya hingga pembuatan sistemnya itu

16 Hasil Wawancara Ibu Hermin Hermawati (CORSEC BAZNAS) Pada Majalah Zakat BAZNAS Edisi Mei 2013

54

sendiri dari November 2011 hingga september 2012. Pada awal Oktober 2012, BAZNAS menyelenggarakan pelatihan perdana tentang SIMBA untuk BAZNAS Provinsi dan Kabupaten di Jakarta yang dihadiri perwakilan 30 BAZNAS Provinsi dan 10 BAZNAS kabupaten. Pada tahun 2013, program Simba sudah diimplementasikan dan menghasilkan laporan-laporan dari daerah berupa data laporan, seperti profil muzakki, jumlah penghimpunan dana ZIS, profil asnaf, dan jenis program penyaluran. Selain itu, SIMBA dapat menerbitkan kartu nomor pokok wajib zakat (NPWZ) dan bukti setor zakat (BSZ) sehingga BAZNAS dapat melayani muzakki sebaik mungkin mulai dari registrasi sampai ke pembayaran, dan pelaporan.….”(Majalah

Zakat BAZNAS, Edisi Maret Tahun 2013)

Melalui SIMBA, BAZNAS pusat dapat mengetahui laporan BAZNAS provinsi dan kabupaten/ kota. Hal ini semakin memperkuat sistem zakat nasional yang memberi manfaat terhadap kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan perangkat infrastruktur fisik dan kapasitas sumber daya manusia agar sistem yang dibangun berjalan dengan baik.

Pengesahan UU pengelolaan zakat yang baru tidak serta merta diterima semua pihak dan organisasi pengelola zakat di Indonesia. Lembaga zakat masyarakat membentuk Koalisi Masyarakat Zakat (KOMAZ) mengajukan judicial reciew menggugat tiga pasal (18, 38 dan 41) ke Mahkamah Konstitusi (MK), yaitu tentang persyaratan sebuah lembaga zakat harus berbentuk badan hukum dan organisasi kemasyarakatan (ormas), dan tidak diperbolehkannya amil zakat mendistribusikan dan menghimpun zakat tanpa izin dari pemerintah. Pasal-pasal tersebut dianggap tidak relevan dan membatasi peran masyarakat. Padahal masyarakat memiliki peran besar dalam pembangunan dan pengentasan kemiskinan melalui zakat dan sebuah lembaga zakat cukup berbadan hukum saja, tanpa harus menjadi ormas karena Indonesia merupakan negara hukum. Putusan MK mengenai judicial review UU No. 23/ 2011 tentang Pengelolaan Zakat dikabulkan sebagian pasalnya pada Kamis, 31 Oktober 2013.17

Pengajuan judicial review UU Nomor 23 Tahun 2011 membuat “kekakuan komunikasi” antara BAZNAS dengan sebagian LAZ tingkat nasional selama tahun 2013, ditandai hampir tidak ada kegiatan nasional yang dilaksanakan bersama-sama, tetapi BAZNAS berupaya agar komunikasi antar organisasi pengelola zakat tetap berjalan dengan baik.

“…setelah Sidang Putusan MK, BAZNAS begerak cepat untuk memecah kebekuan komunikasi dengan dengan mengadakan Silaturahim BAZNAS dan LAZ tingkat nasional pada 27 November 2013 yang dihadiri 15 dari 18 LAZ tingkat nasional, BAZNAS Provinsi Jawa Barat, dan BAZIS DKI. Silaturahim tersebut menyepakati 5 Agenda Zakat Nasional, yaitu penguatan regulasi, sosialisasi dan edukasi, penguatan kelembagaan, optimalisasi pendayagunaan dan sinergi…”(HH (28) Litbang BAZNAS).

17 Putusa MK Perkuat Opti alisasi Pe gelolaa )akat Majalah Zakat BAZNAS, Edisi

November Desember Tahun 2013, Hal 14

Isi judicial review mengabulkan sebagian pasal yang di uji materikan, yakni persyaratan pendirian lembaga amil zakat (LAZ) tak harus berlatar belakang ormas Islam dan pengelolaan zakat tanpa izin tak bisa dikriminalisasi. Masjid dan mushalla juga bisa mengelola zakat dan hanya berkewajiban melaporkan pengelolaan zakatnya kepada pengawas syariah eksternal atau pemegang kewenangan di wilayahnya

55 Sejalan dengan uraian di atas bahwa salah satu agenda zakat nasional adalah sosialisasi dan edukasi zakat kepada masyarakat. agenda ini bertujuan agar pengelolaan zakat dapat optimal dan efektif, karena zakat selama ini

Dokumen terkait