• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBERAGAMAN ETNIS DI BALIKPAPAN Sejarah Balikpapan dan Perkembangannya

Terdapat beberapa versi tentang sejarah kota Balikpapan dan pemberian nama Balikpapan. Adapun versi yang dikutip dari website resmi pemerintahan kota Balikpapan dijelaskan lebih lanjut bahwa nama Balikpapan sendiri kurang jelas asal dan maknanya. Menilik susunan katanya dapat dimasukkan ke dalam asal kata bahasa Melayu. Menurut buku karya F. Valentijn pada tahun 1724 dalam website resmi pemerintah kota Balikpapan, menyebut suatu daerah di hulu sebuah sungai di sebuah Teluk sekitar tiga mil dari pantai, desa itu bernama BILIPAPAN. Lepas dari persoalan ucapan maupun pendengaran, jelas bahwa nama tersebut dikaitkan dengan sebuah komunitas pedesaan di teluk yang sekarang dikenal dengan nama Teluk Balikpapan. Selain itu terdapat beberapa versi terkait dengan asal-usul nama Balikpapan yang berkembang dimasyarakat diantaranya:

1. Versi Pertama ( Sumber : Buku 90 Tahun Kota Balikpapan yang mengutip buku karya F. Valentijn tahun 1724)

Menurut legenda asal nama Balikpapan adalah karena sebuah kejadian yang terjadi pada tahun 1739, sewaktu dibawah Pemerintahan Sultan Muhammad Idris dari Kerajaan Kutai, yang memerintahkan kepada pemukim-pemukim di sepanjang Teluk Balikpapan untuk menyumbang bahan bangunan guna pembangunan istana baru di Kutai lama. Sumbangan tersebut ditentukan berupa penyerahan sebanyak 1000 lembar papan yang diikat menjadi sebuah rakit yang dibawa ke Kutai Lama melalui sepanjang pantai. Setibanya di Kutai lama, ternyata ada 10 keping papan yang kurang (terlepas selama dalam perjalanan) dan hasil dari pencarian menemukan bahwa 10 keping papan tersebut terhanyut dan timbul disuatu tempat yang sekarang bernama "Jenebora". Dari peristiwa inilah nama Balikpapan itu diberikan (dalam istilah bahasa Kutai "Baliklah - papan itu" atau papan yang kembali yang tidak mau ikut disumbangkan.

2. Versi Kedua ( Sumber : Legenda rakyat yang dimuat dalam buku 90 Tahun Kota Balikpapan) Terdapat beberapa versi terkait dengan asal-usul nama Balikpapan :

27 Menurut legenda dari orang-orang suku Pasir Balik atau lazim disebut Suku Pasir Kuleng, maka secara turun menurun telah dihikayatkan tentang asal mula nama "Negeri Balikpapan". Orang-orang suku Pasir Balik yang bermukim di sepanjang pantai teluk Balikpapan adalah berasal dari keturunan kakek dan nenek yang bernama " KAYUN KULENG dan PAPAN AYUN ". Oleh keturunannya kampung nelayan yang terletak di Teluk Balikpapan itu diberi nama "KULENG - PAPAN" atau artinya "BALIK - PAPAN" (Dalam bahasa Pasir, Kuleng artinya Balik dan Papan artinya Papan) dan diperkirakan nama negeri Balikpapan itu adalah sekitar tahun 1527.

Selanjutnya masih mengutip website resmi Pemerintah kota Balikpapan dijelaskan bahwa kota Balikpapan disebut juga sebagai kota minyak. Adapun kota ini diresmikan secara administratif pada tanggal 10 Februari 1897. Penetapan tanggal ini merupakan tanggal peristiwa pengeboran pertama sumur minyak di Balikpapan dan merupakan hasil seminar sejarah kota Balikpapan tanggal 1 Desember 1984. Pengeboran sumur perdana dilakukan di kaki gunung Komendur di sisi timur Teluk Balikpapan dan diberinama Mathilda. Penamaan sumur minyak Mathilda sendiri berasal dari nama anak JH Menten dari JH Menten dan Firma Samuel & Co sebagai pemenang hak konsesi pengeboran yang ditunjuk pemerintah Hindia Belanda yang telah mengontrak Balikpapan dari Kesultanan Kutai.

Selain yang diterbitkan oleh website resmi kota Balikpapan, Pratama (2012) dalam bukunya Industri Minyak Balikpapan menjelaskan bahwa sesuai dengan kontrak politik yang dilakukan oleh pemerintahan kolonial Belanda dengan kesultanan Kutai, maka secara administrasi Balikpapan masuk dalam Karesidenan Zuider en Oosterafdeling van Borneo dengan pusat pemerintahan di Banjarmasin (Staatsblad van Nederlandsch-Indie, no.612 dalam Pratama (2012)). Keresidenan ini dibagi menjadi 5 Afdeeling yaitu Banjarmasin, Hulu Sungai, Kapuas Barito, Samarinda dan Tarakan (Hasan dalam Pratama (2012)). Untuk daerah Oost Borneo ditempatkan dua asisten Residen di Samarinda dan Tarakan. Kedua asisten Residen ini juga memiliki kewenangan untuk mengontrol hubungan langsung, antara pemerintahan kolonial belanda dengan pemerintahan kesultanan-kesultanan di Kalimantan Timur (Oost Borneo). Asisten yang berkedudukan di Samarinda membawahi Kesultanan kutai dan Pasir Balengkong, sedangkan asisten Residen yang berada di Tarakan membawahi kesultanan gunung Tabur, Sambaliung, dan Kesultanan Bulungan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Pratama (2012)).

Sejak terdapat usaha untuk melakukan pengeboran minyak pertama untuk menentukan lokasi perminyakan pada tahun 1897, maka untuk menampung minyak bumi tersebut didirikan depot penyimpanan di sekitar wilayah pantai teluk Balikpapan. Pada tanggal 15 April 1898 ditemukan sumur minyak yang cukup banyak di daerah konsesi Mathilda di Balikpapan yang menghasilkan 32.618 Barrel minyak ditahun 1899. Untuk mendukung proses produksi dan pengiriman hasil minyak tersebut dibuatlah sebuah pelabuhan di Balikpapan dengan menggunakan tanah pemberian Sultan Kutai 16.100 M2 yang diserahkan kepada konsensi tambang minyak pada tanggal 1 Maret 1900 (La Ode Rabani dalam Freek Colombijn dalam Pratama (2012)). Pelabuhan di Balikpapan juga terhubungkan dengan rute perjalanan yang sangat panjang dengan kota-kota pelabuhan besar di Hindia Belanda dan sekitarnya, seperti adanya rute pelayaran

28

ke Batavia, Singapura, Semarang, dan Makassar. Rute pelayaran tersebut dijalani oleh KPM (Koninklijk Pakeetvart Maatschapij) atau perusahaan pelayaran Hindia Belanda. Adanya rute pelayaran antara Balikpapan dengan kota-kota pelabuhan tersebut ikut mendorong perkembangan ekonomi di Balikpapan. Hal ini ditandai dengan distribusi barang-barang kebutuhan pangan, modal, dan sumber daya manusia dapat berjalan lancar (Paulus, J dalam Pratama (2012)). Selain itu, infrastruktur kota pelabuhan menjadi lebih baik dan tingkat kesejahteraan masyarakat Balikpapan terus meningkat.

Selanjutnya dalam perkembangannya Pratama (2012) juga menjelaskan bahwa sebagai bagian dari daerah kesultanan Kutai disebelah selatan maka Balikpapan diberikan status sebagai distrik dan dikepalai oleh seorang kepala distrik atau yang disebut sebagai districthoofd lalu kemudian oleh pemerintah kolonial Belanda ditingkatkan statusnya menjadi onderafdeling Balikpapan. Pada masa itu wilayah Balikpapan dibagi ke dalam beberapa wilayah perkampungan yang masing-masing dipimpin oleh kepala kampong dengan jabatan seumur hidup. Pembagian ini bertujuan untuk memudahkan pemerintah kolonial Belanda dalam melakukan pengontrolan serta pengawasan kampung. Pada tahun 1920 di Balikpapan hanya terdapat lima kampung yaitu (Humas Kota Balikpapan dalam Pratama (2012));

1. Kampung Baru meliputi wilayah kampung baru yang sekarang hingga Balikpapan seberang (Sekarang Kabupaten Panajam Paser Utara)

2. Kampung Karang Anyar daerahnya meliputi Rapak hingga Gunung Sari Ulu.

3. Kampung Klandasan Ilir meliputi Kawasan Klandasan sampai Manggar 4. Kampung Klandasan Ulu meliputi Klandasan Ulu hingga daerah sekitar

Melawai

5. Kampung Prapatan meliputi Prapatan sampai Gunung Sari Ilir.

Pada masa penjajahan Jepang Balikpapan juga dijadikan sebagai pusat pemerintahan bagi militer Angkatan Laut Jepang untuk seluruh Kalimantan. Wilayah ini disebut Borneo Kaigun Minseibu dengan pusatnya di Makassar yang dipimpin Laksamana Maeda. Menyerahnya Jepang di Balikpapan pada tahun 1945 oleh tentara Australia membuat pemerintahan diambil alih untuk sementara, dan setelah itu diserahkan kembali kepada NICA. Setelah Kalimantan Timur bergabung dengan RI pada 24 Maret 1950, berdasarkan Undang-undang Darurat No.3 tahun 1953, Balikpapan termasuk dalam Daerah Istimewa Kutai. Daerah Istimewa tersebut dibagi dalam beberapa wilayah yang lebih kecil atau disebut dengan kewedenaan. Balikpapan termasuk dalam Kewedenaan Kutai Selatan yang terdiri atas Kecamatan Balikpapan, Kecamatan Balikpapan Seberang, dan Kecamatan Samboja (Hasan, Isnaeni, dan Apid dalam Pratama (2012)).

Pratama (2012) juga menjelaskan bahwa kemajuan yang signifikan dalam bidang perekonomian dan pemerintahan di dua kota strategis di Kalimantan Timur, yaitu Balikpapan dan Samarinda membuat DPRD Kalimantan Timur dengan surat keputusan bertanggal 11 Maret 1957 menuntut kepada Pemerintah Pusat untuk mengangkat status Kota Balikpapan dan Samarinda agar dijadikan Kotapraja (Daerah Tingkat II), namun permintaan tersebut belum dipenuhi (Hasan, Isnaeni, dan Apid dalam Pratama (2012)). Permintaan tersebut baru terpenuhi saat terbitnya Undang-Undang no 27. Tahun 1959 yang berisi pengurangan wilayah dari Daerah Istimewa Kutai yaitu Balikpapan dan

29 Samarinda yang kemudian kedua daerah tersebut dijadikan Kotapraja. Kemudian pada tanggal 21 Januari 1960 diadakan acara serah terima antara Kepala Daerah Istimewa Kutai dengan Kepala Daerah Kotapraja Balikpapan.

Sejarah kota Balikpapan yang telah dipaparkan tersebut menjelaskan bahwa Balikpapan dari awal adalah kota yang telah menjadi pusat perhatian dikarenakan potensi minyak yang terkandung didalamnya. Baik Belanda maupun Jepang menjadikan Balikpapan sebagai kota yang dianggap mampu untuk membantu pertahanan mereka, baik dari segi ekonomi dan politik. Hal ini secara tidak langsung juga ikut membentuk karakteristik masyarakat kota Balikpapan saat itu sebagai masyarakat pekerja dan industri. Sehingga kini Balikpapan adalah kota dengan karakteristik masyarakat pekerja dan industri. Maka dari itu pertumbuhan ekonomi kota Balikpapan lebih dalam bidang bisnis dan tenaga kerja. Ekonomi menjadi faktor penarik yang paling utama bagi masyarakat untuk masuk ke Balikpapan dan lapangan pekerjaan menjadi suatu yang sangat penting dalam keberlanjutan kehidupan penduduknya. Hal ini seperti yang di jelaskan oleh Ketua Forum Komunikasi Paguyuban Balikpapan yaitu;

“Masyarakat di Balikpapan merupakan masyarakat yang beragam. Hal ini dikarenakan kota ini menjadi tujuan bagi banyak masyarakat ditempat lain untuk mencari pekerjaan di Balikpapan. Belum lagi mereka yang pada awanya bukan siapa-siapa, setelah pindah ke Balikpapan dan kerja di Balikpapan, kini mereka sudah dapat memiliki rumah, bisa menyekolahkan anak dan lebih mapan. Hal ini juga menjadi faktor penarik tersendiri bagi keluarga-keluarganya yang diluar Balikpapan sehingga mereka akhirnya tertarik untuk merantau juga di Balikpapan” Pernyataan diatas menguatkan bahwa kota Balikpapan merupakan kota yang dibangun karena masuknya pengeboran minyak. Dari awal di bangun sebagai kota pertahanan dan dalam perkembangannya, Balikpapan tidak hanya sebagai pusat bisnis minyak, melainkan saat ini sudah merambah ke industri. Sehingga mereka yang dapat memperoleh akses lapangan pekerjaan akan memiliki peluang untuk hidup yang lebih baik.

Kondisi Demografi di Balikpapan

Balikpapan memiliki luas wilayah daratan sebesar 503,3 km2 dan luas pengelolaan laut mencapai 160,10 km2. Kota Balikpapan di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara, di sebelah barat dengan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), sedangkan di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Selat Makassar. Dilihat dari topografinya, kemiringan dan ketinggian permukaan tanah dari permukaan air laut sangat beragam. Mulai yang terendah dari wilayah pantai dengan ketinggian 0 meter sampai dengan wilayah berbukit dengan ketinggian 100 meter dari permukaan laut (d.p.l). Dominasi wilayah berbukit membuat sebagian besar wilayah, yaitu 42,33% mempunyai kelas kemiringan antara 15% sampai dengan 40% yang rawan tanah longsor. Kota Balikpapan terdiri atas 5 (lima) kecamatan dengan 27 kelurahan. Lima kecamatan tersebut adalah Balikpapan Selatan, Balikpapan Timur, Balikpapan Utara, Balikpapan Tengah dan Balikpapan Barat. Balikpapan juga memiliki 142.869

30

rumah tangga dengan jumlah penduduk pada tahun 2011 sebanyak 557.579 jiwa. Ditinjau dari komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat diketahui bahwa jumlah penduduk laki-laki di Kota Balikpapan masih lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. Terlihat dari rasio jenis kelamin yang lebih besar dari 100. Adapun jumlah penduduk kota Balikpapan cenderung meningkat setiap tahunnya, hal ini dapat lebih jelasnya terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Penduduk Kota Balikpapan Menurut Kecamatan Tahun 2001-2011 Tahu n Balikpapan Selatan Balikpapa n Timur Balikpapa n Utara Balikpapa n Tengah Balikpapa n Barat Jumlah/ Total 2001 155 358 47 444 88 155 103 963 77 721 472 641 2002 155 960 48 204 87 128 110 503 80 778 482 573 2003 162 854 47 546 90 514 102 783 82 883 486 580 2004 166 116 48 597 94 028 103 770 82 803 495 314 2005 168 768 49 010 94 184 104 810 83 634 500 406 2006 173 040 49 665 94 433 106 184 84 798 508 120 2007 177 133 49 906 96 103 106 776 85 611 515 529 2008 180 923 51 311 98 541 108 056 88 132 526 963 2009 183 858 52 611 102 471 109 754 89 831 538 525 2010 190 529 60 088 122 098 98 498 83 364 554 577 2011 191 737 60 664 123 214 98 552 83 412 557 579

Sumber: Balikpapan dalam Angka 2012

Pada tabel terlihat bahwa pada dasarnya dari lima kecamatan di Kota Balikpapan, Kecamatan Balikpapan Selatan mempunyai jumlah penduduk terbanyak yaitu sebesar 191.737 jiwa atau sekitar 34,39% penduduk, dimana pusat pemerintahan berada di Balikpapan Selatan. Sedangkan Kecamatan Balikpapan Timur mempunyai jumlah penduduk paling sedikit, 60.664 jiwa atau sekitar 10,88%. . Hal ini lebih jelasnya terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Penyebaran Penduduk Kota Balikpapan Menurut Kecamatan Tahun 2001-2011 Tahu n Balikpapa n Selatan (%) Balikpapa n Timur (%) Balikpapa n Utara (%) Balikpapa n Tengah (%) Balikpapa n Barat (%) Jumlah / Total 2001 32,87 10,04 18,65 22,00 16,44 100,00 2002 32,32 9,99 18,05 22,90 16,74 100,00 2003 33,47 9,77 18,60 21,12 17,03 100,00 2004 33,54 9,81 18,98 20,95 16,72 100,00 2005 33,73 9,79 18,82 20,94 16,71 100,00 2006 34,05 9,77 18,58 20,90 16,69 100,00 2007 34,36 9,68 18,64 20,71 16,61 100,00 2008 34,33 9,74 18,70 20,51 16,72 100,00 2009 34,14 9,77 19,03 20,38 16,68 100,00 2010 34,36 10,83 22,02 17,76 15,03 100,00 2011 34,39 10,88 22,10 17,67 14,96 100,00

31 Adapun jika melihat dari kepadatan penduduknya, mayoritas penduduk Balikpapan mendiami wilayah Kecamatan Balikpapan Tengah. Kecamatan Balikpapan Tengah dengan luas wilayah hanya 11,07 Km2 dihuni oleh 98.552 jiwa, atau dengan kepadatan penduduk sekitar 8.902,62 jiwa per Km2. Hal ini dikarenakan Kecamatan Balikpapan Tengah dapat juga dikatakan sebagai pusat ekonomi kedua, mengingat terdapat pasar yang cukup besar dan sudah berdiri sejak lama. Beberapa masyarakat mengatakan bahwa kecamatan Balikpapan Tengah pada awalnya merupakan pusat kegiatan ekonomi pertama di Balikpapan. Selanjutnya Kecamatan Balikpapan Barat dengan wilayah terluas 179,95 Km2 hanya dihuni oleh 83.412 jiwa atau dengan kepadatan penduduk sekitar 463,53 jiwa per Km2. Adapun Kecamatan Balikpapan Utara merupakan kecamatan terpadat setelah Balikpapan Selatan dan Tengah. (Tabel 3).

Tabel 3 Luas wilayah dan Kepadatan Penduduk Kota Balikpapan Menurut Kecamatan Tahun 2011.

NO Kecamatan/District Luas Wilayah

(Km2)

Kepadatan Penduduk per Km2 1 Kecamatan Balikpapan Selatan 47,95 3998,69 2 Kecamatan Balikpapan Timur 132,16 459,02 3 Kecamatan Balikpapan Utara 132,17 932,24 4 Kecamatan Balikpapan Tengah 11,07 8902,62 5 Kecamatan Balikpapan Barat 179,95 463,53

Total 503,30 1107,85

Sumber: Balikpapan dalam Angka 2012

Terkait dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, hal ini tentunya erat kaitannya dengan adanya migrasi masuk ke Balikpapan. Tentunya kondisi ini berdampak pada jumlah angkatan kerja di Balikpapan. Pada dasarnya pada tahun 2010, jumlah Angkatan Kerja Kota Balikpapan sebesar 239.415 jiwa, terdiri dari yang bekerja 209.191 jiwa dan mencari pekerjaan 30.224 jiwa. Sedangkan jumlah Bukan Angkatan Kerja sebanyak 161.472 jiwa. Sementara itu data yang tercatat pada Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Balikpapan jumlah tenaga kerja yang belum ditempatkan pada akhir tahun 2010 sebanyak 9.464 orang laki-laki dan 10.767 orang perempuan. Pada tahun 2011, tenaga kerja terdaftar sebanyak 4.144 orang dengan rincian laki-laki 2.826 orang dan perempuan 1.318 orang. Dari jumlah tenaga kerja terdaftar dan ditambah sisa tenaga kerja akhir tahun lalu, pada tahun 2011 berhasil ditempatkan sebanyak 2.659 orang dengan rincian tenaga kerja laki-laki sebanyak 1.864 orang dan tenaga kerja perempuan sebanyak 795 orang.

Selain itu jumlah tenaga kerja yang dihapuskan dari daftar tenaga kerja sebanyak 7.092 orang dengan tenaga kerja laki-laki sebanyak 4.140 orang dan tenaga kerja perempuan sebanyak 2.952 orang. Penghapusan tenaga kerja dari daftar ini disebabkan beberapa hal, diantaranya tenaga kerja tidak mendaftarkan kembali ke Dinas Tenaga Kerja pada setiap tahun, selain itu juga banyak tenaga kerja yang sudah mendapatkan pekerjaan tetapi tidak melaporkan ke Dinas Tenaga Kerja. Sementara itu jumlah permintaan tenaga kerja pada tahun 2011 sebanyak 7.288 tenaga kerja dengan permintaan untuk tenaga kerja laki-laki sebanyak 4.888 orang dan permintaan tenaga kerja perempuan sebanyak 2.400

32

orang. Hal ini menunjukkan bahwa Dinas Tenaga Kerja telah berusaha menempatkan dan sisanya dihapuskan atau mungkin mendapat pekerjaan lain.

Hal ini dapat menjelaskan bahwa ada potensi masyarakat mendapatakan pekerjaan diluar yang di koordinir oleh Dinas Tenaga Kerja. Mengingat jumlah tenaga kerja yang di hapuskan lebih banyak dibandingkan yang ditempatkan oleh Dinas Tenaga Kerja. Berdasarkan hal ini terlihat bahwa penduduk Balikpapan lebih banyak terserap pada lapangan pekerjaan yang tidak dibawah naungan pemerintah langsung, sehingga memiliki jaringan yang luas menjadi hal penting dalam kaitannya dengan akses lapangan pekerjaan.

Sejarah Keberagaman Etnisitas di Balikpapan

Balikpapan terkenal dengan keberagaman etnis yang dimilikinya. Data potensi desa (2011) menunjukkan bahwa terdapat dua etnis yang paling dominan di Balikpapan saat ini yaitu etnis Jawa dan etnis Bugis, yang kemudian disusul dengan etnis Banjar, namun walaupun banyak opini yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul etnis pertama di Balikpapan maupun bagaimana sejarah kedua etnis tersebut dapat mendominasi di Balikpapan, pada kenyataannya belum ada literatur yang jelas yang dapat menyebutkan dengan tegas tentang etnis pertama yang ada di Balikpapan. Oleh sebab itu maka akan dipaparkan sejarah masing-masing etnis pertama kali masuk ke Balikpapan.

Sejarah Etnis Bugis di Balikpapan

Pratama salah seorang penulis buku Sejarah Kota Balikpapan menjelaskan bahwa Balikpapan awalnya adalah lokasi yang hampir tidak berpenghuni, hal ini juga dipertegas dalam buku yang ditulis olehnya yang menyebutkan bahwa sebelum ditemukan minyak bumi dan batubara, Balikpapan merupakan perkampungan nelayan kecil.

Terkait hal tersebut, pantai Kalimantan Timur termasuk dari wilayah perairan laut Sulawesi, dimana laut Sulawesi seperti yang dijelaskan oleh Lapian (2009) adalah wilayah perairan yang menggenangi ceruk bumi yang dibentuk oleh pulau-pulau Sangir Talaud, semenanjung Sulawesi Utara, Pantai Kalimantan Timur, gugusan Kepulauan Sulu dan Pantai Mindanao. Berdasarkan hal ini, Lapian menjelaskan dalam bukunya bahwa dikawasan ini ada tiga kerajaan lokal yang berperan pada abad XIX, yaitu Gunung Tabur, Sambaliung, dan Bulungan. (kerajaan kutai, pasir, dan lain-lain tidak dibicarakan oleh Lapian dikarenakan berada di luar kawasan Laut Sulawesi). Pada awal abad XIX hanya ada satu yang berkuasa, kerajaan Berau, berbatasan di sebelah selatan dengan Kutai, di sebelah utara dengan wilayah yang masuk Kerajaan Sulu. Batas-batas di pedalaman sebelah barat tidak jelas karena merupakan tempat pemukiman suku-suku Dayak, diantaranya ada yang tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap. Di antara suku-suku ini ada beberapa yang telah mengakui pertuanan Sultan Berau.

Lapian (2009) menambahkan bahwa penduduk pantai Kalimantan Timur, termasuk sabah timur, yang tergolong suku bangsa Tidung telah menggembangkan suatu kebudayaan bahari yang sesuai dengan lingkungannya, yaitu untuk dapat melayari sungai besar di daerah delta yang dibentuk oleh sekian banyak muara sungai. Mereka juga dapat mengadakan perjalanan ke pulau-pulau yang terdapat di lepas pantai. Suku bangsa Tidung adalah satu kelompok besar

33 penduduk yang diberi nama kelompok Tidong atau Tidung yang bertempat di pantai timur Kalimantan Utara (termasuk Sabah dan sebagian provinsi Kalimantan Timur RI). Hal ini dapat membantu menjelaskan bahwa terdapat kemungkinan perkampungan nelayan kecil yang ada di Balikpapan adalah suku bangsa Tidung, mengingat bahwa posisi antara wilayah Balikpapan dan Kesultanan Kutai berdampingan dengan daerah Kesultanan Berau yang masih termasuk bagian dari Laut Sulawesi (Lihat Gambar 2). Selain itu secara tidak langsung dapat menjelaskan bagaimana etnis Sulawesi khususnya Bugis banyak terdapat di Balikpapan. Hal ini juga diperkuat dengan kondisi dilapangan dimana terdapat dua kecamatan yang terdapat cukup banyak etnis bugis dengan mata pencaharian sebagai nelayan.

Selain itu apabila mengacu pada hasil penelitian Lenggono (2011) tentang kesultanan kutai, diketahui bahwa pada permulaan abad-18, seorang pangeran

Wajo‟ bernama La Ma‟dukelleng yang tidak mau tunduk pada pendudukan

Arung Palakka yang disokong Belanda (pasca perjanjian Cappaya ri Bongaya, yang telah disepakati pada 18 November 1667), meninggalkan Sulawesi Selatan bersama sekitar 3000 orang pengikutnya menuju Talake – Paser (Kalimantan

Timur). Sebuah tempat komunitas kecil pedagang Bugis Wajo‟ bemukim.

Sebelum kembali ke tanah Wajo‟, La Ma‟dukelleng ternyata sempat membina

hubungan politik dengan penguasa setempat melalui pernikahan salah seorang putranya dengan putri Sultan Paser, pasangan ini memiliki anak perempuan yang kelak menikah dengan penguasa Kutai, Sultan Idris. Sementara putranya yang lain ia nikahkan dengan putri bungsu penguasa otonom wilayah Samarinda yang bergelar Pua‟ Ado. Ini berarti La Ma‟dukelleng tidak hanya meninggalkan

pengaruhnya di tanah Kalimantan, namun juga meninggalkan sejumlah besar pengikutnya di Talake. Keturunan mereka inilah yang kemudian melakukan migrasi kearah utara menuju Pamangkaran di sekitar kawasan Delta Mahakam yang strategis. Gelombang migrasi tersebut mencapai puncaknya, ketika seorang

saudagar kaya keturunan Bugis Wajo‟ bernama La Maraja yang memiliki

34

hubungan dekat dengan Kerajaan Paser melakukan manuver politik,

merencanakan “perebutankekuasaan” dengan dukungan Belanda. Akhirnya pada

8 Juli 1900 ia berhasil menjadikan keponakannya Aji Meja bin Lataddaga sebagai Sultan Paser dengan gelar Sultan Ibrahim Khalihudin.

Berdasarkan pemaparan diatas dan dengan melihat kondisi geografis Balikpapan yang dekat dengan kesultanan Berau serta mengingat bahwa pada awalnya Balikpapan merupakan perkampungan nalayan, maka ada kemungkinan bahwa sebenarnya suku bugis sudah ada sejak lama di Balikpapan, bahkan sebelum Balikpapan menjadi kotamadya dibawah pemerintahan RI.

Sejarah Etnis Banjar di Balikpapan

Mallinkrodt dalam Hasan (2010) menyebutkan bahwa suku Banjar adalah suatu nama yang diberikan untuk menyebut suku-suku Melayu yang terutama berasal dari daerah penguasaan Hindu Jawa yang sebagian besar berdiam di pesisir Kalimantan Selatan, Tengah, Timur dan Barat. Selanjutnya menurut J.J. Ras dalam Hasan (2010) konsentrasi koloni Melayu yang pertama terdapat di daerah Tabalong, yang kemudian berkembang menjadi suku Banjar. Mereka ini bermigrasi dari Indonesia Barat pada permulaan abad Pertama Masehi. Mereka memasuki bagian Timur Teluk Besar dengan lereng-lereng kaki pegunungan Meratus sebagai pantainya, danau daratan rendahnya kemudian disebut Banua Lima dan Banua Lawas. Dalam wilayah tua inilah golongan melayu ini berbaur dengan kelompok Olo Maanyan dan orang-orang Bukit, menelurkan inti pertama suku Banjar mendirikan kerajaan Tanjung Pura dengan ibu kota Tanjung Puri yang mungkin sekali terletak di sekitar Tanjung sekarang (Saleh dalam Hasan 2010).

Terkait dengan pemaparan tersebut, dalam membahas suku banjar pada dasarnya erat kaitannya dengan suku dayak dan melayu. Maunati (2004) menyebutkan bahwa batas antara dayak dan melayu merupakan batas yang sifatnya arbitrer dan agak ambigu. Maunati (2004) juga menyebutkan bahwa banyak orang yang sekarang dikenal sebagai orang melayu, termasuk didalamnya orang-orang kutai, dulunya dianggap sebagai orang ‘dayak’. Ave dan King dalam

Maunati (2004) beranggapan bahwa mayoritas orang Melayu di Kalimantan