• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAGUYUBAN DAN PERANANNYA DALAM PENGKOTAAN DESA-KOTA

B. Permintaan Tenaga Kerja/ Demand of Worker

1. SD/Primary School - - -

2. SMP/Junior High School 54 25 79

3. SMU/Senior High School 3 455 1 522 4 977 4.Sarjana Muda/Bachelor

Degree 776 505 1 281

5. Sarjana/Master Degree 597 347 944

6. S2 6 1 7

Sumber : Balikpapan Dalam Angka 2012

Kondisi ini juga cukup menyulitkan untuk mengembangkan potensi wirausaha masyarakat. Selain itu program-program bantuan yang digulirkan oleh pemerintah lebih banyak berupa program-program pengaman seperti Bantuan Langsung Tunai (BLSM) dan Beras Miskin (raskin). Hal ini tentunya tidak membantu banyak. Mengingat kedua program ini adalah program yang memberikan beras maupun uang untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat yang tergolong sangat miskin dan mereka tidak dilatih ataupun diberikan pemahaman untuk peningkatan ekonomi, sehingga mereka hanya menerima tanpa ada solusi untuk perbaikan hidupnya kedepan. PNPM Mandiri di Karang Joang sebenarnya lebih banyak kepada pembangunan infrastruktur. Kurangnya dibentuk kelembagaan-kelembagaan lokal di tingkat bawah membuat masyarakat hanya tergantung pada bantuan pemerintah saja tanpa ada usaha untuk peningkatan ekonomi, maka salah satu masalah utama adalah bagaimana mulai membuka jaringan dan mempermudah akses bagi masyarakat miskin di Balikpapan untuk mendapatkan akses lapangan pekerjaan.

Karang Joang merupakan daerah yang memiliki peningkatan penduduk miskin sebanyak 6.50 % dengan sebanyak 8.77 % dari total jumlah penduduk Karang Joang merupakan penduduk yang terkategori miskin. Menurut aparat setempat penduduk miskin yang ada di Karang Joang biasanya adalah mereka yang telah mencapai usia lanjut, buruh, atau mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Adapun lebih lengkapnya dapat terlihat pada tabel 12.

83 Tabel 12 Jumlah Angkatan Kerja dan Jumlah Penduduk yang Bekerja Penuh,

Bekerja Tidak Tentu, serta yang Sedang Mencari Pekerjaan, Kelurahan Karang Joang Tahun 2011

Kelurahan Angkatan Kerja (orang) Bekerja Penuh Bekerja Tidak Tentu Sedang Mencari Pekerjaan

Jiwa % Jiwa % Jiwa %

Muara Rapak 20.347 2.532 12,44 2.192 10,77 15.623 76,78 Gunung Samarinda 18.038 5.731 31,77 1.516 8,40 10.791 59,82 Batu Ampar 33.308 7,121 21,38 1.966 5,90 24.221 72,72 Karang Joang 10.466 2,230 21,31 2.513 24,01 5.723 54,68 Total 82.159 17,614 21,44 8.187 9,96 56.358 68,60

Sumber : Balikpapan Dalam Angka 2012 (Diolah)

Pada tabel terlihat bahwa lebih dari setengah penduduk disetiap kelurahan memiliki status sedang mencari pekerjaan. Karang Joang sendiri merupakan kelurahan yang memiliki penduduk yang bekerja tidak tentu dengan presentase paling tinggi diantara kelurahan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak penduduk yang kesulitan dalam mengakses lapangan pekerjaan. Adapun mereka yang sudah bekerja tetapi tetap mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan mereka karena pekerjaan yang mereka miliki tidak tentu atau tidak tetap.

Keluarahan Karang Joang khususnya pada RT 40 kondisinya masih banyak rumah-rumah yang terbuat dari kayu, walaupun jalan-jalan gang sudah beraspal dan cukup lebar. Beberapa rumah di tempel stiker yang menandakan bahwa keluarga tersebut termasuk kategori keluarga miskin (gakin). Selain rumah dari kayu, mereka juga tidak memiliki sumber pendapatan lain selain dari pertanian, buruh, dan dari program-program pengentasan kemiskinan. Secara kondisi fisik tidak ada perbedaan yang terlalu timpang antara kondisi kemiskinan di Jawa dan Balikpapan. Beberapa masyarakat memang tidak memiliki penghasilan, hal ini dikarenakan sudah memasuki usia lanjut. Adapun beberapa juga tidak memiliki pekerjaan lain dikarenakan tidak sekolah atau jika sekolah hanya sampai SD saja selain itu jika ada yang sudah bekerja, pekerjaan mereka lebih didominasi oleh buruh atau pekerja tidak tetap. Daerah dengan jumlah penduduk miskin terbanyak ini memang rata-rata adalah mereka yang lanjut usia, buruh, atau tidak memiliki pekerjaan tetap. Adapun program yang masuk ke daerah Karang Joang menurut penuturan aparat kelurahan adalah bantuan langsung tunai (blsm), beras miskin (raskin), dan PNPM Mandiri Perkotaan, PNPM yang masuk pun di dominasi oleh pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan. Fokus PNPM ke pembangunan infrastruktur dikarenakan kondisi Karang Joang yang jauh dari pusat kota, walaupun terdapat alat transportasi umum yang melewati daerah tersebut, namun jumlahnya tidak terlalu banyak.

84

Status penduduk miskin di kelurahan Karang Joang rata-rata adalah pendatang. Hampir semua responden yang diwawancarai adalah pendatang dengan alasan pindah ke Balikpapan karena alasan ekonomi. Terkait hal tersebut, tentunya mereka tidak memiliki asset pribadi di Balikpapan sebelumnya, sehingga ketersediaan dan peluang mendapatkan lapangan pekerjaan atau peluang berwiraswasta menjadi salah satu hal yang sangat penting bagi mereka. Kecuali mereka yang datang karena program transmigrasi, mereka memiliki lahan untuk berkebun, namun berdasarkan hasil survei, tidak begitu jelas luas lahan yang mereka miliki dan tidak begitu jelas penggambaran penggunaan lahan tersebut saat ini. Beberapa ada yang menyewakan lahan tersebut dan bahkan ada yang menjualnya, adapun pekerjaan dominan dari penduduk miskin di Karang Joang adalah petani, pekerja serabutan, dan tidak bekerja (gambar 9).

Pada Gambar terlihat bahwa proporsi terbesar pekerjaan penduduk miskin adalah petani. Namun tidak semua yang berprofesi sebagai petani memiliki lahan pertanian, beberapa diantara mereka adalah petani gurem. Mereka memanfaatkan lahan yang ada untuk menanam hasil kebun kemudian dijual untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Bagi mereka yang sudah lansia, mereka sudah tidak bekerja lagi dan hanya dirumah atau mengambil kayu bakar untuk memasak. Adapun mereka yang masih dalam angkatan kerja, mereka bekerja menanam singkong dan pisang untuk dijual namun tidak dalam skala besar. Masyarakat di kelurahan ini juga mendapatkan hak untuk menanam karet di hutan lindung. Menurut penuturan RT setempat, jika program penanaman karet ini berhasil maka masyarakat disini tidak ada lagi yang disebut dengan keluarga miskin. Namun masa tanam karet baru bisa dinikmati hasilnya lima tahun kedepan dan kesulitannya saat ini adalah bagaimana memenuhi kehidupan selama lima tahun kedepan, sehingga yang dapat menjalankan program ini adalah orang-orang yang secara tidak langsung masih memiliki tenaga untuk berkebun dan mereka yang memiliki kelonggaran waktu dan kelonggaran dalam tuntutan memenuhi kebutuhan keluarga untuk mengurusi kebun. Namun tidak semua dari masyarakat Gambar 9 Pekerjaan Penduduk Miskin di Kelurahan Karang Joang,

85 Karang Joang yang mendapatkan kesempatan untuk menanam karet di hutan lindung, beberapa masyarakat mengaku tidak mengetahui program tersebut.

Selain itu jika mengacu pada pembangunan yang dilakukan di Karang Joang khususnya dalam bidang industri dan jasa, pembangunan yang dilakukan di daerah Karang Joang pada dasarnya dilakukan untuk mendukung kegiatan perekonomian dan kebutuhan perkotaan. Adapun pembangunan dilakukan dengan melibatkan para pengusaha kota dan buruh yang dipekerjakan biasanya merupakan tenaga-tenaga outsourcing yang telah dikelola oleh perusahaan tertentu yang letaknya di kota. Sehingga kesempatan pekerjaan tersebut tidak langsung dapat dinikmati oleh masyarakat Karang Joang, melainkan tetap bagi mereka yang tinggal di kota atau yang memiliki akses terhadap informasi dan jaringan dalam memperoleh pekerjaan di kota.

Walaupun secara kondisi fisik tidak begitu jauh berbeda dengan Jawa, kondisi kepemilikan barang bagi penduduk miskin di Balikpapan sedikit berbeda. Beberapa penduduk miskin sudah memiliki kendaraan bermotor, hal ini dijelaskan oleh salah satu ketua RT setempat bahwa walaupun memang terlihat aneh karena gakin disini memiliki motor, bagi mereka hal ini sebenarnya wajar mengingat lokasi Karang Joang yang jauh dari pusat kota sehingga motor dan telepon gengam bukan lagi menjadi barang mewah melainkan kebutuhan.

Menurut penuturan aparat kelurahan, secara umum penentuan keluarga miskin di kelurahan Karang Joang salah satunya adalah mereka yang memiliki penghasilan dibawah Rp 2.000.000. Namun hasil survei menunjukkan bahwa pendapatan perkapita responden didominasi dengan pendapatan dibawah Rp 500.000, walaupun juga ada responden yang memiliki pendapatan perkapita diatas Rp 1.500.000. Secara umum mata pencaharian responden yaitu petani, buruh, serabutan atau supir angkot. Walaupun beberapa ada yang bekerja di dinas kebersihan kota dan memiliki penghasilan tetap, namun responden menambahkan saat wawancara bahwa gaji yang diterima perbulannya masih dibawah UMR walaupun tidak ada hari libur kerja. (Gambar 10)

Pendapatan penduduk miskin didominasi oleh pendapatan antara Rp 500.000 hingga Rp 999.000. Mereka yang berada pada golongan ini rata-rata Gambar 10 Pendapatan Penduduk Miskin Perbulan Kelurahan Karangjoang,

86

memiliki pekerjaan sebagai petani atau buruh. Selanjutnya adalah penduduk miskin yang termasuk dalam pendapatan dibawah Rp.500.000 menempati urutan terbanyak kedua. Mereka yang termasuk dalam kategori ini rata-rata adalah mereka yang tidak memiliki penghasilan lagi dan hanya tergantung pada hasil pertanian yang tidak menentu serta bantuan dari program pemerintah. Adapun sisanya, yaitu penduduk miskin dengan pendapatan Rp.1.000.000, pada golongan ini rata-rata adalah mereka yang telah memiliki penghasilan tetap dan memiliki jaringan.

Hampir semua penduduk miskin di Karang Joang tidak memiliki jaringan khusus selain tetangga atau teman disekitar lingkungan mereka. Namun ada beberapa diantara mereka yang memiliki jaringan yang lebih luas dibandingkan dengan yang lainnya. Menariknya, mereka yang memiliki jaringan yang lebih banyak ternyata juga memiliki pendapatan perbulan yang termasuk dalam kategori antara Rp 1.000.000 – Rp 1.500.000 dan diatas Rp 1.500.000. Sebagai contoh BR berprofesi sebagai supir angkot, selain mendapatkan bantuan dari pemerintah, BR juga tergabung dalam komunitas supir angkot dan pernah aktif dalam paguyuban etnis. Menurut penuturannya, terkadang BR sering mendapatkan bantuan, baik berupa uang maupun barang dari komunitas dan paguyuban etnisnya. Selain itu melalui jaringan yang dimilikinya, dia juga dapat memiliki tambahan penghasilan jika ada pekerjaan-pekerjaan tambahan dari komunitas maupun kenalannya. Selain itu beberapa responden lain juga menunjukkan bahwa mereka yang memiliki jaringan, sering mendapatkan bantuan atau peluang-peluang bekerja untuk menambah penghasilan mereka.

Etnis dominan yang terdapat di Karang Joang menurut data podes (2011) adalah suku Jawa. Namun dari keseluruhan responden yang diwawancara terdapat etnis Jawa, Bugis, Mandar, dan Banjar. Hampir semua masyarakat tidak bergabung dengan paguyuban etnis dikarenakan beberapa hal diantaranya adalah karena tidak memiliki waktu dan dana. Mengingat kegiatan yang dilakukan lebih banyak di pusat kota dan membutuhkan dana untuk menuju ke pusat kota, masyarakat memilih untuk tidak ikut berpartisipasi. Selain itu juga ada yang tidak bergabung dengan paguyuban dikarenakan konflik antara dayak dan bugis tahun lalu. Konflik ini menyebabkan adanya pandangan masyarakat bahwa paguyuban justru membuat masyarakat terpecah belah. Selanjutnya ada yang tidak mengikuti paguyuban dikarenakan tidak mengetahui ada perkumpulan seperti itu.

Namun terdapat dua responden yang mengaku bergabung dengan paguyuban etnis. Tetapi mereka hanya datang jika diundang pada acara-acara besar paguyuban dan itu hanya sekali-sekali, selebihnya mereka tidak dilibatkan. Selain itu mereka juga kenal dengan salah satu anggota DPRD yang sesama etnis dengan mereka, menurutnya anggota DPRD tersebut pernah datang kerumahnya dan memberikan bantuan, tetapi menurutnya hal itu dilakukan pada saat menjelang pemilu.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa kondisi kemiskinan di Balikpapan salah satunya disebabkan oleh sulitnya akses pekerjaan. Sulitnya akses ini dikarenakan masyarakat tidak semuanya mampu bersaing untuk mendapatkan peluang pekerjaan di Balikpapan yang menuntut tingkat pendidikan yang cukup tinggi, selain itu tidak semua dari mereka juga dapat bersaing dengan masyarakat pendatang baru dalam memulai kegiatan wirausaha. khususnya bagi mereka yang pindah ke Balikpapan melalui program transmigrasi. Pemerintah

87 telah melakukan banyak upaya untuk menanggulangi hal ini seperti memberikan beasiswa dan membangun sarana pendidikan, serta memberikan program-program pengamanan, namun hal tersebut tidak dapat sepenuhnya menyelesaikan masalah yang ada.

Masyarakat miskin dalam melanjutkan hidupnya salah satunya sangat dipengaruhi oleh jaringan yang dibangun olehnya. Hal ini ditunjukkan dari kondisi di Karang Joang yang menunjukkan bahwa mereka yang memiliki jaringan yang lebih banyak juga berpeluang untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Potensi paguyuban khususnya paguyuban etnis sebagai organisasi politik dan sebagai wujud nyata dari pilarisasi masyarakat pada jaringan kekuatan ekonomi salah satunya adalah dapat memberikan dampak perluasan jaringan bagi para anggotanya.

Portes (2010) menyebutkan dalam teori modal sosial yang dibangun olehnya bahwa secara umum modal sosial adalah kemampuan untuk mendapatkan akses ke sumber daya berdasarkan keanggotaan dalam jaringan atau struktur sosial yang lebih besar. Demikian pula, konsekuensi tak terduga dari tindakan rasional yang disengaja biasanya dipicu oleh modal sosial karena menimbulkan komitmen dan loyalitas.

Portes (2010) membagi sumber modal sosial menjadi dua dikotomi, yaitu berdasarkan penggunaan dan instrumental. Sumber modal sosial yang berasal dari penggunaan adalah penanaman nilai dan ikatan solidaritas. Adapun sumber yang berasal dari instrumental lebih menekankan pada pertukaran timbal balik dan kepercayaan yang dapat dilaksanakan. Baik sumber dari penggunaan yang terdiri dari penanaman nilai serta ikatan solidaritas dan sumber dari instrumental yang terdiri dari pertukaran timbal balik dan kepercayaan yang dapat dilaksanakan, pada akhirnya berujung pada kemampuan untuk menjamin keuntungan seluruh anggota dalam jaringan maupun struktur sosial lain yang memiliki konsekuensi negatif dan positif. Adapun konsekuensi positifnya adalah adanya kontrol sosial, dukungan keluarga, dan keuntungan dari mediasi jaringan, sedangkan konsekuensi negatifnya adalah akses kesempatan yang dibatasi, kebebasan individu yang dibatasi, menyatakan keanggotaan grup yang berlebihan, dan penyamarataan norma kebawah.

Berdasarkan pemaparan Portes terlihat bahwa jaringan merupakan konsekuensi positif dari modal sosial. Dimana dengan menggunakan modal sosial khususnya jaringan merupakan kemampuan akses terhadap sumberdaya. Pada kasus potensi paguyuban ataupun penggunaan etnisitas dalam aspek ekonomi, dapat dijelaskan melalui konsep ini. Individu atau masyarakat yang tergabung dalam paguyuban etnis tentunya memiliki penanaman nilai dan ikatan solidaritas tersendiri, dimana mereka secara tidak langsung memiliki nilai-nilai maupun tanggung jawab untuk saling membantu kerabat khususnya dalam ekonomi. Sehingga jika mereka (penduduk yang tergolong miskin) tergabung dalam paguyuban, secara tidak langsung mereka dapat menggunakan maupun terkena dampak dari adanya penanaman nilai dan ikatan solidaritas ini. Mereka dapat memanfaatkan hubungan ini untuk dapat mengakses sumberdaya yang dapat menambah penghasilan mereka melalui jaringan yang mereka miliki. Hal ini seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya bagaimana seorang perantau dari etnis batak datang ke Balikpapan pada awalnya tidak memiliki modal sama sekali, namun dengan jaringan etnis Batak yang dia miliki akhirnya saat ini perantau

88

tersebut telah memiliki kehidupan yang cukup mapan di Balikpapan. Selain itu adanya pemetaan mata pencaharian dominan masing-masing etnis semakin memperkuat bahwa jaringan sangat penting dalam memperoleh akses pekerjaan.

Jaringan ini bisa didapatkan melalui organisasi-organisasi yang menaungi, khususnya mengingat Balikpapan adalah daerah dengan masyarakat yang plural dan didominasi oleh pendatang, maka jaringan dari rekan sekampung menjadi penting sebagai penopang hidup dirantau. Pola memanggil kerabat untuk bekerja di Balikpapan menjadi hal yang lumrah. Maka dari itu mereka yang memiliki jaringan kerabat yang tinggi akan lebih mampu bertahan hidup daripada yang tidak. Hal ini dibuktikan dengan hasil survei bahwa kebanyakan masyarakat yang tergolong miskin di Balikpapan tidak mengikuti kelembagaan apapun, dan mereka hanya mengandalkan jaringan kerabat sesama RT. Sehingga mereka hanya bergantung pada program pemerintah saja. Namun mereka yang masih memiliki jaringan atau bergabung di organisasi walaupun hanya menjadi partisipan, kadang masih memperoleh bantuan, paling tidak saat pemilu maupun hari-hari besar. Hal ini menjelaskan bahwa hubungan antar etnis menjadi penting, khususnya dalam wadah kelembagaan atau organisasi. Karena pengentasan kemiskinan yang sangat terkait dengan askes lapangan pekerjaan tidak dapat diselesaikan hanya dengan program pengamanan seperti BLSM dan Raskin. Mengacu pada pemaparan sebelumnya, terlihat bahwa Karang Joang termasuk daerah yang dengan pembangunan tinggi namun tidak semuanya berdampak pada masyarakat setempat, mengingat Karang Joang merupakan daerah dengan jumlah peningkatan penduduk miskin tertinggi di Balikpapan. Hal ini dikarenakan akses memperoleh pekerjaan bahkan untuk di daerah tersebut masih berpusat di Kota dan masih memerlukan jaringan dalam mengakses informasi tersebut. Fenomena ini menunjukkan bahwa penting bagi penduduk miskin Karang Joang untuk membangun jaringan yang salah satunya dapat dicapai dengan penggunaan atribut etnisitas yang mereka miliki melalui paguyuban. Bergabungnya masyarakat miskin dengan kelembagaan lokal dapat membantu mereka untuk mendapatkan peluang tambahan pendapatan. Paguyuban etnis menjadi sesuatu yang potensial mengingat atribut etnis sebagai persyaratan utama pada dasarnya melekat secara otomatis pada individu. Sehingga individu tidak harus melengkapi apapun melainkan secara otomatis tergabung dalam paguyuban tersebut. Hal ini juga ditunjukan oleh Warren, Thompson dan Saegert (2001) dimana modal sosial dapat mengentaskan kemiskinan yang mana pengentasan kemiskinan dapat diatasi oleh masyarakat itu sendiri dengan membangun kelembagaan dan modal sosial yang kuat. Oleh sebab itu modal sosial sangat penting untuk terus direproduksi dalam hubungan antar individu. Mengacu pada pemaparan tersebut terlihat bahwa jaringan yang merupakan bagian dari modal sosial pada dasarnya memiliki peranannya dalam pembangunan dimana kelompok etnik memiliki peran tersendiri dalam perluasan jaringan tersebut.

Masyarakat yang tergabung dalam paguyuban akan lebih dijamin keberlangsungan usahanya maupun keberadaanya di Balikpapan dibandingkan yang tidak. Sebagai contoh, jika dalam kurun waktu penduduk yang datang ke Balikpapan belum bisa mendapatkan pekerjaan tetap maka mereka akan dipulangkan ke daerah asal, namun bagi mereka yang tergabung dalam paguyuban yang terdaftar di Balikpapan, mereka masih dilindungi dan diperbolehkan tetap mencari nafkah di Balikpapan walaupun belum mendapatkan pekerjaan tetap.

89 Namun pola ini pada dasarnya juga membawa dampak negatif tersendiri. Disisi lain hal ini juga dapat menimbulkan perkembangan ekonomi yang tidak sehat. Dimana pola memanggil kerabat yang membutuhkan pekerjaan menyebabkan masyarakat miskin di Balikpapan meningkat. Hal ini juga memberikan dampak tersendiri bagi perekonomian masyarakat desa, dimana mereka yang datang dari daerah lain hanya memanfaatkan jaringan yang dimiliki dan tinggal dalam kondisi yang masih belum stabil secara ekonomi atau tergolong masyarakat miskin. Hal ini menjadi perhatian tersendiri mengingat masing-masing paguyuban etnis pastinya menggunakan pola ini, selain dikarenakan untuk membantu kerabat juga dikarenakan untuk memperkuat etnis mereka melalui presentase jumlah penduduk.

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya pada dasarnya paguyuban mendukung pembangunan di Karang Joang walaupun pembangunan tersebut tidak langsung menyentuh masyarakat Karang Joang. Menariknya paguyuban juga tidak meninggalkan masyarakat pedesaan begitu saja. Paguyuban dalam situasi ini juga dapat berperan dan dimanfaatkan sebagai jaringan pengaman bagi masyarakat miskin sebagai jawaban dari respon masyarakat akibat pembangunan yang tidak langsung menyentuh masyarakat miskin. Mereka yang aktif dan bergabung di paguyuban akan mendapatkan keuntungan dan perluasan jaringan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Pada dasarnya peran paguyuban dalam menaham kemiskinan akibat dampak dari pengkotaan desa-kota pada akhirnya dapat dilihat dari dua sisi yaitu disatu sisi paguyuban dapat menjadi jaringan pengaman bagi masyarakat pedesaan akibat dampak dari pembangunan namun disisi lain munculnya pembangunan ini secara tidak langsung membuat masyarakat terdorong untuk bergabung dengan paguyuban dan secara tidak langsung juga memperkuat posisi pilarisasi masyarakat dan paguyuban yang dibangun semakin kuat.

Peran paguyuban berdasarkan etnik dalam menahan pemiskinan akibat dampak dari pengkotaan desa-kota terbentuk melalui adanya proses penguatan identitas etnik di masyarakat, dimana penguatan identitas etnik ini dapat dilihat dan dipengaruhi oleh tiga hal yaitu perkembangan paguyuban, perilaku atau interaksi yang berdasarkan atau dipengaruhi nilai-nilai etnik, dan penggunaan atribut etnik dalam pergaulan masyarakat. Penguatan identitas etnik tersebut pada akhirnya membentuk pola-pola hubungan yang dilandaskan pada etnisitas yang semakin kuat dan membetuk masyarakat pilar atau pada umumnya disebut sebagai pilarisasi masyarakat. Pola hubungan ini, khususnya dalam fenomena pilarisasi masyarakat yang terjadi di Balikpapan mempengaruhi tiga aspek yaitu identitas budaya, jaringan kekuatan politik, dan jaringan kekuatan ekonomi, dimana ketiga aspek ini saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, khususnya dalam kasus pembangunan kawasa desa yang fokus pada pembangunan infrastruktur di desa.

Pola hubungan tersebut selain dipengaruhi oleh fenomena pilarisasi masyarakat, dalam proses pengkotaan desa-kota, pola hubungan ini juga dilihat dari tiga hal yaitu pola penguasaan lahan, pemanfaatan proses pembangunan infrastruktur desa, dan kontrol sosial dan berujung pada dampaknya terhadap perekonomian masyarakat setempat. Peran paguyuban berdasarkan etnik dalam menahan pemiskinan akibat dampak dari pengkotaan desa-kota ini memberikan dampak positif yaitu berupa pengentasan kemiskinan dengan jalur alternatif yang berujung pada semakin tingginya legalitas paguyuban etnik di Balikpapan, namun

90

disisi lain juga membawa dampak negatif yang terjadi yaitu pertumbuhan ekonomi yang tidak sehat di Balikpapan atau di Karang Joang dikarenakan adanya pola memanggil kerabat dari daerah asal padahal belum ada kesempatan ekonomi yang jelas di Balikpapan pada umumnya dan di Karang Joang pada khususnya. Adapun hal ini dapat lebih jelasnya terlihat pada lampiran 3.

Implementasi Peran Paguyuban Berdasarkan Etnik Pada Kondisi Kekinian