• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lumpur Lapindo

A. Kebijakan Eksplorasi Migas di Wilayah Kecamatan Porong, Sidoarjo

engkaji kasus bencana Lumpur Lapindo di Sidoarjo, tidak bisa dilepaskan dari politik kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya alam. Sebagaimana sudah disinggung, bahwa bencana Lumpur Lapindo terjadi karena adanya aktivitas eksplorasi Minyak dan Gas (Migas) oleh PT LBI yang mendapat ijin eksplorasi dari pemerintah untuk mengelola area Blok Brantas. Pusat semburan Lumpur Lapindo terletak di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Menurut Sukiadi157 fenomena bencana Lumpur Lapindo adalah praktek kasat mata sebuah Korporatokrasi sebagai akibat rusaknya sistem ketatanegaraan sehingga negara harus menanggung kejahatan korporasi melalui APBN yang berujung pada merosotnya kemampuan negara dalam memberikan kesejahteraan bagi rakyat banyak.

Blok Brantas merupakan suatu kawasan yang terletak di cekungan Jawa Timur yang diperkirakan memiliki cadangan minyak sebesar 900 juta barel dan memiliki cadangan gas sebesar 700 milyar kaki kubik158.

M

157 Akbar, Ali Azhar. Op.cit. Hlm. xxiv.

Di bawah pengelolaan PT Lapindo Brantas Inc. (PT LBI), Wilayah Kerja (WK) Blok Brantas meliputi seluas 3.042 km2 dan terbagi dalam Lima area, dua area di wilayah darat (onshore) dan tiga area di wilayah laut (offshore). Area Wilayah Kerja (WK) Blok Brantas tersebut meliputi, Area-1: Wilayah Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Jombang (wilayah darat); Area-2: Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto (wilayah darat); Area-3: Kabupaten Probolinggo (wilayah laut); Area-4: Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Situbondo (wilayah laut); dan Area-5: Kabupaten Situbondo (wilayah laut)159. Wilayah Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo yang merupakan lokasi terjadinya bencana Lumpur Lapindo, berada di Area 2 Blok Brantas.

Kawasan Blok Brantas pada mulanya dikelola oleh Huffco Brantas Inc., anak perusahaan Huffco Groupyang berpusat di Delaware, Amerika Serikat. Pada tahun 1990 Huffco Brantas Inc., mendapat hak penambangan kawasan Blok Brantas berdasarkan persetujuan dari Presiden Suharto dengan surat Nomor: B-105/Pres/4/1990 tanggal 12 April 1990. Kemudian pada tahun 1996, PT LBI mulai mempunyai 50 persen interestkawasan Blok Brantas setelah membeli interest dari Huffco Brantas Inc. Berdasarkan surat BP Migas kepada PT LBI Nomor: 424/BP00000/2005-S0, tanggal 4 Juli 2005, pemegang interest kawasan Blok Brantas meliputi: PT LBI sebesar 50%, PT Medco E&P Brantas sebesar 32%, dan Santos Brantas Pty Ltd., sebesar 18%.

Dari berbagai kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan, PT LBI berhasil menemukan cadangan Migas yang berpotensi sangat baik di beberapa lokasi, antara lain di lapangan Wunut yang terletak di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Lapangan Wunut dinyatakan komersial dan mulai berproduksi pada bulan Januari 1999. Kemudian disusul oleh lapangan Carat di Kabupaten Mojokerto yang dinyatakan komersial pada tahun 2006, lalu lapangan Tanggulangin yang mulai dinyatakan komersial pada bulan Juni 2008160. Ketiga lapangan penemuan cadangan Migas ini, yakni

159 Sumber: http://lapindo-brantas.co.id/id/activities/project-scope/; diakses tanggal 9 Agustus 2015.

lapangan Wunut, Carat, dan Tanggulangin, termasuk ke dalam wilayah Area 2 Blok Brantas.

PT LBI melakukan pengeboran sumur Banjar Panji-1, di wilayah Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo pada awal Maret 2006 dengan menggunakan perusahaan kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusantara (PT MCN). Kontrak itu diperoleh PT MCN atas nama Alton International Indonesia pada bulan Januari 2006 setelah menang tender dari PT LBI senilai US$ 24 juta. PT LBI adalah salah satu perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang ditunjuk BP MIGAS untuk melakukan proses pengeboran minyak dan gas. Selain sebagai pemegang participating interest, PT LBI juga bertindak sebagai operator karena memiliki saham 50 persen, sisanya dimiliki oleh PT Medco E&P Brantas sebesar 32%, dan Santos Brantas Pty Ltd., sebesar 18%.

Setelah terjadinya peristiwa bencana semburan Lumput Lapindo, kepemilikan participating interest wilayah Blok Brantas mengalami perubahan. Sebelumnya, participating interest wilayah Blok Brantas dimiliki PT LBI sebesar 50%, PT Medco E&P Brantas sebesar 32%, dan Santos Brantas Pty Ltd., sebesar 18%.. Namun setelah terjadinya bencana Lumpur Lapindo, saham PT Medco di Blok Brantas dialihkan ke Grup Prakarsa melalui jaminan dari PT Minarak Labuhan yang merupakan anak perusahaan dari Grup Bakrie. Sedangkan participating interest Santos Brantas Pty Ltd., di Blok Brantas dialihkan kepada PT Minarak Labuhan yang juga merupakan perusahaan Grup Bakrie. Dengan demikian kepemilikan konsesi (participating interest) eksplorasi Migas kawasan Blok Brantas sepenuhnya berada di tangan perusahaan Grup Bakrie, yakni: PT LBI sebesar 50%, PT Prakarsa Brantas sebesar 32%, dan Minarak Labuan Co. Ltd. (PT MLC) sebesar 18%.

Dari data audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap BP Migas dan rekannya dapat disimpulkan bahwa pengelola Blok Brantas sebenarnya sudah seringkali berpindah kepemilikan. Pada tahun 1990, Huffco Brantas Inc., mendapat hak pengelolaan Blok Brantas berdasarkan persetujuan dari Presiden dengan surat Nomor: B-105/Pres./4/1990 tanggal 12 April 1990 perihal persetujuan Production Sharing Contract (PSC) atau Kontrak Kontrak Kerja Sama (KKKS) antara Pertamina dengan Huffco Brantas Inc. Selanjutnya

pada tanggal 23 April 1990 antara Huffco Brantas Inc., PT Sarimbi Menur Sari, Pertamina, dan Menteri Pertambangan dan Energi (Mentamben) menandatangani kesepakatan hak pertambangan tersebut dalam perjanjian PSC (KKKS) Blok Brantas. Masa berlaku kontrak tersebut selama 30 tahun sejak penandatangan, dengan demikian masa berlakunya PSC (KKKS) Blok Brantas hingga tanggal 23 April 2020161.

Berdasarkan surat Menteri Pertambangan dan Energi (Mentamben) Nomor: 0493/C0000/90-SO, tertanggal 26 Maret 1990 kepada Ketua Dewan Komisaris Pemerintah Pertamina, dinyatakan bahwa Huffco Brantas Inc., memperoleh hak pertambangan (eksplorasi) di Wilayah Kerja (WK) Blok Brantas melalui prosedur tender. Terkait dengan proses tender Blok Brantas, Tim Audit BPK telah meminta dokumen tender tersebut kepada Departemen ESDM, BP Migas, PT LBI, dan Pertamina. Namun demikian, sampai dengan tanggal 31 Januari 2007, BPK belum menerima dokumen dimaksud. Kondisi ini menjadi pertanda awal yang kurang baik dalam industri Migas di tanah air, khususnya di Blok Brantas. Preferensi politik-ekonomi telah menggeser aspek hukum dan standar operasional kerja yang seharusnya menjadi pertimbangan utama162.

Sejak PSC (KKKS) wilayah Blok Brantas ditandatangani pada tanggal 23 April 1990, hak dan interest atas Wilayah Kerja (WK) Blok Brantas telah beberapa kali dialihkan. Pada tanggal 12 April 1996, Huffco Brantas Inc., dengan surat Nomor: 127/Id/PW/L96 kepada Pertamina menginformasikan pergantian nama menjadi PT LBI. Perubahan nama tersebut berlaku sejak tanggal 10 April 1996. Sesuai surat persetujuan Pertamina, posisi participating interest di Blok Brantas sebagai berikut: (1) PT Lapindo Brantas Inc. (PT LBI) 20%; (2) Inpex Brantas Ltd, 20%; (3) Norcen Brantas Ltd, 20%; dan (4) Oryx Indonesia Brantas Coy, 40%. Surat tersebut menyatakan bahwa sebagai operator adalah PT LBI. Hingga 28 Pebruari 2007 kepemilikan PT LBI berada di bawah Energy Mega Persada (EMP),

161 Batubara, Bosman, & Utomo, Paring Waluyo. 2012. Kronik Lumpur Lapindo: Skandal Bencana Industri Pengeboran Migas di Sidoarjo. Yogyakarta: INSISTPress. Hal. 143.

Medco Energy (ME), dan Santos. Selain sebagai participating interest, PT LBI juga bertindak sebagai operator. PT EMP memiliki LBI melalui bendera Kalila Energi yang menguasai saham LBI sebesar 82,42% dan Pan Asia Enterprise dengan saham 15,76%163.

Dari catatan audit keuangan dan kinerja yang dilakukan oleh BPK RI terhadap BP Migas dan rekanannya, dapat disimpulkan bahwa BP Migas sangat lemah dalam melakukan pengawasan terhadap pengelola wilayah Blok Brantas, termasuk di dalamnya praktik pengalihan kepemilikan dan operatornya. Menurut dokumen yang dikeluarkan oleh BPK RI tersebut, BP Migas atau pemerintah merasa tidak berkepentingan terhadap pemilik atau perubahan pemilik kontraktor dan participating partner. Selanjutnya, BPK RI berpendapat bahwa sesungguhnya pemantauan (pengawasan) BP Migas atau pemerintah terhadap kepemilikan atau perubahan kepemilikan kontraktor memiliki nilai yang sangat strategis dan penting karena perubahan kepemilikan dapat mempengaruhi perubahan kebijakan kontraktor, apalagi kebijakan yang menyangkut keuangan dan teknik164.

Dari data yang dipaparkan diatas, terlihat bahwa koalisi pemerintah dan PT LBI (korporasi) dalam pengelolaan (eksplorasi) sumberdaya Migas di wilayah Blok Brantas, khususnya di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, sangat kuat. Pihak PT LBI atas ijin pemerintah memiliki hak dan wewenang yang penuh untuk melakukan eksplorasi Migas. Bencana Lumpur Lapindo yang menyengsarakan rakyat, terjadi karena adanya aktivitas eksplorasi Minyak dan Gas (Migas) oleh PT LBI yang mendapat ijin eksplorasi dari pemerintah.

B. Konstelasi Politik pada Latar Kebijakan Pemerintah