• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan H.A. Mukti Ali Dalam Bidang Pendidikan Islam

Berikut adalah kebijakan-kebijakan Mukti Ali dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia:

1. Modernisasi Lembaga Pesantren

Sempat menjadi Menteri Agama pada masa Orde Baru, Mukti Ali melakukan beberapa pengamatan pendidikan dipesantren, yang mana terdapat 5 komponen pendidikan di dalamnya, yaitu:

a. Pengajaran dan pendidikan agama.

b. Ketrampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat sekitar.

c. Kepramukaan, dimana pendidikan dan disiplin agama dapat dilakukan dengan perantaraan kegiatan pramuka. Memang pramuka adalah organisasi pendidikan, diluar pendidikan sekolah dan diluar pendidikan keluarga, yang paling baik.

d. Kesehatan dan olahraga. Ini perlu ditingkatkan di pondok pesantren yang kurang mengambil perhatian terhadap kesehatan dan olahraga ini. e. Kesenian yang bernafaskan Islam (Mukti Ali, 1987: 21).

Dalam hal modernisasi lembaga pesantren, Mukti Ali tetap menjaga kemandirian pesantren dengan mempertahankan sistem atau bahkan kurikulum yang sudah berjalan, keinginannya untuk membawa pesantren ke pusat perhatian pemerintah Orde Baru sangat besar. Melalui SKB Menteri Agama dan Menteri Pertanian No. 34 A tahun 1972, mengadakan program bersama dengan Departemen Pertanian untuk mengadakan

49

pembinaan pondok pesantren dalam bidang pertanian dan perikanan. Kerja sama itu juga dilakukan dengan departemen-departemen lain, yang intinya ditujukan dengan untuk memberikan pembinaan-pebinaan menejerial bagi pengelola lembaga pendidikan Islam (Abuddin, 2012: 352)

2. SKB Tiga Menteri, No. 6 Tahun 1975 dan No.037/U/a975

Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Menteri Dalam Negeri atau dikenal sebagai SKB Tiga Menteri, No. 6 Tahun 1975 dan No.037/U/a975. Dalam SKB Tiga Menteri tersebut ditegaskan:

a. Agar ijazah madrasah di semua jenjang dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang singkat

b. Agar lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat dan lebih atas

c. Agar siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat, maka kurikulum yang diselenggarakan madrasah harus terdiri dari 70% pelajaran umum dan 30% pelajaran Agama.

Melalui kebijakan SKB ini, paling kurang ada dua hal pending bagi masa depan pendidikan Islam di Indonesia. Pertama, dalam jangka integrasi pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan nasional. Kedua, dengan memasukkan kurikulum pelajaran umum dalam jumlah jam yang besar, diharapkan pembenahan madrasah untuk ditransformasikan menjadi lembaga pendidikan yang berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia Muslim akan dapat diwujudkan. Dengan cara demikian,

50

pengakuan masyarakat terhadap keberadaan lembaga pendidikan Islam di masa mendatang semakin kuat (Abuddin, 2012: 352-353)

3. Ide-ide pembaharuan Islam

Sebagai menteri agama, memang Mukti Ali mengeluarkan beberapa Peraturan Menteri Agama (Permenag) dan Keputusan-keputusan Menteri (Kemen Agama), namun jarang yang membahas mengenai pendidikan Islam, mungkin hanya SKB Tiga Menteri yang terlihat sangat fokus membahas mengenai pendidikan dan kesetaraan pesantren terhadap pendidikan umum.

Namun, Mukti Ali juga memberikan wawasan kepada kita mengenai ide-ide pembaharuan Islam, diantaranya adalah

a. Ijtihad

Dalam menghadapi keadaan dunia yang serba berubah dengan cepat, ada orang-orang yang berusaha untuk mempertahankan prinsip-prinsip lama dengan berdalih bahwa al-Qur’an menyatakan seperti itu, begitu

juga dengan sunnah Nabi. Mereka menyatakan bahwa itu adalah cara untuk mempertahankan kemurnian ajaran Islam. Ajakan ini

kadang-kadang menarik karena diletakkan dalam bingkai “pemurnian”, “keaslian” dan sebagainya. Tetapi sikap seperti itu adalah “reaksi” yang

tidak didasarkan pada sebuah pemikiran yang dalam dan komprehensif tentang teks-teks agama dan realitas sosial-kemasyarakatan. Kelompok seperti ini tidak menyelesaikan masalah.

51

Kelompok pemikiran seperti di atas, tidak menyadari betapa cepat dan kuatnya gelombang serbuan peradaban modernisasi yang tak terbendung telah mempengaruhi seluruh sendi kehidupan sosial dan keagamaan masyarakat Indonesia.

Bagi Mukti Ali sendiri, perubahan itu bukanlah sesuatu yang harus ditakuti ataupun dihindari karena itu adalah sesuatu yang mustahil. Sebagaimana ungkapan beliau :

Abad kita adalah abad baru dalam sejarah dengan benturan-benturan yang kritis dan cepat merata keseluruh ujung dan pojok dunia. Benturan-benturan itu adalah produk akal manusia dan aktivitasnya yang kreatif, yang dengannya itu terjadi transformasi sosial dan kultural yang akibatnya juga terasa dalam kehidupan agama. Transformasi yang sedemikian itu membawa masalah-masalah yang sulit, disertai krisis pertumbuhan (Mukti Ali, 1991: 158)

b. Relasi agama dan negara

Sebagai Menteri Agama yang baru, Mukti Ali dihadapkan pada agenda modernisasi politik Orde Baru yang memcoba memisahkan antara otoritas politik dan otoritas keagamaan yang terkesan mengarah pada pembentukan negara sekuler. Hal itu dalam pandangan umat Islam akan semakin meminimalisir dan menghilangkan peran dan hak dalam penentuan kebijakan di pemerintahan.

Ketika kerisauan dan kekhawatiran itu muncul dari kalangan umat Islam, dalam konteks inilah, Mukti Ali memberi perhatian yang besar

52

terhadap upaya untuk mendekatkan hubungan umat Islam dengan pemerintahan Orde Baru. Kepada para ulama dan politisi Muslim, ia menyakinkan iktikad baik pemerintah Orde Baru untuk membina kehidupan beragama. Pemerintah, dalam hal ini Departeman Agama, akan memberikan keluasan, bahkan membantu, umat Islam mengerjakan semua kewajiban agama.

Usaha itu terlihat jelas, ketika beliau mencanangkan berbagai program kegiatan keagamaan, seperti disekolah, penjara, rumah sakit, kantor-kantor pemerintah, dan sebagainya. Begitu pula kebijakan untuk mengembangkan seni baca al-Qur’an (MTQ Tingkat Nasional) dan

LPTQ di tingkat propensi, kodya, kabupaten dan kecamatan. Pembentukan MUI sebagai lembaga aspirasi umat Islam. Penyusunan UUD Perkawianan 1974, walaupun dalam proses dialog yang cukup panjang dan menegangkan adalah sederet usaha yang tidak sedikit (

http://dorokabuju.blogspot.co.id/mukti-ali-ijtihad-dan-pembaharuannya.htmldiunduh-padasenin 15 agustus 2016 pukul 09:36)

c. Dialog antar umat beragama

Latar belakang pendidikan ilmu Perbandingan Agama yang ditempuhnya selama di Kanada telah begitu mempengaruhi pola dan paradigma beliau dalam melihat agama. Begitu juga kondisi sosial-keagamaan masyarakat Indonesia yang heterogen, plural; sering melahirkan perseteruan dan ketegangang. Bahkan pada saat beliau

53

menjabat sebagai Menteri Agama ketegangan antara Islam dan Kristen memcapai puncaknya.

Melihat kondisi di atas, beliau secara maksimal melakukan upaya-upaya yang memungkingkan terjadinya pertemuan dan dialog antara pemeluk umat beragama.Walaupun beliau juga yakin bahwa kebijakan dialog antar-umat beragama semacam itu belum tentu akan membuahkan hasil perdamaian yang total antara komunitas-agama di negara seperti Indonesia.Tetapi, ia percaya bahwa pasti ada sekelompok sosial-keagamaan tertentu yang bisa diharapkan memberi sumbangan terhadap berjalannya dialog antar-umat beragama. Maka beliau menghidupkan kembali forum musyawarah umat-beragama yang ada pada masa K. H. Muhammad Dachlan, yang mandeg karena tidak adanya kesepakatan.

Disamping melakukan usaha-u=saha dialog melalui forum-forum umatberagama beliau juga memperkenalkan ilmu Perbandingan Agama -sesuatu yang belum populer- dikalangan mahasiswa, khususnya mahasiswa IAIN, yang dewasa ini telah menjadi salah satu mata kuliah

yang banyak diminati oleh mahasiswa

(

54 BAB IV

RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM H.A. MUKTI ALI

Dokumen terkait