• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metodologi Studi Islam H.A. Mukti Ali

RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM H.A. MUKTI ALI TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

B. Metodologi Studi Islam H.A. Mukti Ali

Dalam penjelasan bab 3, Mukti Ali menjabarkan metode-metode mengenai 3 pendekatan studi Islam

1. Pendekatan sosia-historis

Mukti Ali dalam pendekatan ini menggabungkan dua bidang pendekatan, yaitu sosiologi dan historis. Sosiologi dalam pendidikan mengajarkan manusia untuk bersikap sosialis di kelas, dapat

59

mengendalikan diri secara individu maupun dalam sebuah kelompok dan tau bagaimana caranya mengkondisikan kelas. Sedangkan historis seolah mengajak pendidikan, terutama pendidikan islam untuk menengok kembali kejayaan pendidikan Islam di Abad pertengahan silam. Dalam metode ini, Mukti Ali juga menekankan kepada kita untuk selalu kembali kepada al-ur’an dalam pengambilan dasar-dasar pendidikan Islam maupun konsepnya.

2. Pendekatan Tipologi

Pendekatan Tipologi menurut sudut pandang Mukti Ali, terdapat 5 aspek isi didalamnya, ada aspek ketuhanan, aspek kitab suci, aspek kenabian, aspek kondisi kejayaan nabi dan aspek-aspek orang terkemuka. Kelima aspek tersebut menggambarkan pemikiran pendidikan Mukti Ali yang selalu mengedepankan Tauhid, Aqidah dan Akhlaq.

Tiga poin inti tersebut, selalu menjadi landasan pendidikan Islam, dimana pendidikan Islam itu harus bernafaskan tauhid, harus beraqidah yang benar dan harus berakhlakul karimah. Ketiga landasan ini menjadi lambang dan semboyan bagi pada madrasah-madrasah yang ada di Indonesia. Artinya mereka memegang teguh apa yang menjadi ajaran utama dalam pendidikan Islam.

3. Pendekatan Saintifik dan Doktrin

Pendekatan ini merupakan kombinasi yang sangat efektif. Saintifik bisa diartikan sebagai kajian ilmiah, dan doktrin adalah sebuah

60

ajaran. Jadi kombinasi dari kedua metode ini menghasilkan sebuah penelitian yang ilmiah untuk mempelajari agama. Meskipun tidak semua aspek agama bisa di teliti, namun setidaknya kita akan mengetahui bukti-bukti kekuasaan Allah atas penciptaanNya melalui metode tersebut.

C. Relevansi Kebijakan H.A. Mukti Ali dalam Dunia Pendidikan Islam Selama menjadi Menteri Agama, terdapat tiga kebijakan yang menurut penulis sangat relevan dalam dunia pendidikan Islam Indonesia, diantaranya adalah:

1. Modernisasi Lembaga Pesantren

Menurut Mukti Ali terdapat 5 komponen pendidikan di pesantren, yaitu:

a. Pengajaran dan pendidikan agama.

b. Ketrampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat sekitar.

c. Kepramukaan, dimana pendidikan dan disiplin agama dapat dilakukan dengan perantaraan kegiatan pramuka. Memang pramuka adalah organisasi pendidikan, diluar pendidikan sekolah dan diluar pendidikan keluarga, yang paling baik.

d. Kesehatan dan olahraga. Ini perlu ditingkatkan di pondok pesantren yang kurang mengambil perhatian terhadap kesehatan dan olahraga ini.

61

e. Kesenian yang bernafaskan Islam (Mukti Ali, 1987: 21).

Kelima komponen tersebut mencerminkan begitu Mukti Ali sangat Pro dengan pendidikan Islam, terutama di pesantren. Sebagai Menteri Agama yang posisinya strategis, Mukti Ali benar-benar memnfaatkan momen tersebut. Dalam komponen-komponen tersebut terdapat kepramukaan, kesenian, olahraga, kesehatan yang sebelumnya jarang di ajarkan di pesantren-pesantren maupun lembaga agama Islam.

2. SKB Tiga Menteri, No. 6 Tahun 1975 dan No.037/U/a975

Surat Keputusan Bersama (SKB) ini dibuat oleh Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Menteri Dalam Negeri yang isinya:

a. Agar ijazah madrasah di semua jenjang dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang singkat

b. Agar lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat dan lebih atas

c. Agar siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat, maka kurikulum yang diselenggarakan madrasah harus terdiri dari 70% pelajaran umum dan 30% pelajaran Agama (Abuddin, 2012: 352)

Kalau penulis perhatikan, madrasah menjadi salah satu proyek pembangunan Mukti Ali, dimana dengan kesetaraan status, tentunya

62

membuat gembira Departemen Agama, khusunya para pengelola madrasah maupun siswa madrasah.

Ini semua tentu dengan konsekuensi yang berimbang, karena Menteri Agama bekerja sama dengan dua menteri lainnya maka 70% pelajaran di madrasah harus umum dan 30% sisanya baru pelajaran agama. Sebenarnya tidak mengurangi kualitas dari madrasah itu sendiri, takutnya kalau lama-lama pendidikan agama semakin berkurang, maka akan repot sendiri Departemen Agama di masa mendatang.

Namun, dewasa ini setelah Kebijakan ini berlangsung hingga saat ini, efektivitas madrasah dalam persaingan dengan sekolah-sekolah umum tidak diragukan lagi. Sudah banyak alumni madrasah yang dapat melanjutkan ke sekolah umum, ke perguruan tinggi umum. Bahkan dari madrasah sudah ada yang bisa menjadi menteri, DPR, dan lain sebagainya. Madrasah tidak bisa lagi di pandang sebelah mata, karena madrasah pencetak generasi muslim-musilmah berakhlakul karimah yang intelektual. 3. Ide-ide Pembaharuan Islam

Penulis memasukkan materi ini karena pada hakikatnya Islam bisa berkembang menurut zamannya, jadi pembaharuan Islam akan selalu muncul dan ini sudah menjadi keniscayaan.

Mukti Ali memberikan wawasan mengenai pembaharuan Islam, yaitu:

63

Abad kita adalah abad baru dalam sejarah dengan benturan-benturan yang kritis dan cepat merata keseluruh ujung dan pojok dunia. Benturan-benturan itu adalah produk akal manusia dan aktivitasnya yang kreatif, yang dengannya itu terjadi transformasi sosial dan kultural yang akibatnya juga terasa dalam kehidupan agama. Transformasi yang sedemikian itu membawa masalah-masalah yang sulit, disertai krisis pertumbuhan (Mukti Ali, 1991: 158)

Kutipan tersebut memberikan penjelasan bahwa benturan-benturan kritis kita terhubung ke seluruh dunia. Maksudnya apa yang kita kerjakan seolah dengan cepat dunia mengetahui. Seperti saat penerapan kurikulum 2013 di Indonesia, banyak yang berkomentar mengenai itu, sehingga sempat di tarik namun kemudian diterapkan lagi.

Tapi bagusnya pemerintahan kita, kondisi seperti ini dijadikan sebagai penilaian terhadap masyarakat mengenai apa yang dilakukan pemerintah apakah sudah relevan atau tidak, rakyat bisa mengerti. Apalagi mengenai pendidikan, banyak masyarakat Indonesia yang peduli terhadap ini

b. Relasi Agama dan Negara

Agama dan negara sungguh tidak akan bisa di pisahkan, tapi negara bukan agama dan sebaliknya. Indonesia adalah negara Pancasila, yang di dalamnya terdapat kebebasan memilih agama menurut keyakinan masing-masing, dan agama resmi di negeri ini ada 6, yaitu Islam, Kristen, atholik, Budha, Hindu dan Kong Hu Chu.

64

Dalam hal ini Departemen Agama membantu umat Islam untuk mencanangkan berbagai program kegiatan keagamaan, seperti disekolah, penjara, rumah sakit, kantor-kantor pemerintah, dan sebagainya. Begitu pula kebijakan untuk mengembangkan seni baca

al-Qur’an (MTQ Tingkat Nasional) dan LPTQ di tingkat propensi, kodya, kabupaten dan kecamatan. Pembentukan MUI sebagai lembaga aspirasi umat Islam. Penyusunan UUD Perkawianan 1974, walaupun dalam proses dialog yang cukup panjang dan menegangkan adalah sederet usaha yang tidak sedikit (http://dorokabuju.blogspot.co.id/mukti-ali-ijtihad-dan-pembaharuannya.htmldiunduh-pada senin 10 September 2016 pukul 11:30)

Departemen Agama benar-benar berperan besar terhadap umat Islam, salah satunya dalam bidang pendidikan, disebutkan di atas bahwa terdapat MTQ dan LPTQ, ini menjadikan para pelajar Islam untuk meningkatkan kemampuannya dalam beberapa bidang agama. Dan dalam ajang tersebut dapat mempertemukan para peserta-peserta yang diharapkan mampu memperindah Islam dengan bakat yang di milikinya c. Dialog Antar Umat Beragama

Dialog tersebut bukan bertujuan untuk saling mencari kebenaran maupun saling menjatuhkan. Akan tetapi inti dari dialog ini adalah bagaimana kita dapat saling menghargai perbedaan masing-masing untuk kemudian mencari kesamaan yang bersikfat positif untuk

65

kemudian menciptakan hidup dengan konsep kerukuna antar umat beragama.

Tentunya pesertanya harus dari kalangan akademisi, bukan tokoh agama, bukan politisi dan lain sebagainya. Mengapa akademisi? Karena akademisi bisa bersikap objektif, tidak memilah milih, apabila politisi ataupun tokoh agama tentu sulit, karena akan saling memenangkan pendapat dari background mereka.

Ini sesungguhnya juga menjadi acuan bagi para pelajar muslim, setelah

memahami syari’at Islam secara mendalam, lebih baik mempelajari perbandingan agama, karena dengan ilmu ini, umat Islam dapat berperan serta dalam menciptakan kedamaian di dunia.

Dokumen terkait