• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Penenggelaman Kapal Asing Yang Melakukan Pencurian Ikan Di Wilayah Perairan Indonesia

DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

A. Kebijakan Penenggelaman Kapal Asing Yang Melakukan Pencurian Ikan Di Wilayah Perairan Indonesia

Indonesia adalah merupakan Negara Kepulauan, yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari wilayah perairan (laut) dengan potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan yang dimiliki merupakan potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan perekonomian nasional . Permasalahan yang banyak muncul dan berpotensi menganggu perekonomian nasional Indonesia dalam memanfaatkan sumber daya perikanan dan kelautan yakni praktik pencurian ikan atau IUU (Illegal, Unregulated and Unreported fishing practices) oleh nelayannelayan menggunakan armada kapal ikan asing dan alat tangkap ikan yang dapat merusak ekosistem laut adalah yang paling banyak merugikan negara.73

Kedaulatan Negara adalah kekuasaan tertinggi dari suatu negara.

Kedaulatan yang dimiliki suatu negara menunjukan bahwa negara itu merdeka, atau tidak tunduk pada kekuasaan negara lain. Tetapi hal itu tidak dapat diartikan bahwa kedaulatan itu tidak ada yang membatasi, atau tidak terbatas sama sekali.

Pembatasnya adalah hukum, baik hukum nasional maupun hukum internasional.

Kedaulatan pada dasarnya mengandung dua aspek yaitu: Pertama, aspek internal

73 Eka Setiawati, Analisis Terhadap Pilihan Kebijakan Pemerintah Untuk Menenggelamkan Kapal Ikan Nelayan Asing Di Lihat Dari Sisi Kemanfaatan Kepada Nelayan Tradisional Indonesia Dan Potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak, Jurnal Magister Hukum Untan, 2016, hlm 17

yaitu berupa kekuasaan tertinggi untuk mengatur segala sesuatu yang ada atau terjadi di dalam batas-batas wilayahnya. Kedua, aspek eksternal yaitu kekuasaan tertingi untuk mengadakan hubungan dengan anggota masyarakat intenasional maupun mengatur segala sesuatu yang berada atau terjadi di luar wilayah negara itu, sepanjang masih ada kaitannya dengan kepentingan negara itu. Namun, sebagaimana telah dikemukakan, semuanya itu dibatasi oleh hukum.74

Kebijakan kelautan nasional atau national ocean policy secara umum dapat dipahami sebagai arah dari berbagai macam kegiatan pembangunan kelautan nasional yang diselenggarakan di wilayah laut Indonesia untuk mewujudkan, melindungi, dan mempertahankan kepentingan-kepentingan nasional, termasuk kepentingan kelautan setiap warga negara. Wilayah laut Indonesia merupakan bagian penting dari keseluruhan pembangunan kelautan nasional. Kapasitas potensial (potential capacity) yang terkandung di dalam wilayah laut Indonesia perlu diberdayakan menjadi daya dukung (carrying capacity) dan daya tampung (absorptive capacity) yang memadai untuk mendukung dan menampung

kegiatan-kegiatan pembangunan kelautan nasional.75

Sehubungan dengan maksud tersebut di atas, kebijakan kelautan nasional haruslah memiliki komponen kebijakan tentang wilayah laut Indonesia. Kebijakan kelautan nasional tentang wilayah laut Indonesia terdiri dari kebijakan umum, kebijakan teknis, dan kebijakan pelaksanaan. Kebijakan umum hendaknya berisi arahan-arahan tentang cara pandang negara dan warga negara dalam memaknai wilayah laut sebagai masa depan bangsa. Cara pandang seperti ini disebut

74 Haryanto., Op.Cit., hlm 77

75 Tommy Hendra Purwaka., Op.Cit., hlm 363

Wawasan Nusantara. Wilayah laut sebagai masa depan bangsa menjadi tidak bermakna apa bila tidak diisi dengan pembangunan kelautan nasional dan pelaksanaan pembangunan kelautan nasional merupakan implementasi Wawasan Nusantara. Landasan dari implementasi wawasan nusantara adalah kedaulatan dan hak-hak berdaulat Indonesia di wilayah laut.76

Tata hukum itu merupakan filter yang menyaring kebijaksanaan pemerintah sehingga menjadi tindakan yang dapat dilaksanakan). Hukum merupakan sekumpulan aturan atau norma, tertulis atau tidak tertulis, yang berkenaan dengan perilaku benar dan salah, hak dan kewajiban. Terciptanya bangunan hukum nasional yang baik membentuk harmonisasi pengelolaan perikanan yang terarah dalam mencapai tujuannya, serta upaya memberantas kegiatan pencurian ikan. Pelanggaran yang dilakukan oleh kapal asing dapat ditindak tegas, apabila akibat kejahatannya dirasakan oleh Indonesia.77

Instruksi yang dikeluarkan Presiden untuk mengambil langkah tegas terhadap para pelaku pencurian ikan di wilayah perairan Indoneisia yang salah satunya dilakukan dengan menenggelamkan kapal dilakukan dengan berpedoman kepada Pasal 69 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Perikanan, yang menyatakan: “Kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia; selanjutnya dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus

76 Ibid

77Hertria Maharani Putri, et.all , Kebijakan Penenggelaman Kapal Pencuri Ikan Di Wilayah Perairan Indonesia Dalam Perspektif Hukum.Jurnal Kebijakan Sosek KP Vol. 7 No. 2 Desember 2017, hlm 95

berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbenderaasing berdasarkan bukti permulaan yang cukup.” 78

Penjelasan Pasal 69 ayat (4) Undang-Undang Perikanan juga dijelaskan mengenai pengertian “bukti permulaan yang cukup”, yaitu: “Yang dimaksud dengan “bukti permulaan yang cukup” adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana dibidang perikanan oleh kapal perikanan berbendera asing,misalnya kapal perikanan berbendera asing tidak memiliki SIPI dan SIKPI, serta nyata-nyata menangkap dan/atau mengangkut ikan ketika memasuki wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.79

Cara atau aksi yang dilakukan oleh pemerintah digambarkan melalui implementasi regulasi yang sudah dimiliki. Implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu (Grindle, 1980). Pembuatan kebijakan merupakan penjamin konsistensi kepastian hukum, yang dibutuhkan guna memperhitungkan maupun mengantisipasi resiko diberlakukannya tindakan penenggelaman kapal sebagai peraturan publik.

Menurut Menteri KP (Susi Pudjiastuti) sejak bulan Oktober 2014 hingga bulan Juli tahun 2017, KKP sudah menenggelamkan 317 kapal pencuri ikan. Kapal asing yang paling banyak tertangkap yaitu Vietnam (142 kapal), Filipina (70 kapal), dan Malaysia (58 kapal) (Aliya, 2017). Tindakan penenggelaman kapal sebenarnya sudah dilakukan sebelum era Menteri KP yang sekarang.80

78 Zaqiu Rahman, Penenggelaman Kapal Sebagai Usaha Memberantas Praktik Illegal Fishing, Jurnal Media Pembinaan Hukum Nasional, RechtsVinding Online, 2015, hlm 4

79 Ibid

80 Hertria Maharani Putri.,dkk., Op.Cit., hlm 93-94

Tindakan pencurian ikan yang terjadi selama ini sebagian besar pelakunya nelayan asing. Modus pencurian ikan oleh nelayan asing biasanya menggunakan bendera Indonesia ataupun menggunakan anak buah kapal atau awak dari Indonesia. Pelanggaran juga dilakukan oleh investor atau perusahaan asing yang berdomisili di Indonesia dan memasok ikan tangkapan hasil pencurian ikan.

Menteri KP menyampaikan, bahwa jumlah tangkapan ilegal untuk semua jenis ikan sebuah kapal asing di perairan Indonesia bisa mencapai 300 ton hingga 600 ton per tahun. Kondisi ini menyebabkan Indonesia diperkirakan rugi sekitar US$15 miliar-US$25 miliar per tahunnya.81

Ketentuan internasional yang memberikan limitasi terhadap subjek orang yang melakukan pelanggaran di wilayah perairan ZEE diatur dalam UNCLOS, yang diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985, tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan BangsaBangsa tentang Hukum Laut). Ratifikasi terhadap UNCLOS, membawa konsekuensi logis bagi Indonesia untuk melaksanakan amanat mengenai hak maupun kewajiban dalam pengelolaan wilayah kelautan berdasarkan hukum internasional. Implikasi ratifikasi UNCLOS 1982 mengharuskan Indonesia menjaga kekayaan sumber daya alam di laut, serta memanfaatkannya dengan optimal bagi kepentingan nasional dan seluruh rakyat Indonesia. Apabila pembuatan perjanjian telah sampai tahap pengikatan (ratifikasi), maka regulasi yang mempengaruhi tidak hanya ketentuan hokum

81 Ibid

internasional saja (berkaitan juga dengan pemenuhan ketentuan hukum nasional suatu negara).82

Kebijakan penenggelaman kapal asing dan eks asing yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan merupakan wujud dari visi kedaulatan negara dibidang kelautan dan perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan visi kedaulatan, yaitu Membangun kedaulatan yang mampu menopang kemandirian ekonomi dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan. Visi tersebut kemudian dioperasionalisasikan kedalam misi berupa kebijakan “Membangun kedaulatan yang mampu menopang kemandirian ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Untuk mewujudkan misi tersebut disusunlah beberapa strategi yang salah satunya memberantas Ilegal, Unreported dan Unregulated (IUU) Fisihing.83

Salah satu tindakan operasional pemberantasan IUUF yang dilakukan oleh KKP adalah penenggelaman kapal (Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan 2015-2019). Pelaksanaan kebijakan penenggelaman kapal asing dan eks-asing oleh KKP ditandai dengan beberapa fenomena kegiatan, yaitu:

1. Dukungan kepastian peraturan perundang-undangan, keputusan presiden, dan ketetapan lembaga penegak hukum yang meligitimasi pelaksanaan kebijakan penenggelaman kapal. Sejak KKP dipimpin oleh Susi Pudjiastuti, telah menenggelamkan hingga sebanyak 151 kapal penangkapan ikan secara ilegal di berbagai daerah di Tanah Air. Jumlah tersebut sebagian besar berasal dari

82 Ibid

83 Chairun Nasirin, Kontroversi Implementasi Kebijakan Penenggelaman Kapal Dalam Rangka Pemberantasan Illegal Fishing di Indonesia, Spirit Publik, Volume 12, Nomor 1, April 2017, hlm 17

sejumlah negara tetangga, antara lain 50 kapal Vietnam, 43 kapal Filipina, 21 kapal Thailand, 20 kapal Malaysia, dua kapal Papua Nugini, serta satu kapal Tiongkok dan 14 kapal berbendera Indonesia. Sejumlah kapal asing dan eks-asing yang telah ditenggelamkan tersebut memiliki landasan hukum seperti instruksi presiden dan keputusan tetap dari pengadilan.

2. Melaksanakan pola instruksional dan koordinasi penenggelaman kapal asing dan eks asing pelaku pencurian ikan. Kebijakan penenggelaman kapal dijalankan dengan pola instruksional dari Presiden kepada Kementerian KKP dan Lembaga Peradilan kepada Kementerian KKP.

3. Implementasi kebijakan penenggelaman kapal asing dan eks asing dilaksanakan dengan komitmen tinggi top manajemen, sehingga pelaksanaan kebijakan tersebut memiliki karakter progresif, konsisten, tegas, dan berkesinambungan.

4. Dukungan pendanaan untuk pemberantasan illegal fishing memudahkan pelaksanaan penenggelaman kapal. Pada tahun 2016, Satgas yang dipimpin langsung oleh Menteri Susi sebagai Komandan Satgas ini mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 1 triliun dalam RAPBN 2016 untuk berburu pencuri ikan di lautan Indonesia. Anggaran tersebut terbagi untuk 2 periode operasi yang lamanya 6 bulan per periode, masing-masing periode operasi mendapat alokasi anggaran Rp 500 miliar.84

Kebijakan penenggelaman kapal asing pelaku tindak pidana pencurian ikan pada dasarnya merupakan kebijakan yang dimaksudkan untuk menegakan

84 Ibid., hlm 17-18

kedaulatan, pelaksanaan kewenangan dan pemaksaan peraturan perundang-undangan terhadap permasalahan pelanggaran kedaulatan, yang pada dasarnya merupakan pelanggaran hukum terhadap pertahanan dan keamanan wilayah negara. Pasal 7 ayat (3) Undang-undang Pertahanan Negara menegaskan bahwa sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nonmiliter menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa.85

Kebijakan dan tindakan tegas semacam ini tampak efektif memberikan shock therapy terhadap pelaku berkewarganegaraan asing, sekaligus mampu

mengembalikan kehormatan dan martabat Indonesia atas kedaulatan wilayahnya.

Indonesia secara yuridis memiliki kekuatan untuk menjaga kedaulatannya dari gangguan-gangguan asing, termasuk pencurian ikan dalam wilayah perairan laut Indonesia. Dengan demikian kebijakan penenggelaman kapal asing pelaku tindak pidana pencurian ikan, pada prinsipnya merupakan pelaksanaan teori dan atau konsep kedaulatan negara yang diakui oleh hukum pidana internasional.

Masyarakat internasional mengakui bahwa setiap negara mempunyai hak eksklusif (reserved domain/domestic juridiction of state) karena adanya prinsip kedaulatan negara dalam batas wilayah negara yang bersangkutan tanpa adanya keterikatan atau pembatasan hukum internasional. Kebijakan ini tidak hanya untuk menjaga kedaulatan dan menegakan peraturan perundang-undangan sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia semata-mata, tetapi juga sebagai bentuk

85 Haryanto., Loc.Cit

tanggung jawab Indonesia dalam menjaga keselamatan dan keamanan dunia kemaritiman internasional.86

Upaya penegakan hukum telah dilakukan, antara lain dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dan pembentukan 10 Pengadilan Perikanan di seluruh Indonesia. Pembahasan dalam kajian ini diantaranya mengungkap bahwa secara umum implementasi kewenangan Pengadilan Perikanan belumlah optimal. Jarak tempuh yang jauh antara Pengadilan Perikanan yang ada dengan lokasi penangkapan pelaku tindak pidana perikanan berimplikasi pada disidangnya kasus-kasus perikanan di berbagai Pengadilan Negeri. Sidang kasus perikanan di Pengadilan Negeri memiliki kekurangan antara lain minimnya hakim karir yang telah bersertifikat hukum perikanan, serta tidak adanya hakim Ad Hoc perikanan yang ikut mengadili. Peningkatan hakim spesialis bidang

perikanan baik dari sisi kualitas dan kuantitas mutlak diperlukan untuk menjaga kualitas putusan kasus-kasus perikanan.87

Kebijakan Pemerintah menenggelamkan kapal pelaku Illegal Fishing yang tidak memiliki dokumen resmi atau melanggar ketentuan hukum RI didasarkan pada ketentuan Pasal 69 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan (UU Perikanan). Pasal 69 ayat (1) UU Perikanan menentukan bahwa kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik

86 Ibid., hlm 78-79

87 R. Ismala Dewi, Op.Cit., hlm 7

Indonesia. Sedangkan Pasal 69 ayat (4) berbunyi, dalam melaksanakan fungsi sebagaimana ayat (1) penyidik dan atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Selanjutnya tindakan pemusnahan merujuk pada ketentuan Pasal 76 Huruf A UU Perikanan, bahwa benda atau alat yang digunakan atau dihasilkan dari pidana perikanan dapat dirampas atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan pengadilan.88

B. Dampak Penenggelaman Kapal Asing Yang Melakukan Pencurian Ikan