• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBERADAAN LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT PERUSAHAAN DI KABUPATEN DELI SERDANG

B. Pembentukan Lembaga Kerjasama (LKS) Bipartit yang Dikembangkan oleh International Labour Organisation (ILO) International Labour Organisation (ILO)

1. Kebijakan ILO Terkait LKS Bipartit

Organisasi Perburuhan Internasional atau International Labour Organisation (ILO) berdiri pada akhir Perang Dunia I yaitu pada tanggal 11 April 1919 berdasarkan Bab XIII “Perjanjian Versailles” bersamaaan dengan berlangsungnya Konferensi Liga Bangsa-Bangsa (League of Nation). Dalam perkembangannya, yaitu pada waktu Perang Dunia II mendekati masa akhir di tahun 1946, ILO menjadi badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

ILO pada dasarnya dibentuk dengan tujuan untuk mewujudkan prinsip-prinsip

“keadilan sosial” bagi masyarakat di seluruh dunia khususnya kaum pekerja sebagaimana dinyatakan dalam Mukadimah Konstitusi ILO. Didalam Mukadimah tersebut juga terkandung isi dari Deklarasi Philadelphia yaitu :

a. Bahwa pekerja bukan barang dagangan;

b. Bahwa kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dan berserikat mengandung makna untuk mencapai kemajuan;

c. Bahwa semua manusia tanpa memandang ras, kepercayaan dan jenis kelamin berhak mencapai kehidupan yang layak baik secara materil maupun spiritual dalam suasana kebebasan dan pengakuan akan harga diri masing-masing, ketentraman ekonomi, dan kesamaan dalam memperoleh kesempatan;

d. Bahwa memerangi kemiskinan memerlukan keberanian yang gigih bagi suatu bangsa melalui upaya internasional dimana wakil-wakil pekerja, pengusaha dan pemerintah memiliki status yang sama guna mengambil keputusan untuk meningkatkan kemakmuran/kesejahteraan; dan

e. Bahwa kemiskinan dimanapun berada, merupakan bahaya bagi kemakmuran/kesejahteraan.

Para pendiri ILO meyakini bahwa perdamaian abadi hanya mungkin tercipta bila didasarkan pada keadilan sosial. Menurut pandangan ILO, bilamana syarat-syarat kerja masih mencerminkan ketidakadilan, maka berbagai kegoncangan yang mengancam keserasian dan ketenteraman hidup akan terus terjadi. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan syarat-syarat dan norma kerja termasuk upaya mengatasi masalah pengangguran. Untuk melaksanakan gagasan tersebut, maka tugas utama ILO adalah merumuskan kebijaksanaan dan program internasional untuk menjamin terciptanya perlindungan hak-hak pekerja, memperluas lapangan pekerjaan, dan meningkatakan taraf hidup para pekerja dengan cara menyusun dan membuat standar ketenagakerjaan internasional (International Labour Standards) agar dapat dijadikan pedoman bagi negara anggota dalam membuat dan melaksanakan kebijakan

ketenagakerjaan, khusunya dalam membuat peraturan perundangan nasional di bidang ketenagakerjaan.31

ILO dalam melaksanakan kegiatannya melakukan konvensi dan rekomendasi yang memuat berbagai bentuk ketentuan mengenai ketenagakerjaan yang diharapkan secara utuh diratifikasi oleh negara-negara anggota ILO sehingga menjadi hukum positif yang berlaku di negara yang bersangkutan. Konvensi ILO yang berkaitan dengan LKS Bipartit adalah konvensi ILO No. 98 tahun 1949 mengenai hak berorganisasi dan berunding bersama dan konvensi ini telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956. Selain itu adalah konvensi ILO No. 87 tahun 1948 tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak berorganisasi dan konvensi ini juga telah diratifikasi Indonesia dengan Keputusan Presiden RI No. 83 tahun 1988. Adanya 2 konvensi ILO yang berkaitan dengan LKS Bipartit dan bagi setiap negara yang menjadi anggota ILO dan telah meratifikasi konvensi itu wajib melaporkan kepada Dirjen ILO sesuai ketentuan Pasal 22 konstitusi ILO tahun 1919.

ILO sejak pendiriannya, selalu berusaha untuk melaksanakan bentuk-bentuk kerjasama di tempat kerja melalui dialog sosial, yang ditetapkan untuk mencakupkan semua jenis negosiasi, konsultasi atau sekedar bertukar informasi antara, atau di antara para wakil pemerintah, pengusaha, dan pekerja tentang masalah-masalah kepentingan bersama yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi dan sosial.

31 Menumbuhkembangkan Kesadaran Melaksanakan Konvensi ILO yang Telah Diratifikasi, (Biro Humas dan KLN Departemen Tenaga Kerja, 2000), hlm. 2.

Berbagai konvensi dan rekomendasi ILO memuat standar-standar terkait dengan kerjasama bipartit tempat kerja adalah :32

a. Konvensi kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berserikat, 1948 (No.87);

b. Konvensi untuk berserikat dan perundingan bersama, 1949 (No.98);

c. Rekomendasi di tingkat perusahaan, 152 (No.94);

d. Rekomendasi konsultasi (industri dan tingkat nasional), 1960 (No.113);

e. Rekomendasi komunikasi pada perusahaan, 1967 (No. 129);

f. Rekomendasi pengujian keluhan, 1967 (No. 130).

Perundingan bersama adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses negosiasi antara pekerja dan pengusaha serta perwakilan mereka sehubungan dengan setiap isu yang terkait dengan syarat-syarat kerja atau hal lain yang merupakan kepentingan bersama pekerja dan pengusaha. Pengaturan tentang pokok-pokok yang tercakup dalam perundingan bersama, boleh saja diatur perundang-undangan nasional. Bahkan bila pengaturan yang sempit dicantumkan dalam peraturan perundangan biasanya hal ini tidak membatasi pihak-pihak untuk menyetujui atau merundingkan cakupan isu yang lebih luas.33

Di dalam instrumen ILO, perundingan bersama dianggap sebagai kegiatan atau proses mengarah pada dibuatnya suatu perjanjian bersama. Di dalam

32 Buku Panduan Kerjasama Pekerja-Manajemen 2 Manual Pelatihan, Proyek ILO/APINDO Mengenai Pembangunan Kapasitas dan Mempromosikan Hubungan Industrial yang Baik di Tingkat Perusahaan di Indonesia, (Jakarta : ILO, 2009), hlm. 13.

33 Kesetaraan Gender Melalui Perundingan Bersama, Op. Cit., hlm. 5.

Rekomendasi No. 91 tahun 1952, perjanjian bersama didefenisikan sebagai semua perjanjian tertulis tentang kondisi kerja dan syarat-syarat hubungan kerja yang dibuat antara seorang pengusaha, suatu kelompok pengusaha atau satu atau lebih organisasi pengusaha di satu pihak, dan di pihak lain satu atau lebih organisasi wakil pekerja, atau bilamana organisasi tersebut tidak ada, para wakil pekerja yang dipilih sebagaimana mestinya dan diberi wewenang oleh mereka sesuai dengan undang-undang peraturan nasional, dengan pengertian bahwa perjanjian bersama harus mengikat para penandatangan perjanjian tersebut.34

Terjadi suatu perundingan bersama antara pekerja dengan pengusaha sudah merupakan adanya komunikasi yang lancar antara pekerja dengan pengusaha sehingga hal-hal berhubungan dengan syarat-syarat kerja, kondisi kerja dan norma kerja dapat dipahami kedua belah pihak. Perbedaan paham antara pekerja dan pengusaha tentang syarat-syarat kerja, kondisi kerja dan norma kerja yang menjadi pemicu perselisihan hubungan industrial.

Kerjasama antara pengusaha dengan pekerja tidak hanya dalam menciptakan barang dan atau jasa akan tetapi harus juga menerima masukan-masukan dari pekerja untuk kemajuan perusahaan. Kerjasama pekerja manajemen, seperti halnya perundingan bersama, merupakan bagian dari yang biasa disebut sebagai demokrasi industrial atau partispasi pekerja dalam manajemen. Istilah “demokrasi industrial”

atau “partisipasi pekerja” dalam manajemen berarti mendemokrasikan tempat kerja

34 Bernard Gernigon, Alberto Odero, Horacio Guido, Perundingan Bersama Standar ILO dan Prinsip-Prinsip Badan Pengawas, (Jakarta : Kantor Perburuhan Internasional, 2004), hlm. 9.

melalui pemberdayaan pekerja melalui partisipasi dalam proses pengambilan keputusan organisasi dalam suatu organisasi atas hal-hal yang disepakati oleh para pihak yang menguntungkan kedua belah pihak. Kerjasama pekerja-manajemen tidak bermaksud untuk menggantikan tapi melengkapi perundingan bersama.

Kerjasama pekerja-manajemen didefenisikan sebagai suatu keadaan dari hubungan pekerja dan manajemen yang bekerja bahu membahu untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan cara yang bisa diterima oleh kedua belah pihak seperti melalui :

a. Berbagi informasi;

b. Diskusi;

c. Konsultasi;

d. Negoisasi;

e. Bentuk dan prosedur lain yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Kerjasama pekerja-manajemen biasanya dioperasikan melalui pembentukan lembaga bersama seperti Lembaga Pekerja Manajemen (Komite), Dewan Pekerja Manajemen (Komite), atau Forum Pekerja Manajemen.35

Perundingan bersama adalah perumusan bersama yang demokratis di perusahaan antara pekerja dengan perusahaan yang selalu dianjurkan oleh ILO. Pada tahun 1946, ILO menjadi lembaga spesialis pertama di bawah PBB yang baru saja terbentuk. Saat peringatan hari jadinya yang ke 50 di tahun 1969, ILO menerima nobel perdamaian. Besarnya peningkatan jumlah negara yang bergabung dengan ILO

35 Buku Panduan Kerjasama Pekerja- Manajemen Manual Pelatihan, op.cit., hlm. 11.

selama beberapa dasawarsa setelah masa perang dunia ke II telah membawa banyak perubahan. Organisasi ini meluncurkan program-program bantuan teknis untuk meningkatkan keahlian dan memberikan bantuan kepada pemerintah, pekerja dan pengusaha di seluruh dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Di negara-negara seperti Polandia, Cile, dan Afrika Selatan, bantuan ILO mengenai hak-hak serikat pekerja berhasil membantu perjuangan mereka dalam memperoleh demokrasi dan kebebasan.

Tahun penting lainnya untuk ILO adalah tahun 1998, dimana para delegasi yang menghadiri Konferensi Perburuhan Internasional (International Labour Conference) mengadopsi Deklarasi ILO tentang Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja. Prinsip dan hak ini adalah hak atas kebebasan berserikat dan perundingan bersama serta penghapusan pekerjaan untuk anak, kerja paksa dan diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan. Jaminan atas prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja, berdasarkan deklarasi ini, merupakan hal penting karena jaminan ini memungkinkan masyarakat untuk menuntut secara bebas dan atas dasar kesetaraan peluang, bagian mereka yang adil atas kekayaan yang ikut mereka hasilkan dan untuk menggali potensi mereka sepenuhnya sebagai manusia.36

“ILO sangat memperhatikan hak-hak sipil dan politik karena tanpa ini, tidak mungkin ada pelaksanaan normal atas hak-hak serikat pekerja dan perlindungan terhadap pekerja”. Pernyataan ini yang baru saja diingatkan kembali oleh Direktur Jenderal ILO dalam laporannya tahun 1992 kepada Konferensi Perburuhan

36 Sekilas Tentang ILO, (Jakarta : Kantor ILO, 2007), hlm. 3.

Internasional adalah ilustrasi dari kenyataan bahwa hampir seperdua dari semua keluhan yang disampaikan pada Komite Kebebasan Berserikat sejak berdirinya berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Demikian pula, resolusi tentang hak-hak serikat pekerja dan hubungannya dengan kemerdekaan sipil yang disebut sebelumnya dan disajikan dalam lampiran V menekankan kenyataan bahwa hak-hak yang diberikan kepada organisasi pekerja dan organisasi pengusaha harus didasarkan pada pematuhan pada kemerdekaan sipil dan bahwa tanpa adanya kemerdekaan sipil ini akan menghapus semua arti konsep serikat pekerja . Konferensi Perburuhan Internasional secara eksplisit menyusun hak-hak mendasar yang diperlukan untuk melaksanakan kebebasan berserikat :37

a. Hak atas kebebasan dan keamanan orang dan kebebasan dari penangkapan dan penahanan secara semena-mena.

b. Kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat dan terutama kebebasan mempunyai pendapat dan tanpa campur tangan serta mencari, menerima dan membagikan informasi serta buah pikiran melalui media dan tanpa mengenal batas negara.

c. Kebebasan berkumpul.

d. Hak mendapatkan peradilan yang adil oleh pengadilan yang mandiri dan tidak memihak.

e. Hak mendapatkan perlindungan atas kekayaan organisasi serikat pekerja.

37 Buku Petunjuk Pendidikan Pekerja,Kebebasan Berserikat dan Perlindungan TerhadapHak Berorganisasi dan Hak untuk Berunding Bersama (Jakarta : Organisasi Perburuhan Internasional, 1998), hlm. 5.

Konvensi ILO No. 87 tahun 1948 mengatur kebebasan berserikat dan berorganisasi harus tunduk kepada hukum nasional negara anggota ILO tersebut sepanjang hukum nasional tersebut tidak melemahkan ketentuan-ketentuan yang dijamin oleh ILO sebagaimana pada pasal 8 Konvensi ILO No. 87 tahun 1948 yang berbunyi sebagai berikut :

1. Dalam melaksanakan hak-haknya berdasarkan Konvensi ini para pekerja dan pengusaha serta organisasi mereka, sebagaimana halnya perseorangan atau organisasi perkumpulan lainnya, harus tunduk pada hukum nasional yang berlaku.

2. Hukum nasional yang berlaku tidak boleh memperlemah atau diterapkan untuk memperlemah ketentuan-ketentuan yang dijamin dalam konvensi.

Konvensi ILO No. 87 tahun 1948 ini kemudian diratifikasi oleh Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1988.