• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 STANDARISASI KEBUTUHAN ENERGI (DE) DAN NUTRIEN KUDA PACU INDONESIA BERDASARKAN

PEMBAHASAN 1. Konsumsi bahan kering

6. Kebutuhan Kalsium dan Fosfor

Rataan konsumsi kalsium dan fosfor pada pengamatan ini adalah 0,08:0,04 kg yang berarti mempunyai rasio perbandingan 2:1. Apabila dibandingkan dengan

kebutuhan mineral kalsium dan fosfor yang direkomendasikan oleh NRC (1989) ternyata pada pengamatan ini jauh lebih rendah. Hal ini mungkin disebabkan karena pakan yang diberikan atau digunakan mengandung dedak dan gabah yang cukup tinggi sehingga menghambat pencernaan mineral tersebut karena gabah dan dedak padi mengandung fitat yang tinggi sehingga mengikat kedua unsur mineral ini. Kebutuhan mineral kalsium dan fosfor ini harus diperhatikan karena defisiensi mineral ini akan berpengaruh pada kesehatan ternak. Selain itu, kandungan Ca dan P pada ransum harus benar-benar seimbang, karena ketidak-seimbangan kedua mineral ini akan berdampak pada proses pencernaan mineral itu sendiri.

Kandungan fosfor yang lebih tinggi dari kalsium dalam pakan akan menyebabkan defisiensi kedua mineral ini. Richards et al (2006) mengemukakan bahwa kandungan mineral kalsium dan fosfor dalam pakan harus benar-benar seimbang, yakni 2:1, karena berdasarkan penelitian mereka ternyata kelebihan fosfor dalam pakan menyebabkan kandungan fosfor dalam urine kuda tinggi. Selanjutnya Firth (2004) mengemukakan, kuda membutuhkan pakan tambahan berupa vitamin dan mineral dalam pakan, karena vitamin dan mineral merupakan feed supplemen maupun feed aditive untuk melengkapi kekurangan nurisi dalam ransum kuda. Williamson et al (2007) mengemukakan, selain mineral maka vitamin merupakan senyawa organik yang sangat penting, sehingga harus tersedia dalam tubuh untuk mengaktifkan reaksi penting untuk proses hidup dari ternak.

Dalam kebanyakan kasus, program pemberian pakan hijauan yang dikombinasikan dengan konsentrat dengan formula yang baik akan memberikan mineral dan vitamin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kuda. Patterson (2007), mengemukakan bahwa kebutuhan kalsium dan fosfor untuk kuda adalah 6,3 persen dari bobot dengan rasio 2:1, yang berarti lebih kurang 180 g/ekor/hari untuk kalsium dan apabila dibandingkan dengan rataan konsumsi mineral kalsium pada penelitian ini hanya lebih kurang 80 g/ekor/hari, maka konsumsi kuda pacu persilangan throughbred dengan kuda poni Indonesia hanya setengah dari rekomendasi ini. Penyebab rendahnya konsumsi kalsium dan fosfor dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan juga oleh perbedaan postur kuda pacu.

7. Kebutuhan BETN

Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) adalah bagian dari bahan makanan yang mengandung karbohidrat, gula, dan pati. Pada penelitian ini konsumsi BETN cukup tinggi pada kuda pacu. Hal ini disebabkan karena pakan yang diberikan mempunyai kandungan konsentrat yang tinggi sehingga kebutuhan BETN ini akan terpenuhi. Selain itu, karena pengukuran ini dilakukan pada kuda yang dipacu, maka kebutuhan karbohidrat harus benar-benar memiliki nilai biologis yang tinggi karena kuda yang dipacu membutuhkan energi ekstra dan siap digunakan untuk dipacu. Akan tetapi Frape (2004) mengemukakan bahwa pemberian pati yang tinggi pada kuda harus diimbangi dengan kerja kuda tersebut. Bila tidak diimbangi dengan kerja maka akan mengakibatkan gangguan pada pencernaan kuda sehingga timbul penyakit seperti ketosis dan kolik. Oleh sebab itu, penggunaan jagung yang tinggi karbohidrat dibatasi pada kuda pacu karena berpeluang untuk terjadinya gangguan penyakit tersebut.

Tabel 8. Hasil Estimasi Kebutuhan Energi Tercerna (DE) serta Nutrien Pakan Penelitian dan NRC (1989) N Bobot (kg) Beban Kerja (BJ.JT.K) (kg.km.mnt)

Kebutuhan DE(Mcal), PK, Ca, P (kg ekor-1 hari-1) Hasil Penelitian NRC (1989) (2 x Maintenance DE) Energi (DE) Protein Kasar Ca P Energi (DE) Protein Kasar Ca P 1 200-224 22,28 21,97 1,28 0,10 0,06 14,80 0,61 0,02 0,01 2 225-249 38,53 22,58 1,45 0,11 0,06 16,30 0,67 0,02 0,01 3 250-274 38,02 24,75 1,44 0,11 0,06 17,80 0,73 0,03 0,01 4 275-299 51,27 25,18 1,51 0,10 0,06 19,30 0,79 0,03 0,01 5 300-349 54,75 26,32 1,51 0,10 0,06 20,80 0,86 0,03 0,01 6 350-374 63,82 29,53 1,53 0,12 0,06 23,80 0,98 0,04 0,02 7 375-384 105,75 29,97 1,82 0,12 0,06 25,30 1,04 0,04 0,02

Keterangan: BJ= Bobot Joki (kg), JT= Jarak Tempuh (km), K= Kecepatan(km/menit)

Pada Tabel 8 diatas ditampilkan hasil analisis korelasi antara konsumsi dengan beban kerja maka diperoleh dugaan kebutuhan energi dan nutrien pakan untuk kuda pacu Indonesia dengan bobot 200 kg sampai 375 kg dengan beban kerja yakni 22,28 sampai 105,75 (kg.km.mnt). Tampak jelas terlihat bahwa

perbedaan bobot dan beban kerja mengakibatkan perbedaan kebutuhan energi tercerna dan nutrien pakan.

Hasil pendugaan penelitian ini dibandingkan dengan metode estimasi kebutuhan dari NRC (1989), dan diperoleh hasil kebutuhan energi tercerna dan nutrien pakan kuda pacu penelitian jauh lebih tinggi dari dugaan kebutuhan yang direkomendasikan NRC (1989). Dalam penelitian ini beban kerja didefinisikan dari bobot joki, jarak tempuh, dan kecepatan. Pendugaan kebutuhan energi tercerna yang direkomendasikan oleh NRC (1989), beban kerja dinyatakan sebagai faktor kelipatan dari kebutuhan hidup pokok, bagi kerja ringan, moderat dan intensif. Faktor kelipatan tersebut adalah 1,25; 1,5, dan 2,0. Peterson et al.

(1985) melakukan percobaan secara alami di arena pacuan dan lintas alam, mereka memperoleh dugaan kebutuhan DE = 168 + 29,9 kcal/Wt0.75, sedangkan dugaan kebutuhan pada percobaan ini DE= 276 + 27,6 kcal/Wt0.75. Hasil dugaan percobaan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendugaan yang dilakukan Peterson et al. (1985). Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena definisi beban kerja.

NRC (1989) menunjukkan bahwa kebutuhan protein tercerna untuk kuda tidak dinyatakan secara mandiri, tetapi terkait erat dengan kebutuhan DE, yakni tiap kebutuhan Mkal DE/hari membutuhkan 40 g protein kasar dan hasil penelitian ini jauh lebih tinggi dari rekomendasi tersebut. Ternyata hasil penelitian untuk kebutuhan protein kasar hampir sama dengan yang dilaporkan oleh Glade (1983), kuda yang berumur 3 sampai 4 tahun yang dipacu pada jarak 1.207-1.710 m memerlukan protein sebesar 1.000 g. Selanjutnya Frape (2004) mengemukakan bahwa untuk kuda yang dipacu dan berburu membutuhkan protein 1.000-1.400 g/hari. Tingginya kebutuhan penelitian ini dibandingkan dengan beberapa penelitian tersebut, kemungkinan besar disebabkan karena nilai biologis pakan lokal yang digunakan rendah. Jadi walaupun kelihatan tinggi, sedikit yang bisa digunakan oleh kuda pacu. Hinkle et al. (1981); Freeman et al. (1988), mengemukakan pemberian pakan yang tinggi kandungan protein untuk kuda kerja tidak menguntungkan, karena akan berakibat pada peningkatan bobot yang berdampak pada prestasi saat dipacu. Selain itu Lewis and Bayley (1995)

mengemukakan bahwa kebutuhan protein pada kuda dewasa relatif rendah, karena protein bukan sumber energi yang baik untuk kuda.

Tenyata kebutuhan mineral kalsium dan fosfor yang direkomendasikan oleh NRC (1989) jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian ini. Hal ini mungkin disebabkan karena pakan yang digunakan mengandung dedak dan gabah yang cukup tinggi sehingga menghambat pencernaan mineral tersebut karena gabah dan dedak padi mengandung fitat yang tinggi sehingga mengikat kedua unsur mineral ini, yang berdampak pada tingginya kebutuhan mineral pada penelitian ini. Selain itu, tingginya kebutuhan mineral pada kuda pacu yang dipacu, disebabkan karena dalam proses metabolisme energi tersebut, sangat membutuhkan mineral kalsium dan fosfor.

Kebutuhan mineral kalsium dan fosfor ini harus diperhatikan karena, defisiensi mineral ini akan berpengaruh pada kesehatan ternak. Selain itu, kandungan Ca dan P dalam ransum harus benar-benar seimbang, karena ketidak seimbangan kedua mineral ini akan berdampak pada proses pencernaan mineral itu sendiri. Apabila kandungan fosfor lebih tinggi dari kalsium dalam pakan akan menyebabkan defisiensi kedua mineral ini. Richards et al. (2006) mengemukakan bahwa kandungan mineral kalsium dan fosfor dalam pakan harus benar-benar seimbang yakni 2:1, karena berdasarkan penelitian mereka ternyata kelebihan fosfor dalam pakan menyebabkan kandungan fosfor dalam urine kuda tinggi, sehingga mineral ini banyak yang keluar melalui urine. Selanjutnya Firth (2004) mengemukakan, kuda membutuhkan pakan tambahan berupa vitamin dan mineral dalam pakan, karena vitamin dan mineral merupakan feed supplemen maupun feed additive untuk melengkapi kekurangan nutrisi dalam ransum kuda. Williams (2007) mengemukakan, selain mineral, maka vitamin merupakan senyawa organik yang sangat penting, sehingga harus tersedia dalam tubuh untuk mengaktifkan reaksi penting untuk proses hidup ternak. Dalam kebanyakan kasus, program pemberian pakan hijauan yang dikombinasikan dengan konsentrat dengan formula yang baik akan memberikan mineral dan vitamin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kuda. Patterson (2007), mengemukakan bahwa kebutuhan kalsium dan fosfor untuk kuda adalah 6,3 persen dari bobot.

SIMPULAN

Selama ini dalam praktek sehari-hari kebutuhan nutrisi kuda hanya didasarkan kepada kebutuhan maintanence saja. Menurut hasil penelitian ini kebutuhan tersebut dapat dipilah menjadi kebutuhan maintanence dan produksi (kinerja). Kebutuhan maintanence terkait erat dengan bobot badan metabolik kuda, sedangkan kebutuhan produksi dapat dinyatakan sebagai fungsi dari bobot joki, jarak tempuh dan waktu tempuh. Pendugaan kebutuhan kuda akan energi KE=17,91W0.75 + 10.88P/ W0.75 dimana KE = kebutuhan energi(DE Mkal/hr) dan W adalah bobot badan kuda dan P adalah beban kerja yang merupakan perkalian dari bobot joki (kg) x jarak tempuh (km) x kecepatan(km/menit). Demikian juga dengan pendugaan kebutuhan bahan kering (KBK) = 7,989 W0.75 + 4,95P/ W0.75, protein (KP)= 1,581W0.75 + 0,971P/ W0.75, kalsium (KCa)= 0,080 W0.75 + 0,049 P/W0.75 dan fosfor (KF )= 0,043 W0.75 + 0,027 P/ W0.75 (kg ekor-1 hari-1).

DAFTAR PUSTAKA

Anderson CE, GD, JL Kreider, CC Courtney.1983. Digestible energy requirements for horses. J. Anim. Sci. 56 : 91-95.

Duberstein JK, Johnson ED. 2009. How to Feed a Horse: Understanding Basic Principles of Horse Nutrition. The University of Georgia and Ft. Valley State University, the U.S. Department of Agriculture and counties of the state cooperating.

Firth EC. 2006. The response of bone, articular cartilage and tendon to exercise in the horse. Institute of Veterinary, Animal and Biological Sciences, Massey University, Palmerston North, New Zealand.

Frape D. 2004 Equine Nutrition and Feeding. Churcill Livington Inc. New York. Freeman DW, Potter GD, Scheling GT, Kreider JL. 1988. Nitrogen metabolism in

mature horses at varying of work. J. Anim. Sci. 66 : 407.

Glade MJ. 1983. Nutrition and Performance of Racing Thoroughbred. Eq. Vet. J. 17 : 381-385.

Hinkle DK, Potter GD, Kreider JL, Scheling DT, Anderson JG. 1981. Nitrogen balance in exercising mature horses fed varying levels of protein. P.91. in Proc. 7th. Eq. Nutr.Physiol. Soc. Simp. Warrenton, Va. exercised muscle of normal subjects by creatine supplementation. Clinical Sci. 83.

Kohnke JR, Kelleher F, Trevor-Jones P. 1999. Feeding Horses in Australia: A Guide for Horse Owners and Managers. RIRDC Publication No. 99/49, RIRDC Project No. UWS-13A.

Lewis L, Febiger L. 1982. Basic Horse Nutrition. Equine Section, Department of Animal Sciences. Agriculture home Economics. 4th Development University of Kentucky . College of Agriculture. Asc-114.

Lewis AJ, Bayley HS. 1995. Amino acid bioavailability. In: Bioavailability of Nutrients for Animals: Amino Acids, Minerals, and Vitamins. Ammerman, C. B., D. H. Baker, and A. J. Lewis, eds. San Diego, CA: Academic Press. Pp. 35-65.

Meyer H, Coenen M. 2002. Feeding horses. Blackwell Science Publishing. Berlin-Wien, 4th Edition, p. 59.

Nutrition Requirement of Horses. 1989. 5th Revised ed. National Academy Press. Washington DC.

Nutrition Requirement of Horses. 2007. 6th Revised ed. National Academy Press. Washington DC.

Petterson PH, Coon CN, Hughes IM. 1985. Protein requirements of mature working horses. J. Anim. Sci. 61 : 187-196.

Petterson-Kane JC. 2007. Gap junction protein expression and cellularity: comparison of immature and adult equine digital tendons. Journal of Anatomy 211, 325–334.

Pilliner S. 1992. Horse Nutrition and Feeding. Blackwell Science Ltd, London. Pilliner S. 1993. Getting Horses Fit. Second Edition. Blackwell Science Ltd,

London.

Richards, N. Hinch, G.N & Rowe, J.B. 2006. The effect of current grain feeding practices on hindgut starch fermentation and acidosis in the Australian racing Thoroughbred. Australian Veterinary Journal 84, 402-407.

Williams C. 2007. Feeding Management of the Three-Day Event Horse. an associate equine specialist at Rutgers, the State University of New Jersey. Williamson, A., C.W. Rogers, and E.C. Firth. 2007. A survey of feeding,

management and faecal pH of Thoroughbred racehorses in the North Island of New Zealand. N. Z. Vet. J. 55:337-341.

6 FORMULASI RANSUM BERBASIS PAKAN LOKAL