• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Kelereng

Permainan guli (gundu/kelereng) paling sering dilakukan anak laki-laki, yang mana permainan ini memerlukan alat yang disebut kelereng. Kelereng adalah mainan kecil berbentuk bulat yang terbuat dari kaca, tanah liat, atau agate. Ukuran kelereng sangat bermacam-macam. Umumnya ½ inci (1.25 cm) dari ujung ke ujung. Kelereng dapat dimainkan sebagai permainan anak, dan kadang dikoleksi, untuk tujuan nostalgia dan warnanya yang estetik. Permainan ini ada

berbagai macam, yang mana pemain yang kalah akan kehilangan kelerengnya. Dari permainan ini anak yang memainkan juga harus tangkas dan konsentrasi untuk memenangkan permainan ini. Permainan ini biasanya sering dilakukan di permukaan tanah yang rata karena kelereng berbentuk bulat dan mudah menggelinding.

Di Kelurahan Batang Terab, permainan kelereng ini umumnya dimainkan oleh anak-anak lelaki dan kadang oleh anak perempuan. Namun permainan ini hanya dimainkan saat sedang musim, artinya anak-anak akan memainkannya saat banyak anak lain di Perbaungan yang memainkan kelereng. Jika anak-anak sudah tidak tertarik untuk memainkannya lagi maka dengan sendirinya permainan kelereng ini ditinggalkan. Kelereng yang mereka miliki akan disimpan hingga tiba saatnya permainan kelereng digemari lagi, seperti yang dituturkan oleh informan bernama Yazid (9 tahun) berikut ini.

“Azid suka main guli, tapi sekarang lagi gak musim bang. Guli Azid ada sekaleng dirumah, Azid simpan untuk dimainin pas uda musim lagi nanti. Biasanya Azid mainnya disekolah dan dirumah sama kawan-kawan. Kalo menang bisa sampe satu plastik bang, kalo kalah beli sama kawan yang menang. Kadang guli yang bagus Azid simpan untuk dijadiin gacuk atau dikoleksi, karna warna-warnanya banyak yang bagus”

Dari hasil wawancara diatas terlihat bahwa permainan kelereng masih digemari, dan masih banyak anak-anak di Kelurahan Batang Terab seperti Yazid dan teman-temannya yang akan memainkannya saat musim bermain kelereng telah tiba nanti. Permainan kelereng ini ternyata memiliki beragam manfaat bagi orang yang memainkannya, yaitu:

1. Mengatur emosi

2. Melatih kemampuan berfikir

3. Melatih kemampuan motorik

4. Melatih kesabaran

3.2. Layang-layang

Layang-layang, layangan, atau wau (di sebagian wilayah Semenanjung Malaya) merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke udara dan terhubungkan dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali. Layang-layang memanfaatkan kekuatan hembusan angin sebagai alat pengangkatnya. Dikenal luas di seluruh dunia sebagai alat permainan, layang-layang diketahui juga memiliki fungsi ritual, alat bantu memancing atau menjerat, menjadi alat bantu penelitian ilmiah, serta media energi alternatif.

Terdapat berbagai tipe layang permainan. Yang paling umum adalah layang-layang hias (dalam bahasa Betawi disebut koang) dan layang-layang-layang-layang aduan (laga). Terdapat pula layang-layang yang diberi sendaringan yang dapat mengeluarkan suara karena hembusan angin. Layang-layang laga biasa dimainkan oleh anak-anak pada masa pancaroba karena biasanya kuatnya angin berhembus pada masa itu.

Di beberapa daerah Nusantara layang-layang dimainkan sebagai bagian dari ritual tertentu, biasanya terkait dengan proses budidaya pertanian. Layang-layang paling sederhana terbuat dari helai daun yang diberi kerangka dari bambu dan diikat dengan serat rotan. Layang-layang semacam ini masih dapat dijumpai di Sulawesi. Diduga pula, beberapa bentuk Layang- layang-layang tradisional Bali berkembang dari layang-layang-layang-layang daun karena bentuk ovalnya yang menyerupai daun.

Di Jawa Barat, Lampung, dan beberapa tempat di Indonesia ditemukan layang-layang yang dipakai sebagai alat bantu memancing. Layang-layang ini terbuat dari anyaman daun sejenis anggrek tertentu, dan dihubungkan dengan mata kail. Di Pangandaran dan beberapa tempat lain, layang-layang dipasangi jerat untuk menangkap kalong atau kelelawar.

Penggunaan layang-layang sebagai alat bantu penelitian cuaca telah dikenal sejak abad ke-18. Contoh yang paling terkenal adalah ketika Benjamin Franklin menggunakan layang-layang yang terhubung dengan kunci untuk menunjukkan bahwa petir membawa muatan listrik.

Layang-layang raksasa dari bahan sintetis sekarang telah dicoba menjadi alat untuk menghemat penggunaan bahan bakar kapal pengangkut. Pada saat angin berhembus kencang, kapal akan membentangkan layar raksasa seperti layang-layang yang akan "menarik" kapal sehingga menghemat penggunaan bahan bakar.4

Berdasarkan hasil wawancara diatas tergambar kenangan Faisal akan kegembiraan dan keceriaan masa kecil saat bermain layangan. Namun menurut penuturannya layangan sudah sangat jarang dimainkan. Saat ini sudah banyak kiat-kiat yang dilakukan untuk melestarikan permainan layang-layang, diantaranya mengadakan festival layang-layang seperti di Jepang, lomba menerbangkan layang-layang, dan sebagainya.

Seperti halnya kelereng, di Kelurahan Batang Terab layang-layang dimainkan hanya pada saat sedang musim, biasanya saat angin berhembus kencang. Pada saat sedang musim, biasanya banyak orang yang mengambil kesempatan dan menjadi penjual layangan. Namun eksistensi layang-layang di Kelurahan Batang Terab hampir terancam karena saat ini sudah sangat jarang dimainkan oleh anak-anak. Salah satu faktornya mungkin karena saat ini iklim dan cuaca sudah tidak bisa diprediksi lagi. Karena isu pemanasan global (global warming) yang menyebabkan pergantian iklim dari musim panas ke musim hujan menjadi tidak teratur. Berikut adalah penuturan dari salah satu Informan bernama Faisal (16 tahun).

“Dulu aku suka main layangan bang, tapi sekarang uda jarang kali yang mainin layangan. Kalopun ada paling waktu pas lagi musim lah bang. Soalnya layangan baru dijual kalo pas musiman aja. Waktu kecil dulu aku sering tanding main layangan, yang putus layangannya kalah, terus kami ngejar-ngejar layangan yang lepas sampe dapat”.

4

3.3. Alip Brondok (Petak Umpet)

Petak umpet adalah permainan rakyat tradisional umum di Seluruh pelosok Indonesia dari Sabang sampai Merauke sejak dahulu kala. Di Kelurahan Batang Terab permainan petak umpet lebih dikenal dengan sebutan alip brondok (brondok = sembunyi). Siapa saja boleh ikut, tetapi biasanya peserta permainan berkisar antara lima sampai sepuluh orang, karena bersifat mencari teman yang bersembunyi, maka tidak terlalu banyak yang menjadi bagian dari permainan ini. Dari seluruh pemain akan bermain hompipa sampai habis dan tinggal dua orang saja. Setelah tinggal dua orang, maka masing-masing melakukan suit dan yang kalah akan berjaga dan menjadi si pencari teman-teman yang bersembunyi. Si pencari menutup mata atau menempel pada salah satu media (tembok,pohon,tiang,dll) sebagai sarana bentengnya. Di hitung satu sampai sepuluh, maka semua anggota harus berlari mencari persembunyiannya, setelah hitungan ke sepuluh maka si pencari teman mulai mencari teman yang bersembunyi sampai menemukan total anggota yang bersembunyi.

Yang seru dari permainan alip brondok ini adalah, kalau si anak jaga (pencari teman) menemukan tempat persembunyian temannya, ia akan menyebut nama teman tersebut dan kemudian mereka akan adu cepat berlari ke dinding tempat ia berjaga. Siapa yang paling cepat menyentuh dinding itu dan bilang “CINDONG!!!!” maka dia yang menang. Jika teman yang belum ditemukan berhasil menyentuh dinding benteng saat anak jaga bergerilya mencari teman lain yang sembunyi, maka dia akan terbebas untuk menjadi penjaga berikutnya dan bisa tetap bersembunyi di permainan berikutnya. Permainan berakhir ketika seluruh teman yang bersembunyi ditemukan, atau si anak jaga menyerah. Untuk menentukan anak jaga berikutnya, anak jaga terdahulu akan berdiri menghadap dinding, dan anak-anak lain yang kalah berbaris di belakangnya. Anak jaga terdahulu akan menyebutkan satu angka, misalnya 3, maka anak yang

baris di urutan ketiga di belakang anak jaga terdahululah yang menyandang gelar anak jaga. Karena keharusan berlari ke dinding ini, muncul istilah “jaga-jaga telur”. Istilah ini digunakan untuk menyebut anak jaga yang tidak mau beranjak dari dinding jaga untuk mencari teman-temannya, tetapi malah duduk/berdiri di dekat dinding jaga, jadi begitu ada temannya yang kelihatan bisa langsung di cindong.

Manfaat dari permainan ini adalah melatih keaktifan motorik anak, karena anak akan dituntut untuk berlari agar bisa menang. Permainan ini juga bagus bagi kesehatan anak karena saat berlari anak mendapatkan manfaat seperti saat berolahraga. Selain itu sosialisasi anak dengan teman sebaya menjadi intensif karena permainan ini biasanya dimainkan oleh banyak anak sekaligus.

Di kelurahan batang Terab, permainan ini masih ditemukan namun sangat jarang dimainkan. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya anak yang bisa diajak bermain bersama, karena saat ini orang tua menuntut anak untuk belajar dan mengikuti berbagai les sehingga anak tidak memiliki waktu untuk bermain dengan temannya. Akibatnya, tentu saja anak akan memilih untuk memainkan permainan yang hanya bisa dimainkan sendirian dan tidak membutuhkan teman seperti Playstation, video game, dan sebagainya seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan yang bernama Fahry (14 tahun).

“Permainan yang paling seru itu alip brondok bang, tapi sekarang uda gak pernah main itu lagi. Susah bang, gak ada kawan yang bisa diajakin main. Semua pada les ini-itu, gak ada waktu untuk main lah. Bagus aku main game online aja kan bang. Bisa tetep main walaupun gak ada kawan. Kadang-kadang aku juga main PS bang kalo lagi suntuk atau lagi malas ke warnet buat main game online”

Dari penuturan Fahry diatas, terlihat bahwa sikap orang tua yang ingin membuat anaknya lebih pintar dengan memberikan berbagai macam les/kursus ternyata secara tidak sadar telah membatasi waktu bermain bagi anak-anak mereka. Maksud dari orang tua memang baik, karena

ingin melihat anaknya lebih maju dan dapat bersaing secara intelektual dengan teman-temannya disekolah. Namun dampak laten yang tidak disadari ialah anak menjadi tersisih dari lingkungan dan akan menjadi individualistis karena tidak memiliki teman. Mereka akan lebih memilih untuk bermain sendiri tanpa harus repot mencari teman.

Akan tetapi berdasarkan pemantauan penulis dilapangan, masih ada anak-anak kecil berkisar antara usia 10-13 tahun yang memainkan permainan alip brondok ini. Salah satu informan yang masih cukup sering bermain Alip Brondok adalah Fitri (10 tahun). Berikut adalah penuturannya kepada penulis.

“ Kalo dirumah biasanya aku sering main alip brondok, masak-masakan, atau lompat tali bang. Aku mainnya sama anak-anak tetangga, kadang kalo lagi rame bisa sampe 6 orang. Seru bang, bisa sembunyi dan lomba lari sama yang jaga kalo ketauan tempat sembunyi nya. Kalo gak dikasi keluar rumah, aku mainnya didalam rumah sama adik atau temenku. Biasanya aku sembunyi di lemari, dikolong tempat tidur, di balik kursi, hehehe....”

3.4. Pecah Piring

Pecah piring merupakan sejenis untuk menembak lawan dan tumpukan batu pipih yang dapat ditumpuk dan disusun meninggi seperti menara. Permainan ini dilakukan oleh dua kelompok. Di Kelurahan Batang Terab, aturan permainan ini yaitu siapapun yang berhasil menumpuk batu tersebut dengan cepat tanpa terkena pukulan bola adalah kelompok yang memenangkan permainan.

Pada awal permainan, ditentukan dahulu kelompok mana yang akan menjadi penjaga awal dan kelompok yang dikejar dengan suit. Kelompok yang menjadi penjaga akan melempar batu yang sudah disusun menjadi berkeping-keping. Tugas kelompok yang dikejar adalah melempar bola sejauh mungkin dan menyusun kembali batu-batu tersebut sampai menjadi menara sebelum seluruh anggotanya terkena lemparan bola. Setelah bola berhasil ditangkap

maka regu yang berjaga harus melempari regu yang dikejar untuk menghalangi mereka menyusun kembali batu-batu tersebut. Apabila bola berhasil menyentuh lawan, maka anggota kelompok yang tersentuh bola tidak boleh membantu proses penyusunan batu. Kerjasama antar anggota kelompok sangat dibutuhkan dalam permainan ini.

Permainan Pecah piring melatih anak untuk bekerja sama dalam satu tim karena untuk memenangkan permainan anak dituntut untuk melindungi teman yang menyusun batu dari lemparan bola lawan, selain itu anak dilatih untuk berkonsentrasi. Selain itu pecah piring juga merupakan permainan yang memiliki manfaat seperti olah raga karena para pemainnya harus berlari untuk menghindari lemparan bola dari lawan.

3.5. Bola Kiyam (Kaki Ayam)

Permainan bola kaki ayam (kiyam), merupakan salah satu permainan tradisional yang hingga saat ini masih sering dimainkan oleh anak-anak di Kelurahan Batang Terab. Permainan ini hanya dimainkan oleh anak laki-laki. Pada dasarnya, permainan ini merupakan replika dari olahraga sepak bola, baik dalam tata cara bermain maupun aturan permainannya. Hanya saja dalam permainan bola kaki ayam, jumlah pemainnya dapat bervariasi, sesuai dengan jumlah anak-anak yang ingin bermain. Berbeda dengan olahraga sepak bola yang jumlah pemainnya harus sebelas orang, ada pemain cadangan, dan pelatih.

Permainan ini disebut dengan bola kaki ayam karena kebiasaan anak-anak yang memainkannya dengan bertelanjang kaki (kaki ayam). Anak-anak biasanya bermain bola kiyam

di lapangan atau diperkarangan rumah. Bola yang digunakan juga berbagai macam, dari bola kulit sampai bola plastik. Gawangnya juga sederhana, biasanya hanya sebatas meletakkan kayu atau batu untuk menandai letak gawang masing-masing. Dibandingkan dengan permainan tradisional lain, permainan bola kiyam ini merupakan permainan yang paling terjaga eksistensinya karena hingga sekarang masih dimainkan oleh anak-anak, seperti yang dikatakan oleh Fikri (12 tahun) berikut ini.

“Main bola kiyam itu wajib bang, paling gak seminggu sekali lah aku main ini rame-rame sama kawan-kawanku. Biasanya pas sore-sore atau waktu libur sekolah. Kadang-kadang aku main bola kiyam sama abang dan sepupuku di lapangan deket rumah. Kalo lapangan nya lagi dipake orang lain, kami mainnya di halaman rumah bang”.

3.6. Engklek

Permainan engklek merupakan permainan tradisional lompat – lompatan pada bidang– bidang datar yang digambar diatas tanah, dengan membuat gambar kotak-kotak kemudian melompat dengan satu kaki dari kotak satu ke kotak berikutnya. Permainan engklek biasa dimainkan oleh 2 sampai 5 anak perempuan dan dilakukan di halaman. Namun, sebelum kita memulai permainan ini kita harus mengambar kotak-kotak dipelataran semen, aspal atau tanah, menggambar 5 segi empat dempet vertikal kemudian di sebelah kanan dan kiri diberi lagi sebuah segi empat.

Cara bermainanya sederhana saja, cukup melompat menggunakan satu kaki disetiap petak - petak yang telah digambarkan sebelumnya di tanah. Untuk dapat bermain setiap anak harus mempunyai gacuk yang biasanya berupa pecahan genting, keramik lantai atau pun batu yang datar. Gacuk dilempar kesalah satu petak yang tergambar di tanah, petak yang ada gacuknya tidak boleh diinjak/ditempati oleh setiap pemain, jadi para pemain harus melompat ke

petak berikutnya dengan satu kaki mengelilingi petak – petak yang ada. Saat melemparkannya tidak boleh melebihi kotak yang telah disediakan jika melebihi maka dinyatakan gugur dan diganti dengan pemain selanjutnya Pemain yang menyelesaikan satu putaran terlebih dahulu melemparkan gacuk dengan cara membelakangi engkleknya, jika pas pada petak yang dikehendaki maka petak itu akan menjadi “sawah”nya, artinya dipetak tersebut pemain yang bersangkutan dapat menginjak petak tersebut dengan dua kaki, sementara pemain lain tidak boleh menginjak petak itu selama permainan. Peserta yang memiliki “sawah” paling banyak adalah pemenangnya. Pemainan ini sangat seru karena bisanya paling sering kesalahan yang dilakukan adalah saat kita melempar gacuk tapi tidak pas dikotaknya atau meleset dari tempatnya.

3.7. Lompat Tali

Permainan lompat tali atau tali yeye merupakan permainan yang banyak dimainkan oleh anak-anak perempuan di Kelurahan Batang Terab. Permainan ini terbuat dari jalinan karet gelang yang dikaitkan seperti rantai hingga mencapai panjang yang diinginkan, biasanya antara 2 hingga 3 meter. Cara bermain lompat tali ini kelihatannya sederhana, namun sebenarnya cukup rumit karena pada tiap tingkatan akan semakin tinggi tingkat kesulitannya. Pemain dibagi menjadi dua regu yang terdiri dari beberapa orang, biasanya 2 sampai 7 orang. Regu yang berjaga akan merentangkan tali dari satu sisi ke sisi lain dan menyesuaikan ketinggian tali berdasarkan tingkatan-tingkatan kesulitannya. Kemudian regu yang bermain akan melompati tali dan membelitkannya dikaki, sehingga seperti menari selama beberapa hitungan yang telah disepakati sebelumnya sampai seluruh anggota regu menyelesaikan permainan. Permainan ini dimainkan dengan beberapa variasi gaya, misalnya anak harus melompati tali yang diputar dan tidak boleh

terbelit, jika terbelit atau mengenai tali akan dianggap gagal. Permainan ini biasanya dimainkan di sekolah atau di halaman rumah, karena pada dasarnya permainan ini tidak membutuhkan lahan yang terlalu luas.

BAB IV

JENIS PERMAINAN MODERN YANG TERIDENTIFIKASI TERDAPAT DI